Tinjauan Fiqh Siyasah terhadap Utang Luar Negeri

xxv Artinya: ”Dari Ibnu Mas’ud:”Sesungguhnya Nabi saw. bersabda: Seorang muslim yang mempiutangi seorang muslim dua kali, seolah-olah ia telah bersedekah kepadanya satu kali” .HR. Ibnu Majah Dalam Utang Piutang Harus Sesuai Rukun yang Ada: 12 a. Ada yang berhutang peminjam piutang debitor b. Ada yang memberi hutang kreditor c. Ada ucapan kesepakatan atau ijab qabul qobul d. Ada barang atau uang yang akan dihutangkan Utang piutang dapat memberikan banyak manfaat kepada kedua belah pihak. Utang piutang merupakan perbuatan saling tolong menolong antara umat manusia yang sangat dianjurkan oleh Allah SWT selama tolong-menolong dalam kebajikan. Utang piutang dapat mengurangi kesulitan orang lain yang sedang dirudung masalah serta dapat memperkuat tali persaudaraan kedua belah pihak.

3. Tinjauan Fiqh Siyasah terhadap Utang Luar Negeri

Jika di telaah lebih mendalam ada beberapa hal yang menjadikan utang Luar negeri menjadi bathil. Pertama Utang luar negeri tidak dapat dilepaskan dari bunga riba. 13 Padahal Islam dengan tegas telah mengharamkan riba itu. Riba adalah dosa besar yang wajib dijauhi oleh kaum muslimin dengan sejauh-jauhnya. Allah SWT berfirman : 12 H. sulaiman Rasjid, Fiqh Islam, h, 307 13 Yusuf Al-Qardhawi, Bunga Bank Haram, Penerjemah Setiawan Budi Utomo, Jakarta: AKBAR Media, Eka Sarana, 2001, h. 27-28 xxvi \ L VBC pGg qG2C rs L oFi 2C Dan Allah telah menghalalkan jual-beli dan mengharamkan riba…” Qs. al-Baqarah [2]: 275 . Rasulullah Saw bersabda: Riba itu mempunyai 73 macam dosa. Sedangkan dosa yang paling ringan dari macam-macam riba tersebut adalah seperti seseorang yang menikahi menzinai ibu kandungnya sendiri…” 14 HR. Ibnu Majah. Kedua, terdapat unsur Riba Qaradl, yaitu adanya pinjam meminjam uang dari seseorang kepada seseorang dengan syarat ada kelebihan keuntungan yang harus diberikan oleh peminjam kepada pemberi pinjaman. Riba semacam ini dilarang di dalam Islam berdasarkan hadits-hadits berikut ini; “Imam Bukhari meriwayatkan sebuah hadits dari Abu Burdah bin Musa; ia berkata, “Suatu ketika, aku mengunjungi Madinah. Lalu aku berjumpa dengan Abdullah bin Salam. Lantas orang ini berkata kepadaku: ‘Sesungguhnya engkau berada di suatu tempat yang di sana praktek riba telah merajalela. Apabila engkau memberikan pinjaman kepada seseorang lalu ia memberikan hadiah kepadamu berupa rumput kering, gandum atau makanan ternak, maka janganlah diterima. Sebab, pemberian tersebut adalah riba”. HR. Imam Bukhari 14 HR. Ibnu Majah, hadits No.2275;, dengan sanad yang shahih xxvii Juga, Imam Bukhari dalam “Kitab Tarikh”nya, meriwayatkan sebuah Hadits dari Anas ra bahwa Rasulullah SAW telah bersabda, “Bila ada yang memberikan pinjaman uang maupun barang, maka janganlah ia menerima hadiah dari yang meminjamkannya”.[HR. Imam Bukhari] Hadits di atas menunjukkan bahwa peminjam tidak boleh memberikan hadiah kepada pemberi pinjaman dalam bentuk apapun, lebih-lebih lagi jika si peminjam menetapkan adanya tambahan atas pinjamannya. Tentunya ini lebih dilarang lagi. Ketiga utang luar negeri menjadi sarana wasilah timbulnya berbagai kemudharatan, seperti terus berlangsungnya kemiskinan, bertambahnya harga-harga kebutuhan pokok dan BBM, dan sebagainya. Semua jenis sarana atau perantaraan yang dapat membawa kemudharatan dharar padahal keberadaannya telah diharamkan adalah haram. Kaidah syara’ menetapkan: “Segala perantaraan yang membawa kepada yang haram, maka ia diharamkan”.

4. Pengertian Utang Luar Negeri