BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Manajemen sumber daya manusia adalah proses mendayagunakan manusia sebagai tenaga kerja secara manusiawi agar potensi psikis dan fisik yang
dimilikinya berfungsi maksimal bagi pencapaian tujuan perusahaan Nawawi, 2005. Manusia sebagai tenaga kerja haruslah dikelola dengan baik dan benar agar
menjadi sumber daya manusia yang berkualitas. Memasuki era globalisasi, manusia yang berkualitas dalam bekerja merupakan prasyarat yang harus dimiliki
setiap perusahaan agar mampu bersaing di pasar global. Hal ini menunjukkan bahwa hari demi hari, perusahaan terus menerus menginginkan karyawannya
memiliki kualitas yang lebih baik. Jadi, keberhasilan suatu perusahaan dalam mencapai tujuannya sangat ditentukan oleh sumber daya manusia yang
berkualitas. Salah satu usaha untuk mendapatkan sumber daya manusia yang
berkualitas dan mempunyai motivasi tinggi adalah dengan memberikan keinginan dan kebutuhan para karyawan yang nantinya akan menimbulkan kepuasan kerja.
Dengan demikian perusahaan harus mengetahui kebutuhan karyawan dan berusaha untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan tersebut agar tercipta kepuasan
kerja yang pada akhirnya dapat mendukung perusahaan dalam mencapai tujuannya.
Malayu 2005 menyatakan bahwa kepuasan kerja adalah sikap emosional yang menyenangkan dan mencintai pekerjaannya. Locke memberikan definisi
Universitas Sumatera Utara
komprehensif dari kepuasan kerja yaitu keadaan emosi yang senang atau emosi positif yang berasal dari penilaian pekerjaan atau pengalaman kerja seseorang.
Kepuasan kerja adalah hasil dari persepsi karyawan mengenai seberapa baik pekerjaan mereka memberikan hal yang dinilai penting Luthans, 2006.
Seseorang dengan tingkat kepuasan kerja tinggi menunjukkan sikap yang positif terhadap pekerjaan itu, sedangkan seseorang yang tidak puas dengan
pekerjaannya menunjukkan sikap yang negatif terhadap pekerjaan itu. Karyawan yang puas terhadap pekerjaannya akan lebih mungkin berbicara positif tentang
organisasi, membantu orang lain, dan melakukan pekerjaan melebihi harapan yang normal dalam pekerjaan mereka Robbins, 2003. Kepuasan kerja yang
tinggi juga sering menghasilkan lebih sedikit kecelakaan dan keluhan kerja, sedikit waktu yang diperlukan untuk mempelajari tugas baru dan berkurangnya
stres Luthans, 2006. Robbins 2001 menyatakan konsekuensi dari kepuasan kerja yaitu:
produktifitas, kemangkiran dan tingkat keluar masuknya karyawan. Organisasi dengan karyawan yang lebih puas cenderung menjadi lebih efektif dan produktif.
Selain itu, karyawan dengan tingkat kepuasan kerja yang tinggi akan memiliki angka kemangkiran yang rendah dan juga mengakibatkan tingkat keluar masuk
turn over karyawan juga rendah. Kepuasan kerja merupakan faktor yang sangat kompleks karena kepuasan
kerja dipengaruhi beberapa faktor, di antaranya adalah gaya kepemimpinan Locke dalam Marselius dan Rita, 2004. Peran pimpinan dalam suatu perusahaan
sangat penting untuk memberikan motivasi dan inspirasi kepada semua karyawan
Universitas Sumatera Utara
agar bekerja sebaik-baiknya untuk mencapai hasil yang diharapkan. Karakteristik pemimpin akan sangat berpengaruh terhadap iklim kerja dalam suatu perusahaan.
Berbagai cara dilakukan seorang pimpinan dalam mempengaruhi karyawannya agar dapat melakukan pekerjaan sesuai dengan kebijakan yang telah ditetapkan, di
antaranya dengan memberikan pujian, memberikan hadiah dan penghargaan tertentu, melakukan tindakan korektif, bahkan dengan cara memberikan tekanan
terhadap karyawannya. Pimpinan yang diharapkan oleh karyawan perusahaan adalah pimpinan yang mampu memberikan kepuasan kerja pada karyawannya.
Jenkins dalam Marselius dan Rita 2004 mengungkapkan bahwa keluarnya karyawan lebih banyak disebabkan oleh ketidakpuasan terhadap kondisi
kerja karena karyawan merasa pimpinan tidak memberikan kepercayaan, tidak ada keterlibatan karyawan dalam pembuatan keputusan, pemimpin berlaku tidak
objektif dan tidak jujur pada karyawan. Nanus 1992 mengemukakan bahwa alasan utama karyawan meninggalkan organisasi disebabkan karena pemimpin
gagal memahami karyawan dan pemimpin tidak memperhatikan kebutuhan- kebutuhan karyawan.
Bass dalam Marselius dan Rita 2004 menyatakan bahwa salah satu teori yang menekankan suatu perubahan dan yang paling komprehensif berkaitan
dengan kepemimpinan adalah teori kepemimpinan transformasional dan transaksional. Gaya kepemimpinan transformasional merupakan faktor penentu
yang mempengaruhi sikap, persepsi, dan perilaku karyawan di mana terjadi peningkatan kepercayaan kepada pemimpin, motivasi dan kepuasan kerja serta
mampu mengurangi sejumlah konflik yang sering terjadi dalam suatu organisasi
Universitas Sumatera Utara
sedangkan gaya kepemimpinan transaksional adalah gaya kepemimpinan di mana seorang pemimpin memfokuskan perhatiannya pada transaksi interpersonal antara
pemimpin dengan karyawan yang melibatkan hubungan pertukaran Yukl, 1998. Keller 1992 mengatakan bahwa praktik gaya kepemimpinan
transformasional mampu meningkatkan kepuasan kerja bagi karyawan karena kebutuhan karyawan yang lebih tinggi seperti kebutuhan harga diri dan aktualisasi
diri terpenuhi. Selanjutnya, praktik kepemimpinan transaksional mampu meningkatkan kepuasan kerja bagi karyawan karena kebutuhan karyawan yang
lebih rendah seperti kebutuhan fisiologis dan rasa aman dapat terpenuhi Burn dalam Pawar dan Eastman, 1997.
PT. Telkom merupakan sebuah perusahaan BUMN Badan Usaha Milik Negara yang bergerak di bidang telekomunikasi. PT. Telkom bukan lagi
perusahaan yang memonopoli pasar telekomunikasi Indonesia. Sejak era globalisasi digelar, kompetisi menjadi ajang yang harus dijalani oleh perusahaan
manapun. Oleh karena itu PT Telkom berusaha merebut perhatian konsumen dengan memberikan jaminan bahwa pelanggan akan mendapatkan layanan yang
terbaik, berupa kemudahan, kualitas produk, kualitas jaringan dengan harga yang kompetitif. PT Telkom memiliki 5 divisi regional yang tersebar di seluruh
Indonesia. Salah satunya adalah Kantor Divisi Regional I PT. Telkom Medan. Berdasarkan hasil wawancara pra survey yang penulis lakukan terhadap 50
orang karyawan Kantor Divisi Regional I PT. Telkom Medan, terdapat perbedaan tingkat kepuasan kerja karyawan ditinjau dari gaya kepemimpinan. Dari 50 orang
karyawan yang diwawancarai, hanya sebanyak 26 yang menyatakan puas
Universitas Sumatera Utara
terhadap gaya kepemimpinan saat ini dan sebanyak 74 menyatakan tidak puas. Persentase ini menunjukkan bahwa ternyata banyak karyawan yang merasa tidak
puas dengan gaya kepemimpinan saat ini. Karyawan menyatakan ketidakpuasan yang mereka rasakan disebabkan oleh gaya kepemimpinan saat ini lebih bersifat
kaku dan konservatif sehingga cenderung mengurangi kesempatan karyawan untuk berinovasi dan mengaktualisasikan diri. Selain itu, gaya kepemimpinan saat
ini juga kurang berinteraksi dengan karyawan sehingga kurang memberikan motivasi pada karyawan.
Atas dasar terjadinya perbedaan kepuasan kerja karyawan dilihat dari gaya kepemimpinan pada Kantor Divisi Regional I PT. Telkom Medan, maka penulis
tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “ ANALISIS PERBEDAAN KEPUASAN KERJA KARYAWAN DITINJAU DARI GAYA
KEPEMIMPINAN TRANSFORMASIONAL DAN TRANSAKSIONAL PADA KANTOR DIVISI REGIONAL I PT. TELKOM MEDAN”.
B. Perumusan Masalah