Identitas Para Buruh Bagasi

bagasi yang telah mengangkat sipemilik penumpang tersebut. Mengenai baju kerja yang mereka kenakan juga tidak sama yaitu apabila para buruh bagasi bekerja pada bagian Kapal K.M Kelud, maka mereka harus mengenakan baju kerja warna merah dan warna abu-abu, sedangkan pada bagian Kapal Ferry, mereka harus mengenakan baju kerja atau baju anggota berwarna kuning.

3.2. Identitas Para Buruh Bagasi

Pelabuhan Belawan merupakan urat nadi perekonomian Sumatera Utara khususnya arus keluar masuknya barang dan penumpang melalui angkutan laut. Setiap hari, pelabuhan ini ramai dikunjungi oleh masyarakat yang hendak melakukan perjalanan dengan kapal laut ataupun masyarakat yang datang dari daerahnya menuju Sumatera Utara. Masyarakat yang menggunakan jasa angkutan laut ini lazimnya membawa barang- barang, baik itu barang pribadi maupun barang dagangan. Maka untuk lebih meningkatkan pelayanan kepada penumpang, dan untuk menghindari adanya pihak-pihak yang tidak bertanggung-jawab yang akan membuat kekacauan di pelabuhan, maka pihak pengawas pelabuhan yakni KPLP menganjurkan kepada pihak penanggung-jawab pelabuhan, yang saat ini bernama ADPEL, untuk menyediakan orang-orang yang akan bekerja sebagai buruh yang memberikan layanan jasa mengangkat barang penumpang. Sempitnya lapangan pekerjaan mengakibatkan banyak orang yang tertarik bekerja sebagai buruh bagasi terutama mereka yang memiliki latar belakang pendidikan yang rendah. Dilihat dari latar-belakang pendidikannya, pendidikan para buruh bagasi berada pada tingkat Pendidikan Sekolah Menengah Umum SMU, tingkat Sekolah Lanjutan Pertama SLTP dan Tingkat Sekolah Dasar SD. Dalam hal ini Universitas Sumatera Utara yang mencapai tingkat pendidikan SMU sekitar 45 , tingkat pendidikan SLTP 40 dan tingkat SD 15. Berikut komposisi buruh bagasi menurut tingkat pendidikan dapat dilihat pada tabel dibawah ini: Tabel 2. Komposisi Buruh Bagasi Menurut Tingkat Pendidikan: No Tingkat Pendidikan Jumlah 1 SMU 65 45 2 SLTP 60 40 3 SD 35 15 Jumlah 160 100 Sumber: Data Kantor Baruna Barat Pelabuhan Belawan, 2009 Untuk menjadi buruh bagasi tidak membutuhkan keahlian khusus, karena modal utama yang harus dimiliki oleh buruh bagasi adalah tenaga yang kuat dan berotot. Dan untuk membatasi jumlah Buruh bagasi, maka pihak penanggung- jawab pelabuhan menetapkan jumlah mereka yakni sebanyak 164 orang, termasuk didalamnya 4 orang mandor untuk 4 kelompok. Tiap-tiap mandor mengawasi sekitar 36 sampai 42 orang buruh. Mereka secara keseluruhan adalah laki-laki dan terdaftar sebagai anggota tenaga kerja bagasi, dan para buruh bagasi tersebut mayoritas beragama Kristen Protestan dan bersuku Batak dan memiliki fisik yang besar. Universitas Sumatera Utara Berikut komposisi buruh bagasi menurut golongan usia dapat dilihat pada tabel dibawah ini: Tabel 3. Komposisi Buruh Bagasi Menurut Golongan Usia : NO Golongan Usia Jumlah 1 20 – 24 7 2 24 – 29 13 3 30 – 34 15 4 35 – 39 21 5 40 – 44 27 6 45 – 49 31 7 50 – 54 18 8 55 – 59 19 9 60 – 64 3 10 65 – 69 2 11 70 – 74 1 Jumlah 164 Sumber : Data Kantor Baruna Barat Pelabuhan Belawan, 2009 Bekerja sebagai buruh bagasi tidaklah memandang umur untuk masuk menjadi anggota buruh bagasi, akan tetapi kemampuan tenaga atau fisik yang dibutuhkan. Dalam hal ini umur juga tidak dibatasi dan sejauh mana batas kemampuan mereka dalam bekerja, artinya kalau mereka masih bisa atau mampu bekerja dengan baik, mereka bisa bekerja terus sebagai anggota buruh bagasi. Dan apabila mereka tidak sanggup lagi untuk bekerja karena faktor usia yang sudah tergolong tua, maka para buruh bagasi bisa keluar atau berhenti sendiri dari pekerjaan tersebut, akan tetapi harus melapor atau memberitahukannya kepada mandor, agar mandor bisa tahu anggotanya ada yang berkurang atau keluar, sehingga nantinya baju kerja beserta kartu pass tersebut bisa diurus kembali. Apabila salah satu anggota buruh bagasi tersebut keluar dari pekerjaannya, maka baju kerja tersebut bisa di oper kepada keluarga atau teman dekat, dan kartu pass akan diurus kembali dengan yang baru dari kantor Administrator Pelabuhan, dan Universitas Sumatera Utara yang akan memberikannya itu adalah mandor. Buruh bagasi tersebut dapat mengalihkan pekerjaannya kepada keluarga atau teman dekat, akan tetapi dengan persyaratan harus melakukan pekerjaan yang sesuai dengan aturan yang telah ditetapkan oleh Administrator Pelabuhan dan bertanggung-jawab, tidak melakukan hal-hal yang melanggar hukum. Untuk mengkoordinir para buruh, mereka dibagi dalam 2 kelompok dalam menjalankan tugasnya. Masing-masing 80 orang berseragam merah dan 80 orang lainnya berseragam abu-abu. Seragam tersebut dilengkapi dengan nomor punggung masing-masing buruh. Seragam yang mereka pakai menjadi penanda bahwa mereka adalah buruh bagasi yang siap melayani penumpang yang membutuhkan jasa. Untuk menghindari rebutan penumpang, jadwal kedua kelompok ini diatur berdasarkan rute perjalanan kapal. Jika mengikuti peraturan yang telah ditetapkan oleh pihak ADPEL yang dikoordinir oleh KPLP, maka buruh yang menurunkan bagasi adalah buruh yang mengenakan seragam merah dan yang menaikkan bagasi adalah buruh yang mengenakan seragam abu-abu ataupun sebaliknya sesuai dengan jadwal yang telah ditetapkan oleh pihak pengelola pelabuhan. Namun, belakangan peraturan tersebut mengalami pergeseran, yakni baik buruh yang berseragam merah maupun abu-abu tidak lagi bekerja sesuai jadwal yang telah ditetapkan, tetapi setiap kapal datang maupun pergi mereka diizinkan untuk bekerja. Hal itu disebabkan karena kapal hanya datang sekali dalam seminggu, sehingga mereka memohon agar diizinkan untuk tetap bekerja meskipun bukan pada jadwal mereka. Izin ini diberikan asalkan mereka pandai berneigoisasi dengan pihak KPLP yakni dengan membayar 5 Universitas Sumatera Utara dari total pendapatan yang diperolehnya dihari tersebut, dengan setoran termurah sebesar Rp 2.500,00. Dan mengenai jumlah anak juga terkait dalam kajian ini. Jumlah anak yang berarti juga banyaknya tanggungan yang bisa membantu menggambarkan keadaan ekonomi rumah-tangganya dalam pembiayaan anak. Mereka sebagai kepala rumah-tangga bertanggung-jawab penuh terhadap istri dan anaknya. Akan tetapi, tidak berarti bahwa mereka satu-satunya pencari nafkah keluarga. Peran sebagai istri juga sangat besar untuk menambah pendapatan rumah-tangga agar bisa memenuhi kebutuhan anak-anaknya. Anak-anak merupakan bagian yang terpaling banyak menghabiskan biaya perbulannya, disamping biaya konsumsi lainnya. Untuk anak-anak ada saja kebutuhan yang harus dipenuhi, misalnya biaya pendidikan untuk anak-anak usia sekolah, dari pakaian sekolah, buku-buku, dan kebutuhan-kebutuhan lain. Memiliki banyak anak berarti memiliki banyak tanggungan dan banyak pula biaya yang harus dikeluarkan. Secara keseluruhan, para buruh bagasi tersebut memiliki jumlah anak berkisar sampai 6 orang anak dan rata-rata masih membiayai anak-anak mereka bersekolah. Untuk lebih jelas lihat tabel. Universitas Sumatera Utara Tabel 4. Komposisi Buruh Bagasi Berdasarkan Jumlah Anak No Jumlah Anak Jumlah 1 Tidak Ada 5 4, 40 2 1 – 2 orang 38 22, 86 3 3 – 4 orang 52 31, 25 4 5 – 6 orang 58 34, 75 5 6 orang 7 6, 74 Jumlah 160 100 Sumber: Hasil Penelitian, 2009 Dari tabel di atas, terlihat bahwa para buruh bagasi yang memiliki jumlah anak yang paling banyak berkisar antara 5 – 6 orang anak, ada 58 orang buruh bagasi. Dan hal-hal yang melatarbelakangi para informan penelitian ini memilih bekerja sebagai buruh bagasi. Tabel 5. Latar Belakang Informan NO Latar Belakang Informan Sehingga menjadi Buruh Bagasi 1 Mengikuti jejak ayahnya yang dahulu adalah mandor buruh bagasi. 2 Kehilangan pekerjaan sebagai Agen barang seludupan dari Batam. 3 Diajak saudara yang tinggal di Medan Labuhan merantau ke Medan. 4 Penghasilan yang rendah sebagai penarik jangkar kapal laut. 5 Semasa sekolah sering menangkap ikan dipelabuhan dan tertarik untuk bekerja di lokasi pelabuhan. 6 Kehilangan pekerjaan sebagai buruh pabrik akibat di PHK pada masa krisis moneter 1999. 7 Sejak kecil sudah bekerja sebagai tukang semir di Universitas Sumatera Utara pelabuhan belawan sehingga sudah akrab dengan suasana pelabuhan. Sumber : Data Lapangan, 2009 Berdasarkan tabel di atas, dapat dilihat bahwa yang melatarbelakangi informan sehingga menjadi buruh bagasi dikarenakan faktor yang berbeda-beda. Seperti ungkapan informan berikut: “ Awalnya, saya bekerja sebagai seorang agen yang menjual dan membeli barang-barang dari dan menuju Batam secara illegal. Namun, karena pengawasan terhadap barang-barang tersebut semakin ketat, maka mau tidak mau saya harus meni- nggalkan pekerjaan tersebut. Dan akhirnya saya memutuskan untuk mendaftarkan diri menjadi buruh bagasi dan saya lang- sung diterima begitu saja. Saat ini selain menjadi buruh bagasi, saya juga bekerja sebagai TKBM Tenaga Kerja Bongkar Muat.” Wawancara dengan P. Marpaung, 2009 “ Saya adalah korban krisis moneter pada tahun 1999. Akibat -nya, saya harus kehilangan pekerjaan sebagai buruh pabrik te- Nun yang terdapat di Pematang Siantar daerah asal saya. Ber- sama istri, saya pergi meninggalkan daerah asal saya dan men cari penghidupan di kota Medan. Lalu saya bekerja sebagai Bu- ruh bagasi, itu berkat bantuan dari teman saya yang sudah lama tinggal di Belawan. Selain bekerja sebagai Buruh bagasi, saya juga bekerja sebagai TKBM. Biaya hidup yang mahal membuat saya juga terpaksa bekerja sebagai calo tiket meskipun resiko ya- ng harus ia hadapi cukup berat.” Wawancara dengan Patar Gultom, 2009 “ Sejak kecil saya sudah akrab dengan suasana pelabuhan, kare- na sejak SD saya bekerja di pelabuhan sebagai tukang semir se- patu. Karena alasan biaya, akhirnya sayapun tidak melanjutkan sekolah sejak tamat SD. Dan saya pun terus bekerja sebagai tu- kang semir sepatu sambil mengumpulkan barang-barang bekas sampai saya diterima bekerja sebagai buruh bagasi di Pelabuhan Belawan. Setelah saya menikah dan memiliki anak, saya merasa bahwa penghasilan yang saya miliki tidak mampu lagi mencuku- pi seluruh kebutuhan hidup kami. Lalu saya berusaha mencari pe kerjaan untuk menambah penghasilan dengan bekerja sebagai TK- BM, sama seperti ayah saya.” Wawancara dengan B. Saragih, 2009 Universitas Sumatera Utara Dari data hasil penelitian, diketahui bahwa lamanya mereka bekerja sebagai buruh bagasi sudah berpuluh tahun. Dulu mereka sebagai pendatang berusaha mencari pekerjaan dan akhirnya menetap sebagai penduduk belawan dan keseluruhannya, mereka sudah berkeluarga. Untuk lebih jelas lihat tabel. Tabel 6. Komposisi Buruh Bagasi Berdasarkan Lama Bekerja No Lama Bekerja Jumlah 1 6 – 9 Bulan 13 5, 90 2 1 – 10 Tahun 43 27, 34 3 11 – 20 Tahun 58 36, 59 4 21 – 30 Tahun 46 30, 17 Jumlah 160 100 Sumber : Hasil Wawancara, 2009 Dari tabel di atas, diketahui bahwa lama bekerja para buruh bagasi dapat diuraikan sebagai berikut : Dari 160 orang jumlah anggota buruh bagasi yang telah bekerja di pelabuhan belawan, tidak semuanya sama-sama telah lama bekerja. Seperti terlihat bahwa buruh bagasi yang telah bekerja 6 sampai 9 bulan ada 13 orang 5,90 , yang telah bekerja 1 sampai 10 Tahun ada 43 orang 27,34, yang telah bekerja 11 sampai 20 Tahun ada 58 orang 36,59 dan yang telah bekerja 21 sampai 30 Tahun ada 46 orang 30,17. Dilihat dari penjelasan diatas, para buruh bagasi tersebut sudah cukup lama bekerja sekian tahun bahkan berpuluh tahun. Akan tetapi, walaupun penghasilan yang mereka peroleh sedikit dan tidak tentu dengan bekerja sebagai buruh bagasi, mereka tetap bertahan untuk bekerja sampai saat ini. . Universitas Sumatera Utara 3.3. Aktivitas Para Buruh Bagasi 3.3.1. Waktu Kerja