1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Penelitian
Pada umumnya perusahaan akan mencari profit yang besar untuk memaksimalkan usahanya. Sebagian besar perusahaan menganggap bahwa
mereka sudah cukup memberikan sumbangsih kepada masyarakat berupa penyediaan produk yang memuaskan kebutuhan konsumen dan penyediaan
lapangan pekerjaan. Namun, masyarakat semakin menyadari bahwa tidak cukup hal itu saja, melainkan dampak sosial yang ditimbulkan perusahaan
juga perlu mendapat perhatian khusus. Dengan keberpihakan perusahaan kepada pemilik modal mengakibatkan
perusahaan melakukan eksploitasi sumber-sumber alam dan masyarakat sosial secara tidak terkendali sehingga mengakibatkan kerusakan
lingkungan alam dan pada akhirnya mengganggu kehidupan manusia. Kapitalisme, yang hanya berorientasi pada laba material, telah merusak
keseimbangan kehidupan dengan cara menstimulasi pengembangan potensi ekonomi yang dimiliki manusia secara berlebihan yang tidak memberi
kontribusi bagi peningkatan kemakmuran mereka tetapi justru menjadikan mereka mengalami penurunan kondisi sosial {Galtung Ikeda, 1995 dan
Rich, 1996 dalam Anggraini, 2006:2}.
2
Di dalam akuntansi konvensional mainstream accounting, pusat perhatian yang dilayani perusahaan adalah stockholders dan bondholders
sedangkan pihak yang lain sering diabaikan. Dewasa ini tuntutan terhadap perusahaan semakin besar. Perusahaan diharapkan tidak hanya mementingkan
kepentingan manajemen dan pemilik modal investor dan kreditor tetapi juga karyawan, konsumen serta masyarakat. Perusahaan mempunyai tanggung
jawab sosial terhadap pihak-pihak di luar manajemen dan pemilik modal. Akan tetapi perusahaan kadangkala melalaikannya dengan alasan bahwa
mereka tidak memberikan kontribusi terhadap kelangsungan hidup perusahaan. Hal ini disebabkan hubungan perusahaan dengan lingkungannya
bersifat non reciprocal yaitu transaksi antara keduanya tidak menimbulkan prestasi timbal balik Anggraini, 2006:2.
Anggapan tersebut bukanlah suatu hal yang cukup jika suatu perusahaan ingin membentuk nilai jangka panjang karena sebenarnya masyarakat tidak
kemudian hanya menuntut pemenuhan kebutuan mereka melalui penyediaan produk. Perusahaan dituntut untuk tidak hanya memberikan kontribusi
terhadap pertumbuhan ekonomi saja, tetapi juga dapat membantu dalam memecahkan permasalahan terkait risiko dan ancaman terhadap keberlanjutan
sustainability dalam
lingkup hubungan
sosial, lingkungan,
dan perekonomian Global Reporting Initiative, 2006 dalam Suryono, 2011:3.
Era 1990- an muncul gerakan konsumen yangdisebut “konsumen hijau”
green consumer menghendaki produk yang bersahabat dengan lingkungan environmentally friendly product. Hal ini terjadi karena meningkatnya
3
kerusakan ekologi sebagai akibat kegiatan pembangunan termasuk ekonomi dan perdagangan. Permasalahan lingkungan hidup terus berlangsung hingga
saat ini. Laporan terakhir Panel PBB untuk Perubahan Iklim United Nations Intergovernmental Panel on Climate ChangeIPPC di Valencia, 19
Nopember 2007, menyebutkan bahwa pemanasan global merupakan hal yang tidak terbantahkan lagi. Aktivitas manusia 90 sebagai penyebab utama
pemanasan global. Menurut Antara News 2007, sedikitnya dua puluh tiga pulau tak berpenghuni di Indonesia tenggelam dalam sepuluh tahun terakhir
akibat pemanasan global. Diperkirakan tahun 2070 sekitar 800 ribu rumah dipesisir harus dipindahkan dan sebanyak 2.000 pulau dari sekitar 18.000
pulau di Indonesia akan tenggelam akibat naiknya air laut. Pulau Maladewa India, Vanuatu dan beberapa pulau lain akan mengalami nasib sama.
Ambarini, 2010:275. Isu lingkungan memang beberapa waktu terakhir ini terlihat begitu seksi.
Sampai-sampai, sejumlah perusahaan yang bisnisnya bersinggungan langsung dengan aspek lingkungan melabeli dirinya dengan gerakan menjaga
kelestarian alam. Mereka mengemasnya melalui kegiatan corporate social responsibility CSR. Ini kalau perusahannya menyadari persoalan sosial dan
lingkungan merupakan bagian tanggung jawab kelangsungan perusahaan di masa depan. Setiaji, 2011. Namun, masih banyak kritik yang disampaikan
oleh masyarakat, pemerintah, Lembaga Swadaya Masyarakat LSM, maupun pakar pendidikan mengenai minimnya kepedulian perusahaan-perusahaan
terhadap aspek lingkungan dan sosial yang timbul dari kegiatan operasinya.
4
Wahyuningtyas dan Nugrahanti 2012:2 menyebutkan sejumlah contoh kasus yang terjadi di antaranya adalah melubernya lumpur dan gas panas di
Kabupaten Sidoarjo yang disebabkan eksploitasi gas PT Lapindo Brantas, limbah industri PT Wings Surya yang melampaui baku mutu buangan limbah
cair telah merusak sekitar 18 hektar tanaman padi milik warga, PT Adi Makayasa yang ditutup sementara karena warga sekitar mengeluhkan polusi
udara yang ditimbulkan dari aktivitas pabrik pupuk organik tersebut, serta PT Hutan Unggul Persada dilaporkan ke Komisi Perlindungan Anak Indonesia
karena telah mempekerjakan sekitar 88 anak di bawah umur. Data National Centre for Sustainability Report NCSR, lembaga
independen pengembangan, pembinaan, pengukuran, dan pelaporan implementasi CSR dan keberlanjutan perusahaan, menyuguhkan data
menarik. Chairman NCSR Indonesia Ali Darwin menyebutkan sebanyak tiga puluh perusahaan di Indonesia menggunakan standar laporan keberlanjutan
sustainability report berdasarkan panduan terbitan Global Reporting Initiative GRI yang berbasis di Belanda. Standar GRI ini diwajibkan di
sejumlah negara, seperti Belanda, Swedia, Perancis, China, Jepang. Ada tiga alasan utama, mengapa hanya tiga puluh perusahaan di Indonesia yang
mengacu GRI dalam menyusun laporan kegiatan tanggung jawab sosial dan lingkungannya. Pertama, laporan CSR belum menjadi ketentuan wajib meski
kegiatan CSR di Indonesia sudah diatur. Kedua, perusahaan yang memiliki kegiatan CSR memang tidak transparan, selain alasan biaya dalam menyusun
laporan. Atau alasan ketiga, perusahaan ini low profile sehingga mereka
5
berpikir tidak perlu melaporkan, yang penting sudah memberi dampak dan keberlanjutan sosial kepada masyarakat. Setiaji, 2011:2.
Di tengah sulitnya kondisi perekonomian, manajemen sebuah perusahaan mungkin akan tergoda untuk mengesampingkan masalah keberlanjutan
sustainability. Semua upaya difokuskan agar perusahaan dapat bertahan hidup dalam kondisi pasar dimana permintaan menurun dan biaya keuangan
semakin tinggi. Oleh karena itu, sustainability sebuah perusahaan „tidak
hanya‟ terbatas pada memperhatikan dampak dari operasi perusahaan terhadap lingkungan dan masyarakat. Sustainability harus menjadi bagian
integral dari perencanaan jangka pendek dan perancangan strategi jangka panjang sebuah perusahaan. Krisis ekonomi global telah membuat masyarakat
menjadi lebih curiga terhadap perusahaan. Perusahaan-perusahaan yang mengabaikan norma-norma sosial akan kehilangan niat baik dari para
konsumen, pekerja dan pihak regulator. Xavier Bary, 2013:1. Xavier menyebutkan salah satu contoh dramatis dari perusahaan yang
mengabaikan sinyal-sinyal pentingnya masalah sustainability ini adalah tiga manufaktur mobil besar di Amerika. Perusahaan-perusahaan ini merancang
mobil berdasarkan asumsi bahwa ada sejumlah besar cadangan minyak bumi dan bahan-bahan mentah yang tersedia dan dapat digunakan. Mereka
kehilangan daya saing mereka saat harga bahan bakar melambung tinggi di tahun 2005, sebuah refleksi dari semakin menipisnya cadangan sumber daya
alam dunia. Saat krisis terjadi, dalam jangka waktu yang singkat konsumen memilih mobil-mobil yang lebih irit bahan bakar. Para perusahaan
6
manufaktur mobil di Amerika tidak memiliki cukup waktu untuk merespon tren ini dengan rancangan-rancangan mobil yang baru. Perusahaan-
perusahaan ini sekarang berada di ambang kebangkrutan, bukan karena krisis ekonomi yang terjadi, melainkan karena mereka gagal menangani masalah
sustainability beberapa tahun sebelumnya. Isu mengenai sustainable development berkembang dengan pesat seiring
dengan meningkatnya jumlah perusahaan yang menerbitkan sustainability report. The Global Reporting Initiative GRI yang berlokasi di Belanda dan
pemegang otoritas lain di dunia, berusaha mengembangkan “framework for sustainability reporting
”, dan versi terakhir dari pedoman pelaporan yang telah
dihasilkan dinamakan
G3 Guidelines
Dilling, 2009.
Pertanggungjawaban sosial perusahaan diungkapkan di dalam laporan yang disebut Sustainability Reporting. Sustainability Reporting adalah pelaporan
mengenai kebijakan ekonomi, lingkungan dan sosial, pengaruh dan kinerja organisasi dan produknya di dalam konteks pembangunan berkelanjutan
sustainable development. The Association of Chartered Certified Accountants ACCA menjelaskan bahwa Sustainability Reporting meliputi
pelaporan mengenai ekonomi, lingkungan dan pengaruh sosial terhadap kinerja organisasi Anggraini, 2006:5. Sustainability report harus menjadi
dokumen strategik yang berlevel tinggi yang menempatkan isu, tantangan dan peluang Sustainability Development yang membawanya menuju kepada core
business dan sektor industrinya. Budiman dan Supatmi, 2009:4.
7
Anggraini 2006:15
meneliti mengenai
faktor-faktor yang
mempengaruhi pengungkapan informasi sosial dalam laporan keuangan tahunan. Hasilnya adalah kepemilikan manajemen dan tipe industri
berpengaruh, sedangkan profitabilitas, ukuran perusahaan, dan tingkat leverage tidak berpengaruh terhadap pengungkapan informasi sosial dalam
laporan keuangan tahunan. Hal ini disebabkan perusahaan dengan kepemilikan manajemen yang besar dan termasuk dalam industri yang
memiliki risiko politis yang tinggi high-profile cenderung mengungkapkan informasi sosial yang lebih banyak dibandingkan perusahaan lain.
Mengacu pada penelitian Suryono dan Prastiwi, penelitian ini juga menganalisis pengaruh karakteristik perusahaan dan corporate governance
terhadap praktik pengungkapan sustainability reporting dengan memodifikasi variabel penelitian. Perbedaan tersebut adalah menambahkan obyek
pengamatan pada karakteristik perusahaan dengan variabel tipe industri. Pada variabel profitabilitas juga ditambahkan proksi net profit margin NPM.
Selain itu, penelitian ini menambah tahun penelitian yaitu dari tahun 2007 hingga 2011 agar dapat memberikan informasi yang lebih jelas bagi
pemangku kepentingan. Berdasarkan hal-hal yang telah diuraikan di atas, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian karena tidak banyak penelitian
yang membandingkan variabel mengenai karakterisitik perusahaan corporate governance dengan sustainability reporting. Penelitian ini dilakukan dengan
menggunakan pendekatan kuantitatif untuk mengetahui apakah terdapat pengaruh karakteristik perusahaan dan praktik corporate governance dalam
8
pembuatan sustainability report. Oleh karena itu, peneliti melakukan penelitian yang berjudul
“Pengaruh Karakteristik Perusahaan dan Corporate Governance Terhadap Publikasi Sustainability Reporting
”.
B. Rumusan Masalah