Strategi Adaptasi Buruh Bagasi ( PORTER ) Dalam Bertahan Hidup ( Mengenai Adaptasi Melalui Pemilihan Pekerjaan, Pola Tempat Tinggal dan Hubungan-hubungan Sosial Buruh Bagasi ) (Studi Deskriptif: di Terminal Pelabuhan Belawan, Kecamatan Medan Belawan)

(1)

STRATEGI ADAPTASI BURUH BAGASI ( PORTER )

DALAM BERTAHAN HIDUP

( Mengenai Adaptasi Melalui Pemilihan Pekerjaan, Pola Tempat

Tinggal dan Hubungan-hubungan Sosial Buruh Bagasi )

(Studi Deskriptif: di Terminal Pelabuhan Belawan, Kecamatan Medan

Belawan)

SKRIPSI

DIAJUKAN GUNA MEMENUHI SALAH SATU SYARAT UNTUK MEMPEROLEH GELAR SARJANA (S-1) ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

OLEH

LENTI SAIDA SIBARANI 0 4 0 9 0 5 0 0 9

DEPARTEMEN ANTROPOLOGI

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2009


(2)

ABSTRAK

Lenti Saida Sibarani, 2009. Strategi Adaptasi Buruh Bagasi (Porter) Dalam Bertahan Hidup (Studi Deskriptif : Di Terminal Pelabuhan Belawan Kecamatan Medan Belawan). Skripsi ini terdiri dari 5 bab+90 halaman+daftar pustaka+lampiran.

Krisis moneter yang berkepanjangan di Indonesia menimbulkan munculnya berbagai kondisi yang memprihatinkan bagi masyarakat. Kesulitan memperoleh pekerjaan di sektor formal menyebabkan timbulnya pekerjaan sektor informal, seperti pekerjaan yang digeluti oleh informan penelitian ini, yakni sebagai buruh bagasi yang mengangkat barang penumpang kapal laut. Awalnya, bekerja sebagai buruh bagasi adalah pekerjaan yang cukup banyak memperoleh penghasilan. Hal ini disebabkan oleh jumlah buruh bagasi yang tidak begitu banyak, sementara intensitas keberangkatan kapal cukup besar, yakni sekali dalam 2 (dua) hari dengan kuantitas penumpang yang cukup padat. Namun, kenaikan harga BBM yang mengakibatkan naiknya harga tiket kapal laut, sementara harga tiket pesawat melonjak turun, mengakibatkan penumpang beralih ke pesawat yang memberi dampak buruk bagi penghasilan buruh bagasi.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan pendekatan kualitatif yakni data yang dikumpulkan adalah berupa kata-kata, dan bukan angka-angka. Semua data yang dikumpulkan berkemungkinan menjadi kunci terhadap apa yang sudah diteliti. Dengan demikian, laporan akan berisi kutipan-kutipan data untuk memberi gambaran penyajian laporan tersebut, dimana hasilnya disajikan dalam bentuk deskriptif. Penelitian ini berlokasi di Pelabuhan Belawan, yang terdapat di Jalan Sumatera No.1 Belawan, kecamatan Medan Belawan, yang diwakili oleh beberapa informan untuk menjawab permasalahan penelitian yakni strategi apa yang mereka lakukan untuk menambah pendapatannya agar dapat memenuhi kebutuhan keluarganya.

Hasil yang diperoleh dari penelitian terhadap buruh bagasi ini menunjukkan bahwa ada berbagai macam strategi yang dilakukan para buruh bagasi dalam mengatasi kesulitan ekonomi. Coping strategi yang dikemukakan oleh beberapa pakar, dimana salah satunya adalah Edi Suharto, merupakan strategi-strategi yang juga mereka lakukan. Strategi – strategi yang mereka lakukan tersebut adalah : optimalisasi sumber daya manusia (yaitu strategi yang mengoptimalkan segala potensi keluarga untuk peningkatan penghasilan), penekanan/ pengetatan pengeluaran sehari – hari dimana peranan istri dalam hal ini sangat besar, serta pemanfaatan jaringan yang dilakukan beberapa buruh yakni dengan menjalin kerjasama dengan pedagang dalam mengangkat barang serta memanfaatkan hubungan dengan atasan (KPLP) dalam pengadaan job yang dapat dilihat dalam perolehan data serta analisis yang disajikan dalam penulisan skripsi ini.


(3)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa karena kemurahan kasih dan anugrah-Nya yang begitu besar sehingga akhirnya skripsi ini telah selesai disusun penulis.

Dalam penulisan skripsi ini, penulis banyak menerima bantuan, bimbingan, dan nasehat dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada orang tua tercinta, Ayahanda Lumongga Sibarani dan Ibunda Minar Manullang, juga kepada abang dan kakakku tersayang Kak Siska, Kak Risda, Kak Linda, Bang Apul, Bang Parto dan juga Nova yang selama ini telah memberikan doa dan semangat kepada penulis. Penulis juga berterima kasih kepada :

1. Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Prof. Dr. M. Arif Nasution MA. yang telah memberikan fasilitas akademik selama penulis menjalani kuliah di FISIP USU.

2. Ketua Departemen Antropologi FISIP USU, Drs. Zulkifli Lubis, M.A. yang telah memberikan fasilitas dan dukungan selama penulis menjalani perkuliahan.

3. Dra. Tjut Syahriani, M.Soc.Sc selaku dosen pembimbing akademik yang telah mengarahkan penulis selama menjalani perkuliahan di Antropologi FISIP USU. dan sekaligus sebagai dosen pembimbing yang telah bersedia meluangkan waktu dan tenaga serta memberikan bimbingan dan masukan yang sangat berharga dari awal hingga skripsi ini dapat diselesaikan.


(4)

4. Seluruh staf pengajar di Departemen Antropologi FISIP USU yang telah memberikan didikan dan pengetahuan pada penulis selama menjalani perkuliahan.

5. Teman-teman yang telah banyak memberikan semangat dan bantuan dalam menyelesaikan skripsi ini terutama Ida, Adis, Erly, Gita, Lelyta, Farida, Banta, Rosdina, Brisman, Meche, Minar, Lely, Ardi, serta rekan-rekan stambuk 2004 atas kebersamaan yang tidak akan terlupakan.

6. Bapak Pimpinan Staf dan Pegawai pada PT. Pelabuhan Indonesia I Cabang Belawan, dan juga para pekerja Buruh Bagasi di Pelabuhan Belawan yang telah banyak membantu dalam mengumpulkan data sehingga skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik.

7. Saudara-saudara di Medan Amplas, Bapak Krisman Manullang, Oppung ( Parsaoran Tampubolon), Ibu Sinta Purba, Betty, Nelson, Doklas, Riky, Dewi, Ita , B’Henri yang telah banyak memberikan bantuan dan semangat selama penulis menyelesaikan skripsi, terima kasih untuk pengertian, kasih dan ujian kesabaran yang berharga.

Akhir kata penulis mengharapkan semoga skripsi ini dapat memberikan sumbangan pikiran yang berguna bagi pengembangan disiplin ilmu di Antropologi FISIP USU.

Medan, November 2009 Penulis

( Lenti Sibarani ) Nim.040905009


(5)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... iv

BAB I. PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang Masalah ... 1

1.2. Perumusan Masalah Dan Lokasi Penelitian ... 8

1.3. Tujuan Dan Manfaat Penelitian ... 8

1.4. Tinjauan Pustaka ... 9

1.5. Metode Penelitian ... 15

1.5.1. Tipe Penelitian ... 15

1.5.2. Teknik Pengumpulan Data ... 15

1.5.3. Analisa Data ... 17

BAB II. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN ... 19

2.1.Sejarah PT. (Persero) Pelabuhan Indonesia I Cabang Belawan ... 19

2.2. Letak Dan Keadaan Geografis ... 24

2.3. Prasarana dan Sarana Fisik ... 27

2.4. Struktur Organisasi ... 33

BAB III. Buruh Bagasi di Pelabuhan Belawan ... 43

3.1. Pengertian Buruh Bagasi... 43

3.2. Identitas Para Buruh Bagasi ... 46

3.3. Aktivitas Para Buruh Bagasi ... 54

3.3.1. Waktu Kerja ... 54

3.3.2. Peran dan Tanggung-Jawab Buruh Bagasi ... 59


(6)

3.4. Sistim Pendapatan ... 61

3.5. Penekanan/ Pengetatan Pengeluaran ... 67

BAB IV. Strategi Adaptasi Buruh Bagasi Dalam Bertahan Hidup ... 73

4.1. Melalui Pemilihan Pekerjaan ... 73

4.2. Pola Tempat Tinggal... 72

4.3. Hubungan-hubungan Sosial Buruh Bagasi ... 74

4.3.1. Hubungan Para Buruh Bagasi didalam Keluarga Batihnya .. 74

4.3.2. Hubungan Para Buruh Bagasi dengan Masyarakat Setempat.75 4.3.3. Hubungan Sesama Buruh Bagasi dan Atasan... 76

4.3.3.a. Hubungan Sesama Buruh Bagasi ... 76

4.3.3.b. Hubungan Buruh Bagasi dengan Atasan ... 81

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan ... 85

5.2. Saran ... 89

DAFTAR PUSTAKA ... 90 LAMPIRAN


(7)

ABSTRAK

Lenti Saida Sibarani, 2009. Strategi Adaptasi Buruh Bagasi (Porter) Dalam Bertahan Hidup (Studi Deskriptif : Di Terminal Pelabuhan Belawan Kecamatan Medan Belawan). Skripsi ini terdiri dari 5 bab+90 halaman+daftar pustaka+lampiran.

Krisis moneter yang berkepanjangan di Indonesia menimbulkan munculnya berbagai kondisi yang memprihatinkan bagi masyarakat. Kesulitan memperoleh pekerjaan di sektor formal menyebabkan timbulnya pekerjaan sektor informal, seperti pekerjaan yang digeluti oleh informan penelitian ini, yakni sebagai buruh bagasi yang mengangkat barang penumpang kapal laut. Awalnya, bekerja sebagai buruh bagasi adalah pekerjaan yang cukup banyak memperoleh penghasilan. Hal ini disebabkan oleh jumlah buruh bagasi yang tidak begitu banyak, sementara intensitas keberangkatan kapal cukup besar, yakni sekali dalam 2 (dua) hari dengan kuantitas penumpang yang cukup padat. Namun, kenaikan harga BBM yang mengakibatkan naiknya harga tiket kapal laut, sementara harga tiket pesawat melonjak turun, mengakibatkan penumpang beralih ke pesawat yang memberi dampak buruk bagi penghasilan buruh bagasi.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan pendekatan kualitatif yakni data yang dikumpulkan adalah berupa kata-kata, dan bukan angka-angka. Semua data yang dikumpulkan berkemungkinan menjadi kunci terhadap apa yang sudah diteliti. Dengan demikian, laporan akan berisi kutipan-kutipan data untuk memberi gambaran penyajian laporan tersebut, dimana hasilnya disajikan dalam bentuk deskriptif. Penelitian ini berlokasi di Pelabuhan Belawan, yang terdapat di Jalan Sumatera No.1 Belawan, kecamatan Medan Belawan, yang diwakili oleh beberapa informan untuk menjawab permasalahan penelitian yakni strategi apa yang mereka lakukan untuk menambah pendapatannya agar dapat memenuhi kebutuhan keluarganya.

Hasil yang diperoleh dari penelitian terhadap buruh bagasi ini menunjukkan bahwa ada berbagai macam strategi yang dilakukan para buruh bagasi dalam mengatasi kesulitan ekonomi. Coping strategi yang dikemukakan oleh beberapa pakar, dimana salah satunya adalah Edi Suharto, merupakan strategi-strategi yang juga mereka lakukan. Strategi – strategi yang mereka lakukan tersebut adalah : optimalisasi sumber daya manusia (yaitu strategi yang mengoptimalkan segala potensi keluarga untuk peningkatan penghasilan), penekanan/ pengetatan pengeluaran sehari – hari dimana peranan istri dalam hal ini sangat besar, serta pemanfaatan jaringan yang dilakukan beberapa buruh yakni dengan menjalin kerjasama dengan pedagang dalam mengangkat barang serta memanfaatkan hubungan dengan atasan (KPLP) dalam pengadaan job yang dapat dilihat dalam perolehan data serta analisis yang disajikan dalam penulisan skripsi ini.


(8)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Perubahan yang signifikan dari keberadaan bangsa Indonesia yang terpuruk akibat krisis moneter yang berkepanjangan, yang mulai melanda negeri sejak pertengahan Agustus 1997 mengakibatkan berbagai krisis multidimensi yang terus menimbulkan kerugian-kerugian bagi masyarakat. Salah satu yang sangat memprihatinkan adalah pengangguran yang mengakibatkan berjuta-juta pekerja mengalami penderitaan. Kesulitan-kesulitan hidup yang dirasakan hampir seluruh penduduk Indonesia. Upaya-upaya yang dilakukan oleh pemerintah belum cukup membuat keresahan masyarakat berhenti, terutama dalam bidang ekonomi. Menurut Elwin Tobing (2002), Mereka yang gagal memperoleh pekerjaan di sektor formal nyatanya sampai saat ini masih merupakan pekerjaan ideal, karena berbagai alasan memasuki jenis pekerjaan disektor informal. Bagi banyak orang, hal itu merupakan pilihan–pilihan terakhir, tetapi bukan tidak banyak yang memilih menjadi penganggur ataupun setengah penganggur. Umumnya yang terlibat pada sektor ini berpendidikan rendah, miskin, tidak terampil dan kebanyakan para migran. Karena itu, cakrawala mereka terbatas untuk mencari kesempatan kerja dan menghasilkan pendapatan langsung bagi dirinya sendiri

Betapa banyak tenaga kerja yang menganggur terutama didaerah perkotaan yang tidak lain adalah disebabkan sulitnya memperoleh pekerjaan di sektor formal yang sampai saat ini masih merupakan jenis pekerjaan yang sangat


(9)

diminati. Pertumbuhan ekonomi yang tinggi semula diharapkan mampu menyerap tenaga kerja dalam jumlah besar, namun tidak demikian kenyataannya. Persentase penduduk yang bekerja menurut lapangan usaha menunjukkan bahwa sektor pertanian mengalami penurunan, tetapi sektor industri yang diharapkan dapat menampung tenaga kerja ternyata kurang dapat memenuhi harapan. Dalam usaha memenuhi berbagai jenis kebutuhannya, manusia harus melakukan usaha. Tetapi menjadi permasalahan bahwa ada kecenderungan, akhir–akhir ini semakin sulit untuk mendapatkan pekerjaan yang sesuai dengan yang diinginkan. Dan karena itu terpaksa hidup dari belas kasihan lingkungan dan negara atau berupaya menyambung hidup disektor informal. Sektor informal tidak akan berkisar pada aspek produksi, tetapi berupa pencarian strategi kolektif untuk memperjuangkan pekerjaan dan standar hidup yang manusiawi (Hadar, 2004: 84).

Sektor informal sebagai fase yang harus ada dalam proses pembangunan dan berfungsi sebagai penyangga, setidaknya kegiatan–kegiatan di sektor informal memberikan pendapatan dan pekerjaan kepada penduduk betapapun sedikit dan tidak tetap (Breman,1985:151). Buruh Bagasi sebagai salah satu profesi sektor infomal pada bidang pengangkut barang juga mengalami permasalahan sosial ekonomi khususnya dalam memenuhi kebutuhan hidup keluarga. Sejalan dengan pertumbuhan manusia sebagai mahluk sosial, manusia memiliki kebutuhan yang semakin banyak dan beranekaragam. Kebutuhan–kebutuhan hidup tersebut dapat dipenuhi dengan baik apabila adanya pendapatan yang mendukung. Oleh karena itu yang dilakukan oleh buruh terutama buruh bagasi dalam pemenuhan kebutuhan hidup yaitu dengan menambah pekerjaan lain serta meminta partisipasi


(10)

istri dan anak–anak untuk bekerja disektor lain untuk memberikan kontribusi kepada penghasilan rumah–tangga.

Pada dasarnya manusia menginginkan suatu kehidupan yang baik untuk mampu memenuhi segala kebutuhan jasmani, rohani maupun sosial. Untuk mencapai tujuan tersebut diperlukan moral yang tinggi, kesabaran, ketabahan, keuletan, kejernihan pikiran dan berbagai keterampilan yang dibutuhkan dalam memenuhi kebutuhan hidup ( Sarwono, 1990:12). Dalam usaha mendapatkan pemenuhan kebutuhan tersebut dijumpai suatu keadaan yang saling mempengaruhi antara diri–sendiri dan dari luar. Kesulitan– kesulitan dalam situasi tertentu mempengaruhi kondisi mental / moral seseorang.

Cara – cara yang berbeda untuk bertahan hidup diantara buruh memiliki pengaruh terbesar terhadap perilaku mereka ditempat kerja, termasuk hubungan– hubungan mereka dengan para pekerja lainnya. Kinerja para buruh ditempat kerja ditentukan oleh sebuah keseimbangan keperluan–keperluan keterampilan. Keterampilan–keterampilan teknis perlu untuk memanipulasi barang–barang untuk tujuan–tujuan manusia, sedangkan keterampilan–keterampilan sosial menunjuk kepada kapasitas utnuk memasuki komunikasi dengan manusia– manusia lain. Keterampilan–keterampilan sosial mengimplikasikan respon–respon terhadap ide–ide orang lain dalam suatu cara tertentu untuk mempromosikan partisipasi yang tepat dalam tugas–tugas bersama (Susetiawan, 2000: 298).

Seiring dengan semakin pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, masyarakat dituntut mampu bertahan untuk menghadapi persaingan yang keras demi mendapatkan pekerjaan dan memperoleh penghasilan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya terutama didaerah perkotaan. Ketidakmampuan


(11)

seseorang untuk bersaing dalam memenuhi kebutuhan hidupnya mengakibatkan timbulnya kemiskinan. Scott (1979) berpendapat bahwa kemiskinan dapat didefinisikan dari segi pendapatan dalam bentuk uang ditambah dengan keuntungan-keuntungan non materi yang diterima seseorang. Kemiskinan, pertama- tama dapat diartikan sebagai kondisi yang diderita manusia karena kekurangan atau tidak memiliki pendidikan yang layak untuk meningkatkan taraf hidupnya, kesehatan yang buruk, dan kekurangan transportasi yang dibutuhkan manusia. Kedua, kemiskinan didefenisikan dari segi kurang atau tidak memiliki asset, seperti tanah, rumah, peralatan, uang, emas, kredit, dll. Ketiga, kemiskinan dapat didefenisikan sebagai kekurangan atau ketiadaan non materi yang meliputi berbagai macam kebebasan, hak untuk memperoleh pekerjaan yang layak, hak atas rumah-tangga dan kehidupan yang layak (Tjetjep Rohendi, 2000:24).

Berbagai wacana tentang kemiskinan telah menunjuk buruh-buruh di sub sektor perkebunan the rakyat sebagai contoh nyata dari proses kemiskinan suatu golongan dalam masyarakat. Terbatasnya penguasaan dan akses terhadap sumber daya menjadi masalah structural yang selalu didengungkan kaum reformis dalam menjelaskan fenomena tersebut. Salah satunya, yang menunjukkan hal tersebut adalah hasil penelitian Grijns (1986) tentang buruh pemetik teh di wilayah Selasari, Jawa Barat, yang menyatakan bahwa :

“In term of possession and income they do belong to the poores Group in their society, though they are not rock bottom, for they Still have work…’’

(Safaria, 2003:97).

(dalam hal kepemilikan dan pendapatan mereka adalah kelompok Termiskin dalam masyarakatnya, meski mereka bukan kelas ter- Bawah, karena mereka masih memiliki pekerjaan….).


(12)

Buruh, pada hakekatnya merupakan seseorang yang bekerja pada orang lain (lazim disebut majikan) dengan menerima upah dan bekerja dibawah pimpinan orang lain. Dalam karya tulis Edwin J.Flippo yang berjudul “Principles of Personal Management”, mengatakan yang dimaksud dengan upah adalah: “Harga untuk jasa yang telah diterima atau diberikan oleh orang lain bagi kepentingan seseorang atau badan hukum”. Batasan tentang upah menurut Dewan Penelitian Perupahan dalam UU No 13 Tahun 2003 pasal 1 ayat 2 adalah sebagai berikut : Upah adalah merupakan suatu penerimaan sebagai imbalan dari pemberi kerja kepada penerima kerja untuk suatu pekerjaan atau jasa yang telah atau akan dilakukan, yang berfungsi sebagai jaminan kelangsungan kehidupan yang layak bagi kemanusiaan dan produksi dinyatakan atau dinilai dalam bentuk uang yang telah ditetapkan menurut suatu persetujuan UU dan peraturan – peraturan dan dibayarkan atas dasar suatu perjanjian kerja antara pemberi kerja dan penerima kerja.

Selain memperoleh upah yang telah ditetapkan oleh majikan, mereka juga mendapat jaminan kesejahteraan serta kesehatan sebagai tenaga kerja. Namun tak jarang terjadi berbagai tekanan dan ketidakadilan yang dialami oleh para buruh bagasi. Hingga sampai saat ini, perjuangan berbagai kalangan masyarakat yang bertemakan “Perjuangan nasib kaum buruh” masih terus diisuarakan melalui berbagai aksi komponen masyarakat. Diantara banyaknya perjuangan sera masalah perburuhan yang ada sekarang ini, terdapat suatu kehidupan komunitas buruh yang tampak terabaikan, yakni buruh bagasi ataupun yang sering disebut dengan Porter yang bekerja di pelabuhan. Mereka bekerja sebagai pengangkat barang penumpang kapal laut. Umumnya para buruh bagasi memiliki latar –


(13)

belakang pendidikan yang rendah sehingga mereka bekerja hanya dengan mengandalkan kekuatan fisik dan sedikit keterampilan. Seperti pada tukang bangunan, mereka hanya pekerja lepas tanpa suatu perlindungan hukum apapun. Karena itu, tukang bangunan penting untuk memelihara berbagai hubungan sosialnya tidak terbatas hanya pada hubungan kerabat, tetapi juga diluar lingkungan asalnya atau dimana tempat mereka bekerja untuk mempertahankan survivalnya (Sjahrir, 1986: 85).

Secara historis, Pelabuhan Belawan yang merupakan salah satu pelabuhan yang berada didaerah Sumatera Utara, memiliki kapal laut yang cukup banyak serta penumpang yang cukup rama. Masyarakat mulai dari golongan menengah keatas senantiasa bepergian dengan menggunakan jasa laut. Rute kapal laut terdiri dari dua bagian yakni rute nasional dengan tujuan Batam dan Jakarta dan rute internasional dengaan tujuan ke Malaysia. Bekerja sebagai buruh bagasi tidaklah memerlukan kriteria khusus yang harus dimiliki oleh seorang buruh bagasi. Seseorang cukup bermodalkan tenaga yang cukup kuat dan kondisi fisik yang memungkinkan untuk mengangkat barang penumpang seberat puluhan bahkan ratusan kilogram, dari tempat mereka melakukan tawar-menawar harga sampai kekapal laut ataupun sebaliknya dari kapal ke tempat yang diinginkan si penumpang. Dari buruh bagasi dituntut kecepatan dalam bekerja, karena semakin cepat dia melakukan pekerjaannya, semakin besar kemungkinan untuk memperoleh kesempatan mengangkat barang penumpang lainnya. Kompetisi, tampak jelas dalam cara kerja mereka. Uniknya, para buruh bagasi memiliki trik ataupun cara untuk mengangkat barang tersebut yakni menggunakan sehelai kain, selendang ataupun sejenisnya yang mereka sebut sebagai”Senjata” mereka dalam


(14)

bekerja. Barang milik penumpang yang dikemas dalam kardus ataupun dalam bentuk lainnya mereka ikat dengan “senjata” tersebut dengan mengikatkannya pada tali-tali pengikat barang penumpang. Dengan usaha keras mereka mengupayakan agar barang seorang penumpang yang beratnya puluhan kilogram dapat mereka bawa dalam sekali mengangkat. Mereka berjalan sampai terbungkuk-bungkuk akibat beban di tubuh mereka yang sangat berat. Udara di pelabuhan yang terasa sangat panas tidak lagi mereka hiraukan.

Namun, seiring dengan semakin banyaknya alat transportasi yang lebih efektif dan modern yakni pesawat terbang, maka berangsur-angsur pula berkurangnya jumlah penumpang kapal laut. Berkurangnya penumpang mengakibatkan Kapal Sinabung akhirnya dipindahkan oleh pihak perusahaan ke pelabuhan yang lain, dan karena itu pula jadwal keberangkatan kapal laut pun menjadi hanya sekali dalam seminggu. Pada saat ini, harga tiket pesawat terbang sudah semakin menurun, bahkan tidak jauh berbeda dari tiket kapal laut.

Kenaikan harga BBM tentu saja mengakibatkan kenaikan harga tiket kapal laut yang menggunakan bahan bakar minyak. Kenaikan harga BBM serta semakin murahnya harga tiket pesawat terbang merupakan dua hal yang menyebabkan masyarakat lebih memilih untuk bepergian dengan menggunakan jasa pesawat terbang daripada menggunakan jasa kapal laut. Kondisi tersebut diatas sangatlah merugikan bagi para buruh bagasi. Karena, semakin sedikit penumpang, semakin sedikit pula penghasilan yang mereka peroleh. Karena besarnya upah yang mereka terima tergantung pada jumlah barang penumpang yang mereka angkat. Sementara jumlah buruh bagasi adalah 164 orang termasuk diantaranya 4 mandor, dan tiap-tiap mandor mengawasi sekitar 36 sampai 42 orang buruh bagasi.


(15)

1.2. Perumusan Masalah dan Lokasi Penelitian 1.2.1 Perumusan Masalah

Sektor Informal diakui sebagai katup pengaman perekonomian yang mampu menyerap banyak tenaga kerja, karena bisa dilakukan oleh siapapun tanpa menuntut adanya keahlian (skill) tertentu. Salah satu pekerjaan di sektor informal yang menjadi sasaran dalam penelitian ini adalah Buruh Bagasi di Pelabuhan Belawan. Permasalahan yang muncul dalam penelitian ini adalah : Bagaimana Strategi Adaptasi para buruh sehingga mereka mampu bertahan hidup meliputi: Strategi Adaptasi melalui pemilihan pekerjaan, Hubungan-hubungan sosial Buruh bagasi, dan Pola tempat tinggal.

1.2.2 Lokasi Penelitian

Penelitian mengenai Buruh Bagasi dilakukan di Terminal Pelabuhan Belawan. Didasarkan atas berbagai pertimbangan antara lain : Pelabuhan Belawan sebagai pusat persinggahan kapal atau berada pada kawasan industri yang dapat memberikan peluang kerja bagi masyarakat. Adapun alasan dalam memilih daerah ini karena dikawasan pelabuhan, penulis dapat menemukan bahwa para buruh dapat memperoleh penghasilan walaupun penghasilan mereka tidak tetap. Walau apapun para buruh berusaha melakukan tindakan-tindakan tertentu untuk dapat bertahan hidup.

1.3. Tujuan Dan Manfaat Penelitian 1.3.1. Tujuan Penelitian

Adapun Tujuan dari penelitian ini untuk menggambarkan dan menguraikan tentang bagaimana strategi adaptasi para buruh bagasi dalam memenuhi kebutuhan ekonomi keluarga meliputi Strategi melalui pilihan


(16)

pekerjaan, melalui hubungan dengan sesama buruh dan strategi dalam memilih pemukiman atau tempat tinggal.

1.3.2. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari penelitian ini untuk menambah wacana dalam memahami kehidupan buruh melalui tindakan- tindakan yang dilakukan dalam memenuhi kebutuhan hidup. Dan memberikan masukan kepada pemerintah guna melancarkan kebijakan– kebijakan dalam peningkatan kesejahteraan pekerja disektor informal khususnya kehidupan buruh bagasi.

1.4. Tinjauan Pustaka

Sejalan dengan pertumbuhan manusia sebagai mahluk sosial, manusia memiliki kebutuhan yang semakin banyak dan beranekaragam. Kebutuhan-kebutuhan hidup tersebut dapat dipenuhi dengan baik apabila adanya pendapatan yang mendukung. Namun tidak semua kebutuhan tersebut dapat dipenuhi oleh masyarakat, terutama bagi masyarakat yang ekonomi lemah. Pelly (1998:83) mengatakan strategi – strategi adaptasi adalah cara–cara yang dipakai untuk mengatasi rintangan–rintangan yang mereka hadapi dan untuk memperoleh keseimbangan positif.

Salah satunya Buruh bagasi sebagai pengangkat barang dengan waktu dan jam kerja yang tidak menentu, sehingga berpengaruh juga pada pendapatan yang mereka peroleh. Mereka yang bekerja sebagai pengangkat barang dengan pendapatan yang tidak menentu, maka mereka harus mencari pekerjaan lainnya untuk bisa bertahan hidup. Mereka yang berprofesi sebagai pengangkat barang harus bisa menjalin suatu hubungan yang baik, dengan sesama buruh dan juga


(17)

bisa memanfaatkan keadaan tempat tinggal dengan tempat mereka bekerja. Dapat dikatakan bahwa keseluruhan keputusan-keputusan kondisional yang menetapkan tindakan-tindakan yang harus dijalankan guna menghadapi setiap keadaan yang mungkin terjadi di masa depan.

Manusia selalu ingin memenuhi kebutuhan hidupnya baik moral maupun material, baik kebutuhan penting maupun tidak penting sesuai dengan kemampuan mereka. Kebutuhan pokok merupakan kebutuhan yang sangat penting, guna kelangsungan hidup manusia, baik yang terdiri dari kebutuhan atau konsumsi individu ( makan, perumahan, pakaian ), maupun keperluan pelayanan sosial tertentu ( air minum, tranportasi, kesehatan serta pendidikan ). Adanya seperangkat kebutuhan yang harus di penuhi oleh manusia demi kelangsungan hidupnya mendorong untuk bekerja sebagai upaya pemenuhan kebutuhan hidup (Mulyanto dalam Evers,1982: 2).

Kehidupan sehari – hari dalam masyarakat luas senantiasa terlibat dalam suatu proses interaksi sosial yang merupakan hubungan antara berbagai bidang kehidupan. Dan proses interaksi inilah yang menentukan pola–pola interaksi sosial tertentu. Kimball Young menyebutkan bahwa interaksi sosial merupakan kunci dari semua kehidupan sosial sebab tanpa interaksi sosial tak akan ada kehidupan bersama (Soekanto,1990: 67).

Adaptasi merupakan suatu proses yang akan dilakukan oleh setiap masyarakat dalam mempertahankan hidupnya. Untuk mempertahankan hidupnya, maka setiap masyarakat sudah tentu akan melakukan berbagai penyesuaian, baik itu melakukan penyesuaian dengan kondisi ekonomi, politik, sosial, budaya maupun lingkungan masyarakat sekitarnya (Pelly,1998: 83). Disitu dijelaskan


(18)

strategi dari orang–orang mandailing yang merantau di Tanah Deli dengan cara menghilangkan marga–marga mereka. Strategi adaptasi ini dilakukan oleh para perantau Mandailing dengan maksud agar mereka dapat diterima oleh masyarakat setempat. Tentunya strategi adaptasi juga akan dilakukan oleh para buruh pengangkut barang dalam mempertahankan hidup walaupun dengan modus operandi yang berbeda.

Sjahrir (1986: 76-77) pada penelitiannya terhadap tukang-tukang bangunan di Jakarta yang menggambarkan bagaimana kehidupan sehari-hari mereka. Untuk mempertahankan kehidupannya, mereka harus mencerminkan peranan penting dari jaringan kerja dalam proses adaptasi tukang-tukang terhadap lingkup sosial ekonomi yang baru. Mereka selalu digambarkan sebagai individu-individu atau kelompok individu-individu yang semata-mata mengandalkan diri kepada tenaga kerja tanpa keahlian apapun. Mereka adalah juga suatu kelompok kerja” yang tidak diperhitungkan” dalam kegiatan ekonomi, tidak memperoleh fasilitas-fasilitas resmi dari perusahaan yang bersangkutan seperti fasilitas-fasilitas kesehatan, papan, dan pangan, dan tidak juga jaminan hari tua yang memadai. Sebagai catatan tambahan perlu dikemukakan bahwa seorang tukang bangunan jarang sekali berdiam didesanya lebih dari dua bulan dalam setahun. Yang sering terjadi adalah mereka berpindah dari satu proyek ke proyek lainnya atau mencari pekerjaan lainnya untuk mencukupi kebutuhan hidupnya. Scott (1989) mengatakan bahwa keterkaitan hidup manusia dengan lingkungan hidup keluarga dan lingkungan sosial dihadapkan dengan berbagai persoalan–persoalan itu misalnya bagaimana ia berusaha memenuhi kebutuhan pokok serta kebutuhan– kebutuhan yang sifatnya tiba–tiba yang tidak bisa ditawar–tawar lagi. Upaya


(19)

pemenuhan kebutuhan pokok tersebut dapat diwujudkan melalui kegiatan perekonomian.

Koentjaraningrat (1996) mengatakan bahwa kebudayaan adalah seluruh sistem gagasan dan rasa, serta karya yang dihasilkan manusia dalam kehidupan bermasyarakat, yang dijadikannya miliknya dengan belajar. Hampir semua tindakan manusia adalah kebudayaan, karena jumlah tindakan yang dilakukannya dalam kehidupan bermasyarakat yang tidak dibiasakan dengan belajar sangat terbatas. Gejala berbentuk aktivitas merupakan sistem sosial yakni mengenai tindakan yang berpola dari manusia itu sendiridan bersifat konkret. Interaksi terjadi berdasarkan pola tindakan tertentu yang disebut dengan sistem sosial. Sistem–sistem sosial itu sendiri dari aktivitas – aktivitas manusia yagn berinteraksi, berhubungan serta bergaul satu dengan yang lainya menurut pola– pola tertentu yang berdasarkan tata kelakuan (J.J Honigman dalam Koentjaraningrat, 1981:186). Adapun sektor informal dikemukakan oleh Hart (1985) bahwa mereka yang terlibat dalam kegiatan ini pada umumnya dicirikan dengan pendidikan formal yang rendah dan kegiatan ekonomi dalam skala kecil. Dalam mengemukakan konsep sektor Informal, Ia dipengaruhi oleh penjelasan tentang dualisme ekonomi yang membedakan sektor informal dalam dua bagian yaitu sektor informal sah dan sektor informal tidak sah.

Yang termasuk dalam sektor Informal Sah adalah distribusi kecil – kecilan pedagang pasar, pedagang kelontong, pedagang kaki lima, pengusaha makanan, pelayan bar, pengangkut barang, agen atas komisi dan penyalur. Sedangkan Sektor Informal tidak sah adalah jasa kegiatan dan perdagangan gelap, pelacuran, muci kari, penyelundupan, suap-menyuap berbagai macam korupsi politik,


(20)

penipuan, perjudian dan lain-lain. Salah satu yang termasuk sektor informal sah adalah buruh bagasi atau pengangkut barang. Dikatakan Buruh bagasi sebagai sektor informal sah artinya pekerjaan–pekerjaan yang mereka miliki dapat diterima oleh keluarga, masyarakat dan negara. Dengan kegiatan-kegiatan yang mereka lakukan tidak mencemaskan atau merugikan orang lain.

Kehidupan sehari-hari para buruh harus dipahami melalui keluarga mereka, pengalaman religius mereka, ekonomi dan pengalaman-pengalaman kerja dimana seluruhnya akan menentukan pertahanan hidup mereka (Susetiawan,2000: 257). Masa depan dipandang dengan penuh harapan dihadapi dengan tabah dan berkesinambunngan. Konsep ketahanan hidup ini tersirat dalam pepatah “ ono dino ono upo” artinya ada hari ada rezeki. Orang tidak akan mati atau kelaparan selama mereka menjalankan kewajibannya sebagaimana mestinya. Sama halnya pada pengangkat barang, disamping adanya pekerjaan tambahan dengan tujuan untuk menopang keluarga, maka jelas mereka selalu hidup pada tingkat yang nafkahnya hanya cukup untuk sekedar bertahan hidup (Thomas,2000: 26). Tidak dapat disangkal bahwa manusia yang mempunyai naluri mempertahankan hidup ini selalul ingin bergerak sesuai dengan tingkat kebutuhannya. Didalam diri manusia ada motivasi untuk emncapai tujuan dalam upaya pemenuhan kebutuhannya. Aspek–aspek pekerjaan mereka seperti kehati– hatian, keakuratan, kesabaran dalam mempersiapkan serta memperbaiki material tidak dapat diukur dengan data kuantitatif akan tetapi harus pula dideskripsikan dalam cara yang kualitatif.

Beberapa penelitian tentang strategi adaptasi yang pernah dilakukan Heryanto (1995) menegnai fenomena pekerja anak ( anak koran ). Di Medan


(21)

terpampang sebagian wilayah-wilayah kecil yang kumal, diantara jajaran mobil, debu dan pengabnya jalanan serta ada anak-anak yang bergelut dengan hidup. Sebagai penjaja koran, mereka adu cepat dengan lampu hijau untuk mendapatkan uang. Dengan uang yang mereka dapatkan akan membantu kebutuhan ekonominya, walaupun orang-tua mereka memiliki pekerjaan seperti berdagang yang tidak tentu pendapatannya. Banyak anak-anak sekolah yang menyempatkan waktunya untuk berjualan koran, pada saat jam sekolahnya sudah selesai. Bila dilihat fisik mereka secara sepintas, usia mereka masih tergolong usia sekolah. Lazimnya mereka masih bebas bermain dalam dunia mereka sendiri atau belajar di sekolah, masih terlalu mudah dan kecil untuk bekerja. Pada kenyataannya mereka bekerja berjualan koran, bergelut dengan bisingnya suara dan asap kendaraan bermotor yang lalu-lalang, debu dan bahaya kesehatannya. Lokasi kegiatan anak-anak untuk berjualan koran ini sering berpindah-pindah dan biasanya ditempat-tempat yang ramai seperti : pusat perbelanjaan, terminal dan dipersimpangan jalan atau dilampu merah.

Selain itu masih ada lagi penelitian yang berhubungan dengan strategi adaptasi yang dilakukan Sjaifudian (1994) mengenai pengusaha batik danarhadi, untuk membuat pekerja tidak pindah ketempat kerja lainnya, langkah pengusaha pada masa sepi produksi adalah menciptakan produk baru. Dengan cara ini dimaksudkan agar berhubungan kerja antara pengusaha dengan tenaga kerja tidak terputus. Ini penting karena masa kosong biasanya dimanfaatkan oleh pengusaha lain untuk merekrut tenaga kerja baru.


(22)

Sama halnya dengan penelitian Marshus (1995) mengenai munculnya perusahaan genteng yang mempengaruhi perkembangan ekonomi penduduk Desa Senawan Jaya, Kec Buyung Lencir, Sumatera Selatan. Dalam menentukan kebijakan, pengusaha genteng tidak melakukannya untuk mencari keuntungan semata-mata, tetapi juga karena pertimbangan sosial. Pengusaha sadar bahwa dengan menjalin kerja sama dengan penduduk, akan semakin terbuka kesempatan baginya untuk mengembangkan ekonominya. Kerja sama tampak jelas dalam pengadukan tanah untuk proses produksi genteng. Kerja sama dengan pengaduk tanah ini dipandang penting bagi hubungan mereka dengan masyarakat sekitar.

1.5. Metode Penelitian 1.5.1. Tipe Penelitian

Penelitian ini bersifat deskriptif yaitu memberikan gambaran yang tepat tentang suatu gejala yang menjadi pokok perhatian atau melahirkan suatu realitas. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian kualitatif. Menurut (Bogdan dalam Maleong,1990:3), metodologi kualitatif itu digunakan sebagai prosedur penelitian akan menghasilkan data deskriptif berupa kata–kata tertulis atau lisan dari orang-orang atau pelaku yang dapat diamati.

1.5.2. Teknik Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini ada dua macam data yang akan dikumpulkan : data primer dan data sekunder.


(23)

Data primer dikumpulkan melalui teknik pengumpulan data sebagai berikut:

1. Field Observation ( Observasi Lapangan ).

Observasi dilakukan untuk memperoleh informasi tentang buruh bagasi yang terdapat di Pelabuhan Belawan. Dalam hal ini, peneliti akan mengadakan pengamatan pada saat diperlukan untuk memperoleh data. Peneliti akan terlibat secara pasif dengan arti kata, peneliti hanya berada dalam arena kegiatan subjek untuk mengamati dan mempelajari realitas yang berhubungan dengan masalah yang dikaji.

Peneliti hadir disana dalam jangka waktu tertentu, bahkan terkadang menghabiskan waktu yang cukup lama untuk mengamati tingkah laku dan apa saja mereka lakukan, serta hal–hal (gejala) yang tidak dapat diperoleh hanya dengan wawancara. Observasi ini juga dilakukan di arena tempat mereka bekerja.

2. Depth Interview ( Wawancara Mendalam )

Peneliti menggunakan teknik wawancara, baik itu wawancara mendalam (deep interview) maupun wawancara bebas. Pada awalnya ketika memasuki lapangan digunakan wawancara bebas. Hal ini juga dimaksudkan untuk suatu pendekatan terhadap informan. Dan selanjutnya melakukan wawancara mendalam secara personal kepada para informan, dengan harapan agar peneliti dapat mengetahui gagasan, ide, pengetahuan, dan isi hati objek dengan mengajukan pertanyaan pada informan yang mengacu kepada interview guide yang sebelumnya telah dibuat peneliti sesuai dengan perumusan masalah yang hendak diteliti.


(24)

Ada tiga kategori informan yang dipilih dalam penelitian ini yaitu:

1. Informan Pangkal yaitu Informan awal yang dijumpai yang dianggap dapat membantu peneliti dalam melakukan penelitian. Dalam penelitian ini yang menjadi informan pangkal adalah Koordinator ADPEL (Administrasi Pelabuhan), KPLP dan juga Mandor Buruh Bagasi.

2. Informan Kunci yang akan menjawab permasalahan dalam perumusan masalah : Para buruh bagasi pelabuhan belawan. Adapun Buruh Bagasi tersebut telah berkeluarga, memiliki anak, dan Buruh Bagasi tersebut memiliki pekerjaan sampingan ataupun strategi lainnya dalam memenuhi kebutuhan keluarganya.

3. Informan Biasa yaitu sebagai informan tambahan yang mengetahui sebatas data yang berkaitan dengan keberadaan buruh bagasi, diantaranya: pemilik barang ( penumpang kapal ) dan pedagang kaki lima.

b. Data Sekunder

Data sekunder diperlukan untuk melengkapi data primer. Data sekunder diperoleh dari studi kepustakaan yaitu buku yang berkaitan dengan masalah penelitian, data dari internet, BPS ( Badan Pusat Statistik ) setempat, dll, serta arsip ( dokumen ) untuk mendapatkan catatan dan data mengenai penelitian secara umum yang diperoleh dari pihak pelabuhan serta pengambilan foto dilapangan.

1.5.3. Analisa Data

Analisa data dilakukan secara kualitatif sesuai dengan metode yang dilakukan. Data–data yang diperoleh akan dikumpulkan sesuai dengan masalah yang diteliti tersebut yang kemudian dikategorikan sesuai dengan kriteria yang


(25)

telah ditetapkan. Data yang diperoleh yakni catatan lapangan, gambar-gambar atau foto-foto serta hasil wawancara diuraikan dalam bentuk tulisan, kemudian dianalisa sesuai dengan analisa kualitatif yang diuraikan dalam bentuk deskriptif.


(26)

BAB II

GAMBARAN UMUM PELABUHAN BELAWAN

2.1. Sejarah PT. (Persero) Pelabuhan Indonesia I Cabang Belawan

Pelabuhan Belawan mengawali keberadaannya sekitar abad ke XVIII pada masa pemerintahan kolonialisme Hindia-Belanda. Pada masa pemerintahan ini, ketika Kerajaan Sultan Deli berkedudukan di Labuhan Deli, pelabuhan kapal-kapal niaga berada di Labuhan Deli. Akan tetapi pelabuhan tersebut tidak bertahan lama, karena mengalami pendangkalan. Seiring dengan berkembangnya usaha dari pemerintah Belanda dibidang perkebunan tembakau dan perkebunan karet, maka dibangunlah Pelabuhan Belawan yang jaraknya kira-kira 6 km dari Labuhan Deli. Pada zaman Hindia-Belanda dahulu, perusahaan pelabuhan belawan ini bernama “ HEAVEN BEDRIJF” dan nama ini dipakai terus sampai tahun 1950. Dan pada tahun 1951 nama Heaven Bedrijf dirubah menjadi Jawatan Pelabuhan, sebagai pimpinan Jawatan Pelabuhan adalah Direktur Pelabuhan. Pada periode 1956-1961 yang semula bernama Jawatan Pelabuhan diganti lagi dengan nama Perusahaan Pelabuhan Negara dengan jabatan pimpinan disebut Direktur Perusahaan Pelabuhan Negara dan pada tahun 1961 terakhir dipegang oleh Ir.Soejono. (Kantor ADPEL Belawan, 2008)

Pada tahun 1961 berdasarkan peraturan pemerintah No. 15 Tahun 1961 Lembaga Negara No. 128 Tahun 1961, nama perusahaan pelabuhan negara diganti lagi menjadi Perusahaan Negara Pelabuhan Daerah I atau lebih dikenal dengan singkatan P.N. Pelabuhan Daerah I, jabatan pimpinannya disebut Direktur P.N. Pelabuhan. Kemudian dengan peraturan pemerintah No. 18 tahun 1964,


(27)

sistem organisasi kepelabuhan berubah dan penguasa tunggal dipelabuhan adalah Komandan Penguasa Pelabuhan yang ada didalamnya tergabung Syahbandar sebagai staf operasi dan P.N. Pelabuhan sebagai staf service atau staf jasa. Selanjutnya P.N. Pelabuhan ditetapkan kembali statusnya, Hanreg Laima S.H (selaku pejabat sementara) seperti semula dan organisasi penguasa pelabuhan lebih diarahkan kepada segi ekonomi dan perdagangan. Penguasa pelabuhan dirubah menjadi Administrator Pelabuhan selaku penanggung jawab tunggal pelabuhan, didalam organisasi Badan Pengusahaan Pelabuhan (BPP) Belawan dengan dibantu semacam penasehat yakni Badan Musyawarah pelabuhan (BMP) yang mana Administrator Pelabuhan telah berada dibawah pengawasan Kepala Daerah Pelayaran. Setelah perubahan struktur organisasi di pelabuhan berdasarkan PP. No. 1 Tahun 1969 dan PP No. 18 Tahun 1969 nama penguasa pelabuhan (port authority) dirubah menjadi Badan Pengusahaan Pelabuhan (BPP). (Kantor ADPEL Belawan, 2008)

Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 1 Tahun 1983 pelabuhan sebagai salah satu unsur penunjang kelancaran angkutan laut telah ditata kembali, baik status pembinaannya maupun pengolahaannya. Seluruh pelabuhan yang diusahakan di wilayah nusantara, dibagi dalam empat kelompok yang pengusahaannya diselenggarakan secara profesional dan menetapkan prinsip – prinsip manajemen serta prinsip –prinsip ekonomi perusahaan dalam bentuk Badan Usaha Milik Negara dengan status Perusahaan Umum (Perum) di lingkungan Departemen Perhubungan Belawan termasuk kedalam Perum Pelabuhan I bersama 18 pelabuhan lainnya yang berada di Sumatera Utara, Aceh dan Riau. Pejabat pimpinan dari Perum ini terdiri dari beberapa orang direksi,


(28)

sedangkan pelabuhan cabangnya dipimpin oleh Kepala Cabang Pelabuhan Belawan. Dan sebagai Cabang Pelabuhan Belawan yang pertama setelah berjalannya Perum Pelabuhan ini adalah Soetrisno Muali yang telah dilantik pada tangal 26 Juli 1984. (Kantor ADPEL Belawan, 2008)

Dalam perkembangan selanjutnya berdasarkan Peraturan Pemerintah Rebuplik Indonesia Nomor 56 Tahun 1991 tanggal 19 Oktober 1991 tentang perubahan status Perusahaan Umum Pelabuhan I menjadi PT. (Persero) Pelabuhan Indonesia I. Seiring dengan kemajuan yang dicapai pada tahun 1993 yang telah dibentuk suatu kerja sama ekonomi sub regional antara tiga negara yaitu Indonesia, Malaysia, Thailand. Pembentukan kerjasama sub regional ini dilatarbelakangi oleh adanya pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi di ketiga wilayah ini dan secara geografis berdekatan satu sama lainnya, sehingga dengan berintegrasi diharapkan dapat meraih keuntungan dari skala ekonomi yang cukup tinggi, seperti sumber daya alam, sumber daya manusia dan industri. Dengan terbentuknya kerjasama ini, diharapkan kegiatan ekspor-impor dan pariwisata serta kegiatan yang bertujuan bisnis lainnya akan semakin meningkat. Kondisi seperti ini akan mempengaruhi pengguna sarana angkutan barang dan penumpang sebab secara otomatis kebutuhan akan sarana angkutan laut tersebut meningkat ketiga wilayah ini. Sebagai pimpinan pada cabang Pelabuhan Belawan tanggal 7 November 2001 s/d sekarang adalah Ir. PUDJI HARTOYO, MBA (GM). (Kantor ADPEL Belawan, 2008)

Jadi secara umum PT. (Persero) Pelabuhan Indonesia I Cabang Belawan bergerak dibidang jasa pelabuhan dan untuk terciptanya manajemen yang efektif dalam melaksanakan usaha jasa pelabuhan dan lainnya, manajemen menyadari


(29)

perlu merancang suatu struktur organisasi yang sesuai dengan kegiatan perusahaan. Sebagaimana telah ditetapkan melalui Instruksi Presiden No. 4 Tahun 1985 dan KEPPRES No. 44 Tahun 1985 tentang ADPEL Penanggung Jawab Tunggal Pelayanan Di Daerah Lingkungan Kerja Pelabuhan Utama. Administrator Pelabuhan Utama Belawan (ADPEL) mempunyai tanggung jawab besar dan sangat penting bagi kelancaran daripada pelaksanaan kegiatan di pelabuhan. Administrator Pelabuhan adalah unit kerja organik di bidang kepelabuhanan pada pelabuhan yang telah diusahakan di lingkungan Departemen Perhubungan. Dimana Administrator Pelabuhan Belawan akan membenahi atau memperbaiki segala fasilitas-fasilitas yang masih kurang demi berlangsungnya segala kegiatan di pelabuhan sebagaimana telah dilaksanakan oleh Regulator Administrator Pelabuhan Belawan sesuai dengan ketentuan pada tanggal 15 April 2008. (Kantor ADPEL Belawan, 2008)

Dengan keberadaan pelabuhan belawan yang merupakan kawasan industri, maka akan membutuhkan banyak pekerja. Dan sesuai dengan pendidikan yang mereka peroleh, maka pekerjaan yang mereka lakukan juga berbeda-beda. Seperti para buruh pelabuhan yang bekerja di pelabuhan belawan, mereka bersedia dan memilih bekerja disana. Pelabuhan belawan membuka lapangan pekerjaan yang memberikan kesempatan bagi orang-orang yang sangat membutuhkan pekerjaan. Dan para buruh pelabuhan memilih pekerjaan tersebut walaupun memperoleh penghasilan yang pas-pasan untuk bisa memenuhi kebutuhan hidupnya. Dalam hal ini, para buruh yang bekerja di pelabuhan belawan dapat memperlancar jalannya kegiatan-kegiatan industri yang berpusat di pelabuhan belawan dan khususnya mengenai buruh bagasi. Dahulu sebelum terbentuknya buruh bagasi atau adanya


(30)

pekerja buruh bagasi, mereka sudah lama bekerja sebagai buruh bongkar muat barang seperti pupuk, besi, semen, minyak sawit, lem, bahan kimia, karet, bungkil, plywood dan sebagainya. Dalam pelaksanaan kegiatan di pelabuhan belawan khususnya dalam kegiatan turun-naik penumpang, dibentuk suatu organisasi buruh bagasi atas pertanggungan-jawaban Adminisirator Pelabuhan atau masih berada dibawah naungan ADPEL pada saat sekarang ini. Dimana pekerjaan para buruh bagasi tersebut bertugas pada bagian kapal penumpang dan mereka bekerja, khusus pada saat turun-naiknya kapal (saat kapal penumpang tiba di pelabuhan maupun berangkat dari pelabuhan belawan), baik itu kapal dalam negeri maupun kapal luar negeri. Sebelum terbentuk buruh bagasi (pengangkat barang penumpang), beberapa orang dari mereka telah bekerja dibidang lain yaitu sebagai TKBM (Tukang Bongkar Muat Barang Pelabuhan). Dulu nama buruh lain, ada buruh yang diatur oleh Angkatan darat, ada buruh yang diasuh oleh usaha karya, dan ditahun 70- an disatukan dan dikelola oleh PELNI habis itu diserahkan kepada Administrator Pelabuhan sebagai pengelola. Lalu dibawah naungan ADPEL tersebut dibentuk buruh bagasi (pengangkat barang penumpang) dan menyerahkannya kepada Koperasi Baruna Barat yang sampai sekarang ini khusus menangani buruh bagasi yang mengangkat barang-barang penumpang. (Kantor Baruna Barat, Belawan 2008)

Pada awalnya jumlah buruh bagasi yang sudah berada dibawah naungan Administrator Pelabuhan yaitu berjumlah 200 orang dan jumlah anggotanya sudah ditetapkan dan tidak boleh bertambah lagi, dengan aturan yang telah ditentukan oleh Adpel dan diberi tanggung-jawab penuh terhadap para buruh bagasi untuk menjalankan tugas mereka dengan baik dengan syarat tidak boleh melakukan


(31)

hal-hal yang melanggar hukum. Pada waktu itu, bagian kapal penumpang yaitu Kapal Tampomas mulai 80- an, dimana yang sekarang ini diganti menjadi Kapal K.M Kelud beserta dengan Kapal Ferry mulai tahun 98-an. Dan sampai sekarang jumlah buruh bagasi berkurang menjadi 160 orang dengan peraturan jumlah anggota tidak boleh bertambah. Dan sampai sekarang bagian Koperasi Baruna Barat yang masih berada dibawah naungan Administrator Pelabuhan memberikan tanggung-jawab penuh kepada mandor sebagai pimpinan daripada buruh bagasi, dan Koordinator sebagai salah satu pimpinan yang masih memiliki kedudukan lebih tinggi daripada mandor, juga ikut menangani menangani kegiatan yang menyangkut buruh bagasi, akan tetapi Koordinator hanya bertugas dibagian kantor saja seperti menangani keperluan baju kerja beserta kartu pass mereka (buruh bagasi). Dan selanjutnya mandor yang akan berhubungan langsung pada koordinator untuk meminta dan memberitahukan informasi-informasi apa saja kepada anggotanya, selain itu mandor juga bertugas mengawasi jalannya kegiatan para anggotanya. (Mandor Buruh Bagasi, 2008)

2.2. Letak dan Keadaan Geografis

Adapun letak dan geografis mengenai Pelabuhan Utama Belawan yaitu: a. Letak / Posisi

Pelabuhan Belawan terletak pada posisi 03 47’ 00” LU dan 98 42’ 00” BT. Dan Jarak Pelabuhan Utama Belawan dari Medan : ± 27 km. b. Luas Area

Pelabuhan Belawan mempunyai area seluas: 12.692,270 Ha (126.922.700 M2) dengan :


(32)

1. Luas Daratan : 289,36 Ha (2.893.600,00 M2)

2. Luas Perairan ( DLKR / DLKP ) : 12. 402,910 Ha (124.029.100 M2) c. Hidrografi

Pelabuhan Belawan berada di Muara Sungai Belawan dan Sungai Deli, sepanjang pantai tanahnya labil dan berlumpur yang menyebabkan pengendapan rata-rata mencapai 3 cm / hari. Dan pelabuhan belawan tersebut memiliki alur pelayaran dengan lebar 100 M dan panjang 14.000 M. Kolam Pelabuhan seluas : ± 5.317.500 M2 ( termasuk alur pelayaran ), dengan kedalaman 6 -10 LBS. Dimana kolam pelabuhan belawan yang termasuk alur pelayaran ini cukup memadai untuk menampung kapal- kapal berbobot besar maupun kecil. Namun dilihat dari kondisi alam, Pelabuhan Belawan mempunyai hambatan-hambatan yang sangat berpengaruh terhadap kelanjutan pelabuhan tersebut, karena Pelabuhan Belawan terletak diantara aliran sungai dan yang menjadi muara sungai itu adalah sungai Belawan dan sungai Deli. Sungai Belawan dan sungai Deli sangat berpengaruh besar terhadap kelangsungan pelabuhan Belawan karena aliran sungai tersebut berdampak terhadap alur pelayaran dan kolam pelabuhan, lumpur-lumpur dan sampah yang dibawa oleh aliran sungai tersebut akan bermuara di pelabuhan. Untuk mengatasi kedangkalan alur pelayaran dan kolam pelabuhan, pihak pengelola pelabuhan dan PT. (Persero) Pengerukan Indonesia Cabang Belawan bekerjasama dalam hal menjaga kedalaman alur pelayaran dan kolam pelabuhan, dimana setiap satu tahun sekali diadakan pengerukan alur pelayaran dan kolam pelabuhan sehingga diharapkan


(33)

kedalaman itu tetap terjaga agar kapal- kapal dapat masuk ke pelabuhan dengan aman dan tertib.

d. Pasang Surut

Tunggang air rata-rata pada pasang purnama adalah 195 cm dan pada saat pasang mati 56 cm. Mengenai gejala alam yaitu pasang surut air laut, yang mana pada satu hari mengalami air pasang surut dua kali dalam sehari, dimana air pasang surut tidak dapat ditentukan jamnya, sehingga akan berpengaruh terhadap lalu lintas keluar atau masuk kapal, jadwal yang ditetapkan sering kali mengalami perubahan.

e. Angin

Pada daerah kawasan pelabuhan belawan dan sekitarnya memiliki kecepatan angin maksimum mencapai 4,3 M / detik. Dan daerah kawasan pelabuhan belawan berada di loaksi perairan.

f. Gelombang

Mencapai setinggi 0,6 M dan umumnya terjadi pada sore hari. g. Arus

Arus kearah darat sangat dipengaruhi oleh sungai belawan dan sungai deli, sedangkan arus kearah laut dipengaruhi oleh selat malaka. Pada bulan purnama kecepatan alur masuk dapat mencapai 3 knot dengan terkecil lebih kurang 0,2 knot.

Pelabuhan Belawan ini berada diwilayah perairan / laut, dimana terminal pelabuhan berpusat disana beserta dengan adanya bangunan – bangunan khususnya yang paling dekat kearah terminal yaitu Kantor Administrator Pelabuhan. Dan Kantor ADPEL tersebut menghadap


(34)

keperairan, dengan pola memanjang dan sebagai jalur buat kapal penumpang atau tempat naik – turun penumpang. Terminal pelabuhan belawan berada dipinggiran perairan pelabuhan/ pantai beserta dengan adanya kawasan industri lainnya dan dilewati oleh berbagai kendaraan atau angkutan – angkutan lainnya. Disamping itu juga, letak dari terminal pelabuhan belawan tersebut tidak jauh dari pinggiran kota dan masih terdapat berbagai polusi udara serta polusi suara yang sangat tinggi dan karena letaknya berada di pinggiran pantai dan merupakan kawasan industri sehingga pada siang hari atau malam hari, cuaca sangat panas dan gersang sehingga membuat kulit penduduk disana menjadi hitam, terutama yang bermukim di pusat kota.

( Kantor ADPEL Belawan )

2.3. Prasarana Dan Sarana Fisik

PT. (Persero) Pelabuhan Indonesia I Cabang Belawan di bawah pengawasan Menteri Perhubungan yang mendelegasikan wewenang kepada Direktorat Jenderal Perhubungan Laut untuk memberikan petunjuk operasional secara lebih terperinci kepada pimpinan perusahaan untuk menjalankan pelabuhan secara baik. Dan PT.(Persero) Pelabuhan Indonesia I Cabang Belawan merupakan pelabuhan yang diusahakan oleh pemerintah, oleh sebab itu sarana pelabuhan merupakan alat kerja yang harus disediakan pengusaha pelabuhan. Dan sebagai Administrator Pelabuhan Belawan yang memiliki tanggung jawab penuh terhadap kegiatan pelabuhan, maka bagian Adiministrator Pelabuhan Belawan melaksanakan langkah-langkah (Program 2008) dalam membenahi dan


(35)

Menerbitkan Security Pass bagi : supir dan kernet, pengguna jasa, instansi terkait. Pendaftaran kendaraan (truck dan tanki) juga telah dilaksanakan, Perbaikan-perbaikan fasilitas pagar daerah restricted area yang terbuka, dan sebagian sudah ditutup. Menyarankan tempat-tempat perparkiran diberi tanda, termasuk didaerah barrier area dari sisi perairan. Mengintensifkan kapal patroli, dari 5 kapal yang ada, 4 kapal dibandar, 1 kapal di drop anchorage area dan ada Ruang MARSEC telah beroperasi full. Pemasangan CCTV di UTPK dan dipelabuhan umum (debarkasi / embarkasi kapal-kapal penumpang). Melakukan pelatihan terhadap petugas PFSO, PSO dan termasuk unsur securitynya telah dilaksanakan, dan telah disertifikasi. Menyediakan Apron dermaga atau pier yang digunakan kapal untuk merapat dan melakukan kegiatan bongkar muat barang, penumpang atau hewan. Gudang atau tempat penimbunan serta bongkar muat dan peralatan lainnya. Kolam pelabuhan dan perairan untuk lalu lintas pelayaran dan tambat kapal. Adanya Moda angkutan jalan raya, jalan baja maupun tongkang yang digunakan untuk memindahkan barang dari pelabuhan ke penerima barang.

Hingga saat ini Kantor Administrator Pelabuhan Belawan masih menggunakan fasilitas terminal penumpang di daerah lingkungan kerja pelabuhan, karena belum memiliki gedung kantor tersendiri, sehingga belum dapat melaksanakan pelayanan secara terpadu, karena fasilitas yang ada hanya dapat menampung dua bidang sedangkan bidang kelaiklautan kapal dan bidang KPLP masih menggunakan gedung lama yang tempatnya terpisah dan anggaran pembangunan gedung kantor untuk tahun anggaran 2008 (18 Milyard Rupiah) dan Gedung Kantor Polres KPPP (700M2) masih berada di lingkungan kerja pelabuhan I.


(36)

Dan Fasilitas penunjang lainnya yang berada di daerah lingkungan kerja pelabuhan tersebut seperti :

1. Prasarana Peribadatan

Berjalannya kegiatan atau aktivitas para pekerja di terminal pelabuhan belawan, tidak menjadikan mereka lelah dalam bekerja dan pelabuhan belawan ini merupakan pusat daripada kegiatan-kegiatan industri yang memiliki ribuan pekerja, baik yang bekerja di sektor formal maupun informal. Walaupun mereka memiliki profesi yang berbeda-beda, akan tetapi para pekerja yang ada dipelabuhan belawan tetap menjalankan pekerjaannya dengan baik untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Hal ini juga didukung dengan adanya berbagai fasilitas yang ada disana, karena bagaimanapun fasilitas tersebut sangat diperlukan untuk kelancaran aktivitas yang mereka lakukan.

Dari beberapa fasilitas yang ada, salah satunya yaitu prasarana peribadatan yang memiliki satu unit yaitu sebuah mushola. Adapun tempat peribadatan mushola tersebut cukup besar dan kondisi bangunannya masih kokoh dan terawat dengan baik beserta dengan perlengkapan –perlengkapan lainnya yang ada didalam mushola tersebut. Prasarana peribadatan mushola yang berada disekitar terminal pelabuhan belawan ini, sangat bermanfaat dan penting bagi pekerja-pekerja yang masih taat menjalankan ibadahnya, khususnya bagi para pekerja yang beragama muslim. Para pekerja yang ada di pelabuhan belawan, lebih mengutamakan pekerjaannya agar bisa mendapatkan penghasilan yang lebih baik dan oleh karena itu, mereka harus memanfaatkan waktu atau jam kerja sesuai dengan pekerjaan yang mereka miliki. Walaupun mereka sepenuhnya bekerja dengan menghabiskan waktu mereka dalam satu hari juga, akan tetapi para


(37)

pekerja di pelabuhan belawan tersebut masih ada yang menyempatkan dirinya untuk beribadah.

2. Prasarana Komunikasi

Selain daripada prasarana peribadatan yang ada diterminal pelabuhan belawan, ada salah-satu prasarana penunjang lainnya yaitu satu unit telepon umum (wartel) yang telah disediakan disana. Prasarana komunikasi ini sangat bermanfaat dan penting bagi yang membutuhkan atau pada saat pekerja-pekerja maupun para penumpang kapal yang ada di terminal pelabuhan belawan ini mengalami kesulitan atau keadaan yang mendesak. Diperkirakan jarak dari beberapa fasilitas yang ada disana saling berdekatan dan berada pada lokasi terminal pelabuhan belawan. Seperti halnya jarak antara mushola dengan wartel yang saling berdekatan dan adapun kondisi bangunan daripada prasarana komunikasi tersebut terawat dengan baik. Sampai saat ini, alat komunikasi melalui telepon umum masih dibutuhkan dan dipergunakan oleh banyak orang. Disamping itu dapat mempermudah untuk memperoleh informasi yang mereka perlukan sehingga memperlancar berbagai kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh para pekerja dan para penumpang kapal atau pengunjung lainnya yang berada di pelabuhan belawan.

3. Prasarana Bak Kamar Mandi ( MCK )

Prasarana Bak Kamar Mandi merupakan salah satu bagian yang penting bagi kebutuhan manusia yang tidak boleh diabaikan begitu saja. Di Terminal Pelabuhan belawan disediakan satu unit prasarana air/ bak kamar mandi (mck). Adapun Posisi atau letak dari kamar mandi tersebut berada dibelakang balai peristirahatan para buruh pelabuhan belawan dan kondisi bangunan tersebut


(38)

cukup terawat dengan baik. Terutama buat para pekerja atau buruh pelabuhan di belawan dimana mereka harus bekerja dan mereka juga otomatis mempergunakan fasilitas-fasilitas yang ada disana. Untuk pemakaian kamar mandi dikenakan uang masuk dengan membayar berapa saja. PT. (Persero) Pelabuhan Indonesia I Cabang Belawan merupakan pelabuhan yang diusahakan oleh pemerintah, oleh sebab itu sarana pelabuhan merupakan alat kerja yang harus disediakan pengusaha pelabuhan. Salah satunya sarana penyediaan air bersih, dan sarana penyediaan air bersih untuk konsumen bersumber dari air bawah tanah melalui sumur bor (artesis) sebanyak 10 buah dengan lokasi diareal terpisah pelabuhan yaitu: Daerah Pangkalan Belawan Lama, Pangkalan Ujung Baru dan Pangkalan Citra dengan kedalaman yang bervariasi yang sudah tua.

4. Prasarana Penerangan dan Finansial

Pelabuhan Belawan dianggap sebagai pusat kegiatan industri yang menampung banyak pekerja dan mengenai prasarana penerangan disana sudah memadai, dan oleh karena itu dapat memperlancar kegiatan industri yang ada disana. Kegiatan usaha yang telah dilakukan oleh PT. (Persero) Pelabuhan Indonesia I Cabang Belawan salah satunya telah menyediakan listrik dengan suplai dari PLN berkapasitas 5.624 KVA

5. Sarana Transportasi Darat

Ada beberapa sarana transportasi menuju pelabuhan belawan seperti ojek, taksi, angkutan umum biasa. Dan sarana transportasi tersebut khusus untuk membawa para pengunjung yang ingin pergi kepelabuhan belawan dan oleh karena adanya sarana angkutan yang memadai sehingga mempermudah kegiatan/aktivitas para pekerja pelabuhan ataupun para pengunjung untuk pulang


(39)

dari/atau pergi/ke pelabuhan belawan. Jalur transportasi menuju terminal pelabuhan belawan bisa dilewati oleh berbagai angkutan seperti ojek, taksi, angkutan mini (umum), truk besar, kendaraan maupun mobil pribadi. Dan kondisi jalan daripada jalur transportasi darat tersebut, sudah cukup baik dan memadai. Khusus buat angkutan mini dikenakan dengan tarif ongkos Rp 2000,00.

Dan pada saat memasuki pintu pelabuhan belawan, para tamu atau pengunjung akan membayar Rp1500,- kepada security yang bertugas untuk menjaga keamanan dan mengatur keluar masuknya berbagai angkutan, baik itu angkutan kecil maupun angkutan besar. Selain security yang bertugas untuk menjaga di pintu masuk pelabuhan belawan, ada juga polisi yang ikut membantu mengawasi dan menjaga keamanan disana dan khusus untuk tempat parkiran sepeda motor, mobil pribadi maupun angkutan mini berada di terminal pelabuhan belawan. Sehingga pusat terminal pelabuhan yang telah dijadikan sebagai tempat pemarkiran, pedagang kaki lima dan juga tempat bekerjanya para buruh pelabuhan terutama para buruh bagasi, tidak terlepas dari keramaian atau berbagai polusi suara dan udara.

6. Terminal Penumpang

Guna mendukung kelancaran arus penumpang melalui Pelabuhan Belawan, pelabuhan telah menyediakan dermaga khusus untuk kapal ferry dan kapal penumpang serta terminal penumpang yang cukup memadai di pangkalan ujung baru. Untuk menghubungkan Belawan ke Lumut dan Port Klang Malaysia dilayani oleh pelayaran ferry internasional dan pelayanan kapal tidak terjadwal dari Port Klang ke Belawan. Fasilitas mengenai alat transportasi laut khususnya untuk mengangkut penumpang seperti kapal ferry dan kapal lainnya (kapal kelud).


(40)

Mengenai kapal ferry, diperlengkapi dengan berbagai fasilitas yaitu adanya Dermaga Ferry dengan panjang 115 M , kedalaman 7 M dan maksimum bobot kapal 200 DWT. Dan mempunyai ruang tunggu luar negeri maupun ruang tunggu dalam negeri yang lengkap dan memadai. Selain fasilitas-fasilitas tersebut, tersedia kamar mandi, perkantoran, ruang perkantoran, ruang sholat, air bersih, agen perjalanan dan telephon internasional.

2.4. Struktur Organisasi PT. (Persero) Pelabuhan Indonesia I Cabang Belawan

Adapun struktur organisasi perusahaan beserta dengan fungsinya. Fungsi Organisasi PT (Persero) Pelabuhan Indonesia I Cabang Belawan

“Organisasi adalah setiap bentuk kerjasama sekelompok orang melalui ketentuan-ketentuan formal yang ditujukan untuk mencapai tujuan tertentu” Pelabuhan Indonesia I Cabang Belawan telah menetapkan struktur organisasi dalam usahanya mencapai dan menjalankan perencanaan strategi terpadu perusahaan.

(1) Cabang Utama, terdiri dari : a. Divisi Komersial ;

b. Divisi Pelayanan Kapal dan Barang ; c. Divisi Teknik ;

d. Divisi Keuangan ; e. Urusan Umum ;

f. Urusan Data dan Informasi (Datin) ; g. Urusan Bongkar Muat ;


(41)

(2) Divisi dan Usaha sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dipimpin oleh manager.

(3) Divisi dan Usaha sebagaimana dimaksud dalam ayat ini terdiri dari dinas yang masing-masing dipimpin oleh asisten manager.

(4) Urusan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dipimpin oleh kepala. (5) Urusan sebagaimana dimaksud dalam ayat ini dari sub urusan yang

masing-masing dipimpin oleh kepala.

(6) Bagan organisasi cabang utama sebagaimana terdapat pada lampiran II keputusan.

a. Divisi Komersial

Divisi komersil mempunyai tugas pokok menyiapkan perencanaan melaksanakan dan mengendalikan kegiatan pengkajian pasar dan promosi, pusat pelayanan administrasi jasa/usaha serta aneka usaha.

Divisi Komersial mempunyai fungsi :

1. Perencanaan, pelaksanaan dan pengendalian kegiatan promosi.

2. Perencanaan, pelaksanaan dan pengendalian administrasi jasa/usaha kepelabuhan.

3. Perencanaan, pelaksanaan dan pengendalian kegiatan aneka usaha. Divisi Komersial terdiri dari :

1. Dinas Pengkajian dan Promosi.

Dinas Pengkajian dan Promosi mempunyai tugas pokok melaksanakan dan mengendalikan penyelenggaraan pengkajian pasar dan promosi.


(42)

Dinas Pusat Pelayanan Administrasi Jasa/Usaha mempunyai tugas pokok melaksanakan dan mengendalikan pelayanan administrasi jasa kepelabuhan, verifikasi produksi dan pendapatan, penotaan jasa kepelabuhan serta pendataan, evaluasi produksi dan pendapatan.

3. Dinas Aneka Usaha

Dinas Aneka Usaha mempunyai tugas pokok melaksanakan dan mengendalikan pengusahaan tanah perairan, bangunan, air, listrik, serta usaha lainnya.

b. Divisi Pelayanan Kapal dan Barang

Divisi Pelayanan Kapal dan Barang mempunyai tugas pokok menyiapkan perencanaan, melaksanakan dan mengendalikan kegiatan pelayanan, pemanduan, penyiapan armada kepanduan, pelayanan terminal konvensional.

Untuk melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud, Divisi Pelayanan Kapal dan Barang mempunyai fungsi :

1) Perencanaan, pelaksanaan dan pengendalian pelayanan pemanduan dan kinerja operasional.

2) Perencanaan, pelaksanaan dan pengendalian penyiapan armada kepanduan.

3) Perencanaan, pelaksanaan dan pengendalian pelayanan terminal konvensinal dan kinerja operasional.

4) Perencanaan, pelaksanaan dan pengendalian pelayanan PMK dan Rupa-Rupa.


(43)

Divisi Pelayanan Kapal dan Barang terdiri dari : 1) Dinas Pelayanan Pemanduan.

Dinas Pelayanan Pemanduan mempunyai tugas pokok melaksanakan pelayanan telekomunikasi kapal, merencanakan dan mengendalikan pelayanan pemanduan serta melaksanakan administrasi pemanduan dan pendapatan kinerja masing-masing pelayanan.

2) Dinas Penyiapan Armada Kepanduan.

Dinas Penyiapan Armada Kepanduan mempunyai tugas pokok merencanakan dan mengendalikan perawatan dan perbaikan, melaksanakan penilikan evaluasinya serta melaksanakan penyiapan pengawakan dan perbekalan armada.

3). Dinas Pelayanan Terminal Konvensional.

Dinas Pelayanan Terminal Konvensional mmepunyai tugas pokok merencanakan, melaksanakan dan mengendalikan pelayanan labuh tambat, dermaga dan penumpukan, serta penilikan kapal, bongkar muat dan pendataan kinerja masing-masing pelayanan.

4). Dinas Pelayanan PMK dan Rupa-Rupa.

Dinas Pelayanan PMK dan Rupa-Rupa mempunyai tugas pokok melaksanakan dan mengendalikan pelayanan PMK, pelayanan terminal penumpang serta pelayanan peralatan pelabuhan.


(44)

c. Divisi Teknik

Divisi Teknik mempunyai tugas pokok menyiapkan perencanaan, melaksanakan dan mengendalikan kegiatan pekerjaan sipil, peralatan dan instalas, perencanaan dan administrasi teknik.

Untuk melaksanakan tugas dimaksud Divisi Teknik mempunyai fungsi : 1. Melaksanakan dan mengendalikan pekerjaan sipil.

2. Merencanakan, pelaksanaan dan pengendalian pekerjaan peralatan dan instalasi.

3. Perencanaan, pelaksanaan dan pengendalian penyusunan rencana pembangunan dan perawatan serta perbekalan dan administrasi teknik. Divisi Teknik terdiri dari :

1. Dinas Pekerjaan Sipil. 2. Dina Peralatan dan Instalasi.

3. Dina Perencanaan dan Administrasi Teknik.

d. Divisi Keuangan

Divisi Keuangan mempunyai tugas pokok menyiapkan perencanaan, melaksanakan dan mengendalikan kegiatan akuntansi biaya, akuntansi umum dan perbendaharaan.

Untuk melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud Divisi Keuangan mempunyai fungsi :

1. Perencanaan, pelaksanaan dan pengendalian akuntansi biaya. 2. Perencanaan, pelaksanaan dan pengendalian akuntansi umum. 3. Perencanaan, pelaksanaan dan pengendalian perbendaharaan.


(45)

Divisi Keuangan terdiri dari : 1. Dinas Akuntansi Biaya.

Dinas Akuntansi Biaya mempunyai tugas pokok melaksanakan dan mengendalikan administrasi iaya dan pendapatan, analisa dan evaluasi biaya dan pendapatan serta membantu pelaksanaan pembinaan pengusaha golongan ekonomi lemah dan koperasi.

2. Dinas Akuntansi Perbendaharaan

Dinas Perbendaharaan mempunyai tugas pokok melaksanakan dan mengendalikan administrasi hutang-piutang, uang muka, uang titipan, upper, penerimaan, penyimpanan, dan pengeluaran kas bank serta barang persediaan.

e. Urusan Umum

Urusan Umum mempunyai tugas pokok menyiapkan perencanaan, melaksanakan dan mengendalikan kegiatan tata usaha dan rumah-tangga, personalia hukum dan hubungan masyarakat serta keamanan lingkungan kerja perusahaan.

Untuk melaksanakan tugas dimaksud Urusan Umum mempunyai fungsi : 1. Penyiapan perencanaan, pelaksanaan dan pengendalian tata usaha dan

rumah-tangga.

2. Penyiapan perencanaan, pelaksanaan dan pengendalian personalia.

3. Penyiapan perencanaan, pelaksanaan dan pengendalian kegiatan hukum dan hubungan masyarakat.


(46)

4. Penyiapan perencanaan, pelaksanaan dan pengendalian kegiatan keamanan lingkungan kerja perusahaan.

Urusan Umum terdiri dari :

1. Sub Urusan Tata Usaha dan Rumah-Tangga. 2. Sub Urusan Personalia.

3. Sub Urusan Hukum dan Humas. 4. Sub Urusan Keamanan.

f. Urusan Data dan Informasi (Datin)

Urusan data informasi mempunyai tugas pokok menyiapkan perencanaan, melaksanakan dan mengendalikan kegiatan pengolahan data dan laporan serta sistem informasi.

Untuk melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud Urusan Data dan Informasi mempunyai fungsi :

1. Perencanaan, pelaksanaan dan pengendalian kegiatan pengumpulan, pengolahan data, penyajian data dan laporan cabang.

2. Perencanaan, pelaksanaan dan pengendalian kegiatan perencanaan sistem informasi secara tepadu, pengolahan data elektronik serta pengolahan perangkat komputer.

Urusan Data dan Informasi terdiri dari : 1. Sub Urusan Data dan Laporan.

Sub Urusan Data dan Laporan mempunyai tugas pokok melaksanakan dan mengendalikan kegiatan pengumpulan pengolahan data serta penyajian laporan.


(47)

2. Sub Urusan Sistem Informasi dan Perangkat Elektronik Komputer mempunyai tugas merencanakand dan mengendalikan penyusunan sistem informasi pelayanan peangkat komputer.

g. Urusan Bongkar Muat

Urusan Bongkar Muat mempunyai tugas pokok menyiapkan perencanaan, melaksanakan dan mengendalikan kegiatan bongkar muat dan penumpukan, menyiapkan peralatan dan perawatan serta tata usaha dan keuangan.

Untuk melaksanakan tugas dan sebagaimana dimaksud Urusan Bongkar Muat mempunyai fungsi :

1. Perencanaan, pelaksanaan dan pengendalian kegiatan bongkar muat dan penumpukan.

2. Perencanaan, pelaksanaan dan pengendalian kegiatan, penyiapan peralatan serta perawatan, perbaikan, dan perbekalan.

3. Perencanaan, pelaksanaan dan pengendalian kegiatan tata usaha serta keuangan urusan bongkar muat.

Urusan Bongkar Muat terdiri dari : 1. Dinas Operasi.

Dinas Operasi mempunyai tugas pokok merencanakan dan mengendalikan perawatan, mengendalikan bongkar muat dan penumpukan serta melakukan administrasi operasi dan pendapatan kinerja bongkar muat. 2. Dinas Penyiapan Peralatan mempunyai tugas pokok merencanakan dan

mengendalikan perawatan, menyiapkan dan administrasi pengoperasian peralatan.


(48)

3. Dinas Tata Usaha dan Keuangan mempunyai tugas pokok melaksanakan kepegawaian, tata usaha perkantoran dan rumah-tangga, pengumpulan data dan informasi, administrasi produksi dan pendapatan, pembuatan pra nota serta administrasi keuangan.

Untuk lebih jelasnya, Struktur Organisasi Pelabuhan Belawan akan disajikan pada bagan berikut:


(49)

1. STRUKTUR ORGANISASI

PT. (PERSERO) PELABUHAN INDONESIA I CABANG BELAWAN

GENERAL MANAGER URUSAN DATIN URUSAN UMUM SUB URUSAN DATA DAN LAPORAN SUB URUSAN SPIK SUB URUSAN TU DAN RT

SUB URUSAN PERSONALIA SUB URUSAN HUKUM & HUMAS SUB URUSAN KEAMANAN USAHA BONGKAR MUAT DINAS OPERASI DINAS PENYIAPAN ALAT DINAS TU DAN KEUANGAN DIVISI KOMERSIAL DINAS PENGKAJIAN PASAR & PROMOSI DINAS PELAYANAN JASA/USAHA DINAS ANEKA USAHA DINAS PKB DINAS PELAYANAN PEMANDUAN DINAS PENYIAPAN ARMADA DINAS PELAYANAN TERMINAL KONVENSIONAL DINAS PELAYANAN PMK & RUPA-RUPA

DIVISI TEKNIK DIVISI KEUANGAN DINAS PEKERJAAN SIPIL DINAS PERALATAN INSTALASI DINAS BEREN ADM UMUM PERWAKILAN PK. SUSU DINAS BIAYA AKUNTANSI DINAS AKUNTANSI UMUM DINAS PERBENDAHA RAAN


(50)

BAB III

Buruh Bagasi di Pelabuhan Belawan

3.1. Pengertian Buruh Bagasi

Buruh saat ini identik dengan pekerja level bawah yang biasanya terdiri dari operator produksi dan paling tinggi mandor. Dalam teori Karl Marx disebutkan bahwa kelompok yang memiliki dan menikmati nilai lebih disebut Majikan dan kelompok yang terlibat dalam proses penciptaan nilai lebih disebut Buruh. Gambaran mengenai buruh ini sering kali keliru, mereka selalu digambarkan sebagai individu-individu atau kelompok individu yang semata-mata mengandalkan diri kepada tenaga kerja tanpa keahlian apapun. Mereka adalah juga suatu kelompok kerja “yang tidak diperhitungkan” dalam kegiatan ekonomi, tidak memperoleh fasilitas-fasilitas resmi dari perusahaan yang bersangkutan seperti : Fasilitas kesehatan, Papan dan Pangan, dan tidak juga jaminan hari tua yang memadai (http://panimbang.blogspot.com/2006). Buruh termasuk sektor informal, dan adapun ciri utama sektor informal adalah :

1. Tiadanya bantuan ekonomi dapat timbul, misalnya karena adanya perserikatan buruh, pemberian kredit dengan relatif murah, perlindungan dan perawatan pekerja, hak cipta. Tidak adanya bantuan dalam arti accessability dan bukan sekedar kemudahan (fasilitas). Walau adanya kemudahan, tapi tidak ada access maka usaha tersebut masih disebut usaha dalam sektor informal.


(51)

3. Mudah dimasuki (karena sektor ini tidak membutuhkan modal seperti uang dan fisik yang besar.

4. Tidak meminta keterampilan yang tinggi. 5. Dapat menggunakan bahan setempat.

6. Dan permintaan yang selalu ada akan barang dan jasa yang dihasilkan sektor informal. (Ananta dalam Hart Keith 1985: 65)

Buruh Bagasi dalam penelitian ini keseluruhannya adalah para migran, dan telah berkeluarga (menikah) dan tinggal menetap menjadi warga penduduk belawan. Buruh bagasi yang dimaksud disini adalah para pekerja yang khususnya mengangkat barang-barang penumpang dari bagasi kapal. Barang-barang penumpang yang mereka angkat khusus dari Kapal K.M Kelud dan Kapal Ferry. Tempat para buruh bagasi bekerja berada di terminal pelabuhan belawan dan untuk bisa bekerja sebagai angota buruh bagasi di pelabuhan belawan yaitu harus memiliki baju anggota atau baju kerja serta kartu pas/ pengenal dengan membayar 5 juta. Baju anggota serta kartu pengenal diberi oleh bagian kantor Administrator Pelabuhan (Adpel) dan menyerahkan tanggung-jawab penuh kepada Koperasi Baruna Barat untuk mengurus atau menangani segala kegiatan yang menyangkut keperluan buruh bagasi. Akan tetapi untuk mengawasi dan membagikan keperluan-keperluan seperti baju kerja atau kartu pas/ pengenal maupun lainnya yaitu Mandor dan Koperasi Baruna Barat masih berada dibawah naungan Administrator Pelabuhan (Adpel) dan selain yang menangani keperluan para buruh bagasi yaitu koordinator yang memiliki kedudukan lebih tinggi dari mandor, dan bertugas dikantor pelabuhan. Yang memiliki posisi sebagai koordinator yaitu suku batak marga Pasaribu dan dibawah koordinator yaitu


(52)

mandor. Adapun jumlah anggota buruh bagasi sebanyak 160 orang dan mempunyai 4 mandor dan Ke-empat mandor tersebut suku Batak. Untuk lebih jelas dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 1.

Jumlah Mandor Buruh Bagasi NO Mandor Jumlah Anggota

1 M. Pangaribuan 42 orang 2 A. Situmorang 43 orang 3 A. Siagian 36 orang 4 L. Manurung 39 orang Jumlah 160 orang Sumber: Data Kantor Baruna Barat, 2008

Berdasarkan tabel di atas, dapat dilihat bahwa setiap mandor membawahi jumlah anggota yang berbeda-beda atau tidak sama, Seperti pada Mandor M. Pangaribuan dengan jumlah anggota 42 orang, A. Situmorang dengan jumlah anggota 43 orang, A. Siagian dengan jumlah anggota 36 orang dan L. Manurung dengan jumlah anggota 39 orang. Mandor yang membawahi jumlah anggota paling banyak ialah Mandor A. Situmorang. Mengenai baju kerja yang mereka miliki, buruh bagasi memiliki baju kerja yaitu baju warna merah, abu-abu, dan warna kuning. Baju kerja Buruh bagasi tersebut diberi nomor sebagai penunjuk untuk menandakan atau memudahkan sipembeli jasa (pemilik barang) terhadap si penjual jasa (buruh bagasi) yang telah mengangkat barang-barangnya. Dan si Pembeli jasa harus mengingat nomor bagasi yang dikenakan oleh para buruh bagasi dan apabila kehilangan barang, mereka lebih mudah mengenali buruh


(53)

bagasi yang telah mengangkat sipemilik penumpang tersebut. Mengenai baju kerja yang mereka kenakan juga tidak sama yaitu apabila para buruh bagasi bekerja pada bagian Kapal K.M Kelud, maka mereka harus mengenakan baju kerja warna merah dan warna abu-abu, sedangkan pada bagian Kapal Ferry, mereka harus mengenakan baju kerja atau baju anggota berwarna kuning.

3.2. Identitas Para Buruh Bagasi

Pelabuhan Belawan merupakan urat nadi perekonomian Sumatera Utara khususnya arus keluar masuknya barang dan penumpang melalui angkutan laut. Setiap hari, pelabuhan ini ramai dikunjungi oleh masyarakat yang hendak melakukan perjalanan dengan kapal laut ataupun masyarakat yang datang dari daerahnya menuju Sumatera Utara. Masyarakat yang menggunakan jasa angkutan laut ini lazimnya membawa barang- barang, baik itu barang pribadi maupun barang dagangan. Maka untuk lebih meningkatkan pelayanan kepada penumpang, dan untuk menghindari adanya pihak-pihak yang tidak bertanggung-jawab yang akan membuat kekacauan di pelabuhan, maka pihak pengawas pelabuhan yakni KPLP menganjurkan kepada pihak penanggung-jawab pelabuhan, yang saat ini bernama ADPEL, untuk menyediakan orang-orang yang akan bekerja sebagai buruh yang memberikan layanan jasa mengangkat barang penumpang. Sempitnya lapangan pekerjaan mengakibatkan banyak orang yang tertarik bekerja sebagai buruh bagasi terutama mereka yang memiliki latar belakang pendidikan yang rendah. Dilihat dari latar-belakang pendidikannya, pendidikan para buruh bagasi berada pada tingkat Pendidikan Sekolah Menengah Umum (SMU), tingkat Sekolah Lanjutan Pertama (SLTP) dan Tingkat Sekolah Dasar (SD). Dalam hal ini


(54)

yang mencapai tingkat pendidikan SMU sekitar 45% , tingkat pendidikan SLTP 40% dan tingkat SD 15%. Berikut komposisi buruh bagasi menurut tingkat pendidikan dapat dilihat pada tabel dibawah ini:

Tabel 2.

Komposisi Buruh Bagasi Menurut Tingkat Pendidikan: No Tingkat

Pendidikan

Jumlah %

1 SMU 65 45 2 SLTP 60 40 3 SD 35 15 Jumlah 160 100

Sumber: Data Kantor Baruna Barat Pelabuhan Belawan, 2009

Untuk menjadi buruh bagasi tidak membutuhkan keahlian khusus, karena modal utama yang harus dimiliki oleh buruh bagasi adalah tenaga yang kuat dan berotot. Dan untuk membatasi jumlah Buruh bagasi, maka pihak penanggung-jawab pelabuhan menetapkan jumlah mereka yakni sebanyak 164 orang, termasuk didalamnya 4 orang mandor untuk 4 kelompok. Tiap-tiap mandor mengawasi sekitar 36 sampai 42 orang buruh. Mereka secara keseluruhan adalah laki-laki dan terdaftar sebagai anggota tenaga kerja bagasi, dan para buruh bagasi tersebut mayoritas beragama Kristen Protestan dan bersuku Batak dan memiliki fisik yang besar.


(55)

Berikut komposisi buruh bagasi menurut golongan usia dapat dilihat pada tabel dibawah ini:

Tabel 3.

Komposisi Buruh Bagasi Menurut Golongan Usia : NO Golongan Usia Jumlah

1 20 – 24 7 2 24 – 29 13 3 30 – 34 15 4 35 – 39 21 5 40 – 44 27 6 45 – 49 31 7 50 – 54 18 8 55 – 59 19 9 60 – 64 3 10 65 – 69 2 11 70 – 74 1 Jumlah 164

Sumber : Data Kantor Baruna Barat Pelabuhan Belawan, 2009

Bekerja sebagai buruh bagasi tidaklah memandang umur untuk masuk menjadi anggota buruh bagasi, akan tetapi kemampuan tenaga atau fisik yang dibutuhkan. Dalam hal ini umur juga tidak dibatasi dan sejauh mana batas kemampuan mereka dalam bekerja, artinya kalau mereka masih bisa atau mampu bekerja dengan baik, mereka bisa bekerja terus sebagai anggota buruh bagasi. Dan apabila mereka tidak sanggup lagi untuk bekerja karena faktor usia yang sudah tergolong tua, maka para buruh bagasi bisa keluar atau berhenti sendiri dari pekerjaan tersebut, akan tetapi harus melapor atau memberitahukannya kepada mandor, agar mandor bisa tahu anggotanya ada yang berkurang atau keluar, sehingga nantinya baju kerja beserta kartu pass tersebut bisa diurus kembali. Apabila salah satu anggota buruh bagasi tersebut keluar dari pekerjaannya, maka baju kerja tersebut bisa di oper kepada keluarga atau teman dekat, dan kartu pass akan diurus kembali dengan yang baru dari kantor Administrator Pelabuhan, dan


(56)

yang akan memberikannya itu adalah mandor. Buruh bagasi tersebut dapat mengalihkan pekerjaannya kepada keluarga atau teman dekat, akan tetapi dengan persyaratan harus melakukan pekerjaan yang sesuai dengan aturan yang telah ditetapkan oleh Administrator Pelabuhan dan bertanggung-jawab, tidak melakukan hal-hal yang melanggar hukum.

Untuk mengkoordinir para buruh, mereka dibagi dalam 2 kelompok dalam menjalankan tugasnya. Masing-masing 80 orang berseragam merah dan 80 orang lainnya berseragam abu-abu. Seragam tersebut dilengkapi dengan nomor punggung masing-masing buruh. Seragam yang mereka pakai menjadi penanda bahwa mereka adalah buruh bagasi yang siap melayani penumpang yang membutuhkan jasa. Untuk menghindari rebutan penumpang, jadwal kedua kelompok ini diatur berdasarkan rute perjalanan kapal. Jika mengikuti peraturan yang telah ditetapkan oleh pihak ADPEL yang dikoordinir oleh KPLP, maka buruh yang menurunkan bagasi adalah buruh yang mengenakan seragam merah dan yang menaikkan bagasi adalah buruh yang mengenakan seragam abu-abu ataupun sebaliknya sesuai dengan jadwal yang telah ditetapkan oleh pihak pengelola pelabuhan. Namun, belakangan peraturan tersebut mengalami pergeseran, yakni baik buruh yang berseragam merah maupun abu-abu tidak lagi bekerja sesuai jadwal yang telah ditetapkan, tetapi setiap kapal datang maupun pergi mereka diizinkan untuk bekerja. Hal itu disebabkan karena kapal hanya datang sekali dalam seminggu, sehingga mereka memohon agar diizinkan untuk tetap bekerja meskipun bukan pada jadwal mereka. Izin ini diberikan asalkan mereka pandai berneigoisasi dengan pihak KPLP yakni dengan membayar 5%


(57)

dari total pendapatan yang diperolehnya dihari tersebut, dengan setoran termurah sebesar Rp 2.500,00.

Dan mengenai jumlah anak juga terkait dalam kajian ini. Jumlah anak yang berarti juga banyaknya tanggungan yang bisa membantu menggambarkan keadaan ekonomi rumah-tangganya dalam pembiayaan anak. Mereka sebagai kepala rumah-tangga bertanggung-jawab penuh terhadap istri dan anaknya. Akan tetapi, tidak berarti bahwa mereka satu-satunya pencari nafkah keluarga. Peran sebagai istri juga sangat besar untuk menambah pendapatan rumah-tangga agar bisa memenuhi kebutuhan anak-anaknya. Anak-anak merupakan bagian yang terpaling banyak menghabiskan biaya perbulannya, disamping biaya konsumsi lainnya. Untuk anak-anak ada saja kebutuhan yang harus dipenuhi, misalnya biaya pendidikan untuk anak-anak usia sekolah, dari pakaian sekolah, buku-buku, dan kebutuhan-kebutuhan lain. Memiliki banyak anak berarti memiliki banyak tanggungan dan banyak pula biaya yang harus dikeluarkan. Secara keseluruhan, para buruh bagasi tersebut memiliki jumlah anak berkisar sampai 6 orang anak dan rata-rata masih membiayai anak-anak mereka bersekolah. Untuk lebih jelas lihat tabel.


(1)

berangkat maupun kapal yang baru mendarat/tiba dipelabuhan belawan, sebelumnya itu akan diberitahu oleh mandor maupun dari kantor PELNI. Informasi tersebut bisa juga diberitahu oleh sesama buruh bagasi /teman satu kerja, baik secara langsung ketika ditempat kerja dan bisa juga melalui perantaraan teman satu kerja untuk diberitahukan kepada teman yang lain yang tidak masuk kerja. Untuk menempuh lokasi pekerjaan dengan jarak tempat tinggal mereka yang cukup jauh, sebagian besar para buruh bagasi tersebut menggunakan angkutan umum karena pada umumnya mereka tidak memiliki kendaraan pribadi dan hanya sebagian kecil yang memiliki kendaraan tersebut.

3. Strategi Adaptasi melalui Hubungan-hubungan Sosial Buruh Bagasi 3.1. Hubungan Sesama Buruh

Dalam kehidupan sosial buruh bagasi, kerjasama ditunjukkan oleh sikap mereka yang saling tolong – menolong, misalnya dalam hal memberi bantuan jika diantara mereka ada yang tertimpa musibah atau kemalangan. Bantuan mereka ini tidak selalu dalam bentuk uang (materi), tetapi juga dalam bentuk moral, yaitu memberi bantuan tenaga maupun semangat kepada temannya tersebut. Hal yang menarik dari hubungan para buruh ini adalah sikap saling menghargai dan menghormati yang tinggi diantara mereka. Setelah ditelusuri, ternyata yang menyebabkan hal tersebut adalah pertama, nilai-nilai yang mereka anut sebagai orang Batak, bahwa harus menghormati orang yang lebih tua terutama jika mereka se-marga.

Mengenai konflik, para buruh bagasi ini senantiasa menghindari adanya konflik fisik dan mereka juga saling menghargai, menjunjung solidaritas, dan


(2)

dengan cepat dan tidak menaruh dendam karena mereka merasa bahwa mereka adalah saudara satu sama lain. Dengan demikian, maka konflik yang terjadi diantara sesama buruh bagasi pun dapat teratasi tanpa adanya campur tangan pihak – pihak lain.

Kompetisi adalah hal yang sangat mencolok dalam kehidupan para buruh bagasi. Memang, mereka dituntut untuk bersaing mendapatkan penumpang yang memerlukan jasa mereka. Jika ketika menunggu penumpang datang, mereka tampak begitu akrab, namun diatas kapal mereka adalah saingan.

3.2. Hubungan Dengan Atasan ( Mandor dan KPLP )

Untuk menjaga hubungan para buruh bagasi dengan atasannya, mereka bersikap ramah dengan berkomunikasi dengan baik atau ngumpul bersama, sebelum atau sesudah mereka bekerja di lingkungan kerja mereka yaitu terminal pelabuhan belawan. Hubungan diluar pekerjaan juga terjalin dengan baik, hal ini terbukti dengan adanya salah satu pekerja yang mengadakan pesta atau tertimpa kemalangan, para atasan dan sesama buruh lainnya pasti datang dan memberi sumbangan material. Sedang Hubungan diantara buruh bagasi dengan KPLP terjalin akibat adanya hubungan kerja antara buruh bagasi dengan KPLP. Yakni, KPLP memiliki tanggung-jawab atas keberadaan para buruh bagasi dilokasi pekerjaan. Kerjasama juga mereka lakukan dengan KPLP, yakni dengan cara KPLP menawarkan kepada pedagang yang hendak menggunakan jasa kapal laut agar barang mereka diangkat oleh buruh yang ditunjuk oleh KPLP yakni para


(3)

5.2. Saran

Adapun saran yang dapat saya berikan berkaitan dengan penelitian ini adalah: 1. Pemerintah hendaknya lebih bijaksana dalam membuat suatu kebijakan

terutama yang berkaitan dengan kepentingan masyarakat. Kiranya pemerintah lebih lagi mempertimbangkan dampak yang akan diterima oleh seluruh lapisan masyarakat, khususnya rakyat miskin dalam membuat suatu kebijakan ekonomi.

2. Kiranya para buruh bagasi tidak menyerah dan putus asa meskipun mengalami kesulitan – kesulitan dalam mencari penghasilan. Penelitian ini membahas tentang strategi pertahanan hidup buruh bagasi yang terdapat di Pelabuhan Belawan. Kiranya penelitian ini dapat menjadi motivasi bagi para buruh bagasi untuk dapat mengembangkan kreativitas dalam usaha menambah penghasilan guna mempertahankan kelangsungan hidup.


(4)

Daftar Pustaka

Breman, Jan.

1985 Sistem Tenaga Kerja Dualistis,

Suatu Kritik Terhadap Sektor Informal,

Jakarta : Gramedia

Evers, Hans – Dieter.

1982. Sosiologi Perkotaan . Jakarta : LP3S.

Hart, Keith.

1985. Sektor Informal, Dalam Chris Manning “ Urbanisasi, Pengangguran, dan Sektor Informal di Kota”.

Jakarta : Gramedia.

Ivan A. Hadar.

2004. Utang, Kemiskinan dan Globalisasi. Yogyakarta: Iapera Pustaka Utama.

Koentjaraningrat.

1981. Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta : PT Rineka Cipta.

1996. Pengantar Antropologi, Pokok – pokok Etnografi II.

Jakarta : PT. Rineka Cipta. Masinambow.


(5)

Pelly, Usman.

1998. Urbanisasi, dan Adaptasi

( Peranan Misi Budaya Minangkabau dan Mandailing ).

Jakarta : PT Pustaka LP3S Safaria, Anne Friday.

2003 Hubungan Perburuhan di Sektor Informal. Bandung : Yayasan AKATIGA.

Sjahrir, Kartini.

1986. Tukang – tukang Bangunan di Jakarta, Suatu Jaringan Kerja. Prisma, XV, No 9.

Susetiawan.

2000 konflik Sosial : kajian sosiologis hubungan buruh,

perusahaan dan negara di Indonesia.

Yogyakarta : Pustaka Suhanto. Soekanto, Soerjono.

1990. Sosiologi Suatu Pengantar .

Jakarta : PT RajaGrafindo Persada, Ed 4. Thomas Lindblad, J.

2000 Buku Sejarah Ekonomi Modern Indonesia ( Berbagai Tantangan Baru )


(6)

Menno, S.

1991 Antropologi Perkotaan

Jakarta : PT. Raja Persada Purwanto

1991 Dasar-dasar manajemen dan Kepemimpinan di Kapal Edisi Pertama, Balai Pendidikan dan Latihan Pelayaran, hal 19.

Henry, Simamora

1999 Akuntansi Manajemen Yogyakarta : Salemba Empat

(http:// diarru.multiply.com/journal/item/oleh Diarru 7 Dec07)

( http ://www.theindonesianinstitute.org/ daily 02.2002.htm oleh Elwin Tobing 02/19/02).

(htt://panimbang.blogspot.com/2006/01/20 buruh-sektor-informal.html oleh

Fahmi Panimbang).

Ratih Sulistyastuti dan