Utang dalam Pengertian Konvensional

xviii

BAB II MACAM-MACAM UTANG LUAR NEGERI

A. Pengertian Utang

1. Utang dalam Pengertian Konvensional

Pengertian Utang menurut Beberapa Pakar Hukum Setiawan, S.H. Ordonansi Kepailitan Serta Aplikasi Kini, dikutip pernyataan sebagai berikut: Utang seyogianya diberi arti luas; baik dalam arti kewajiban membayar sejumlah uang tertentu yang timbul karena adanya perjanjian utang-piutang dimana Debitor telah menerima sejumlah uang tertentu dan Kreditornya, maupun kewajiban pembayaran sejumlah uang tertentu yang timbul dari perjanjian atau kontrak lain yang menyebabkan Debitor harus membayar sejumlah uang tertentu. 7 Kartini Muljadi, S.H., Pengertian dan Prinsip-prinsip Umum Hukum Kepailitan 8 berpendapat istilah utang dalam Pasal 1 dan Pasal 212 UUK undang- undang keuangan seharusnya, merujuk pada Hukum Perikatan dalam Hukum 7 Ahmad Rodoni, Bank dan Lembaga Keuangan lainnya, Jakarta: Grafika Karya Utama, 2006, h. 104 8 Kartini Muljadi, S.H., Pengertian dan Prinsip-prinsip Umum Hukum Kepailitan, Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2007, h. 27 xix Perdata, bahwa tiap-tiap ikatan memberikan sesuatu untuk berbuat sesuatu, atau untuk tidak berbuat sesuatu. Contohnya: 1. Kewajiban Debitor untuk membayar bunga dan utang pokok kepada pihak yang meminjamkan 2. Kewajiban Penjual untuk menyerahkan mobil kepada Pembeli mobil tersebut 3. Kewajiban Pembangun untuk membuat rumah dan menyerahkannya kepada Pembeli rumah. 4. Kewajiban Penjamin guarantor untuk menjamin pembayaran kembali pinjaman Debitor kepada Kreditor. Dilihat dari perspektif Kreditor, kewajiban membayar Debitor tersebut merupakan hak untuk memperoleh pembayaran sejumlah uang atau right to payment . Namun, apabila hak Kreditor itu belum muncul, maka tidaklah hak Kreditor itu dapat dikatakan utang Debitor yang dapat didaftarkan untuk pencocokan verifikasi utang-utang dalam rangka kepailitan Debitor tersebut. Apabila terjadi ketidaksepakatan mengenai adanya utang tersebut, maka adanya utang itu harus terlebih dahulu diputuskan oleh pengadilan. Bahkan pengadilan harus pula memutuskan kepastian mengenai besarnya utang itu. Utang yang dimaksudkan dalam UUK undang-undang keuangan itu adalah bukan setiap kewajiban apa pun juga dari Debitor kepada Kreditor karena adanya perikatan di antara mereka, tetapi hanya sepanjang kewajiban itu berupa kewajiban untuk membayar sejumlah uang, baik kewajiban membayar itu timbul karena perjanjian apa pun atau karena ditentukan oleh undang-undang misalnya kewajiban membayar pajak yang xx ditetapkan oleh Undang-undang Pajak, atau karena berdasarkan putusan hakim yang telah berkekuatan hukum tetap. Menyadari telah timbulnya kesimpangsiuran mengenai arti “utang” karena tidak diberikannya definisi atau pengertian menyeluruh di dalam Perpu No. 1 Tahun 1999 sebagaimana telah diundangkan dengan UU No. 4 Tahun 1998 maka dalam UU No. 4 Tahun 1998 yang baru tentang Kepailitan dan Penundaan Pembayaran Utang, telah memberikan definisi atau pengertian mengenai utang di dalam Pasal 1 angka 4 sebagai berikut: Utang adalah kewajiban yang dinyatakan atau dapat dinyatakan dalam jumlah uang baik dalam mata uang Indonesia maupun mata uang asing baik secara langsung maupun yang akan timbul di kemudian hari, yang timbul karena perjanjian atau undang-undang dan yang wajib dipenuhi oleh Debitor dan bila tidak dipenuhi memberikan hak kepada Kreditor untuk mendapat pemenuhannya dari harta kekayaan Debitor. Masalah yang dapat timbul dalam definisi ini adalah “kewajiban yang dapat dinyatakan dalam jumlah uang”, hal ini menunjuk pada sesuatu yang belum pasti nilainya. Apakah kurator diberi wewenang untuk menilai, baik dengan persetujuan atau tampa persetujuan Hakim Pengawas, apakah berdasarkan kesepakatan antara Kreditor yang bersangkutan dengan Debitor atau Kurator. 9 Hal ini dapat menimbulkan kecurigaan akan permainan-permainan yang tidak fair. 9 Ibid, h. 107 xxi

2. Utang dalam Pengertian Fiqh