ditemukan sedikit dalam bentuk molekul N
2
terlarut, amonia, NH
4 +
nitrogen, nitrit NO
2 -
, nitrat NO
3 -
dan sejumlah besar persenyawaan organik.
i. Fosfat
Berdasarkan hasil pengukuran terhadap nilai fosfat pada masing-masing stasiun penelitian maka diperoleh rata-rata nilai fosfat berkisar antara 0.0897-0.2125
mgl. Secara keseluruhan nilai fosfat yang di dapat dari kelima stasiun masih berada dalam ambang batas baku mutu air minum kelas I PP No.82 tahun 2001.
Fosfat dalam perairan berasal dari sisa-sisa organisme dan pupuk yang masuk dalam perairan. Menurut Wetzel, 1977, bahwa fitoplankton dapat menggunakan
unsur fosfor dalam bentuk fosfat yang sangat penting bagi pertumbuhannya. Fosfor dalam bentuk ikatan fosfat dipakai fitoplankton untuk menjaga keseimbangan
kesuburan perairan. Jollenweider, 1968 dalam Wetzel, 1975 menyatakan bahwa kandungan
orthofosfat dalam air merupakan karakteristik kesuburan perairan tersebut. Perairan yang mengandung orthofosfat antara 0,003-0,010 mgL merupakan perairan yang
oligotrofik, 0,01-0,03 mgL adalah mesotrofik dan 0,03-0,1 mgL adalah eutrofik. Sedangkan perairan yang mengandung nitrat dengan kisaran 0-1 mgL termasuk
perairan oligotropik, 1-5 mgL adalah mesotrofik dan 5-50 mgl adalah eutrofik.
4.4 Analisis Korelasi
Untuk mengetahui hubungan antar produktivitas primer dengan faktor fisik kimia perairan, maka nilai dari kedua variabel ini dikorelasikan dengan analisis
korelasi Pearson yang dilakukan secara komputerisasi menggunakan SPSS ver. 16. Hasil korelasi dari kedua variabel tersebut adalah sebagai berikut:
Universitas Sumatera Utara
Tabel 4.5. Nilai Analisis Korelasi Produktivitas Primer dengan Faktor Fisik - Kimia Perairan
Parameter Korelasi Pearson
Suhu -0.542
Produktivitas Primer P. Cahaya
+0.408 I.
Cahaya +0.843
TDS -0.586
TSS -0.167
pH +0.515 DO +0.304
BOD
5
+0.033 COD
-0.247 NO
3
-0.632 PO
4
-0.815 Klorofil
a +0.776
Kelimpahan Fitoplankton
+0.711 Keterangan:
Nilai + = Arah Korelasi Searah
Nilai - = Arah Korelasi Berlawanan
Dari Tabel 4.5 menunjukkan bahwa hasil uji analisis korelasi pearson antara faktor fisik-kimia perairan dengan produktivitas primer berbeda tingkat korelasi dan
arah korelasinya. Nilai + menunjukkan korelasi yang searah antara nilai faktor fisik kimia perairan dengan nilai produktivitas primer, yaitu intensitas cahaya, penetrasi
cahaya, pH, DO, BOD
5,
klorofil a dan kelimpahan fitoplankton berkorelasi searah dengan produktivitas primer, artinya semakin besar nilai salah satu faktor fisik kimia
maka nilai produktivitas primer akan semakin besar pula. Menurut Nybakken, 1988, fotosintesis hanya dapat berlangsung bila intensitas cahaya yang sampai kesuatu sel
alga lebih besar daripada suatu intensitas tertentu. Cahaya matahari dibutuhkan oleh tumbuhan air fitoplankton untuk proses assimilasi. Besar nilai penetrasi cahaya ini
dapat diidentikkan dengan kedalaman air yang memungkinkan masih berlangsungnya proses fotosintesis.
Menurut Wardhana, 1995, kehidupan mikroorganisme dan hewan air lainnya, tidak terlepas dari kandungan oksigen yang terlarut di dalam air. Air yang
tidak mengandung oksigen tidak akan memberikan kehidupan bagi kehidupan mikroorganisme dan hewan air lainnya.
Universitas Sumatera Utara
Parsons et al., 1984 meyatakan bahwa klorofil-a adalah salah satu pigmen fotosintesis yang paling penting bagi tumbuhan yang ada di perairan khususnya
fitoplankton. Dari pigmen fotosintesis, klorofil-a merupakan pigmen yang paling umum terdapat pada fitoplankton.
Nilai - menunjukkan korelasi yang berlawanan yaitu suhu, TSS,TDS, COD,
nitrat, dan fosfat berkorelasi berlawanan dengan produktivitas primer, artinya semakin besar nilai faktor fisik kimia perairan tersebut maka nilai produktivitas
primer akan semakin kecil, begitu juga sebaliknya, jika semakin kecil nilai faktor fisik kimia perairan maka nilai produktivitas primer akan semakin besar.
Menurut Barus, 2004, semakin tinggi nilai COD akan mengakibatkan konsumsi oksigen meningkat disamping itu proses pembentukan oksigen dari hasil
fotosintesis relatif tetap. Hal ini akan mengakibatkan kondisi perairan menjadi defisit oksigen sehingga seluruh organisme mengalami gangguan proses respirasi.
Menurut Hutabarat, 2000, bahwa suhu merupakan faktor pembatas bagi proses produksi fitoplankton. Jika suhu terlalu tinggi dapat merusak jaringan tubuh
fitoplankton sehingga proses fotosintesis terganggu. Dojlido dan Best, 1992 menyatakan bahwa kadar nitrogen yang tinggi dalam
perairan dapat merangsang pertumbuhan algae secara tak terkendali blooming. Konsentrasi nitrit yang tinggi dapat menyebabkan perairan menjadi tercemar.
Menurut Sugiono, 2005, koefisien korelasi dapat dibagi menjadi beberapa tingkatan, yaitu:
Interval Koefisien Tingkat Hubungan
0,00 – 0,199 Sangat Rendah
0,20 – 0,399 Rendah
0,40 – 0,599 Sedang
0,60 – 0,799 Kuat
0,80 – 1,00 Sangat Kuat
Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan tingkatan diatas, dapat diketahui bahwa korelasi antara faktor fisik kimia dengan produktivitas primer memiliki hubungan yang sangat kuat, kuat,
sedang, rendah dan sangat rendah. Hubungan yang sangat kuat dan memiliki korelasi yang positif searah adalah intensitas cahaya.
Menurut Barus, 2004 fitoplankton merupakan kelompok yang memegang peranan sangat penting dalam ekosistem air, karena kelompok ini dengan adanya
kandungan klorofil mampu melakukan fotosintesis. Dalam ekosistem air hasil dari fotosntesis yang dilakukan oleh fitoplankton bersama dengan tumbuhan air lainnya
disebut sebagai produktivitas primer. Fitoplankton hidup terutama pada lapisan perairan yang mendapat cahaya matahari yang dibutuhkan untuk melakukan proses
fotosintesis. Selanjutnya Romimohtarto et al., 2001 cuaca dapat mempengaruhi produktivitas primer melalui tutupan awan, dan secara tidak langsung melalui suhu.
Awan dapat mengurangi penembusan cahaya kepermukaan laut dan mengurangi kecepatan proses produktivitas primer.
Universitas Sumatera Utara
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN