Diagnosa Mioma Uteri Diagnosa Banding Epidemiologi Mioma Uteri

2.2.4 Diagnosa Mioma Uteri

Diagnosa mioma uteri dapat ditegakkan dengan: 1. Anamnesis Dari proses tanya jawab dokter dan pasien dapat ditemukan penderita seringkali mengeluh rasa berat dan adanya benjolan pada perut bagian bawah, kadang mempunyai gangguan haid dan ada nyeri. 2. Pemeriksaan fisik Pemeriksaan bimanual akan mengungkap tumor pada uterus, yang umumnya terletak di garis tengah atau pun agak ke samping,seringkali teraba terbenjol-benjol. Mioma subserosum dapat mempunyai tangkai yang berhubung dengan uterus Prawirohardjo dkk. 2007. 3. Pemeriksaan Penunjang a. Ultra Sonografi USG Mioma uteri yang besar paling bagus didiagnosis dengan kombinasi transabdominal dan transvaginal sonografi. Gambaran sonografi mioma kebiasaanya adalah simetrikal, berbatas tegas, hypoechoic dan degenerasi kistik menunjukkan anechoic. b. Magnetic Resonance Imagine MRI Miom uteri lebih baik didiagnosa dengan MRI daripada USG tetapi biayanya lebihmahal. MRI mampu menentukan ukuran, lokasi dan bilangan mioma uteri serta bisa mengevaluasi jarak penembusan mioma submukosa di dalam dinding miometrium Parker, 2007. Universitas Sumatera Utara

2.2.5 Diagnosa Banding

Mioma uteri dapat disangka terutama sebagai kehamilan, apabila telah berubah menjadi lebih lunak karena degenerasi sistik. Kehamilan mola atau ektopik juga dapat menjadi dignosa banding dari mioma uteri. Mioma uteri juga dapat disangka sebagai tumor ovarium apabila terjadi degenerasi sistik, unilateral, dan tidak terjadi perpindahan letak serviks. Dan juga adenomiosis, lebih umumnya dikarenakan penyebaran dan pembesaran uterus yang telah lunak Prawirohardjo dkk. 2007.

2.2.6 Epidemiologi Mioma Uteri

a. Frekuensi Mioma uteri merupakan tumor jinak yang paling sering ditemukan pada organ reproduksi wanita Edmonds, 2007. Mioma uteri paling sering ditemukan pada wanita usia subur 30-50. Tumor ini paling sering ditemukan pada wanita umur 35 - 45 tahun dan jarang terjadi pada wanita 20 tahun dan wanita post menopause Schorge et. al. 2008. Kejadiannya meningkat pada wanita Afro-Caribbean dan menurun pada penggunaan jangka panjang pil kontrasepsi. Di Indonesia mioma uteri ditemukan 2,39-11,7 pada semua penderita ginekologik yang dirawat. Selain itu dilaporkan juga ditemukan pada kurang lebih 20-25 wanita usia reproduksi dan meningkat 40 pada usia lebih dari 35 tahun Joedosapoetra, 2005. Penelitian Nishizawa di Jepang 2008 menemukan insidens rates mioma uteri lebih tinggi pada wanita subur yaitu 104 per seribu wanita belum menopause dan 12 per seribu wanita menopause Universitas Sumatera Utara P0,001.Penelitian Boynton 2005 di Amerika melaporkan 7.466 kasus mioma uteri dari 827.348 wanita berusia 25-42 tahun dengan prevalensi 0,9. b. Distribusi Berdasarkan orang, mioma uteri hanya terjadi pada wanita karena mioma uteri adalah penyakit yang terdapat pada dinding rahim wanita. Mioma uteri lebih banyak ditemukan pada wanita berkulit hitam, karena wanita berkulit hitam memiliki lebih banyak hormon estrogen disbanding wanita kulit putih. Pernah ditemukan 200 sarang mioma dalam satu uterus pada wanita kulit hitam, dimana biasanya hanya 5-20 sarang saja Panay at.al 2008.Berdasarkan otopsi, Novak menemukan 27 wanita berumur 25 tahun mempunyai sarang mioma, pada wanita yang berkulit hitam ditemukan lebih banyak Joedosapoetra, 2005 . Berdasarkan tempat, Penelitian Baird di Amerika Serikat tahun 2003 terhadap 1364 wanita dengan usia 35-49 tahun, 478 diantaranya menderita mioma uteri yaitu dengan proporsi 35. Penelitian Sela-Ojeme di London Hospital pada tahun 2008 melaporkan proporsi penderita mioma uteri sebanyak 14,06 yaitu 586 orang dari 2.034 kasus ginekologi. Management of Uterine Fibroid at The University of Nigeria Teaching Hospital Enugu tahun 2006 melaporkan proporsi mioma uteri 9,8 dari seluruh kasus ginekologi yaitu 190 kasus dari 1939 kasus ginekologi. Penelitian Gaym A di Tikur Anbessa Teaching Hospital, Addis Ababa, Ethiopia tahun 2004 mencatat penderita mioma uteri Universitas Sumatera Utara sebanyak 588 kasus.Di Indonesia, Mioma Uteri ditemukan 2,4 – 11,7 pada semua penderita ginekologi yang dirawat Wiknjosastro, 2005. Di Manado khususnya di RSU Prof. Dr. R. D. Kandou pada Periode 1 Januari - 31 Desember 2012 mioma uteri menjadi penyakit ginekologi umum terbanyak dengan proporsi yaitu Mioma Uteri 43.1, Kista Ovarium 41.4, dan Disfunctional Uterine Bleeding 4.13 Berhandus dkk, 2013. c. Determinan Penyebab utama mioma uteri belum diketahui secara pasti sampai saat ini, tetapi penyelidikan telah dijalankan untuk memahami keterlibatan faktor hormonal, faktor genetik, growth factor, dan biologi molekular untuk tumor jinak ini. Faktor yang diduga berperan untuk inisiasi pada perubahan genetik pada mioma uteri adalah abnormalitas intrinsik pada miometrium, peningkatan reseptor estrogen secara kongenital pada miometrium, perubahan hormonal, atau respon kepada kecederaan iskemik ketika haid. Setelah terjadinya mioma uteri, perubahan-perubahan genetik ini akan dipengaruhi oleh promoter hormon dan efektor growth factors Parker, 2007. Berdasarkan teori genitoblast sel nes Meyer dan de Snoo, pertumbuhan mioma uteri terjadi akhibat rangsangan terus-menerus dari hormon esterogen setiap bulannya Manuaba, 2010. Adapun faktor predisposisi terjadinya mioma uteri, yaitu : Universitas Sumatera Utara 1. Umur Mioma uteri jarang terjadi pada usia kurang dari 20 tahun, ditemukan sekitar 10 pada wanita berusia lebih dari 40 tahun, Kasus mioma uteri terbanyak pada kelompok usia 40-49 tahun, dengan usia rata- rata 42,97 tahun sebanyak 51.Tumor ini paling sering memberikan gejala klinis antara umur 35 – 45 tahun. Hasil penelitian dari Miranti 2009 di Medan dari tahun 2004 sampai dengan 2008 terdapat 152 kasus mioma uteri. Dari seluruh kasus proporsi tertinggi yang mengalami mioma uteri berdasarkan sosiodemografi ditemukan pada kelompok umur 40-46 tahun 39,5. 2. Paritas Lebih sering terjadi pada nullipara atau pada wanita yang relatif infertil, tetapi sampai saat ini belum diketahui apakan infertilitas menyebabkan mioma uteri. Peningkatan paritas menurunkan insidensi terjadinya mioma uteri Parker, 2007.Wanita yang sering melahirkan lebih sedikit kemungkinannya untuk terjadinya perkembangan mioma ini dibandingkan wanita yang tidak pernah hamil atau satu kali hamil. Statistik menunjukkan 60 mioma uteri berkembang pada wanita yang tidak pernah hamil atau hanya hamil satu kali Schorge et al., 2008 . 3. Ras Pada wanita ras tertentu, khususnya wanita berkulit hitam, angka kejadian mioma uteri tinggi.Dari studi yang dijalankan melibatkan laporan Universitas Sumatera Utara sendiri oleh pasien mengenai mioma uteri, rekam medis, dan pemeriksaan sonografi menunjukkan golongan etnik Afrika-Amerika mempunyai kemungkinan risiko menderita mioma uteri setinggi 2,9 kali berbanding wanita etnik caucasia, dan risiko ini tidak mempunyai kaitan dengan faktor risiko yang lain. Didapati juga wanita golongan Afrika-Amerika menderita mioma uteri dalam usia yang lebih muda dan mempunyai mioma yang banyak dan lebih besar serta menunjukkan gejala klinis. Namun ianya masih belum diketahui jelas apakah perbedaan ini adalah karena masalah genetik atau perbedaan pada kadar sirkulasi estrogen, metabolisme estrogen, diet, atau peran faktor lingkungan. Walaubagaimanapun, pada penelitian terbaru menunjukkan yang ValVal genotype untuk enzim essensial kepada metabolisme estrogen,catechol-O-methyltransferase COMT ditemui sebanyak 47 pada wanita Afrika-Amerika berbanding hanya 19 pada wanita kulit putih. Wanita dengan genotype ini lebih rentan untuk menderita mioma uteri. Ini menjelaskan mengapa prevalensi yang tinggi untuk menderita mioma uteri dikalangan wanita Afrika- Amerika lebih tinggi Parker, 2007. 4. Genetik Wanita dengan garis keturunan tingkat pertama dengan penderita mioma uteri mempunyai peningkatan 2,5 kali kemungkinan risiko untuk menderita mioma uteri dibanding dengan wanita tanpa garis keturunan penderita mioma uteri. Penderita mioma yang mempunyai riwayat keluarga penderita mioma uteri mempunyai 2 kali lipat kekuatan ekspresi Universitas Sumatera Utara dari VEGF- α a myoma-related growth factor dibandingkan dengan penderita mioma yang tidak mempunyai riwayat keluarga penderita mioma uteri Parker, 2007. 5. Berat Badan Satu studi prospektif dijalankan dan dijumpai kemungkinan risiko menderita mioma uteri adalah setinggi 21 untuk setiap kenaikan 10kg berat badan dan dengan peningkatan indeks massa tubuh. Temuan yang sama juga turut dilaporkan untuk wanita dengan 30 kelebihan lemak tubuh. Ini terjadi kerana obesitas menyebabkan pemingkatan konversi androgen adrenal kepada estrone dan menurunkan hormon sex-binding globulin. Hasilnya menyebabkan peningkatan estrogen secara biologikal yang bisa menerangkan mengapa terjadi peningkatan prevalensi mioma uteri dan pertumbuhannya. Beberapa penelitian menemukan hubungan antara obesitas dan peningkatan insiden mioma uteri. Suatu studi di Harvard yang dilakukan oleh Dr. Lynn Marshall menemukan bahwa wanita yang mempunyai Indeks Massa Tubuh IMT di atas normal, berkemungkinan 30,23 lebih sering menderita mioma uteri. Ros dkk, 1986 mendapatkan resiko mioma uteri meningkat hingga 21 untuk setiap 10 Kg kenaikan berat badan dan hal ini sejalan dengan kenaikan IMT. 6. Fungsi ovarium Diperkirakan ada korelasi antara hormon estrogen dengan pertumbuhan mioma, dimana mioma uteri muncul setelah menarke, Universitas Sumatera Utara berkembang setelah kehamilan dan mengalami regresi setelah menopause. Pemberian agonis GnRH dalam waktu lama sehingga terjadi hipoestrogenik dapat mengurangi ukuran mioma. Efek estrogen pada pertumbuhan mioma mungkin berhubungan dengan respon mediasi oleh estrogen terhadap reseptor dan faktor pertumbuhan lain. Terdapat bukti peningkatan produksi reseptor progesteron, faktor pertumbuhan epidermal dan insulin-like growth factor yang distimulasi oleh estrogen. Anderson dkk, telah mendemonstrasikan munculnya gen yang distimulasi oleh estrogen lebih banyak pada mioma daripada miometrium normal dan mungkin penting pada perkembangan mioma. Namun bukti-bukti masih kurang meyakinkan karena tumor ini tidak mengalami regresi yang bermakna setelah menopause sebagaimana yang disangka. Lebih daripada itu tumor ini kadang-kadang berkembang setelah menopause bahkan setelah ooforektomi bilateral pada usia dini Prawirohardjo, 2008.

2.2.7 Infertilitas dan Abortus