2. Adat Menetap Setelah Pernikahan
Pasangan  yang  baru  menikah  akan  tinggal  dirumah  orang  tua  pihak perempuan  sampai  saatnya  mempunyai  anak  satu  atau  dua  orang.  Pihak
keluarga  perempuan  akan  memberikan  peunulang  pemberian  setelah dipisahkan, yaitu berbentuk rumah atau sepetak tanah sawah sesuai dengan
kemampuan  orang  tua  pihak  perempuan.  Pasangan  yang  telah  menikah tersebut  juga  akan  tinggal  dirumah  orang  tua  pihak  perempuan  sampai
mereka  diberi  rumah  sendiri.  Selama  masih  bersama-sama  tinggal  dengan mertua,  maka  suami  tidak  mempunyai  tanggung  jawab  terhadap  rumah
tangga dan yang bertanggung jawab adalah mertua ayah perempuan.
3. Warisan
Dalam  masyarakat  Aceh  pembagian  warisan  dibagi  sesuai  hukum agama  Islam.  Namun  biasanya,  rumah  diberikan  kepada  anak  perempuan
apabila  sebelumnya  anak  perempuan  dan  suaminya  yang  telah  menikah tinggal  bersama  kedua  orang  tua  perempuan  tersebut  Sufi,  2004.
Syamsuddin  2004  juga  menyebutkan  bahwa  anak  perempuan  lebih diutamakan  memperoleh  rumah,  sehingga  rumah  tidak  menjadi  tanggung
jawab suaminya.
4. Jinamee
Menurut  bahasa  Jinameeberasal  dari  kata  jame  yang  berarti  tamu. Jinameeberarti  pemberian  kepada  kepada  calon  istri  atau  tuan  rumah
sebagai  hadiah  pernikahan  Ismail    Daud,  2012.  Lebih  lanjut  Rizal 2013 menjelaskan bahwa jinamee adalah sesuatu hak yang diterima oleh
dara baro calon pengantin wanita, dan kewajiban bagi linto baro calon mempelai laki-laki. Jinamee ini sama artinya dengan mahar.
Jinameedi  Aceh  disimbolkan  dalam  bentuk  emas  karena  menurut masyarakat Aceh emas merupakan simbol dari kemewahan dan kekayaan.
Jinamee  ini  tidak  termasuk  dalam  seserahan  atau  hantaran  lainnya  yang berupa  keperluan  hidup  sehari-hari  si  wanita,  seperti  makanan,  pakaian,
sepatu, tas, kosmetika, dan sebagainya. Rizal 2013 menyebutkan bahwa jinamee  merupakan  salah  satu  elemen  penting  dalam  masyarakat  Aceh
dimana  agama  dan  adat  berperan  didalamnya.  Dalam  tradisi  masyarakat Aceh, tinggi rendahnya jumlah jinamee sangat dipengaruhi oleh beberapa
faktor, yaitu: a.  Faktor  keturunan,  bagi  masyarakat  Aceh  keturunan  merupakan  suatu
hal  yang penting dalam  menentukan tinggi  rendahnya jumlah  jinamee. Keturunan  yang  ada  di  Aceh  dapat  dilihat  dalam  beberapa  bentuk,
yaitu;  keturunan  bangsawan  seperti;  Tuanku,  Cut,  dan  Ampon,  dan keturunan  yang  masih  dianggap  berhubungan  dengan  keluarga  Nabi
Sayed dan Syarifah. Maka dalam tradisi masyarakat Aceh mahar dari keturunan tersebut secara otomatis berbeda.
b.  Faktor  kondisi  keluarga,  keluarga  dengan  latar  belakang  yang bercukupan dan kaya maka nilai jinamee yang diperoleh akan tinggi.
c.  Status  sosial,  seorang  wanita  suku  Aceh  yang  memiliki  status  sosial yang  baik  di  masyarakat  maka  jinamee  yang  akan  didapatkannya  juga
tinggi.  Ismail  dan  Daud  2012  budayawan  Aceh  juga  menyebutkan bahwa  status  sosial  seseorang  dalam  mencari  jodoh  juga  menjadi
pertimbangan  penting  untuk  melamar  seorang  gadis.  Orangtua  dari pihak laki-laki akan memilih calon menantu yang didasarkan pada garis
keturunan  si  wanita  dan  status  sosialnya  dalam  masyarakat  yang bertujuan  untuk  mendapatkan  menantu  dari  keturunan  yang  baik.
Biasanya  wanita  yang  berasal  dari  keluarga  baik  didasarkan  pada keluarga yang taat beribadah.
d.  Faktor  pendidikan,  ketika  wanita  tersebut  memiliki  latar  belakang pendidikan yang bagus maka nilai jinamee yang akan diperolehnya juga
semakin tinggi. Faktor-faktor diatas hanya difokuskan kepada perempuan. Semakin
tinggi  faktor  yang  disebutkan  diatas,  maka  jumlah  jinamee  yang  akan diperoleh  seorang  wanita  suku  Aceh  juga  akan  semakin  tinggi.  Biasanya
jumlah jinamee ditetapkan kira-kira 50 gram sampai 100 gram emas lebih Syamsuddin, 2004.
C. SIKAP  TERHADAP  JINAMEE  TINGGI  PADA  MASYARAKAT