24
3.2 Hewan Percobaan
Hewan yang digunakan pada penelitian ini adalah kelinci jantan dengan berat 1,5 kg sampai 2 kg. Kelinci ini sebelumnya telah diaklimatisasi selama
seminggu.
3.3 Pengumpulan dan Pengolahan Sampel 3.3.1 Pengumpulan sampel
Pengambilan sampel
dilakukan secara
purposif, yaitu
tanpa membandingkan dengan daerah lain yang diambil di Desa Punden Rejo,
Kabupaten Deli Serdang, Provinsi Sumatera Utara.
3.3.2 Identifikasi tumbuhan
Identifikasi tumbuhan dilakukan di Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia LIPI Pusat Penelitian Biologi, Bogor.
3.3.3 Pengolahan sampel
Daun sambung rambat yang masih segar dicuci hingga bersih kemudian ditiriskan dan ditimbang. Selanjutnya daun tersebut dikeringkan dalam lemari
pengering dengan temperatur ± 40 C sampai daun kering. Simplisia yang telah
kering diserbuk dengan blender dan disimpan dalam wadah tertutup rapat dan disimpan pada suhu kamar.
3.4 Pembuatan Ekstrak
Pembuatan ekstrak dilakukan dengan cara maserasi menggunakan pelarut etanol 80. Sebanyak 1 kg serbuk simplisia dimasukkan dalam bejana, dituangi
dengan 75 bagian etanol 80, ditutup, dibiarkan selama 5 hari terlindung dari cahaya sambil sesekali diaduk, diserkai, diperas, kemudian melalui ampas
dicukupkan hingga diperoleh 100 bagian dengan etanol 80. Pindahkan maserat
Universitas Sumatera Utara
25
ke dalam bejana tertutup, dibiarkan di tempat sejuk terlindung dari cahaya selama 2 hari, enap tuangkan Depkes RI., 1979. Pemekatan ekstrak dilakukan dengan
alat
rotary evaporator
pada suhu ±50
o
C sampai diperoleh ekstrak kental, selanjutnya dilakukan pengeringan beku dengan
freeze dryer
pada suhu -40 C
selama ± 24 jam.
3.5 Skrining Fitokimia
Skrining fitokimia terhadap serbuk simplisia dan ekstrak meliputi: pemeriksaan senyawa alkaloid, saponin, flavonoid, tanin, triterpenoidsteroid dan
glikosida.
3.5.1 Pemeriksaan alkaloida
Sebanyak 0,5 g sampel ditimbang, kemudian ditambahkan 1 ml asam klorida 2N dan 9 ml air suling, dipanaskan di atas penangas air selama 2 menit,
didinginkan dan disaring. Filtrat dipindahkan masing-masing 3 tetes ke dalam spot plattabung reaksi, kemudian ditambahkan masing-masing 2 tetes larutan
pereaksi LP Mayer, Bouchardat, Dragendorff. Jika terdapat alkaloid, maka dengan LP Mayer terbentuk endapan putih kekuningan, dengan LP Bouchardat
terbentuk endapan coklat kehitaman, dengan LP Dragendorff terbentuk endapan kuning jingga. Alkaloid dikatakan positif jika dua dari tiga reaksi tersebut
memberikan hasil positif Depkes RI., 1995.
3.5.2 Pemeriksaan flavonoida
Sebanyak 0,5 g sampel disari dengan 10 ml metanol, direfluks dan disaring panas-panas, filtrat diencerkan dengan akuades. Setelah dingin ditambah
5 ml eter minyak tanah, dikocok, didiamkan. Lapisan metanol diambil, diuapkan dan sisa dilarutkan dalam 5 ml etil asetat, disaring larutan percobaan.
Universitas Sumatera Utara
26
Cara percobaan: Satu ml larutan percobaan diuapkan hingga kering, sisanya dilarutkan
dalam 1 ml etanol 96, ditambahkan 0,1 g magnesium dan 10 ml asam klorida pekat, terjadi warna merah jingga sampai merah ungu menunjukkan adanya
flavonoida Depkes RI., 1995.
3.5.3 Pemeriksaan tanin
Sebanyak 0,5 g sampel disari dengan 10 ml air suling, disaring lalu filtratnya diencerkan dengan air suling sampai tidak berwarna. Diambil 2 ml
larutan lalu ditambahkan 1 sampai 2 tetes pereaksi besi III klorida. Terjadi warna biru atau hijau kehitaman menunjukkan adanya tanin Farnsworth, 1966.
3.5.4 Pemeriksaan glikosida
Sampel ditimbang sebanyak 3 g kemudian disari dengan 30 mlcampuran 7 bagian volume etanol 96 dan 3 bagian volume air suling, selanjutnya
ditambahkan 10 ml HCl 2 N, direfluks selama 10 menit, didinginkan dan disaring. Pada 30 ml filtrat ditambahkan 25 ml air suling dan 25 ml timbal II asetat 0,4 M,
dikocok, didiamkan selama 5 menit lalu disaring. Filtrat disari sebanyak 3 kali, tiap kali dengan 20 ml campuran 3 bagian volume kloroform dan 2 bagian volume
isopropanol. Kemudian akan diperoleh dua lapisan sari air dan sari pelarut organik. Diambil lapisan air kemudian ditambahkan 2 ml air dan 5 tetes pereaksi
Molisch, ditambahkan 2 ml asam sulfat pekat terbentuk cincin warna ungu pada batas kedua cairan menunjukkan adanya ikatan gula Depkes RI., 1995.
3.5.5 Pemeriksaan saponin
Sebanyak 0,5 g sampel dimasukkan ke dalam tabung reaksi dan ditambahkan 10 ml air suling panas, didinginkan kemudian dikocok kuat-kuat
Universitas Sumatera Utara
27
selama 10 detik, timbul busa yang mantap tidak kurang dari 10 menit setinggi 1- 10 cm. Ditambahkan 1 tetes larutan asam klorida 2 N, bila buih tidak hilang
menunjukkan adanya saponin Depkes RI., 1995.
3.5.6 Pemeriksaan triterpenoidasteroid
Sebanyak 1 g sampel dimaserasi dengan 20 ml eter selama 2 jam, lalu disaring. Filtrat diuapkan dalam cawan penguap. Pada sisa dalam cawan penguap
ditambahkan 2 tetes asam asetat anhidrat dan 1 tetes asam sulfat pekat. Timbul warna ungu atau merah kemudian berubah menjadi hijau biru menunjukkan
adanya triterpenoida steroida Harborne, 1987.
3.6 Karakteristik Simplisia dan Ekstrak 3.6.1 Penetapan kadar air
Penetapan kadar air dilakukan menurut metode Azeotropi destilasi toluena. Alat terdiri dari labu alas bulat 500 ml, pendingin, tabung penyambung,
tabung penerima 5 ml berskala 0,05 ml, alat penampung dan pemanas listrik. Cara kerja :
Dimasukkan 200 ml toluena dan 2 ml air suling ke dalam labu alas bulat, lalu didestilasi selama 2 jam. Setelah itu, toluena dibiarkan mendingin selama 30
menit, dan dibaca volume air pada tabung penerima dengan ketelitian 0,05 ml. Kemudian ke dalam labu tersebut dimasukkan 5 g sampel, labu dipanaskan
selama 15 menit. Setelah toluena mendidih, kecepatan tetesan diatur lebih kurang 2 tetes tiap detik sampai sebagian besar air terdestilasi, kemudian kecepatan
tetesan dinaikkan hingga 4 tetes tiap detik. Setelah semua air terdestilasi, bagian dalam pendingin dibilas dengan toluena. Destilasi dilanjutkan selama 5 menit,
kemudian tabung penerima dibiarkan mendingin pada suhu kamar. Setelah air
Universitas Sumatera Utara
28
dan toluena memisah sempurna, volume air dibaca dengan ketelitian 0,05 ml. Selisih kedua volume air yang dibaca sesuai dengan kandungan air yang terdapat
dalam bahan yang diperiksa. Kadar air dihitung dalam persen Depkes RI., 1995.
3.6.2 Penetapan kadar sari larut air
Sebanyak 5 g sampel, dimaserasi selama 24 jam dalam 100 ml air- kloroform 2,5 ml kloroform dalam air suling sampai 1 liter dalam labu
bersumbat sambil dikocok sesekali selama 6 jam pertama, kemudian dibiarkan selama 18 jam, lalu disaring. Sejumlah 20 ml filtrat pertama diuapkan sampai
kering dalam cawan penguap yang berdasar rata yang telah ditara dan sisa dipanaskan pada suhu 105
o
C sampai bobot tetap. Kadar dalam persen sari yang larut dalam air dihitung terhadap bahan yang telah dikeringkan Depkes RI.,
1995.
3.6.3 Penetapan kadar sari larut etanol
Sebanyak 5 g sampel, dimaserasi selama 24 jam dalam 100 ml etanol 96 dalam labu bersumbat sambil dikocok sesekali selama 6 jam pertama,
kemudian dibiarkan selama 18 jam. Kemudian disaring cepat. Sejumlah 20 ml filtrat diuapkan sampai kering dalam cawan penguap yang berdasar rata yang
telah ditara dan sisa dipanaskan pada suhu 105
o
C sampai bobot tetap. Kadarnya dihitung terhadap bahan yang telah dikeringkan Depkes RI., 1995.
3.6.4 Penetapan kadar abu total
Sebanyak 2 g serbuk sampel dimasukkan dalam krus porselin yang telah dipijar dan ditara, kemudian diratakan. Krus dipijar perlahan-lahan sampai arang
habis, jika arang masih tidak dapat dihilangkan, ditambahkan air panas, saring melalui kertas saring bebas abu. Pijarkan sisa dan kertas saring dalam krus yang
Universitas Sumatera Utara
29
sama. Masukkan filtrat ke dalam krus, diuapkan hingga bobot tetap. Kadar abu dihitung terhadap bahan yang telah dikeringkan Depkes RI., 1995.
3.6.5 Penetapan kadar abu tidak larut asam
Abu yang diperoleh dalam penetapan kadar abu dididihkan dalam 25 ml asam klorida encer selama 5 menit, bagian yang tidak larut dalam asam
dikumpulkan, disaring melalui kertas saring bebas abu, cuci dengan air panas, dipijarkan, kemudian didinginkan dan ditimbang sampai bobot tetap. Kadarnya
dihitung terhadap bahan yang telah dikeringkan Depkes RI., 1995.
3.7 Pembuatan Formula Sediaan 3.7.1 Pembuatan basis gel
Formula basis gel dibuat menurut Suardi, dkk., 2008; Tambe, dkk., 2009. R Hidroksipropilmetilselulosa HPMC
3 Propilenglikol
15 Metil paraben
0,18 Propil paraben
0,02 Akuades ad
100 Cara pembuatan : Akuades sebanyak 20 kali berat HPMC dipanaskan,
kemudian dikembangkan HPMC di dalamnya. Metil paraben dan propil paraben dilarutkan dalam propilen glikol Campuran I. Campuran I yang diperoleh
ditambahkan sedikt demi sedikit ke dalam HPMC yang telah terdispersi dengan baik sambil digerus, kemudian ditambahkan sisa akuades dan digerus homogen.
3.7.2 Komposisi formula
Sediaan dibuat dalam 6 formula dengan komposisi masing-masing 200 g yang terlihat pada Tabel 3.1 di bawah ini
Universitas Sumatera Utara
30
Tabel 3.1 Komposisi formula gel EEDSR
No. Formula
Komposisi Basis gel
EEDSR 1.
F1 200 g
- 2.
F2 199 g
1 g 3.
F3 198 g
2 g 4.
F4 197 g
3 g 5.
F5 196 g
4 g 6.
F6 195 g
5 g Keterangan : EEDSR: Ekstrak etanol daun sambung rambat, F1: formula gel tanpa
EEDSR, F2: formula gel EEDSR 0,5 bb, F3: formula gel EEDSR 1 bb, F4: formula gel EEDSR 1,5 bb, F5: formula gel EEDSR
2 bb, F6: formula gel EEDSR 2,5 bb.
Cara pembuatan sediaan gel EEDSR : ke dalam lumpang dimasukkan EEDSR masing-masing dengan konsentrasi 0,5, 1, 1,5, 2 dan 2,5,
diteteskan dengan beberapa tetes etanol, ditambahkan sedikit demi sedikit basis gel lalu digerus sampai homogen.
3.8 Pengujian Sediaan Gel terhadap Penyembuhan Luka Sayat
Pengujian terdiri atas 8 kelompok yaitu kelompok 1 diberi gel tanpa EEDSR kontrol negatif F1,
kelompok 2 diberi gel EEDSR 0,5 F2, kelompok 3 diberi gel EEDSR 1 F3,
kelompok 4 diberi gel EEDSR 1,5 F4, kelompok 5 diberi gel EEDSR 2 F5,
kelompok 6 diberi gel EEDSR 2,5 F6, kelompok 7 diberi betadine salep kontrol positif F7,
kelompok 8 tanpa diberi pengobatan F8. Sebelum pengujian, kelinci dicukur bulu bagian punggungnya, dibuat
pola berbentuk lingkaran diameter 2 cm, didesinfeksi kulitnya dengan alkohol 70, lalu dianestesi lokal dengan 1 ml lidokain HCl 2, 20mgml. Kemudian
Universitas Sumatera Utara
31
dibuat luka dengan ukuran tanda yang telah dibuat bentuk lingkaran pada bagian punggung dengan cara mengangkat kulit hewan uji dengan pinset lalu digunting
dengan gunting bedah Hajiaghaalipour, dkk., 2013. Setelah itu, pada kulit yang telah disayat dioleskan 0,3 g sediaan gel sesuai dengan kelompok masing-masing
Aponno, dkk., 2014. Pemberian sediaan gel dilakukan secara topikal sebanyak 1 kali sehari dan setiap harinya luka dibersihkan dengan larutan NaCl 0,9 bv.
Pengamatan luka dilakukan setiap hari secara visual dengan mengukur diameter luka. Luka dianggap sembuh jika diameter luka sama dengan nol. Menurut
Hamzah, dkk., 2013 menyebutkan bahwa diameter luka dihitung dengan rumus:
Keterangan : d: diameter rata-rata, d1: diameter pertama, d2: diameter kedua, d3: diameter ketiga, d4: diameter keempat
Gambaran perhitungan diameter luka sayat pada punggung kelinci dapat dilihat pada gambar dibawah ini:
Gambar 3.1 Perhitungan diameter luka sayat 3.9 Evaluasi Formula
Evaluasi formula meliputi evaluasi fisik yang mencakup pemeriksaan stabilitas sediaan, homogenitas, pemeriksaan pH dan viskositas yang dilakukan
pada suhu kamar selama 90 hari Dosani, dkk., 2011.
3.9.1 Pemeriksaan stabilitas fisik sediaan
Pemeriksaan stabilitas fisik sediaan meliputi bentuk, warna dan bau yang diamati secara visual. Sediaan dinyatakan stabil apabila warna, bau dan
d1 d2
d3 d4
Universitas Sumatera Utara
32
penampilan tidak berubah secara visual selama penyimpanan. Pengamatan dilakukan pada suhu kamar pada hari ke-0, 7, 14, 21, 28 dan 90.
3.9.2 Pemeriksaan homogenitas sediaan
Cara: Sejumlah tertentu sediaan dioleskan pada sekeping kaca atau bahan transparan lain yang cocok, sediaan harus menunjukkan susunan yang homogen
dan tidak adanya butiran kasar Depkes RI., 1979. Pengamatan dilakukan pada suhu kamar pada hari ke-0, 7, 14, 21, 28 dan 90.
3.9.3 Pemeriksaan pH
Pemeriksaan pH dilakukan dengan alat pH meter. Alat dikalibrasi dengan larutan dapar standar pH 4 dan pH 7. Kemudian pH meter dicuci dengan air suling
dan dikeringkan dengan kertas tisu. Pengukuran pH sediaan dilakukan dengan cara 1 g sediaan diencerkan dengan akuades hingga 100 ml kemudian pH meter
dicelupkan ke dalam larutan sediaan. Dicatat nilai pH yang ditunjukkan pada pH meter Sativa, dkk., 2014.
3.9.4 Penentuan viskositas sediaan
Penentuan viskositas sediaan menggunakan viskometer Brookfield. Cara: sediaan dimasukkan ke dalam beaker gelas sampai mencapai volume 100
ml, lalu spindel diturunkan hingga spindel tercelup ke dalam formulasi. Selanjutnya alat dihidupkan dengan menekan tombol ON. Kecepatan spindel
diatur, kemudian dibaca skalanya
dial reading
dimana jarum merah yang bergerak telah stabil. Nilai viskositas dalam sentipoise cps diperoleh dari hasil
perkalian skala baca
dial reading
dengan factor koreksi f khusus untuk masing-masing kecepatan spindel. Pengamatan dilakukan pada suhu kamar pada
hari ke-0, 7, 14, 21, 28 dan 90 Sativa, dkk., 2014.
Universitas Sumatera Utara
33
3.10 Analisis Data
Data hasil pegujian efektivitas gel EEDSR terhadap penyembuhan luka sayat pada kelinci, dianalisis secara One Way ANOVA SPSS dan
Post Hoc Tukey HSD
dengan program SPSS
Statistical Pruduct Services Solution
18.
Universitas Sumatera Utara
34
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Identifikasi Tumbuhan
Identifikasi sampel dilakukan oleh Pusat Penelitian Biologi, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. Hasil identifikasi adalah sambung rambat
Mikania cordata
Burm.f. B.L.Rob
.
, famili Compositae, dapat dilihat pada Lampiran 1 halaman 54 dan gambar tumbuhan pada Lampiran 2 halaman 55.
4.2 Hasil Ekstraksi
Ekstraksi dilakukan secara maserasi dengan pelarut etanol 80 untuk menarik senyawa yang terdapat dalam simplisia baik yang bersifat non polar dan
polar. Metode maserasi dipilih karena tekstur daun yang lunak dan mudah mengembang dalam cairan pengekstraksi. Selain itu, maserasi merupakan cara
penyarian yang sederhana karena cairan penyari akan menembus dinding sel dan masuk ke dalam rongga sel yang mengandung zat aktif yang larut. Adanya
perbedaan konsentrasi antara larutan zat aktif di dalam dengan di luar sel menyebabkan larutan terpekat keluar hingga terjadi keseimbangan konsentrasi
antara larutan di dalam dengan di luar sel Kartikasari, dkk., 2014. Hasil ekstraksi dari 1 kg simplisia diperoleh ekstrak etanol 152,85 g dan setelah dilakukan
pengeringan beku dengan
freeze dryer
pada suhu -40 C diperoleh 121,26 g.
4.3 Hasil Skrining Fitokimia
Hasil skrining fitokimia simplisia dan ekstrak daun sambung rambat dapat dilihat pada Tabel 4.1. Hasil menunjukkan bahwa adanya kandungan senyawa
kimia golongan flavonoid, glikosida, tanin, saponin dan triterpenoidasteroida.
Universitas Sumatera Utara