25
berpengaruh terhadap populasi klien khusus-lansia dan yang imobilisasi Alterescu dan Alterescu, 1992. Kerusakan integritas kulit mempunyai dampak
yang bermakna pada tingkat kesejahteraan, asuhan keperawatan, dan lamanya perawatan di rumah sakit.
4.1.6.Perubahan eliminasi urin Eliminasi urin klien berubah oleh adanya imobilisasi. Pada posisi tegak
lurus, urin mengalir keluar dari pelvis ginjal lalu masuk ke ureter dan kandung kemih akibat gaya gravitasi. Ginjal yang membentuk urin harus masuk ke dalam
kandung kemih melawan gaya gravitasi. Akibat kontraksi peristaltik ureter yang tidak cukup kuat melawan gaya gravitasi, pelvis ginjal menjadi terisi sebelum urin
masuk ke dalam ureter. Kondisi ini disebut statis urin dan meningkatkan risiko infeksi saluran perkemihan dan batu ginjal.
4.2. Pengurangan bahaya fisiologis imobilisasi
4.2.1. Sistem Metabolik Ketika mengkaji fungsi metabolik, perawat menggunakan pengukuran
antropometrik untuk mengevaluasi atrofi otot, menggunakan pencatatan asupan dan haluaran serta data laboratorium untuk mengevaluasi status cairan, elektrolit
maupun kadar serum protein, mengkaji penyembuhan luka untuk mengevaluasi status cairan, elektrolit maupun kadar serum protein, mengkaji penyembuhan luka
untuk mengevaluasi perubahan transport nutrient, mengkaji asupan, makanan dan pola eliminasi klien untuk menentukan perubahan fungsi gastrointestinal.
Universitas Sumatera Utara
26
Pada umumnya anoreksia terjadi pada klien imobilisasi.asupan makanan klien harus dikaji terlebih dahulu sebelum nampan diberikan, untuk menentukan
jumlah yang dimakan. Ketidakseimbangan nutrisi dapat dihindari apabila perawat mengkaji pola makan klien dan makanan yang disukai sebelum keadaan
imobilisasi. Jika klien tidak bisa makan, nutrisi harus diberikan melalui parenteral dan
enteral. Pemberian makanan enteral meliputi pemberian melalui selang nasogastrik, gastrostomi, jejunostomi dengan cairan tinggi protein, tinggi kalori
dengan tambahan vitamin lengkap, mineral, dan elektrolit. 4.2.2. Sistem Pernafasan
Perawat harus memotivasi klien bernafas dalam dan batuk setiap 1 sampai 2 jam. Klien yang waspada dapat diajarkan untuk bernafas dalam dan menguap
setiap jam. Kegiatan ini mengembangkan semua lobus paru dan mencegah atelektasis. Batuk dapat mengurangi statis sekresi pulmonal. Sekret yang stagnasi
dapat dikurangi dengan mengubah posisi klien setiap dua jam. Perubahan mereposisikan paru yang menggantung dan memobilisasikan sekret. Pada klien
yang tidak sadar dengan jalan nafas buatan, perawat dapat mengembangkan dada dan paru dengan menggunakan ambu bag.
4.2.3. Sistem Kardiovaskuler Ketika klien dipindahkan dari posisi telentang ke kursi, klien harus diubah
posisinya bertahap. Ketika melakukan prosedur ini, perawat harus mencatat adanya perubahan ortostatik. Perawat mengumpulkan tanda vital dasar pada klien
dengan posisi telentang. Perawat tetap berada bersama klien dengan posisi fowler
Universitas Sumatera Utara
27
yang tinggi selama beberapa waktu agar tubuh beradaptasi terhadap setiap perubahan tanda vital. terus-menerus memantai klien adanya pusing dan sakit
kepala ringan, dan menanyakan apakah klien melihat bintik-bintik. Meskipun tidak semua klien mengalami mengalami hipotensi ortostatik, klien harus dipantau
tanda vitalnya ketika klien mencoba duduk atau berdiri pertama kali. Cara paling efektif untuk mengatasi trombosis vena profunda deep vein
trombosis , DVT adalah melalui program pemberian profilaksis yang tepat. Hal
ini dimulai dengan identifikasi klien yang beresiko, dilanjutkan pada klien imobilisasi atau beresiko lainnya. Stocking kompresi bertahap dapat mencegah
DVT selama klien yang tepat dan regimen yang tepat Evans, 1991. Stocking seharusnya tidak dipakai jika terdapat kondisi lokal yang mempengaruhi kaki
mis. lesi kulit, gangren atau menerima ligasi vena. Stocking harus digunakan dengan tepat dan dilepaskan serta kembali dipasang minimal dua kali sehari.
Apabila klien diduga terjadi DVT maka perawat harus melaporkan segera. Kaki harus ditinggikan tanpa ada penekanan trombus. Keluarga, klien, dan tenaga
kesehatan tidak dibenarkan melakukan pemijitan di area tersebut karena bahaya pengeluaran trombus.
4.2.4. Sistem Muskuloskeletal Klien imobilisasi harus mendapatkan beberapa latihan untuk mencegah
otot yang tidak digunakan secara berlebihan, atrofi, dan kontraktur sendi. Jika klien tidak mampu menggerakkan sebagian ataupun seluruh bagian tubuhnya,
maka perawat harus melakukan latihan rentang gerak pasif untuk semua sendi yang imobilisasi ketika memandikan klien dan minimal dua atau tiga kali sehari,
Universitas Sumatera Utara
28
jika salah satu ekstremitas paralisis, klien diajarkan menggunakan setiap sendinya secara mandiri melalui latihan rentang gerak.
Klien tirah baring harus melakukan latihan rentang gerak aktif yang dimasukkan dalam jadwal sehari-hari. Klien melakukan latihan ini dalam aktivitas
sehari-harinya. Salah satu contoh latihan aktif dalam aktivitas sehari-hari adalah mengambil buku di samping tempat tidur untuk melatih bahu abduksi. Latihan
rentang gerak aktif mempertahankan fungsi sistem muskuloskeletal. Perawat juga harus merencanakan intervensi untuk mengembalikan mobilisasi pada klien yang
mampu melakukan aktivitas normal bertahap. 4.2.5. Sistem Integumen
Resiko utama pada kulit akibat keterbatasan mobilisasi adalah dekubitus. Oleh karena itu intervensi keperawatan berfokus pada pencegahan dan
penatalaksanaan. Intervensi keperawatan adalah sebagai berikut: memeriksa kulit secara sistematik minimal satu kali sehari, khususnya di bagian penonjolan tulang;
membersihkan kulit pada waktu kotor pada interval waktu tertentu; meminimalkan faktor lingkungan yang menyebabkan kulit kering; tidak
melakukan pemijatan di atas daerah penonjolan tulang; meminimalkan paparan kulit dari kelembapan akibat inkontinensia, keringat atau cairan luka; pemberian
posisi yang sesuai untuk meminimalkan cedera kulit akibat friksi dan gaya gesek dengan teknik memindahkan dan bergerak yang benar.
4.2.6. Sistem Eliminasi Intervensi keperawatan untuk mempertahankan fungsi optimal pada
perkemihan adalah menjaga hidrasi klien dengan baik tanpa menyebabkan
Universitas Sumatera Utara
29
distensi kandung kemih dan mencegah statis urin, terbentuk batu, dan infeksi. Untuk mencegah distensi kandung kemih, perawat mengkaji frekuensi dan jumlah
haluaran urin. Klien dengan urin yang menetes terus-menerus dan kandung kemih yang distensi menujukkan inkontinensia overflow. Jika klien imobilisasi tidak
dapat mengontrol eliminasi urinnya secara sadar maka perawat harus memasukkan kateter sementara atau menetap untuk mencegah distensi. Perawat
juga harus mencatat frekuensi dan konsistensi defekasi. Diet kaya buah-buahan, sayur-sayuran, dan dalam jumlah banyak mendukung peristaltik normal. Jika
klien tidak mampu mempertahankan pola eliminasi bowel normal maka dokter memberikan pelunak feses, katartik, atau enema.
Universitas Sumatera Utara
30
BAB 3 KERANGKA KONSEP PENELITIAN
1. Kerangka Konseptual