17
Suhendra 2010 dalam Kamil dan Herusetya 2012:2 mengatakan bahwa tujuan dari penerapan CSR ini adalah agar menciptakan standar kehidupan
yang lebih tinggi, dengan mempertahankan kesinambungan laba usaha untuk pihak pemangku kepentingan sebagaimana yang diungkapkan dalam
laporan keuangan entitas. Di Indonesia, kewajiban perusahaan untuk melaksanakan CSR diatur
dalam beberapa peraturan atau perundangan seperti Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas UUPT dalam Pasal 74
1 yang menyatakan bahwa perseroan yang menjalankan kegiatan usaha di bidang danatau berkaitan dengan sumber daya alam wajib
melaksanakan tanggung jawab sosial dan lingkungan. Selain itu, juga terdapat dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang
Penanaman Modal UUPM yaitu pada Pasal 15 b yang menyatakan bahwa setiap penanam modal wajib melaksanakan tanggung jawab sosial
perusahaan dan pada Pasal 16 yang menyatakan bahwa setiap penanam modal bertanggungjawab menjaga kelestarian lingkungan hidup dan
menciptakan keselamatan, kesehatan, kenyamanan, dan kesejahteraan pekerja Purwanto, 2011:16.
5. Konsep Triple Bottom Line
Effendi 2009:109 mengemukakan bahwa istilah triple bottom line dipopulerkan oleh John Elkington pada tahun 1997 melalui bukunya
Cannibals With Forks, the Triple Bottom Line of Twentieth Century
18
Business. Elkington memberi pandangan bahwa perusahaan yang ingin berkelanjutan haruslah memerhatikan 3P, yaitu:
1 profit untuk meningkatkan pendapatan perusahaan,
2 people untuk memberikan kesejahteraan kepada karyawan dan
masyarakat, serta 3
planet untuk menjaga dan meningkatkan kualitas alam serta lingkungan di mana perusahaan tersebut beroperasi.
Dalam gagasan tersebut, perusahaan tidak lagi dihadapkan pada tanggung jawab yang berpijak pada single bottom line, yaitu aspek ekonomi yang
direfleksikan dalam kondisi finansialnya saja, namun juga harus memerhatikan aspek sosial dan lingkungannya.
6. Sustainability Report
Kewajiban pengungkapan CSR di Indonesia telah diakomodasi dalam Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan PSAK No.1 Revisi 2009
paragraf 12, yang berbunyi sebagai berikut:
“Entitas dapat pula menyajikan, terpisah dari laporan keuangan, laporan mengenai lingkungan hidup dan laporan nilai tambah value added
statement, khususnya bagi industri dimana faktor-faktor lingkungan hidup memegang peranan penting dan bagi industri yang menganggap karyawan
sebagai kelompok pengguna laporan yang
memegang peranan penting”.
Berdasarkan hal tersebut, sudah selayaknya perusahaan melaporkan semua aspek yang mempengaruhi kelangsungan operasi perusahaan
kepada masyarakat. Namun, PSAK No.1 Revisi 2009 tersebut meunjukkan bahwa perusahaan yang ada di Indonesia diberikan suatu
kebebasan dalam mengungkapkan informasi tanggung jawab sosial dan lingkungan dalam laporan tahunan perusahaan Purwanto, 2011:18.
19
Penting dan besarnya desakan akan risiko dan ancaman terhadap keberlanjutan kita bersama di samping peningkatan pilihan dan
kesempatan, akan membuat transparansi mengenai dampak ekonomi, lingkungan dan sosial menjadi komponen utama bagi efektifnya hubungan
dengan pemangku kepentingan, kebijakan investasi dan hubungan pasar lainnya GRI, 2006:2. Isu mengenai CSR terkait erat dengan
sustainability reporting. Global Reporting Initiative GRI merupakan salah satu dari lembaga yang serius menangani permasalahan yang
berhubungan dengan sustainability Yuliana et.al, 2008:251. GRI berdiri karena semakin mendesaknya transparansi pengaruh
aktivitas bisnis perusahaan baik ekonomi, lingkungan dan sosial sehingga dibutuhkan pedoman atau framework untuk menyusun sustainability
report bagi perusahaan dalam berbagai ukuran dan sektor usaha di seluruh dunia. Notiger dan Gai, 2007 dalam Maharani, 2012:195. Lebih lanjut,
Maharani mengatakan dengan menyusun sustainability reporting maka pemakai informasi megetahui apakah perusahaan transparan dalam
menyusun kebijakan yang berorientasi pada lingkungan, manajemen, karyawan, masyarakat dan alam, pengaruh proses produksi atau aktivitas
perusahaan terhadap
lingkungan dan
sejauh mana
perusahaan mengomunikasikan hal tersebut kepada publik serta apakah perusahaan
jujur terhadap diri mereka sendiri dan terhadap lingkungan. Laporan keberlanjutan adalah praktik pengukuran, pengungkapan dan
upaya akuntabilitas dari kinerja organisasi dalam mencapai tujuan
20
pembangunan berkelanjutan kepada para pemangku kepentingan baik internal maupun eksternal.
„Laporan Keberlanjutan‟ merupakan sebuah istilah umum yang dianggap sinonim dengan istilah lainnya untuk
menggambarkan laporan mengenai dampak ekonomi, lingkungan, dan social, misalnya triple bottom line, laporan pertanggungjawaban
perusahaan, dan lain sebagainya. Laporan Keberlanjutan yang disusun berdasarkan Kerangka Pelaporan GRI mengungkapkan keluaran dan hasil
yang terjadi dalam suatu periode laporan tertentu dalam konteks komitmen organisasi, strategi, dan pendekatan manajemennya GRI, 2006:3.
Laporan dapat digunakan untuk tujuan berikut, di antaranya: 1 Patok banding dan pengukuran kinerja berkelanjutan yang
menghormati hukum, norma, kode, standar kinerja, dan inisiatif sukarela;
2 Menunjukkan bagaimana organisasi mempengaruhi dan dipengaruhi oleh harapannya mengenai pembangunan berkelanjutan; dan
3 Membandingkan kinerja dalam sebuah organisasi dan di antara berbagai organisasi dalam waktu tertentu.
Sebagaimana dijelaskan dalam CSR Indonesia 2010, hal.3 meskipun jumlah perusahaan di Indonesia yang melaporkan sustainability report
terus meningkat, namun ada berbagai alasan untuk tidak berpuas diri, dan masih pentingnya kerja keras hingga bertahun-tahun ke depan. Pertama,
karena jumlah perusahaan pembuat laporan berkelanjutan masihlah terlampau sedikit. Apalagi jika dibandingkan dengan jumlah seluruh
21
perusahaan di Indonesia. Kedua, kalau kita menyimak dengan seksama isi laporan keberlanjutan Antam
—yang dianggap terbaik hingga sekarang-- tidak seluruh deskripsi di setiap indikator dikatakan berimbang. untuk
perusahaan lainnya. Ketiga, pemanfaatan laporan keberlajutan masih sangat tertinggal dibandingkan negara lain. Keempat, dunia mengarah ke
ide One Report yaitu penyatuan laporan tahunan dan laporan keberlanjutan.
Perusahaan yang menyusun sustainability reporting akan memberi kemudahan bagi pemakai informasi untuk mengetahui apakah perusahaan
sudah transparan dalam menyusun kebijakan yang berorientasi pada lingkungan, manajemen, karyawan, masyarakat dan alam. GRI membuat
sustainability report guideline yang memberi petunjuk pembuatan laporan dengan memperhatikan aspek ekonomi, sosial dan lingkungan Admin
KeuLSM, 2013. Ruang lingkup informasi sustainaility report menurut GRI meliputi:
a Strategy and analysis, yang digambarkan dari statement CEO dan
Preskom atau ketua organisasi independen terhadap organisasi pembuat laporan yang memaparkan risiko dan peluang penting secara
ringkas, serta informasi umum stategi perusahaan. b
Organization Profile, meliputi informasi menyeluruh mengenai nama organisasi, produk-produknya, struktur operasional, negara-negara di
mana perusahaan beroperasi, kondisi kepemilikan dan badan
22
hukumnya, pasar, skala organisasi, serta keputusan-keputusan penting selama periode pelaporan
c Report parameter, memuat report profile, report scope and boundary,
dan GRI content index. d
Governance struktur organisasi dan tata kepemimpinan dalam organisasi tersebut, Commitments to External Initiatives keterangan
mengenai apakah dan bagaimana pendekatan tertentu diambil oleh perusahaan dengan mengacu pada prinsip-prinsip perjanjian
kesepakatan dalam hal sosial dan lingkungan yang dikembangkan secara eksternal dan diterapkan secara sukarela dan Engagement
sebagai gambaran luasnya pemangku kepentingan yang didefinisikan oleh organisasi dan relasi dengan para pemangku kepentingan
tersebut. Kerangka kerja GRI telah diperbaiki secara kontinu dan pada tahun
2006, The Third Generation G3 dari kerangka kerja keberlanjutan GRI telah diperkenalkan di Amsterdam, Belanda. GRI G3 Guideliness GRI,
2006 mencakup indikator kinerja ekonomi, sosial, dan lingkungan yang terdiri dari 79 komponen.
1 Indikator Kinerja Ekonomi
Terdiri atas 9 komponen, meliputi: a Kinerja Ekonomi
b Aspek Keberadaan Pasar c Dampak Ekonomi Tidak Langsung
23
2 Indikator Kinerja Sosial
Terdiri atas 40 komponen, meliputi: a Aspek Tenaga Kerja dan Praktik Kerja yang Layak
Mencakup tenaga kerja, hubungan manajemen, keselamatan dan kesehatan kerja, pendidikan dan pelatihan, keberagaman dan
kesempatan yang sama, serta indikator tambahan. b Aspek Hak Asasi Manusia
Mencakup praktik investasi dan pengadaan strategi dan manajemen, anti diskriminasi, kebebasan berserikat dan
perundingan bersama, pekerja anak, tenaga kerja wajib dan terpaksa, praktik kedisiplinan serta hak masyarakat adat.
c Aspek Masyarakat Mencakup Masyarakat komunitas, Penyuapan dan Korupsi,
Kebijakan Publik, Perilaku Anti Persaingan, dan Kepatuhan. d Aspek Tanggung Jawab Produk
Mencakup Keselamatan dan Kesehatan Konsumen, Pelabelan Produk dan Jasa, Komunikasi Pemasaran dan Privasi Konsumen.
3 Indikator Kinerja Lingkungan
Terdiri atas 30 Komponen, meliputi : a BahanMaterial
b Energi c Air
d Keanekaragaman Hayati
24
e Emisi, Efluen dan Limbah f Produk dan Jasa
g Kepatuhan h Transportasi
i Aspek Keseluruhan
7. Karakteristik Perusahaan