47
2. Pembahasan
2.1  Tingkat  Pengetahuan  Perawat  Tentang  Pengurangan  Bahaya  Fisiologis Imobilisasi Pada Pasien Stroke
Pengetahuan  merupakan  hasil  dari  tahu,  dan  ini  terjadi  setelah  orang melakukan  pengindraan  terhadap  suatu  objek  tertentu.  Penginderaan  terjadi
melalui  pancaindra  manusia,  yakni  indra  penglihatan,  pendengaran,  penciuman, rasa, dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui  mata dan
telinga Notoatmodjo, 2007. Dari  hasil  penelitian  yang  telah  dilaksanakan  diperoleh  data  bahwa  lebih
dari setengah responden memiliki usia 40 tahun yaitu 62,5 n=10 dan sisanya yaitu  37,5  n=6  berada  pada  rentang  usia  30-39  tahun.  DEPKES  RI  2009
menyatakan  bahwa  usia  30  tahun  adalah  masa  dewasa  awal.  Budiman    Agus 2013  menyatakan  bahwa  usia  mempengaruhi  daya  tangkap  dan  pola  pikir
seseorang. Semakin bertambah usia akan semakin berkembang pula daya tangkap dan pola pikir seseorang sehingga pengetahuan yang diperoleh semakin membaik.
Berdasarkan tingkat pendidikan responden terbanyak adalah lulusan  SPK yaitu  sebesar  43,8  n=7  disusul  dengan  responden  terbanyak  kedua  adalah
lulusan  S1  yaitu  sebesar  31,2  n=5  dan  selebihnya  adalah  lulusan  DIII  yaitu sebesar  25  n=4.  Budiman    Agus  2013  menyatakan  bahwa  pendidikan
mempengaruhi  proses  belajar,  makin  tinggi  pendidikan  seseorang,  makin  mudah orang  tersebut  untuk  menerima  informasi.  Namun,  perlu  ditekankan  bahwa
seorang  yang  berpendidikan  rendah  tidak  berarti  mutlak  berpengetahuan  rendah
Universitas Sumatera Utara
48
pula.  Hal  ini  didukung  oleh  pernyataan  Nurhidayah  2009  yaitu  bagi  orang dewasa yang penting adalah bagaimana mengaplikasikan sesuatu dan bagaimana
memecahkan masalah bukan sekedar pengetahuan dan teori-teori. Berdasarkan lamanya bekerja seluruh responden yaitu 100 n=16 sudah
bekerja lebih dari 6 tahun. Nurhidayah 2010 menyatakan bahwa dalam proses belajar,  seorang  dewasa  cenderung  berkeinginan  untuk  menentukan  apa  yang
ingin dipelajarinya serta membandingkan dan menghubungkan pengetahuan baru dengan pengalaman-pengalaman belajar yang telah dimiliki sebelumnya. Peneliti
berasumsi  bahwa  semakin  lama  seseorang  bekerja  maka  akan  semakin  banyak pula pengalaman yang memperluas pengetahuannya.
Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa tingkat pengetahuan perawat tentang pengurangan bahaya fisiologis imobilisasi  pada pasien stroke berada pada
rentang baik lebih dari setengah responden yaitu sebesar 56,2 sementara sisanya yaitu  43,8  memiliki  tingkat  pengetahuan  cukup  dan  0  memiliki  tingkat
pengetahuan kurang. Jadi,  peneliti  menyimpulkan  bahwa  lebih  dari  setengah  responden  yaitu
56,2 memiliki tingkat pengetahuan baik dipengaruhi oleh  lamanya bekerja dan usia responden.  Seluruh responden telah bekerja 6 tahun.  Hal  ini  menunjukkan
bahwa  perawat  telah  memiliki  banyak  pengalaman  yang  memperluas pengetahuannya  karena  semakin  lama  seseorang  bekerja  maka  akan  semakin
banyak  pula  pengalaman  yang  dimilikinya.  Untuk  usia  responden  yaitu  seluruh responden telah berusia 30 tahun dimana usia ini adalah  masa dewasa dini dan
Universitas Sumatera Utara
49
telah  tercapai  kematangan  fungsi  kognitif.  Untuk  tingkat  pendidikan  responden, peneliti  berasumsi  bahwa  hal  ini  tidak  mempengaruhi  tingkat  pengetahuan
mayoritas  perawat  berada  dalam  rentang  baik  karena  hampir  setengah  perawat adalah  lulusan  SPK.  Hal  ini  sesuai  dengan  pernyataan  Budiman    Agus  2013
yaitu  faktor-faktor  yang  mempengaruhi  pengetahuan  adalah  pendidikan, informasimedia  massa,  sosial,  budaya,  ekonomi,  lingkungan,  pengalaman  dan
usia. Apabila dilihat dari jawaban responden atas pertanyaan kuesioner, terlihat
bahwa  terdapat  3  pertanyaan  yang  lebih  banyak  dijawab  salah,  yaitu  pertanyaan nomor 7, 11 dan 17.
Untuk  pertanyaan  nomor  7  yaitu  ciri  hipotensi  ortostatik  pada  pasien imobilisasi,  mayoritas  responden  atau  75  menjawab  dengan  salah.  Gilden,
1993  dalam  Potter    Perry,  2006  menyatakan  bahwa  klien  yang  tirah  baring atau imobilisasi untuk waktu lama beresiko terjadi hipotensi ortostatik. Hipotensi
ortostatik  postural  adalah  suatu  kondisi  ketidakmampuan  berat  dengan karakteristik  tekanan  darah  yang  menurun  ketika  klien  berdiri.  Ditandai  dengan
sakit  kepala  ringan,  pusing,  kelemahan,  kelelahan,  kehilangan  energi,  gangguan visual, dispnea, ketidaknyamanan kepala atau leher, dan hampir pingsan ataupun
pingsan. Untuk  pertanyaan  nomor  11  yaitu  kelainan  muskuloskeletal  yang  terjadi
pada pasien imobilisasi, mayoritas responden atau 87,5 menjawab salah. Potter Perry,  2006  menyatakan  bahwa  kelainan  muskuloskeletal  utama  dapat
Universitas Sumatera Utara
50
diidentifikasi  selama  pengkajian  keperawatan  meliputi  penurunan  tonus  otot, kehilangan massa otot, dan kontraktur. Pengaruh lain dari keterbatasan mobilisasi
yang  mempengaruhi  sistem  skeletal  adalah  gangguan  metabolisme  kalsium  dan gangguan mobilisasi sendi.
Untuk  pertanyaan  nomor  17  yaitu  ciri  statis  urin  pada  imobilisasi, mayoritas  responden  atau  87,5  menjawab  salah.  Potter    Perry  2006
menyatakan  bahwa  eliminasi  urin  klien  berubah  oleh  adanya  imoblisasi.  Pada posisi tegak lurus, urin mengalir keluar dari pelvis ginjal lalu masuk ke ureter dan
kandung kemih akibat gaya gravitasi. Jika klien dalam posisi rekumben atau datar, ginjal dan ureter membentuk garis datar seperti pesawat. Ginjal yang membentuk
urin  harus  masuk  ke  dalam  kandung  kemih  melawan  gaya  gravitasi.  Akibat kontraksi peristaltik ureter yang tidak cukup kuat melawan gaya  gravitasi, pelvis
ginjal  menjadi  terisi  sebelum  urin  masuk  ke  dalam  ureter.  Kondisi  ini  disebut statis urin dan meningkatkan risiko infeksi saluran perkemihan dan batu ginjal.
Hariyati 2006 menyatakan bahwa perawat merupakan salah satu pemberi pelayanan  kesehatan  yang  mempunyai  kontribusi  dalam  meningkatkan  status
kesehatan  bangsa.  Perawat  mempunyai  peran  diantaranya  sebagai  pemberi pelayanan care provider, pendidik, konselor, advocate, kolaborator dan change
agent Helvie,  1998.  Dalam  melaksanakan  peran  ini  perawat  harus  selalu
meningkatkan pengetahuannya. Peran  sebagai  pemberi  asuhan  keperawatan  menuntut  perawat  untuk
memberi  kenyamanan  dan  rasa  aman  bagi  klien,  melindungi  hak  dan  kewajiban
Universitas Sumatera Utara
51
klien  agar  tetap  terlaksana  dengan  seimbang  antara  lain,  memfasilitasi  klien dengan  anggota  tim  kesehatan  lainnya,  dan  berusaha  mengembalikan  kesehatan
klien DEPKES, 2004 2.2  Sikap  Perawat  Tentang  Pengurangan  Bahaya  Fisiologis  Imobilisasi  Pada
Pasien Stroke Berdasarkan  hasil  penelitian  diperoleh  bahwa  ternyata  hampir  100
responden atau 93,8 memiliki sikap positif dan hanya 6,2 responden memiliki sikap negatif. Bila dikaitkan dengan teori Green 1980 dalam Handayani 2004,
maka  tingkat  pengetahuan  merupakan  faktor  predisposisi  dalam  perilaku  positif, karena  dengan  pengetahuan,  seseorang  akan  mulai  mengenal  dan  mencoba  atau
melakukan  suatu  tindakan.  Peneliti  berasumsi  bahwa  hampir  100  responden memiliki sikap positif  didukung oleh tingkat pengetahuan responden yang berada
pada  rentang  baik  lebih  dari  setengah  responden.  Hal  ini  menunjukkan  bahwa perawat telah memiliki dasar pengetahuan tentang pengurangan bahaya fisiologis
imobilisasi sehingga hal inilah yang memicu perawat untuk bersikap positif dalam hal pengurangan bahaya fisiologis imobilisasi
Allport  1954  dalam  Notoatmodjo  2007  menyatakan  bahwa  dalam penentuan  sikap  yang  utuh,  pengetahuan,  pikiran,  keyakinan,  dan  emosi
memegang peranan penting. Peneliti berasumsi bahwa saat perawat telah memiliki pengetahuan  tentang  pengurangan  bahaya  fisiologis  imobilisasi,  komponen
pikiran,  keyakinan  dan  emosi  turut  bekerja  sehingga  akhirnya  perawat  dapat memunculkan sikap positif atau negatif akan hal tersebut. Jadi perawat memiliki
sikap positif  dalam pengurangan bahaya fisiologis imobilisasi tidak semata-mata
Universitas Sumatera Utara
52
karena mayoritas perawat memiliki pengetahuan yang baik tapi juga karena faktor lain yaitu pikiran, keyakinan, dan emosi.
Apabila dilihat dari jawaban responden atas pertanyaan kuesioner, terlihat bahwa terdapat 3 pertanyaan yang lebih banyak disikapi negatif yaitu pertanyaan
nomor 3, dan 6. Untuk  pernyataan  nomor  3  yaitu  saya  mengubah  posisi  pasien  minimal
setiap 2 jam untuk mencegah penumpukan sekret di bronkus dan paru, sebanyak 31,2  responden  menjawab  selalu,  62,5  menjawab  sering,  6,2  menjawab
kadang-kadang  dan  0  menjawab  tidak  pernah.  Potter    Perry  2006 menyatakan  bahwa  sekret  yang  menetap  menumpuk  di  bronkus  dan  paru
menyebabkan  pertumbuhan  bakteri  yang  selanjutnya  berkembang  menjadi pneumonia.  Infeksi  pulmonal  tetap  berkembang  meskipun  dilakukan  intervensi
untuk  pencegahannya.  Sekret  yang  stagnasi  dapat  dikurangi  dengan  mengubah posisi  klien  setiap  2  jam.  Perubahan  mereposisikan  paru  yang  menggantung  dan
memobilisasikan sekret. Untuk  pernyataan  nomor  6  yaitu  saya  mengatur  posisi  pasien  disertai
terapi lain heparin atau stoking elastik untuk mengurangi pembentukan trombus pada  pasien  imobilisasi,  sebanyak  31,2  responden  menjawab  selalu,  31,2
menjawab  sering,  37,5  menjawab  kadang-kadang  dan  0  menjawab  tidak pernah.  Potter    Perry  2006  menyatakan  bahwa  trombus  adalah  akumulasi
trombosit,  fibrin,  faktor-faktor  pembekuan  darah,  dan  elemen  sel-sel  darah  yang menempel pada dinding bagian anterior vena atau arteri, kadang-kadang menutup
lumen darah.
Universitas Sumatera Utara
53
Menurut Goucke 1989, dikutip dari Potter  Perry, 2006 heparin adalah obat  yang  banyak  digunakan  pada  profilaksis  DVT  Deep  Vein  Trombosis.
Heparin menjadi standar emas pada area ini karena telah dipelajari dan tervalidasi dengan  baik.  Dosis  umum  untuk  terapi  heparin  dosis  rendah  adalah  5000  unit
melalui  subkutan  dua  jam  sebelum  operasi  dan  dilanjutkan  sampai  klien  benar- benar dapat mobilisasi atau sampai klien pulang.
Menurut  Evans  1991,  dikutip  dari  Potter   Perry,  2006  stoking  elastik membantu mempertahankan tekanan luar otot ekstremitas bawah dan selanjutnya
mendukung aliran balik vena. Perawat terlebih dahulu mengkaji kesesuaian pada penggunaan  klien  ketika  mempertimbangkan  pemasangan  penekanan  stoking
bertahap.  Stoking  seharusnya  tidak  dipakaikan  jika  terdapat  kondisi  lokal  yang mempengaruhi  kaki  mis.  lesi  kulit,  gangren,  atau  menerima  ligasi  vena,  yang
memungkinkan sirkulasi. Sikap  positif  dapat  memberikan  sesuatu  yang  sangat  berguna  baik  untuk
diri  sendiri  maupun  untuk  orang  lain.  Oleh  karena  perawat  bekerja  untuk memberikan  asuhan  keperawatan  pada  klien,  keluarga,  kelompok,  maupun
masyarakat; maka menjaga sikap positif  menjadi  sangat penting untuk dipahami. Sikap  adalah  dasar  dan  pendukung  segala  sesuatu  yang  dilakukan,  merupakan
elemen  kunci  dalam  proses  pengendalian,  terutama  yang  terkait  dengan keperawatan Harrel, K. 2007 dalam Sumijatun, 2011.
Universitas Sumatera Utara
54
BAB 6 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI