Valuasi Harga Wajar Saham Sektor Perbankan Yang Go Public Di BEI

(1)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS EKONOMI

MEDAN

VALUASI HARGA WAJAR SAHAM SEKTOR PERBANKAN YANG GO PUBLIC DI BEI

SKRIPSI

Diajukan Oleh :

SHERLY EMITA KHAIRI 070501056

EKONOMI PEMBANGUNAN

Guna Memenuhi Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi

Medan 2010


(2)

ABSTRAK

Investasi dalam bentuk saham memerlukan analisis valuasi saham sebelum mulai berinvestasi untuk memperkirakan berapa nilai intrinsik atau harga yang wajar untuk suatu saham berdasarkan data fundamentalnya. Penelitian ini bertujuan untuk mencari berapa besarkah nilai intrinsik dari masing-masing saham dua perusahaan yang termasuk dalam sektor perbankan dan bertujuan pula untuk mengetahui apakah saham kedua perbankan tersebut berada dalam kondisi Undervalued atau Overvalued.

Penelitian ini menggunakan objek perusahaan yang termasuk dalam sektor perbankan yang IPO dari tahun 2005-2010 di BEI. Terpilih dua bank yaitu Bank Bukopin, Tbk (BBKP) dan Bank Bumi Arta, Tbk (BNBA). Analisis data menggunakan pendekatan data pasar (Relative Valuation), yakni PER (Price Earning Ratio) dan dengan metode CAPM (Capital Asset Pricing Model).

Hasil penelitian adalah harga saham Bank Bukopin, Tbk dan Bank Bumi Arta, Tbk yang divaluasi dengan model CAPM (Capital Asset Pricing Model) dinilai tidak wajar atau overvalued (mahal). Sedangkan harga saham Bank Bukopin, Tbk dan Bank Bumi Arta, Tbk yang divaluasi dengan model P/E Ratio dinilai wajar atau undervalued (murah).

Kata Kunci : Harga Wajar Saham, Harga Pasar Saham, Price Earning Ratio, Capital Asset Pricing Model.


(3)

ABSTRACT

Investment on stock needs analyisis about valuation of stocks to calculate the intrinsic value of each stocks based on the its fundamental data. The aim of this research is to calculate the intrinsic stock prices of the two company which included in financial sectors and to see whether the stocks of the companies is in the undervalued or overvalued conditions.

This research takes samples of financial sectors which are got IPO in BEI from 2005 to 2010. As the samples, it is chosen two banks, namely Bank Bukopin, Tbk and Bank Bumi Arta, Tbk. The analysis is using the Relative Valuation approach and the CAPM (Capital Asset Pricing Model) method.

The testing result shows that stock prices of Bank Bukopin, Tbk and Bank Bumi Arta, Tbk using CAPM method is valuated as overvalued stocks. The result also shows that stock prices of Bank Bukopin, Tbk and Bank Bumi Arta, Tbk using P/E Ratio is valuated as undervalued stocks.

Keywords : Intrinsic Stock Prices, Market Stock Prices, Price Earning Ratio, Capital Asset Pricing Model.


(4)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis persembahkan kehadirat Allah SWT yang telah menganugerahkan petunjuk serta kesehatan kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini dalam rangka memenuhi persyaratan untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Universitas Sumatera Utara(USU).

Penulis menyadari bahwa skripsi ini tidak akan dapat terlaksana tanpa bantuan dan dukungan dari berbagai pihak. Untuk itu, pada kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Keluarga penulis yang tercinta dan tersayang, khususnya orang tua penulis, Zulkhairi,S.E. dan Demna Sari br. Ginting selaku sumber kehidupan penulis, pembimbing utama penulis, pendidik penulis yang memiliki peran yang sangat penting dan tak terhingga dalam kehidupan penulis sehingga rasanya ucapan terima kasih ini tidaklah cukup untuk menggambarkan wujud penghargaan penulis. Juga kepada kakak penulis, Elvianna Khairi, Amd, serta adik penulis, Rizky Ananda Khairi, atas dukungan dan perhatiannya selama ini.

2. Bapak Drs. John Tafbu Ritonga, M.Ec selaku Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara (USU).

3. Bapak Wahyu Ario Pratomo, M.Ec selaku Ketua Departemen Ekonomi Pembangunan Universitas Sumatera Utara dan selaku dosen pembimbing yang telah memberikan waktu luang, pikiran, dan tenaga dalam membantu penulisan skripsi ini.


(5)

4. Bapak Paidi Hidayat, M.Si dan Ibu Inggrita Gusti Sari Nasution, M.Si selaku dosen pembanding yang telah memberikan petunjuk dan saran hingga terselesainya skripsi ini.

5. Keluarga besar Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara (USU) yang telah membantu penulis selama kuliah.

6. Rekan-rekan mahasiswa Jurusan Ekonomi Pembangunan Universitas Sumatera Utara (USU), stambuk 2007, khususnya Machmud Sofyan, Wahyu Parinduri, Indra Syahputra, Riki Rinaldi, Ade Wira Isnandar, M. Ikhsan, Hafizal Azhar, Dedi Syahputra, Riris Uli, Candra Haris, Maria Agnes, Antonius Simbolon, An An, Yan Frianta. FORZA EP’07…..

7. Serta semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu, yang telah memberikan dukungan dan bantuan, baik moril maupun materiil hingga selesainya skripsi ini.

Penulis mengharapkan semoga skripsi ini dapat menjadi setitik sumbangan pemikiran dalam analisis investasi untuk mencapai keberhasilan di masa depan serta dapat memberikan sedikit arti dan tambahan informasi bagi yang membutuhkan.


(6)

Akhir kata, penulis mohn maaf apabila dalam tugas akhir ini masih banyak kekurangan dan kesalahan dalam penulisan kata-kata.

Medan, Desember 2010 Hormat Penulis,

N I M : 0 7 0 5 0 1 0 5 6 (SHERLY EMITA KHAIRI)


(7)

D A F T A R I S I

Halaman

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GAMBAR ... x

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Perumusan Masalah ... 12

C. Tujuan Penelitian ... 12

D. Manfaat Penelitian ... 13

BAB II URAIAN TEORITIS A. Teori Portofolio ... 14

B. Saham ... 25

C. Valuasi Harga Wajar Saham ... 34

D. Capital asset pricing model (CAPM) ... 43

E. Beta (β) ... 46

F. Berinvestasi di Pasar Saham ... 50


(8)

BAB III METODE PENELITIAN

A. Ruang Lingkup Penelitian ... 56

B. Jenis dan Sumber Data ... 56

C. Populasi dan Populasi Sasaran ... 57

D. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 58

E. Model Analisis Data ... 58

F. Definisi Operasional ... 61

BAB IV ANALISA PEMBAHASAN A. Sejarah Pasar Modal Indonesia ... 63

B. Gambaran Umum Masing-Masing Perusahaan Perbankan ... 68

C. Analisis Deskriptif ... 74

D. Valuasi Harga Wajar Saham Bank Bukopin, Tbk ... 88

E. Valuasi Harga Wajar Saham Bank Bumi Arta, Tbk ... 93

F. Perbandingan Harga Wajar P/E Ratio dengan Harga Wajar CAPM .... 98

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 101

B. Saran ... 102

DAFTAR PUSTAKA


(9)

D A F T A R T A B E L

Halaman

Tabel 1.1 Pernyataan Dividen Bank Bukopin, Tbk dan Bank Bumi Arta, Tbk ... 9

Tabel 3.1 Proses pemilihan Target Populasi ... 56

Tabel 4.1 Volatilitas Return Pasar dan Return SahamBBKP Tahun 2006 – 2010 .. 75

Tabel 4.2 Beta (β) Bank Bukopin,Tbk Tahun 2006 ... 77

Tabel 4.3 Beta (β) Bank Bukopin,Tbk Tahun 2007 ... 78

Tabel 4.4 Beta (β) Bank Bukopin, Tbk Tahun 2008 ... 79

Tabel 4.5 Beta (β) Bank Bukopin, Tbk Tahun 2009 ... 80

Tabel 4.6 Nilai E(Rm) Tahun 2006-2009 ... 81

Tabel 4.7 Nilai Required Rate of Return (k) Saham BBKP Tahun 2006-2009 ... 82

Tabel 4.8 Volatilitas Return Pasar dan Return Saham BNBA Tahun 2006-2009 ... 83

Tabel 4.9 Beta (β) Bank Bumi Arta ,Tbk Tahun 2006 ... 84

Tabel 4.10 Beta (β) Bank Bumi Arta ,Tbk Tahun 2007 ... 85

Tabel 4.11 Beta (β) Bank Bumi Arta ,Tbk Tahun 2008 ... 86

Tabel 4.12 Beta (β) Bank Bumi Arta ,Tbk Tahun 2009 ... 87

Tabel 4.13 Nilai Required Rate of Return (k) Saham BNBA Tahun 2006-2009 ... 88


(10)

Tabel 4.15 Proyeksi EPS (E0) Bank Bukopin, Tbk Tahun 2006-2009 ... 89

Tabel 4.16 Perbandingan Harga Wajar dengan Harga Pasar Saham BBKP ... 91

Tabel 4.17 Nilai Dividen berdasarkan Tingkat Pertumbuhan Dividen BBKP ... 92

Tabel 4.18 Harga Wajar Saham Berdasarkan CAPM BBKP Tahun 2006-2009 ... 92

Tabel 4.19 Perbandingan Harga Wajar dengan Harga Pasar Saham BBKP ... 93

Tabel 4.20 Tingkat Pertumbuhan Dividen dengan P/E Ratio BNBA ... 94

Tabel 4.21 Proyeksi EPS (E0) Bank Bumi Arta, Tbk Tahun 2006-2009 ... 95

Tabel 4.22 Perbandingan Harga Wajar dengan Harga Pasar Saham BNBA ... 96

Tabel 4.23 Nilai Dividen berdasarkan Tingkat Pertumbuhan Dividen BNBA ... 97

Tabel 4.24 Harga Wajar Saham Berdasarkan CAPM BNBA Tahun 2006-2009 ... 97

Tabel 4.25 Perbandingan Harga Wajar dengan Harga Pasar Saham BNBA ... 98

Tabel 4.26 Perbandingan Harga Wajar dengan Harga Pasar Saham BBKP ... 99


(11)

D A F T A R G A M B A R

Halaman


(12)

ABSTRAK

Investasi dalam bentuk saham memerlukan analisis valuasi saham sebelum mulai berinvestasi untuk memperkirakan berapa nilai intrinsik atau harga yang wajar untuk suatu saham berdasarkan data fundamentalnya. Penelitian ini bertujuan untuk mencari berapa besarkah nilai intrinsik dari masing-masing saham dua perusahaan yang termasuk dalam sektor perbankan dan bertujuan pula untuk mengetahui apakah saham kedua perbankan tersebut berada dalam kondisi Undervalued atau Overvalued.

Penelitian ini menggunakan objek perusahaan yang termasuk dalam sektor perbankan yang IPO dari tahun 2005-2010 di BEI. Terpilih dua bank yaitu Bank Bukopin, Tbk (BBKP) dan Bank Bumi Arta, Tbk (BNBA). Analisis data menggunakan pendekatan data pasar (Relative Valuation), yakni PER (Price Earning Ratio) dan dengan metode CAPM (Capital Asset Pricing Model).

Hasil penelitian adalah harga saham Bank Bukopin, Tbk dan Bank Bumi Arta, Tbk yang divaluasi dengan model CAPM (Capital Asset Pricing Model) dinilai tidak wajar atau overvalued (mahal). Sedangkan harga saham Bank Bukopin, Tbk dan Bank Bumi Arta, Tbk yang divaluasi dengan model P/E Ratio dinilai wajar atau undervalued (murah).

Kata Kunci : Harga Wajar Saham, Harga Pasar Saham, Price Earning Ratio, Capital Asset Pricing Model.


(13)

ABSTRACT

Investment on stock needs analyisis about valuation of stocks to calculate the intrinsic value of each stocks based on the its fundamental data. The aim of this research is to calculate the intrinsic stock prices of the two company which included in financial sectors and to see whether the stocks of the companies is in the undervalued or overvalued conditions.

This research takes samples of financial sectors which are got IPO in BEI from 2005 to 2010. As the samples, it is chosen two banks, namely Bank Bukopin, Tbk and Bank Bumi Arta, Tbk. The analysis is using the Relative Valuation approach and the CAPM (Capital Asset Pricing Model) method.

The testing result shows that stock prices of Bank Bukopin, Tbk and Bank Bumi Arta, Tbk using CAPM method is valuated as overvalued stocks. The result also shows that stock prices of Bank Bukopin, Tbk and Bank Bumi Arta, Tbk using P/E Ratio is valuated as undervalued stocks.

Keywords : Intrinsic Stock Prices, Market Stock Prices, Price Earning Ratio, Capital Asset Pricing Model.


(14)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Investasi dapat diartikan sebagai suatu komitmen penempatan dana pada satu atau beberapa objek investasi dengan harapan akan mendapatkan keuntungan di masa mendatang. Berinvestasi merupakan suatu proses menabung yang berorientasi pada tujuan tertentu dan bagaimana mencapai tujuan tersebut. Jadi, menabung dan berinvestasi merupakan dua hal yang berbeda.

Pada umumnya, menabung dan investasi seringkali dianggap sama. Hal mendasar yang membedakan berinvestasi dengan menabung adalah adanya kejelasan tujuan atau kebutuhan atau tujuan secara spesifik, seberapa besar dana yang akan dibutuhkan untuk tujuan yang dimaksud, kapan kebutuhan itu diperlukan dan berapa lam jangka waktu untuk mencapai tujuan tersebut, pilihan investasi yang tersedia, dan strategi mencapai tujuan tersebut.

Terdapat dua macam jenis investasi, yakni investasi riil dan investasi financial. Investasi riil secara umum melibatkan aset nyata, seperti tanah, mesin-mesin, pabrik, dan lain-lain. Investasi finansial melibatkan kontrak-kontrak tertulis, seperti saham biasa, obligasi, dan lain-lain. Pada perekonomian primitif, hampir semua investasi


(15)

merupakan investasi riil, sedangkan di perekonomian modern, lebih banyak dilakukan investasi finansial. Lembaga-lembaga untuk investasi finansial yang berkembang pesat member fasilitas untuk investasi riil. Jadi, kedua bentuk investasi tersebut bersifat komplementer, bukan kompetitif.

Investasi yang banyak diperdagangkan di pasar modal dan banyak diminati oleh para investor lokal maupun investor asing, salah satunya adalah dalam bentuk saham perusahaan yang telah go public, terutama saham biasa (common stocks). Saham adalah tanda penyertaan atau kepemilikan seseorang atau badan dalam suatu perusahaan atau perseroan terbatas.

Setiap investor yang melakukan investasi saham memiliki tujuan yang sama, yaitu mendapatkan capital gain, yaitu selisih positif antara harga jual dan harga beli saham serta dividen tunai yang diterima dari emiten karena perusahaan memperoleh keuntungan. Apabila harga jual lebih rendah daripada harga beli saham, maka investor akan menderita kerugian (capital loss). Selain memiliki tujuan yang sama, investor juga memiliki tujuan investasi yang berbeda, yakni untuk mendapatkan keuntungan jangka pendek dan keuntungan jangka panjang. Investor membeli pada pagi hari dan segera menjual pada saat harga naik, yang kenaikannya melebihi biaya transaksi jual beli pada hari yang sama atau dalam beberapa hari berikutnya. Investor semacam ini lebih tepat disebut sebagai spekulator atau day trader.


(16)

Investor yang sebenarnya adalah yang membeli saham untuk jangka panjang, yaitu disimpan dan dijual setelah beberapa bulan.

Pergerakan harga dipasar saham sangat sulit untuk ditebak sehingga para pakar pasar modal mengatakan bahwa harga suatu saham, pada suatu saat telah mencerminkan segala sesuatu yang diketahui tentang saham tersebut pada saat tersebut. Ini menjelaskan bahwa pergerakan harga menjadi sulit untuk ditebak (Fahmi, 2006:14). Saham dikenal dengan karakterisik “high risk-high return” yang merupakan surat berharga yang memiliki risiko tinggi tetapi memberikan peluang keuntungan yang tinggi pula. Saham memungkinkan pemodal mendapatkan return atau keuntungan (capital gain) dalam jumlah yang besar untuk jangka waktu yang cukup singkat. Namun seiring dengan sangat fluktuatifnya harga saham, maka saham juga dapat membuat pemodal mengalami kerugian besar dalam waktu singkat, seperti halnya tidak mendapatkan dividen dan mengalami kerugian (capital loss). Emiten juga masih dihadapakan dengan potensi risiko lainnya, seperti perusahaan bankrut atau dilikuidasi, saham perusahaan dikeluarkan dari pencatatan bursa (deIPO), ataupun saham perusahaan dihentikan perdagangannya oleh otoritas bursa efek (suspending).

Markowitz (1952) memperkenalkan pertama kali sebuah teori dalam bidang investasi yang dikenal dengan teori portofolio. Teori Markowitz ini menyatakan bahwa keyakinan (beliefs) dan pemilihan


(17)

portofolio selalu mengikuti aturan “expected return dan variance returns”. Expected return merupakan tingkat pengembalian dan variance returns merupakan risiko atas instrumen investasi tersebut. Artinya, seseorang yang melakukan investasi atas dana yang dimilikinya akan memakai ukuran tingkat pengembalian yang dihasilkan dan risiko atas investasi tersebut.

Berinvestasi di pasar modal memerlukan pengetahuan yang cukup, pengalaman, serta naluri bisnis untuk menganalisis efek-efek mana yang akan dibeli, mana yang akan dijual, dan mana yang akan tetap dimiliki. Investor harus berhati-hati dalam pembuatan keputusan investasi dengan memahami informasi yang berhubungan dengan perusahaan yang menerbitkan saham sehingga dengan informasi tersebut investor dapat melakukan berbagai analisis. Analisis tersebut berguna untuk menilai saham-saham yang akan dipilih dan untuk mengetahui tingkat return yang diharapkan dalam menentukan strategi investasi yang akan dilakukan.

Tiga jenis nilai dalam penilaian saham yaitu: nilai buku, nilai pasar dan nilai intrinsik. Nilai buku (book value) adalah kekayaan bersih perusahaan yang dilaporkan di neraca. Menurut Jogiyanto (2003: 82) nilai buku perlembar saham menunjukkan aktiva bersih (net assets) yang dimiliki oleh pemegang saham dengan memiliki satu lembar saham. Nilai pasar berbeda dengan nilai buku. Jika nilai buku merupakan nilai yang dicatat pada saat saham dijual oleh perusahaan,


(18)

maka nilai pasar adalah harga saham yang terjadi dipasar bursa pada saat tertentu yang ditentukan oleh pelaku pasar. Sedangkan nilai intrinsik adalah nilai saham yang sebenarnya atau seharusnya terjadi.

Jogiyanto (2003: 80) menyatakan bahwa mengetahui nilai pasar dan nilai intrinsik dari suatu saham dapat digunakan untuk mengetahui saham-saham mana yang murah, tepat nilainya/wajar atau yang mahal. Nilai pasar yang lebih kecil dari nilai intrinsiknya menunjukkan bahwa saham tersebut dijual dengan harga yang murah (undervalued), karena investor membayar saham tersebut lebih kecil dari yang seharusnya dia bayar. Bila nilai intrinsik saham sama dengan harga pasaran maka harga saham tersebut adalah wajar/tepat nilai (correctly valued). Sedangkan jika nilai intrinsik lebih kecil dibandingkan dengan harga pasaran maka harga ditetapkan overvalued.

Harga pasar yang lebih kecil dari nilai bukunya sudah pasti murah dan jika lebih besar maka saham tersebut termasuk mahal. Nilai buku (book value) dianggap sebagai nilai akuntansi saham sebuah perusahaan yaitu nilai asset perusahaan yang secara teoritis akan diterima oleh pemegang saham jika perusahaan tersebut dijual/dilikuidasi. Dengan kata lain, nilai buku (book value) merupakan nilai dari sebuah perusahaan jika hanya mengambil aset serta laba ditahan sebagai perhitungan.


(19)

Langkah pertama yang harus dilakukan sebelum melakukan valuasi adalah memperkirakan tingkat imbal-hasil (expected rate of return) yang ingin dicapai. Jika perkiraan tingkat imbal-hasil sudah ditetapkan, beberapa jenis instrumen investasi seperti tabungan, deposito, dan sertifikat bank indonesia akan relatif mudah divaluasi (dinilai) karena jenis investasi ini sudah menjanjikan tingkat imbal-hasil yang pasti. Sebaliknya beberapa instrumen investasi yang lain memiliki arus kas dan harga yang hanya dapat diperkirakan sebelumnya, misalnya saham biasa. Dengan demikian, kita dapat melakukan valuasi dalam penentuan harga pasar instrumen investasi apakah sudah sepadan dengan tingkat imbal-hasil yang kita harapkan.

Valuasi yang tepat terhadap nilai perusahaan yang akan dibeli sahamnya adalah hal utama yang harus dilakukan sehingga investor dapat melakukan prediksi dan perhitungan terhadap harga saham perusahaan tersebut. Investor dalam memutuskan membeli maupun menjual saham akan dipengaruhi oleh penilaiannya terhadap harga saham tersebut. Penilaian investor terhadap saham adalah untuk mengetahui apakah jumlah yang akan datang lebih besar dibandingkan biaya untuk memperolehnya.

Dalam melakukan valuasi terhadap harga wajar saham, dimana nantinya akan diestimasi menurut nilai intrinsik saham perusahaan, maka dapat digunakan beberapa pendekatan yang mengaplikasikan metode arus kas terdiskonto (discounted cash flow), yakni Dividend


(20)

Discount Model (DDM) dan pendekatan dengan metode Relative Valuation Techniques, yakni Price Earnins Ratio (P/E Ratio). Sedangkan, berdasarkan tingkat risiko nya, valuasi terhadap harga wajar saham akan diestimasi dengan metode CAPM (Capital Asset Pricing Model).

Industri perbankan adalah salah satu industri yang ikut berperan serta dalam pasar modal, disamping industri lainnya seperti industri manufaktur, pertanian, pertambangan, properti dan lain- lain. Bank merupakan suatu lembaga yang berperan sebagai perantara keuangan (financial intermediary) antara pihak- pihak yang memerlukan dana, serta sebagai lembaga yang berfungsi memperlancar lalu lintas pembayaran.

Pada dasarnya falsafah yang melandasi kegiatan usaha bank adalah kepercayaan dari nasabah. Sebagai lembaga kepercayaan, bank dalam operasinya lebih banyak menggunakan dana masyarakat dibandingkan dengan modal sendiri dari pemilik atau pemegang saham. Oleh sebab itu pengelola bank dalam melakukan usahanya dituntut untuk menjaga keseimbangan antara pemeliharaan likuiditas yang cukup dengan pencapaian rentabilitas yang wajar serta pemenuhan kebutuhan modal yang memadai sesuai dengan jenis penanamannya. Sejalan dengan perkembangan perekonomian, banyak perbankan melakukan berbagai cara untuk memenuhi kebutuhan likuiditasnya tersebut. Salah satu alternatif sumber pembiayaan bagi


(21)

bank adalah dengan menerbitkan surat-surat berharga di pasar modal, seperti saham.

Seperti yang telah dijelaskan di atas bahwa saham memiliki resiko investasi yang cukup tinggi, namun juga menjanjikan return yang besar pula. Untuk mengurangi resiko saham dibutuhkan informasi yang aktual, akurat dan transparan. Keputusan investasi dalam suatu saham harus didahului oleh suatu proses analisis terhadap variabel yang diperkirakan akan mempengaruhi harga suatu saham akibat oleh sifat saham yang sangat peka terhadap perubahan- perubahan yang terjadi, baik akibat faktor internal maupun eksternal. Faktor internal berasal dari dalam perusahaan, yakni berupa kinerja perusahaan (kinerja keuangan maupun kinerja manajemen), kondisi perusahaan, dan prospek perusahaan. Sedangkan faktor eksternal, meliputi berbagai informasi di luar perusahaan, seperti kondisi pasar uang, kondisi pasar modal (supply dan demand), politik, dan isu- isu yang beredar saat ini dapat berperan dalam jatuhnya harga suatu saham.

Investor sering dihadapkan pada pertanyaan mendasar dalam melakukan rencana investasi seperti apakah saham di pasar mencerminkan nilai sebenarnya dari perusahaan. Nilai sebenarnya dari perusahaan digambarkan oleh nilai intrinsik dan nilai buku dari saham yang merupakan nilai fundamental (fundamental value).


(22)

Analisis ini akan membandingkan antara nilai intrinsik suatu saham dengan harga pasarnya guna menentukan apakah harga pasar saham tersebut sudah mencerminkan nilai intrinsiknya atau belum dan melihat dari perbandingan tingkat risiko dari saham tersebut dibandingkan dengan tingkat return yang diharapkan. Nilai intrinsik tersebut memberikan ukuran mengenai nilai dasar dari suatu saham dan merupakan standar untuk mempertimbangkan apakah saham tersebut dinilai terlalu rendah (undervalued), wajar (fairly priced) atau dinilai terlalu tinggi (overvalued) (Brigham dan Houston, 2006:360).

Objek dari penelitian ini adalah perusahaan-perusahaan yang termasuk dalam sektor perbankan, dimana sahamnya telah diperdagangkan di Bursa Efek Indonesia (BEI) mulai dari Januari 2005 sampai Juli 2010 dan belum termasuk salah satu emiten yang terdaftar di indeks LQ 45. Setelah melakukan pengamatan, dipilih dua perusahaan yang memenuhi kriteria seperti yang telah dijelaskan yang diperdagangkan di Bursa Efek Indonesia. Kedua perusahaan/emiten tersebut adalah Bank Bukopin Tbk (BBKP) dan Bank Bumi Arta Tbk (BNBA). Berikut adalah pernyataan dividen dari kedua bank yaitu Bank Bukopin Tbk dan Bank Bumi Arta Tbk, yakni :


(23)

Tabel 1.1

Pernyataan Dividen Bank Bukopin Tbk dan Bank Bumi Arta Tbk

:

Tahun Dividen

Bank Bukopin Tbk Bank Bumi Arta Tbk

Nilai Buku (Rupiah) Perubahan Nilai Buku (%) Harga Pasar Saham (Rupiah) Perubahan Harga Pasar

Saham (%)

Dividen per Lembar (Rupiah) Perubahan dividen (%) Nilai Buku (Rupiah) Perubahan Nilai Buku (%) Harga Pasar Saham (Rupiah) Perubahan Harga Pasar

Saham (%)

Dividen per Lembar (Rupiah) Perubahan dividen (%)

2006 296,53 - 700 - 24,20 - 154,55 - 280 - 47,62 -

2007 343,96 15,99 560 (20,0) 22,41 (7,44) 160,55 3,88 270 (3,57) 3,00 (93,7)

2008 378,58 10,06 200 (64,28) 32,80 46,43 170,26 6,04 60 (77,77) 2,25 (25,0)


(24)

Dilihat dari tabel bahwa pembayaran dividen yang dilakukan kedua bank tersebut merupakan jenis pembayaran dividen tidak teratur (model pertumbuhan berganda atau supernormal). Adanya hubungan antara harga saham seharusnya (nilai intrinsik) dengan dividen per lembar, tingkat bunga diskonto atau tingkat pengembalian yang diinginkan, dan pertumbuhan dividen, yakni :

1. Hubungan antara harga saham seharusnya (nilai intrinsik) dengan dividen per lembar adalah positif, yaitu semakin besar dividen yang dibayar, semakin besar harga dari saham.

2. Hubungan antara harga saham seharusnya (nilai intrinsik) dengan pertumbuhan dividen adalah positif, yaitu semakin besar pertumbuhan dividen, semakn besar harga dari saham.

3. Hubungan antara nilai intrinsik dengan tingkat bunga diskonto adalah negatif, yaitu semakin besar tingkat bunga diskonto, semakin kecil harga dari saham.

Berdasarkan tabel 1.1 di atas, menunjukkan bagaimana perubahan dividen, nilai buku, dan nilai pasar saham kedua bank tersebut. Kenaikan maupun penurunan dividen Bank Bumi Arta, Tbk menyebabkan kenaikan maupun penurunan harga saham bank tersebut. Namun, hal ini tidak terjadi pada Bank Bukopin, Tbk karena sekalipun terjadi kenaikan dividen pada tahun 2008, yakni sebesar 46,43 persen, namun harga saham bank tersebut mengalami penurunan dari Rp. 560


(25)

dividen menjadi Rp. 19,38 di tahun 2009, harga saham bank di tahun yang sama justru meningkat menjadi Rp. 375.

Nilai buku yang ditunjukkan kedua bank juga mengalami naik turun seperti halnya harga saham. Nilai buku Bank Bukopin, Tbk terendah adalah pada tahun 200, yakni sebesar Rp. 296,53 dan tertinggi pada tahun 2007 yang sebesar Rp. 422,18. Kenaikan nilai buku tersebut tidak sepenuhnya direspon oleh harga saham Bank Bukopin, Tbk yang pada tahun 2008 justru turun sebesar 64,28 persen. Begitu juga yang dialami oleh Bank Bumi Arta, Tbk. Kenaikan atau penurunan nilai buku kedua bank tersebut tidak direspon dengan baik oleh harga pasar saham kedua bank tersebut.

Fluktuasi dividen yang dialami kedua perusahaan tersebut menggambarkan bahwa dividen yang dibayarkan Bank Bukopin, Tbk dan Bank Bumi Arta, Tbk memiliki pertumbuhan dividen yang tidak tetap dari tahun 2007-2009 artinya bahwa kedua perusahaan ini memiliki dividen dengan pertumbuhan supernormal dan jika dihubungkan dengan harga saham maka dapat dilihat fenomena yang terjadi dimana penurunan dividen tidak sepenuhnya membuat harga aktual saham juga turun. Hal ini menunjukkan adanya indikasi bahwa harga pasar dari Bank Bukopin, Tbk dan Bank Bumi Bumi Arta, Tbk tidaklah wajar.

Calon investor maupun investor tentunya sangat berkepentingan terhadap informasi penilaian kewajaran dari harga


(26)

saham yang akan maupun sudah dimilikinya sehingga dapat mengambil keputusan investasi yang tepat dalam arti yang menguntungkan. Dengan melihat perbandingan antara pergerakan dividen yang tidak sesuai dengan pergerakan harga pasar saham maka penelitian ini ingin mengkaji lebih dalam apakah harga saham pada sektor perbankan sama atau tidak dengan nilai kewajaran saham dengan mengambil judul “Valuasi Harga Wajar Saham Sektor Perbankan yang Go Public di BEI” .

B. Perumusan masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka dalam penyusunan penelitian ini penulis terlebih dahulu merumuskan masalah yang nantinya dijadikan sebagai dasar kajian penelitian yang dilakukan, yakni :

1. Berapakah nilai intrinsik saham Bank Bukopin, Tbk dan Bank Bumi Arta, Tbk yang dihitung dengan Price Earning Ratio Model (P/E Ratio) dan Capital Asset Pricing Model (CAPM) ?

2. Apakah harga saham Bank Bukopin, Tbk dan Bank Bumi Arta, Tbk mengalami overvalued atau undervalued jika dibandingkan dengan nilai intrinsik sahamnya?

C. Tujuan Penelitian


(27)

1. Untuk mengetahui berapa nilai wajar (intrinsik) saham Bank Bukopin, Tbk dan Bank Bumi Arta, Tbk jika dihitung dengan P/E Ratio, dan CAPM.

2. Untuk mengetahui apakah saham Bank Bukopin, Tbk dan Bank Bumi Arta, Tbk tersebut mengalami Undervalued atau Overvalued dari nilai intrinsik yang diperoleh jika dibandingkan dengan harga pasar saham.

D. Manfaat penelitian

Adapun yang menjadi manfaat penelitian ini, adalah :

1. Sebagai tambahan referensi bagi investor dan calon investor dalam menetukan nilai wajar saham yang tepat, sehingga dapat mendapatkan capital gain yang maksimal.

2. Sebagai tambahan wawasan ilmiah dan ilmu pengetahuan penulis dalam memahami pasar modal, terutama mengenai valuasi harga wajar saham.

3. Sebagai pelengkap, penambah, dan pembanding hasil-hasil penelitian yang telah ada, sehingga menambah referensi sebagai rekomendasi bagi penelitian selanjutnya mengenai topik yang sama.

4. Sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.


(28)

BAB II

URAIAN TEORITIS

A. Teori Portofolio

Teori portofolio merupakan teori yang berhubungan mengenai pengembalian portofolio yang diharapkan dan tingkat risiko portofolio yang dapat diterima, serta menunjukkan cara pembentukan portofolio yang optimal. Teori portofolio ini saling berkaitan dengan teori pasar modal yang berdasar pada pengaruh keputusan investor terhadap harga sekuritas serta menunjukkan hubungan yang seharusnya terjadi antara pengembalian dan risiko sekuritas jika investor membentuk portofolio yang sesuai dengan teori portofolio.

Tingkat pengembalian yang diharapkan (expected return) adalah return yang yang diharapkan akan diperoleh oleh investor di masa mendatang dan sifatnya belum terjadi. Dengan adanya ketidakpastian (uncertainty) tersebut, berarti investor akan memperoleh return di masa mendatang yang belum diketahui persis nilainya. Return ekspektasi dan tingkat risiko mempunyai hubungan yang positif. Semakin besar risiko suatu sekuritas, semakin besar return yang diharapkan, dan sebaliknya.

Konsep dari risiko portofolio pertama kali diperkenalkan oleh Harry M. Markowitz pada tahun 1950-an. Kemudian dia memenangkan hadiah nobel di bidang ekonomi di tahun 1990 untuk hasil karyanya tersebut. Markowitz


(29)

menunjukkan bahwa secara umum risiko mungkin dapat dikurangi dengan menggabungkan beberapa sekuritas tunggal ke dalam bentuk portofolio.

Salah satu pengukur risiko adalah deviasi standar atau varian yang merupakan kuadrat dari deviasi standar. Risiko yang diukur dengan ukuran ini mengukur risiko dari seberapa besar nilai tiap-tiap item menyimpang dari rata-ratanya. Risiko portofolio juga dapat diukur dengan besarnya deviasi standar atau varian dari nilai return-return sekuritas tunggal di dalamnya. Dengan demikian, varian return portofolio yang merupakan risiko portofolio dapat dituliskan sebagai berikut :

Jika return portofolio (Rp) yang ada di atas dan return porotfolio ekspektasi disubstitusikan, maka menjadi persamaan :

Var(Rp) = E[(a. Ra + b. Rb) – E(a. Ra + b. Rb)]2

= E[a. Ra + b. Rb – E(a. Ra) – E(b. Rb)]2

= E[a. Ra – a. E(Ra)) + (b. Rb – b. E(Rb))]2

= E[(a. (Ra – E(Ra)) + (b. (Rb – E(Rb))]2

= E[(a2. (Ra – E(Ra))2 + (b2. (Rb - E(Rb))2 + 2.a.b. (Ra – E(Ra)). (Rb – E(Rb))]


(30)

= a2. E[Ra – E(Ra))]2 + b2. E[Rb – E(Rb)2 + 2.a.b. E(Ra – E(Ra)). (Rb – E(Rb))]

maka,

Var(Rp) = σp2

= a2. Var(Ra) + b2. Var(Rb) + 2.a.b. (Cov(Ra,Rb)

Kovarian antara return saham A dan B yang ditulis sebagai Cov(Ra, Rb) atau σRa,Rb, menunjukkan hubungan arah pergerakan dari nilai-nilai return sekuritas A dan B. Nilai kovarian positif menunjukkan nilai-nilai dari dua variabel bergerak kea rah yang sama, yaitu jika satu meningkat, yang lainnya juga meningkat atau jika satu menurun, yang lainnya juga menurun. Nilai kovarian yang negatif menunjukkan nilai-nilai dari dua variabel bergerak kea rah yang berlawanan, yaitu jika satu meningkat, maka yang lainnya menurun, dan sebaliknya. Kovarian yang didasarkan pada return-return ekspektasi dari sekuritas A dan B dapat dihitung dengan rumus :

Cov(Ra,Rb) = σRa,Rb =

dimana :

Cov(Ra,Rb) = kovarian return saham antara saham A dan saham B

Rai = return masa depan antara saham A kondisi ke-i


(31)

E(Ra) = return ekspektasi saham A

E(Rb) = return ekspektasi saham B

ρi = probabilitas terjadinya masa depan untuk kondisi ke-i

n = jumlah dari kondisi masa depan (i = 1,2,…n)

Konsep dari kovarian dapat dinyatakan dalam bentuk korelasi. Koefisien korelasi menunjukkan besarnya hubungan pergerakan antara dua variabel relative terhadap masing-masing deviasinya. Dengan demikian, nilai koefisien korelasi antara variabel A dan variabel B (rab = ρab) dapat dihitung dengan membagi nilai kovarian dengan deviasi variabel-variabelnya.

Persyaratan utama untuk dapat mengurangi risiko di dalam portofolio adalah return untuk masing-masing sekuritas tidak berkorelasi secara positif dan sempurna. Nilai dari koefisien korelasi berkisar dari +1 sampai dengan -1. Nilai koefisien korelasi +1 menunjukkan korelasi positif sempurna, nilai koefisien korelasi 0 menunjukkan tidak ada korelasi dan nilai koefisien korelasi -1 menunjukkan korelasi negatif sempurna.

Jika dua buah aktiva memiliki return dengan koefisien korelasi +1 (positif sempurna), maka semua risikonya tidak dapat didiversifikasi atau risiko portofolio tidak akan berubah sama dengan risiko aktiva individualnya. Jika dua buah aktiva memiliki return dengan koefisien korelasi -1 (negative sempurna), maka semua risikonya dapat didiversifikasi atau risiko portofolio akan sama dengan nol. Jika


(32)

koefisiennya di antara +1 dan -1, maka akan terjadi penurunan risiko di portofolio, tetapi tidak menghilangkan semua risikonya.

Bagian dari risiko sekuritas yang dapat dihilangkan dengan membentuk portofolio yang well-diversified disebut dengan risiko yang dapat didiversifikasikan (diversifiable risk) atau risiko perusahaan (company risk) atau risiko spesifik (specific risk) atau risiko unik (unique risk) atau risiko yang tidak sistematik (unsystematic risk). Karena risiko ini unik untuk suatu perusahaan, yaitu hal buruk terjadi di suatu perusahaan dapat diimbangi dengan hal baik yang terjadi di perusahaan lain, maka risiko ini dapat didiversifikasi di dalam portofolio. Contoh dari risiko ini adalah pemogokan bruh, tuntutan pihak lain, dan sebagainya.

Sebaliknya, risiko yang tidak dapat didiversifikasikan oleh portofolio disebut dengan non-diversifiable risk atau risiko pasar (marke risk) atu risiko umum (general risk) atau risiko sistematik (systematic risk). Risiko ini terjadi karena kejadian-kejadian di luar kegiatn perusahaan, seperti inflasi, resesi, dan lain sebagainya.

1. Diversifikasi

Telah diketahui bahwa risiko yang dapat didiversifikasikan adalah risiko yang tidak sistemik atau risiko spesifik. Diversifikasi ini sangat penting untuk investor, karena dapat meminimumkan risiko tanpa harus mengurangi return yang diterima. Investor dapat melakukan diversifikasi dengan beberapa


(33)

membentuk portofolio secara random atau diversifikasi denagn metode Markowitz.

1.1Diversifikasi dengan Banyak Aktiva

Asumsi yang digunakan di sini adalah bahwa tingkat hasil (rate of return) untuk masing-masing sekuritas secara statistik adalah independen. Ini berarti bahwa rate of return untuk satu sekuritas tidak terpengaruhi oleh rate of return sekuritas lainnya. Dengan asumsi ini, deviasi standar yang mewakili risiko dari portofolio dapat dituliskan sebagai :

Dari rumus di atas, terlihat bahwa risiko dari portofolio akan menurun cepat dengan semakin besarnya jumlah sekuritas (n). Semakin banyak sekuritas yang dimasukkan ke portofolio, semakin kecil risiko portofolionya. Kenyataannya, asumsi rate of return yang independen untuk masing-masing sekuritas adalah kurang realistis, karena umunya return sekuritas berkorelasi satu dengan lainnya.

1.2Diversifikasi Secara Random

Diversifikasi secara random merupakan pembentukan portofolio dengan memilih sekuritas-sekuritas secara acak tanpa memperhatikan karakteristik dari


(34)

investasi yang relevan misalnya return dari sekuritas itu sendiri. Investor hanya memilih sekuritas secara acak.

Efek dari pemilihan sekuritas sekuritas secara acak terhadap risiko portofolio diteliti oleh Fama (1976). Deviasi standar masing-masing sekuritas dihitung menggunakan data return bulanan dari bulan Juli 1963 sampai dengan Juni 1968. Sekuritas pertama yang dipilih secara acak mempunyai deviasi standar 11%. Kemudian sekuritas kedua juga dipilih secara acak dan dimasukkan ke dalam portofolio dengan proporsi yang sama. Deviasi standar portofolio turun menjadi sekitar 7,2%. Langkah-langkah yang sama dilakukan sampai dengan 50 sekuritas. Penurunan risiko portofolio terjadi dengan cepat sampai dengan sekuritas ke 10 hingga ke 15. Setelah sekuritas ke 15, penurunan risiko portofoliomenjadi lambat. Hal ini menunjukkan bahwa keuntungan diversifikasi dapat dicapai hanya dengan sekuritas yang tidak terlalu banyak, yaitu hanya kurang dari 15 sekuritas sudah dapat mencapai diversifikasi.

1.3Diversifikasi Secara Markowitz

Sebelumnya telah ditunjukkan bahwa dengan menggunakan metode dari Markowitz, sekuritas-sekuritas yang mempunyai korelasi lebih kecil dari 1 akan menurunkan risiko portofolio. Dengan kata lain, saat melakukan diversifikasi, dianjurkan untuk menghindari saham-saham yang berkorelasi positif, atau pilihlah saham yang berkorelasi negative. Semakin banyak sekuritas yang dimasukkan dalam porofolio, semakin kecil risiko portofolio.


(35)

(pabrik ban) juga berkorelasi positif karena ketiga jenis saham ini termasuk dalam satu sektor, yakni sektor otomotif. Jadi, jika sudah memiliki saham semen, jangan memiliki saham property, dan jika sudah memiliki saham Asttra Internasional jangan memiliki saham Astra Otopart, dan seterusnya.

Kebaikan dari korelasi positif adalah apabila sekuritas dalam portofolio sedang naik harganya, maka keuntungang akan menjadi sangat besar. Sementara keburukannya adalah jika harga sedang turun, kerugian yang besar akan dialami. Kebaikan dari memiliki sekuritas yang berkorelasi negatif adalah bila yang satu merugi sementara yang lain untung, maka kita tidak mengalami kerugian total.

2. Pemilihan Portofolio

Di dalam membentuk suatu portofolio, terdapat permasalahan yakni terdapat banyak sekali kemungkinan portofolio yang dapat dibentuk dari kombinasi aktiva berisiko yang tersedia di pasar. Kombinasi ini dapat mencapai jumlah yang tidak terbatas. Belum lagi kombinasi ini juga memasukkan aktiva bebas risiko di dalm pembentukan portofolio. Jika terdapat kemungkinan portofolio yang jumlahnya tidak terbatas, maka akan timbul pertanyaan mana yang akan dipilih oleh investor. Jika investor adalah rasional, maka mereka akan memilih portofolio yang optimal. Portofolio optimal dapat ditentukan dengan menggunakan model Markowitz atau model indeks tunggal. Untuk menentukan portofolio yang optimal dengan model-model ini, yang pertama kali dibutuhkan adalah menentukan portofolio yang efisien. Untuk model-model ini, semua portofolio yang optimal adalah portofolio yang efisien. Karena tiap-tiap investor memiliki kurva berbeda, portofolio akan berbeda untuk masing-masing investor.


(36)

Investor yang lebih menyukai risiko akan memilih portofolio dengan return yang tinggi dengan membayar risiko yang juga lebih tinggi dibandingkan dengan investor yang kurang menyukai risiko. Jika aktiva tidak berisiko, seperti SBI, dipertimbangkan, maka aktiva ini dapat merubah portofolio optimal yang mungkin sudah dipilih oleh investor.

Portofolio yang efisien didefinisikan sebagai portofolio yang memberikan return ekspektasi terbesar dengan risiko yang sudah tertentu atau memberikan risiko terkecil dengan return ekspektasi yang sudah tertentu. Portofolio yang efisien ini dapat ditentukan dengan memilih tingkat return ekspektasi tertentu dan kemudian meminimumkan risikonya atau menentukan tingkat risiko yang tertentu kemudian memaksimumkan return ekspektasinya. Investor yang rasional akan memilih portofolio yang efisien ini karena merupakan portofolio yang dibentuk dengan mengoptimalkan satu dari dua dimensi, yaitu return ekspektasi atau risiko portofolio.

2.1Portofolio Optimal Berdasarkan Model Markowitz

Model Markowitz menggunakan asumsi-asumsi sebagai berikut :

1. Waktu yang digunakan hanya satu periode.

2. Tidak ada biaya transaksi.

3. Preferensi investor hanya didasarkan pada return ekspektasi dan risiko dari portofolio.


(37)

Asumsi bahwa preferensi investor hanya didasarkan pada return ekspektasi dan risiko dari portofolio secara implisit menganggap bahwa investor memiliki fungsi utiliti yang sama. Pada kenyataannya tiap-tiap investor mempunyai fungsi utiliti yang berbeda. Jika preferensi investor terhadap portofolio berbeda karena mereka mempunyai fungsi utiliti yang berbeda.

Demikian juga jika tersedia pinjaman dan simpanan bebas risiko, maka optimal portofolio akan dapat berbeda seandainya pinjaman dan simpanan bebas risiko ini tidak tersedia. Model Markowitz ini tidak mempertimbangkan hal ini. Jika investor hanya mempertimbangkan risiko portofolio yang terkecil tanpa mempertimbangkan simpanan dan pinjaman bebas risiko dan investor diasumsikan sebagai risk-averse individu.

2.2Portofolio Optimal Berdasarkan Model Indeks Tunggal (Single-Index Model)

Terdapat banyak model untuk pengambilan keputusan investasi sekuritas. Ketika memilih investasi sekuritas dalam bentuk saham, obliasi, Reksa dana, atau indeks pasar, investor selalu mempertimbangkan dua hal, yakni risk dan return. Untuk dapat menghitung retun, investor harus mengetahui keberadaan undervalued atau overvalued securities, dan untuk tujuan itu banyak model yang digunakan. Risk dan return analysis dari Harry Markowitz (1952) yang kemudian dikembangkan oleh Jack Treynor (1965), William Sharpe (1966), Michael Jensen (1968), dan Treynor & Black (1973) merupakan suatu cara yang objektif untuk


(38)

memprediksi harga atau return sekuritas karena didasarkan pada data riil masa sebelumnya yang kemudian dirata-ratakan dan diolah.

William Sharpe (mengembangkan model yang disebut dengan model indeks tunggal. Model ini dapat digunakan untuk menyederhanakan perhitungan di model Markowitz dengan menyediakan parameter-parameter input yang dibutuhkan di dalam perhitungan model Markowitz. Di samping itu, model ini dapat juga digunakan untuk menghitung return ekspektasi dan risiko portofolio.

Model ini didasarkan pada pengamatan bahwa harga dari suatu sekuritas berfluktuasi searah dengan indeks harga pasar. Secara khusus, dapat diamati bahwa kebanyakan saham cenderung mengalami kenaikan jika indeks harga saham naik. Kebalikannya juga benar. Hal ini menyarankan bahwa return-return dari sekuritas mungkin berkorelasi karena adanya reaksi umum (common response) terhadap perubahan-perubahan nilai pasar.

Perhitungan untuk menentukan portofolio optimal sangat dimudahkan jika hanya didasarkan pada sebuah angka yang dapat menentukan apakah suatu sekuritas dapat dimasukkan ke dalam portofolio optimal tersebut. Angka tersebut adalah rasio antara ekses return dengan Beta. Excess return didefinisikan sebagai selisih return ekspektasi dengan return aktiva bebas risiko. Excess return to Beta ini mengukur kelebihan return relative terhadap satu unit risiko yang tidak dapat didiversifikasikan yang diukur dengan Beta. Rasio ini juga menunjukkan hubungan antara dua faktor penentu investasi, yaitu return dan risiko.


(39)

dimasukkan ke dalam portofolio optimal. Dengan demikian, diperlukan sebuah titik pembata (cut-off point) yang menentukan batas nilai rasio berapa yang dikatakan tinggi.

B. Saham

1. Pengertian Saham

Saham dapat didefenisikan sebagai tanda penyertaan atau kepemilikan seorang atau badan dalam suatu perusahaan atau perseroan terbatas. Saham suatu perusahaan didaftarkan dibursa efek dengan berbagi alasan diantaranya adalah untuk ekspansi usaha, membayar utang atau membiayai kegiatan operasional perusahaan yang tidak dapat tertutupi dari pendapatan perusahaan.

Saham yang didaftarkan tersebut kemudian dibeli oleh investor untuk mendapatkan keuntungan. Keuntungan yang diberikan oleh saham adalah dividen yang dibayarkan oleh perusahaan dan capital gain yang diperoleh investor ketika menjual kembali saham tersebut.

Dividen adalah pembagian yang diberikan perusahaan penerbit saham atas keuntungan yang dihasilkan oleh perusahaan tersebut (Darmadji, 2001). Besar dividen yang dibayarkan perlembar saham ditentukan oleh Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS). Investor yang ingin mendapatkan dividen harus setidaknya memegang saham perusahaan sampai periode dimana pembayaran dividen dilakukan. Umumnya dividen adalah daya tarik perusahaan sehingga investor


(40)

berniat menahan kepemilikan saham (investor dengan orientasi jangka panjang). Dividen yang dibayarkan dapat berupa tunai atau berupa saham. Dividen tunai artinya pemegang saham diberikan dividen berupa uang tunai dalam jumlah rupiah tertentu untuk stiap lembar saham yang dimiliki. Dividen saham berarti setiap pemegang saham diberikan sejumlah saham sehingga jumlah saham yang dimiliki seorang investor akan bertambah dengan adanya pembagian dividen saham.

Capital gain merupakan selisih antara harga beli investor atas suatu saham perusahaan dengan harga jual saham dilantai bursa. Capital gain terbentuk dengan adanya aktivitas perdagangan saham dipasar sekunder. Umunya investor dengan orientasi jangka pendek mengejar keuntungan dari kepemilikan saham sebagai capital gain. Misalnya investor membeli saham dipagi hari dan kemudian menjualnya lagi di siang hari jika saham mengalami kenaikan harga.

Selain keuntungan keuntungan berupa capital gain tersebut, pemegang saham juga dimungkinkan untuk mendapatkan saham bonus. Saham bonus merupakan saham yang dibagikan perusahaan kepada para pemegang saham yang diambil dari agio saham. Agio saham adalah selisih harga jual terhadap harga nominal saham tersebut pada saat perusahaan melakukan penawaran umum di pasar perdana.

Karena dikenal dengan karakteristik high risk – high return, saham merupakan surat berharga yang memberikan peluang


(41)

keuntungan tinggi namun juga berpotensi risiko tinggi. Risiko yang dapat dihadapi pemodal dengan kepemilikan sahamnya, adalah seperti capital loss. Dalam aktivitas perdagangan saham, investor tidak selalu mendapatkan keuntungan atas saham yang dijualnya. Ada kalanya pemodal harus menjual saham dengan harga jual yang lebih rendah dari harga beli. Dengan demikian, investor mengalami capital loss. Dalam jual beli saham, terkadang untuk mengahindari potensi kerugian yang makin besar seiring dengan terus menurunnya harga saham, maka seorang investor rela menjual saham dengan harga rendah, yang disebut dengan cut loss.

Di samping risiko capital loss, seorang pemegang saham juga masih dihadapkan dengan potensi risiko seperti perusahaan bangkrut atau dilikuidasi. Bila perusahaan tersebut bangkrut, maka otomatis berdampak langsung kepada saham perusahaan tersebut. Sesuai dengan peraturan pencatatan saham di Bursa Efek Indonesia, maka jika suatu perusahaan bangkrut atau dilikuidasi, maka secara otomatis saham perusahaan tersebut akan dikeluarkan dari bursa atau di delist. Suatu saham yang didelist dari Bursa umunya memiliki kinerja yang buruk, misalnya dalam waktu tertentu tidak pernah diperdagangkan, mengalami kerugian beberapa tahun, tidak membagikan dividen secara berturut-turut selama beberapa tahun, dan berbagai kondisi lainnya sesuai dengan Peraturan Pencatatan Efek di Bursa Efek Indonesia.


(42)

Adanya risiko berupa di suspend alias dihentikannya perdagangan saham tertentu oleh otoritas Bursa juga merupakan ancaman lain bagi para investor. Bila saham tersebut telah di suspend, maka para investor tidak dapat menjual sahamnya hingga suspend dicabut. Suspend biasanya berlangsung dalam waktu singkat, misalnya satu sesi perdagangan, dua sesi perdagangan, namun dapat pula berlangsung dalam kurun waktu beberapa hari perdagangan. Hal tersebut dilakukan otoritas bursa jika misalnya suatu saham mengalami lonjakan harga yang luar biasa, suatu perusahaan dipailitkan oleh krediturnya, atau berbagai kondisi lain yang mengharuskan. Jika telah didapatkan suatu informasi yang jelas dari perusahaan tersebut, maka suspend atas saham tersebut dapat dicabut oleh bursa atau saham tersebut dapat diperdagangkan lagi seperti semula.

2. Jenis Saham

Saham yang dikenal sehari-hari adalah saham biasa (common stock) tetapi ada juga jenis saham yang lainnya. Ada beberapa sudut pandang untuk membedakan saham:

2.1Ditinjau dari segi kemampuan dalam hak tagih atau klaim:

a. Saham Biasa (common stock), yaitu saham yang menempatkan pemiliknya berada diurutan paling akhir terhadap pembagian dividen dan hak atas harga kekayaan perusahaan apabila perusahaan dilikuidasi.


(43)

b. Saham Preferen (prefered stock), yaitu saham yang memiliki karakteristik gabungan obligasi dan saham biasa, karena bisa menghasilkan pendapatan tetap (seperti bunga obligasi) tetapi bis juga tidak mendatangkan hasil seperti yang dikehendaki investor.

Saham preferen serupa dengan saham biasa karena dua hal, yaitu mewakili kepemilikan ekuitas dan diterbitkan tanpa tanggal jatuh tempo yang tertulis diatas lembaran saham tersebut dan mendapat dividen. Sedangkan persamaannya antara saham preferen dengan obligasi terletak pada tiga hal: ada klaim atas laba dan aktiva sebelumnya; dividennya tetap selama masa berlaku dari saham; memilki hak tebus dan dapat dipertukarkan (convertible) dengan saham biasa. Oleh karena saham preferen diperdagangkan berdasarkan hasil yang ditawarkan kepada investor, maka secara praktis saham preferen dipandang sebagai surat berharga dengan pendapatan tetap dan karena itu akan bersaing dengan obligasi di pasar.

2.2Dilihat dari cara peralihannya saham dapat dibedakan atas:

a. Saham Atas Unjuk (bearer stocks), artinya saham tersebut tidak tertulis nama pemiliknya, agar mudah dipindahtangankan dari satu investor ke investor lainnya. Secara hukum, siapa yang memegang saham tersebut, maka dialah yang diakui sebagai pemiliknya dan berhak untuk ikut hadir dalam RUPS.

b. Saham Atas Nama (registered stocks), yaitu saham yang ditulis dengan jelas siapa nama pemiliknya, dimana cara peralihannya harus melalui prosedur tertentu.


(44)

2.3Ditinjau dari kinerja perdagangan maka saham dapat dibedakan atas: a. Blue Chip Stocks, yaitu saham biasa dari suatu perusahaan yang memiliki reputasi tinggi sebagai leader di industri sejenis, memilki pendapatan yang stabil dan konsisten dalam membayar dividen.

b. Income Stocks, yaitu saham dari suatu emiten yang memiliki kemampuan membayar dividen yang lebih tinggi dari rata-rata yang mampu dibayarkan oleh perusahaan lain sejenis. Emiten seperti ini biasanya menciptakan pendapatan yang lebih tinggi dan secara teratur mampu membayarkan dividen tunai. Emiten ini tidak suka menekan laba dan tidak mementingkan potensi pertumbuhan harga saham.

c. Growth Stocks (well-known), yaitu saham-saham dari emiten yang memiliki pertumbuhan pendapatan yamg tinggi sebagai leader di industri sejenis yang memiliki reputasi tinggi. Selain itu terdapat juga growth stock (lesser-known), yaitu saham dari emiten yang tidak sebagai leader dalam industri namun memiliki cirri growth stocks.

d. Speculative Stocks, yaitu saham suatu perusahaan yang tidak bisa secara konsisten memperoleh penghasilan dari tahun ke tahun, akan tetapi mempunyai kemungkinan penghasilan tinggi dimasa mendatang.

e. Counter Cyclical Stocks, yaitu saham yang tidak terpengaruh oleh kondisi ekonomi makro maupun situasi bisnis secara umum. Pada saat resesi ekonomi, harga saham ini tetap tinggi, dimana emitennya mampu memberikan dividen yang tinggi sebagaimana akibat dari kemampuan emiten memperoleh


(45)

penghasilan yang tinggi pada masa resesi. Emiten seperti ini biasanya bergerak dalam produk yang sangat atau selalu dibutuhkan masyarakat seperti rokok, consumer goods. Ada juga literatur yang menyebutkan saham jenis ini dengan nama defensive stocks.

f. Cyclical Stocks, yaitu saham emitien yang mempunyai masa

kemakmuran pada masa-masa tertentu saja. Misalnya, perusahaan yang memproduksi perlengkapan sekolah akan menghasilkan penjualan penjualan pesat menjelang tahun ajaran baru dimulai perusahaan yang memproduksi perlengkapan sekolah akan kebanjiran order. Begitu juga dengan perusahaan yang memproduksi seragam sekolah.

g. Junk Stocks, yaitu saham yang diterbitkan oleh perusahaan yang tidak memiliki manajemen yang baik dan seringkali mengalami kerugian. Perusahaan seperti ini memiliki uang yang banyak dan tidak memiliki produk yang berprospek cerah. Kalaupun pernah membagikan dividen jumlahnya kecil dan seringkali dilakukan karena dipaksa akibat adanya peraturan.

3. Indeks Harga Saham

Jenis-jenis Indeks Harga Saham di Bursa Efek Indonesia:

a. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG)

Perhitungannya menggunakan semua saham yang tercatat sebagai komponen perhitungan indeks dimana satuan perubahan indeks dinyatakan dengan satuan poin.


(46)

b. Indeks Individual

Indeks individual menggunakan indeks harga masing-masing saham terhadap harga dasarnya. Perhitungan indeks ini menggunakan prinsip yang sama dengan IHSG yaitu: Harga pasar / Harga dasar x 100%

Dimana:

IHST = Indeks saham periode t

NPt = Nilai pasar pada hari ke-t

ND = Nilai Dasar

c. Indeks Harga Saham Sektoral

Indeks ini mulai diberlakukan tanggal 2 januari 1996 dari BEJ, indeks sektoral terdapat 9 sektor. Menggunakan semua saham yang termasuk dalam masing-masing sektor:

a. Sektor-sektor primer (ekslaratif)

1. Pertanian


(47)

b. Sektor-sektor sekunder (industri manufaktur)

3. Industri dasar dan kimia

4. Aneka Industri

5. Industri barang konsumen

c. Sektor-sektor tertier (jasa)

6. Properti dan real estate

7. Transportasi dan infrastruktur

8. Keuangan

9. Perdagangan, jasa dan investasi

d. Indeks LQ 45

Indeks LQ 45 yaitu indeks yang terdiri 45 saham pilihan dengan mengacu kepada 2 variabel yaitu likuiditas perdagangan dan kapitalisasi pasar. Indeks ini terdiri dari 45 saham / emiten dengan likuiditas yang tinggi, yang dipilih setelah melalui beberapa kriteria pemilihan saham. Selain penilaian atas likuiditas, seleksi atas saham tersebut juga mempertimbangkan kapitalisasi pasar.

Berikut adalah kriteria tertentu dan seleksi utama sebuah saham untuk masuk dalam LQ45:


(48)

1. Masuk dalam ranking 60 besar dari total transaksi saham di pasar regular (rata–rata nilai transaksi selama 12 bulan terakhir).

2. Ranking berdasar kapitalis pasar (rata – rata kapitalisasi pasar selama 12 bulan terakhir).

3. Telah tercatat di BEJ minimum 3 bulan.

4. Keadaan keuangan perusahaan dan prospek pertumbuhannya, frekuensi dan jumlah hari perdagangan transaksi pasar reguler.

BEJ secara rutin memantau perkembangan komponen saham yang masuk dalam perhitungan indeks LQ45. Pergantian saham akan dilakukan setiap 6 (enam) bulan sekali, yaitu pada awal bulan Februari dan awal bulan Agustus.

Indeks LQ45 dihitung mundur hingga tanggal 13 Juli 1994 sebagai Hari Dasar, dengan Nilai Dasar 100. Untuk seleksi awal digunakan data pasar Juli 1993 – Juli 1994. Hasilnya, ke 45 saham tersebut meliputi 72% total market kapitalisasi pasar dan 72,5 % dari nilai transaksi di pasar reguler.

e. Indeks Jakarta Islamic (JII)

Merupakan indeks terakhir yang dikembangkan oleh BEI, indeks ini merupakan indeks yang mengakomodasikan syariat-syariat investasi dalam islam atau indeks yang berdasarkan Syariah Islam. Dalam indeks ini terdapat 30 saham pilihan yang telah memenuhi syarat menurut Syariah Islam, sebagai tolak ukur saham-saham yang dihalalkan dalam melakukan jual beli saham.


(49)

1. Valuasi Saham Preferen

Dalam menghitung harga wajar saham preferen relatif mudah, yaitu dengan mendiskontokan (discounting) dividen ke nilai sekarang (present value) dengan required rate of return selama periode waktu yang tidak terhingga (infinite) atau selama memiliki saham preferen tersebut. Rumusnya adalah

V

p = D/k

dimana:

V

p = Nilai intrinsik (nilai wajar) saham preferen

D = Dividen tetap

k = required rate of return atau discount rate

2. Valuasi Saham Biasa

Penilaian (valuation) adalah proses penentuan proses penentuan berapa harga

yang wajar untuk suatu saham (Parahita,2008). Harga saham atau nilai saham

merupakan nilai sekarang dari aliran kas di masa mendatang. Harga saham atau nilai saham dapat ditentukan berdasarkan nilai buku (book value), nilai pasar (market value), dan nilai intrinsik (intrinsic value). Nilai buku (book value) merupakan nilai yang tertera dalam neraca yang dihitung dengan cara membagi total seluruh ekuitas atau modal sendiri dengan jumlah lembar saham yang beredar (outstanding shares). Harga pasar atau nilai pasar merupakan harga jual saham di pasar. Sedangkan nilai intrinsik atau sering disebut dengan nilai teoritis


(50)

adalah harga yang ditentukan setelah mempertimbangkan faktor-faktor mempengaruhi saham.

Tujuan utama analisis nilai intrinsik adalah untuk mengetahui harga sesungguhnya dari suatu saham pada periode tertentu dengan mempertimbangkan faktor-faktor fundamental keuangan suatu perusahaan sehingga diketahui sekuritas tersebut apakah undervalued, overvalued, atau pun wajar.

Sekuritas yang ternyata undervalued berarti pasar gagal atau tidak menemukan adanya faktor-faktor yang membenarkan harganya harus tinggi. Artinya nilai sekuritas lebih tinggi daripada harga jualnya. Segera setelah masyarakat investor menyadari situasi tersebut, misalnya karena manajemen mengumumkan EPS (earning per share) lebih tinggi dari yang diharapkan, para investor akan membeli saham dan akan memaksa harga naik.

Perseorangan atau perusahaan yang menjual saham pada waktu undervalued akan mendapat keuntungan (capital gain) tetapi investor yang menjual pada saat saham overvalued akan menderita kerugian (capital loss). Sementara investor yang sebelumnya telah memiliki saham dalam portofolionya, jika saham overvalued, maka ia akan segera melepasnya (cut loss) dan jika undervalued akan tetap mempertahankannya (hold). Adalah bijaksana untuk tidak membeli saham overvalued sebab cepat atau lambat akan terjadi koreksi pasar.

Dalam melakukan analisis dan memilih saham, terdapat dua aspek atau pendekatan yang sering digunakan, yakni aspek fundamental dan aspek teknikal. Analisis fundamental berpendapat bahwa suatu sekuritas memiliki nilai intrinsik


(51)

faktor-faktor fundamental yang berasal dari dalam perusahaan, industri maupun keadaan perekonomian makro. Analisis fundamental akan membandingkan nilai intrinsik suatu sekuritas dengan harga pasarnya guna menentukan apakah harga pasar sekuritas sudah benar- benar mencerminkan nilai intrinsiknya atau belum. Berdasarkan hasil perbandingan tersebut, maka akan ditentukan strategi investasi, apakah dibeli, dijual atau dipertahankan.

Ide dasar pendekatan ini adalah bahwa harga sekuritas akan dipengaruhi oleh kinerja perusahaan, misalnya tingkat penjualan, pertumbuhan penjualan, kebijakan dividen, Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS), manajemen, kinerja, laba usaha, dan lain-lain.

Analisis teknikal memulai analisisnya dengan (hanya) memperhatikan perubahan harga sekuritas itu sendiri dari waktu ke waktu. Para pendukung pendekatan ini berpendapat bahwa faktor-faktor fundamental dari suatu sekuritas tercemin dalam harga sekuritas.

Analisis teknikal didasarkan pada anggapan bahwa harga suatu sekuritas akan ditentukan oleh penawaran dan permintaan terhadap sekuritas tersebut. Oleh karena itu, teknik-teknik analisis dalam pendekatan ini dirancang untuk mengukur kedua aspek, yakni permintaan dan penawaran. Analisis teknikal didasarkan pada beberapa asumsi dasar, yaitu :

1. Harga sekuritas akan ditentukan oleh onteraksi antara permintaan dan penawaran sekuritas.


(52)

2. Penawaran dan permintaan sekuritas itu sendiri dipengaruhi oleh banyak faktor, baik yang rasional maupu n irrasional.

3. Perubahan harga sekuritas cenderung bergerak pada satua rah tertentu (trend).

4. Pergeseran penawaran dan permintaan sekuritas akan mempengaruhi arah perubahan harga.

5. Pola-pola tertentu yang terjadi pada masa lampau akan terulang kembali pada masa yang akan datang.

Pada hakekatnya, penilaian saham melalui analisis fundamental dapat dibedakan menjadi dua metode, yaitu pendekatan nilai sekarang (present value approach) dan pendekatan Price Earning Ratio (P/E Ratio). Pendekatan nilai sekarang menganggap bahwa harga teoritis (intrinsik) saham merupakan total nilai sekarang dari seluruh aliran kas yang akan diterima selama periode pemegangan saham (holding period). Sementara itu, penghitungan harga teoritis saham dengan pendekatan P/E Ratio dilakukan dengan menentukan harga dari setiap Rupiah pendapatan yang akan diterima.

Pendekatan nilai sekarang juga disebut dengan metode kapitalisasi laba (capitalization income method), karena melibatkan proses kapitalisasi nilai-nilai masa depam yang didiskontokan menjadi nilai sekarang. Jika investor percaya bahwa nilai dari perusahaan tergantung dari prospek perusahaan tersebut di masa mendatang dan prospek ini merupakan kemampuan perusahaan untuk menghasilkan aliran kas di masa depan, maka nilai perusahaan tersebut dapat


(53)

ditentukan dengan mendiskontokan nilai-nilai arus kas (cash flow) di masa depan menjadi nilai sekarang.

Arus kas merupakan komponen di dalam penentuan nilai perusahaan. Arus kas merupakan kas yang diterima oleh perusahaan emiten. Sebagai alternatif dari arus kas, laba perusahaan (earnings) juga dapat digunakan untuk menghitung nilai intrinsik. Earnings yang diperoleh perusahaan dapat ditahab sebagai sumber dana internal (retained earnings) atau dibagikan dalam bentuk dividen. Arus dividen dapat dianggap sebagai arus kas yang diterima oleh investor. Dengan alasan bahwa dividen merupakan satu-satunya arus pendapatan yang diterima oleh investor, model diskonto dividen (Dividend Discount Model) dapat digunakan sebagai pengganti model diskonto arus kas untuk menghitung nilai intrinsik saham.

Penilaian harga wajar saham dengan menggunakan pendekatan dividen ini dapat dibedakan menjadi :

1. Model Tanpa Petumbuhan (zero growth model)

Model ini berasumsi bahwa dividen yang dibayarkan perusahaan tidak akan mengalami pertumbuhan. Dengan kata lain, jumlah dividen yang dibayarkan akan tetap sama dari waktu ke waktu. Jika perusahaan membayar dividen secara konstan yang nilainya sama dari waktu ke waktu, yaitu sebesar D, maka nilai intrinsik harga saham menjadi :


(54)

dan dapat disederhanakan menjadi :

dimana :

D = Dividen yang akan diterima dalam jumlah konstan selama periode pembayaran dividen dimasa datang.

k = Tingkat return yang diisyaratkan.

2. Model Pertumbuhan Konstan (Constant Growth Model)

Model ini dipakai untuk menentukan nilai saham, jika dividen yang akan dibayarkan mengalami pertumbuhan secara konstan selama waktu tak terbatas. Jika dividen periode awal adalah D0, maka dividen periode kesatu adalah D0(1+g) dan periode kedua adalah D0 (1+g) (1+g) atau D0(1+g)2 dan seterusnya. Untuk kasus pembayaran dividen yang bertumbuh secara konstan ini, rumus nilai intrinsik saham menjadi :


(55)

dimana :

Po = nilai intrinsik atau nilai teoritis saham

D = dividen yang diharapkan pada tahun n

K = required rate of return yang dihasilkan melalui CAPM

g = pertumbuhan dividen

3. Model Pertumbuhan Berganda atau Supernormal (multiple growth model)

Asumsi perusahaan akan membayarkan dividen secara konstan dalam kenyataannya kadangkala kurang tepat karena pada beberapa tahun awal selama masa pertumbuhan fantastis, perusahaan mungkin akan mampu membayarkan dividen dengan pertumbuhan di atas normal dan setelah melewati masa pertumbuhan fantastis di tahun awal tersebut, pertumbuhan tingkat dividen (g) yang akan dibayarkan perusahaan mungkin akan menjadi lebih rendah dibanding masa sebelumnya dan selanjutnya akan bertumbuh secara tetap. Proses ini menghitung nilai saham dengan menggunakan model pertumbuhan dividen tidak konstan adalah sebagai berikut :

dimana :


(56)

D0 = dividen saat ini

gt = pertumbuhan dividen di atas normal

gc = pertumbuhan dividen normal

k = required rate of return

n = periode pertumbuhan dividen di atas normal

dn = dividen pertumbuhan normal

Selain menggunakan arus kas atau arus dividen dalam menghitung nilai intrinsik saham adalah dengan menggunakan nilai laba perusahaan (earnings). Salah satu metode nya adalah Relative Valuation Techniques.Melalui pendekatan ini, dikenal beberapa metode, yaitu Price Earnings Ratio, Price Book Value atio, dan Price Dividend Ratio. Dalam penelitian ini, penulis hanya memakai metode Price Earnins Ratio atau disebut juga dengan pendekatan earnings multiplier dalam mengadakan valuasi terhadap harga saham.

P/E Ratio menunjukkan rasio dari harga saham terhadap earnings. Rasio ini menunjukkan berapa besar investor menilai harga dari saham terhadap kelipatan dari earnings. Misalnya nilai P/E Ratio adalah lima, maka ini menunjukkan bahwa harga saham perusahaan merupakan kelipatan dari lima kali earnings perusahaan tersebut. Misalnya earnings yang digunakan adalah earnings tahunan dan semua earnings dibagikan dalam bentuk dividen, maka nilai P/E Ratio sebesar lima juga menunjukkan lama investasi pembelian saham akan kembali selama lima tahun. Rumus P/E Ratio dapat djelaskan sebagai berikut :


(57)

dimana :

D1/E1 = rasio pembayaran dividen terhadap earnings (disebut dividend payout ratio)

k = tingkat keuntungan yang diharapkan

g = tingkat pertumbuhan dividen normal

Rumus di atas menunjukkan faktor-faktor yang menentukan besarnya P/E Ratio , yaitu:

1. P/E Ratio berhubungan positif dengan rasio pembayaran dividen terhadap earnings (dividend payout ratio).

2. P/E Ratio berhubungan negatif dengan tingkat pengembalian atau keuntungan yang diharapkan.

3. P/E Ratio berhubungan positif dengan tingkat pertumbuhan dividen.

D. Capital Asset Pricing Model (CAPM)

Capital Assets Pricing Model (CAPM) dikembangkan pertama kali pada tahun 1960 oleh William F. Sharpe, Lintner, dan Mossin. CAPM merupakan suatu model yang menghubungkan tingkat return


(58)

yang diharapkan dari suatu aset berisiko dengan risiko dari aset tersebut pada kondisi pasar yang seimbang (Tandelilin, 2001:90).

CAPM didasari oleh teori portofolio yang dikemukakan oleh Markowitz. Berdasarkan model Markowitz, masing-masing investor diasumsikan akan mendiversifiksikan portofolionya dan memilih portofolio yang optimal atas dasar preferensi investor terhadap return dan resiko, pada titik-titik portofolio yang terletak di sepanjang garis portofolio efisien. Disamping asumsi itu, ada beberapa asumsi lain dalam CAPM yang dibuat untuk menyederhanakan realitas yang ada, yaitu:

1. Semua investor mempunyai distribusi probabilitas tingkat return dimasa depan yang identik, karena mereka mepunyai harapan atau ekspektasi yang hampir sama. Semua investor menggunakan sumber informasi seperti tingkat return, varians return, dan matriks korelasi yang sama dalam kaitannya dengan pembentukan portofolio yang efisien.

2. Semua investor mempunyai satu periode waktu yang sama, misalnya satu tahun.

3. Semua investor dapat meminjam (borrowing) atau meminjamkan (lending) uang pada tingkat return yang bebas risiko (risk-free rate of return).

4. Tidak ada biaya transaksi

5. Tidak ada pajak pendapatan.


(59)

7. Terdapat banyak sekali investor, dan tidak ada satu pun investor yang dapat mempengaruhi harga suatu sekuritas. Semua investor adalah price-taker.

8. Pasar dalam keadaan seimbang (equilibrium)

Model CAPM merupakan model yang bisa menggambarkan atau memprediksi realitas dipasar yang bersifat kompleks, meskipun bukan kepada realitas asumsi-asumsi yang digunakan. Oleh karena itu, CAPM sebagai sebuah model keseimbangan bisa membantu kita menyederhanakan gambaran realitas hubungan return dan risiko dalam dunia nyata yang terkadang sangat kompleks.

Jika semua asumsi diatas terpenuhi maka akan terbentuk suatu pasar yang seimbang. Dalam kondisi pasar yang seimbang, investor tidak akan bisa memperoleh return abnormal (return ekstra) dari tingkat harga yang terbentuk, termasuk bagi investor yang melakukan perdagangan spekulatif. Oleh karena itu, kondisi tersebut akan mendorong semua investor untuk memilih potorfolio pasar, yang terdiri dari semua aset berisiko yang ada. Portofolio pasar tersebut akan berada pada garis permukaan efisien (efficient frontier) dan sekaligus merupakan portofolio yang optimal.

Apa yang bisa dijadikan ukuran portofolio pasar? Berdasarkan model CAPM, portofolio pasar seharusnya meliputi semua aset berisiko yang, baik itu aset financial (obligasi, opsi, future dan sebagainya) maupun aset riil (emas, real estate). Tetapi dalam kenyataannya hal itu sulit dilakukan karena jumlahnya yang banyak sekali dan tidak mungkin diamati satu persatu. Untuk itu, diperlukan suatu proksi portofolio pasar, yang bisa diwakili oleh portofolio yang terdiri dari semua saham yang ada di pasar. Proksi ini bisa diwakili oleh nilai indeks pasar, seperti


(60)

Indeks Pasar Gabungan (IHSG) ataupun LQ45 (harga satuan untuk sekuritas yang paling aktif) untuk kasus di Indonesia. Untuk selanjutnya indeks pasar inilah yang digunakan sebagai portofolio pasar. Portofolio tersebut merupakan portofolio yang terdiri dari aset berisiko, dan risiko portofolio akan diukur dengan menggunakan nilai standar deviasi pasar (σm).

Menurut teori CAPM tingkat pendapatan yang diharapkan dari sekuritas dapat dihitung dengan menggunakan rumus :

dimana :

ks = tingkat pendapatan yang diharapkan dari suatu sekuritas yang mengandung risiko (required rate of return).

Rf = tingkat pendapatan bebas risiko.

β = tolak ukur risiko yang tidak bisa terdiversifikasi dari surat berharga

E(Rm) = tingkat pendapatan yang diharapkan dari portofolio pasar (expected return).

E(Rm) - Rf = premi risiko

E. Beta (β)

Risiko (risk) didefinisikan dalam kamus Webster sebagai suatu halangan, gangguan, eksposur terhadap kerugian atau kecelakaan. Jadi, resiko diartikan


(61)

sebagai peluang akan terjadinya suatu peristiwa yang tidak diinginkan (Brigham, 2004).

Risiko sistematik adalah bagian dari risiko sekuritas yang tidak dapat dihilangkan dengan membentuk portofolio atau didiversikfikasi. Risiko sistematik ini dimiliki atau melekat pada semua perusahaan, karena disebabkan oleh faktor makro ekonomi, misalnya inflasi dan tingkat suku bunga.

Sumber risiko dapat dibagi atas dua kelompok, yaitu risiko yang sistematis merupakan risiko yang mempengaruhi semua (banyak) perusahaan dan risiko tidak sistematis yang merupakan risiko yang mempengaruhi sekelompok kecil perusahaan. Jadi, dapat disimpulkan bahwa risiko sistematik suatu saham merupakan indikator yang menunjukkan sensivitas pergerakan return saham terhadap pergerakan return saham-saham lainnya di pasar. Adanya kaitan antara saham individual dengan pasar membawa pemikiran bahwa besarnya risiko sistematik suatu saham seharusnya diperkirakan dari aspek fundamental perusahaan dengan karakteristik pasar. Jika aspek fundamental keuangan tersebut, maka akan sangat membantu investor dalam menganalisa kepekaan pergerakan return saham terhadap pergerakan saham. Faktor-faktor fundamental keuangan merupakan data akuntansi berupa rasio-rasio yang dapat membantu investor untuk memprediksi risiko saham.

Parameter yang digunakan dalam mengukur risiko ini adalah beta (β). Beta merupakan suatu pengukur volatilitas (volatility) return suatu sekuritas atau return portofolio terhadap return pasar. Beta sekuritas ke-I mengukur volatilitas return sekuritas ke-I dengan return pasar. Beta portofolio mengukur volatilitas


(62)

return portofolio dengan return pasar. Dengan demikian, beta merupakan pengukur risiko sistemik dari suatu sekuritas relative terhadap risiko pasar (Jogiyanto, 2003:265-266).

Volatilitas dapat didefinisikan sebagai fluktuasi dari retrun-return suatu sekuritas dalam suatu periode waktu tertentu. Jika fluktuasi return-return sekuritas secara statistik mengikuti fluktuasi dari retrun-return pasar, maka beta dari sekuritas tersebut dinyatakan bernilai satu. Misalnya apabila return pasar naik sebesar 5%, maka investor akan mengharapkan kenaikan return sekuritasnya sebesar 5% pula. Beta suatu saham lebih besar dari satu (β>1) berarti saham tersebut memiliki risiko lebih tinggi dari risiko rata-rata pasar atau return sekuritas lebih besar dari return pasar (IHSG) dan saham tersebut termasuk saham agresif. Sebaliknya, suatu beta suatu saham lebih kecil dari satu (β <1) berarti saham tersebut memiliki risiko lebih rendah dari risiko rata-rata pasar atau return sekturitas lebih rendah dari return pasar (IHSG), dan saham tersebut termasuk saham defensif.

Beta dapat juga dihitung dengan menggunakan teknik regresi. Teknik regresi untuk mengestimasi Beta suatu sekuritas dapat dilakukan dengan menggunakan return-retun sekuritas sebagai variabel dependen dan return-return pasar sebagai variabel independen. Persamaan regresi yang dihasilkan dari data time series ini akan menghasilkan koefisien Beta yang diasumsikan stabil dari waktu ke waktu selama masa periode observasi. Jika Beta sifatnya adalah stabil, semakin lama periode observasi yang digunakan di persamaan regresi, semakin baik hasil dari Beta (karena kesalahan pengukurannya semakin lebih kecil). Akan


(63)

tetapi, bila periode observasi terlalu lama, anggapan Beta konstan dan stabil kurang tepat, karena sebenarnya Beta berubah dari waktu ke waktu.

Persamaan regresi yang digunakan untuk mengestimasi Beta dapat didasarkan pada model indeks-tunggal atau model pasar dengan menggunakan model CAPM. Jika digunakan model indeks tunggal atau model pasar, Beta dapat dihitung berdasarkan persamaan sebagai berikut :

Dari persamaan di atas, koefisien βi merupakan Beta sekuritas ke-I yang diperoleh dari teknik regresi. Variabel acak ei di persamaan regresi menunjukkan bahwa persamaan linier yang dibentuk mengandung kesalahan.

Beta dapat juga dihitung dengan menggunakan model CAPM. Model CAPM ini dapat dituliskan :

dimana :

Ri = return sekuritas ke-i

RBR = return sekuritas bebas risiko

RM = return portofolio pasar


(64)

Untuk mengaplikasikan model CAPM ini ke persamaan regresi, maka nilai RBR perlu dipindahkan ke sebelah kiri persamaan menjadi :

Secara definisi, Beta merupakan pengukur volatilitas antara return-return pasar. Jika volatilitas ini diukur dengan kovarian, maka kovarian return-return antara sekuritas ke-I dengan return pasar adalah sebesar σiM. Jika kovarian ini dihubungkan relatif terhadap risiko pasar (yaitu dibagi dengan varian return pasar atau σM2), maka hasil ini akan mengukur risiko sekuritas ke-i relatif terhadap risiko pasar atau disebut dengan Beta.

Dengan demikian, Beta dapat dihitung dengan rumus :

Atau dapat diuraikan sebagai berikut :

Beta saham berguna untuk mengukur seberapa besar tingkat keberanian investor dalam menanggung risiko dan dapat mengindikasikan tingkat kepekaan suatu saham terhadap kondisi pasar secara umum. Semakin berani seorang investor menanggung risiko, dia akan memilih saham-saham agresif (saham-saham yang memiliki beta lebih dari satu). Dalam penelitiannya, penulis akan menggunakan rumus diatas dalam mencari Beta sekuritas.


(65)

F. Berinvestasi di Pasar Saham

Ada beberapa strategi yang dapat dilakukan dalam berinvestasi di pasar saham (Tambunan, 2007), yaitu:

1. Memilih saham yang undervalued

Bijaksana jika memilih saham yang mempunyai pengalaman memberikan earnings yang konsisten dan growing earning yang cepat. Nilai saham yang lebih tinggi dari harganya maka harga disebut undervalued dan saham ini adalah kandidat yang dipilih. Saham yang undervalued akan memberikan kesempatan sebagai winner dan menghindari dari risiko bila dibandingkan dengan harga saham yang overvalued.

Bila harga pasar saham > harga pasar,

maka harga saham undervalued strategi beli (buying).

Bila harga pasar saham < harga pasar,

maka harga saham overvalued strategi jual (selling) dan strategi mempertahankan (holding).

2. Berinvestasi dalam jangka panjang

Time horizon panjang akan menyebabkan compounding effect dapat bekerja secara optimum. Sentimen dan tekanan jangka pendek yang mengaburkan dapat dinetralisir dengan investasi jangka panjang. Investasi


(66)

dalam satu tahun merupakan pilihan yang cukup baik bagi para investor dan lebih pendek untuk para spekulator.

3. Gunakan pialang yang bonafit

Ada empat jenis pialang dalam pasar modal, yaitu : (1) perantara, (2) penasihat investasi, (3) manajemen investasi, dan (4) underwriter (penjamin emisi). Memilih salah satu di antara pialang-pialang di Indonesia perlu diingat bahwa pialang yang berpengalaman dan dapat dipercaya sesuai dengan kebutuhan, didukung oleh permodalan yang cukup dengan sistem operasional yang baik serta fasilitas kemudahan akan amat membantu investor melakukan investasinya.

4. Memilih saham yang aman

Harga beberapa saham bagaikan sebuah yoyo yang naik turun contihnya saham perbankan yang selalu berfluktuasi (tidak stabil), tetapi ada pula saham yang selalu stabil tenang dan tidak terlalu berfluktuasi, contohnya saham-saham yang berada di Indeks LQ45. Kelompok saham-saham pertama mempunyai volatilitas tinggi sebagai pencerminan kekhawatiran dan ketidakpastian di masa depan, sedangkan kelompok lainnya mempunyai track records earnings performance yang stabil. Volatilitas harga dan peningkatan risiko yang disebabkan oleh berbagai macam hal seperti rumor, politik, bencana alam, kondisi keamanan, dan lain sebagainya yang menimbulkan kekalutan dan ketidakpastian.


(67)

Buyback artinya ada opsi yang dibeli kembali oleh emiten yang mengeluarkan saham tersebut. Opsi ini menjadi suatu tawaran yang menarik dan menjanjikan di masa depan. Strategi buyback ini sering digunakan oleh emiten untuk meningkatkan harga.

G. Penelitian Terdahulu

Andrian Lorand Manurung (2008) melakukan penelitian dengan judul “Valuasi Harga Wajar Saham PT Telekomunikasi Indonesia, Tbk” menyimpulkan bahwa :

1. Hasil harga saham PT Telekomunikasi Indonesia, Tbk yang divaluasi dengan Dividend Discounted Model (DDM) pertumbuhan supernormal periode 2002 – 2003 dinilai wajar, sedangkan periode 2004 – 2006 dinilai tidak wajar dan harga saham PT Telekomunikasi Indonesia, Tbk yang divaluasi dengan P/E Ratio periode 2002 – 2006 dinilai wajar.

2. Harga wajar saham PT Telekomunikasi, Tbk yang dihitung dengan DDM pertumbuhan supernormal dan P/E Ratio tidak memiliki beda yang signifikan terhadap harga pasar saham.

Erawan (2002) melakukan penelitian dengan judul “Penilaian Harga Saham Pada Sektor Industri Rokok Yang Go Public Selama Tahun 1995-1999 Dengan Menggunakan Analisa Fundamental Price Eaning Ratio (PER)” menemukan bahwa:


(1)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Penulis mengambil beberapa kesimpulan berdasarkan hasil analisa data yang telah diuraikan pada bab sebelumnya, antara lain :

1. Harga saham Bank Bukopin, Tbk yang divaluasi dengan model CAPM (Capital Asset Pricing Model) periode 2006 sampai 2009 dinilai tidak wajar, sebab harga pasar saham lebih tinggi dibandingkan harga wajar saham, berarti saham tersebut overvalued (mahal)

2. Harga saham Bank Bukopin, Tbk yang divaluasi dengan model P/E Ratio periode 2006 sampai 2009 dinilai wajar, sebab harga pasar saham lebih rendah dibandingkan harga wajar saham, berarti saham tersebut undervalued (murah).

3. Harga saham Bank Bumi Arta, Tbk yang divaluasi dengan model CAPM (Capital Asset Pricing Model) periode 2006 sampai 2009 dinilai tidak wajar, sebab harga pasar saham lebih tinggi dibandingkan harga wajar saham, berarti saham tersebut overvalued (mahal).

4. Harga saham Bank Bumi Arta, Tbk yang divaluasi dengan model P/E Ratio periode 2006 sampai 2009 dinilai wajar, sebab harga pasar saham


(2)

lebih rendah dibandingkan dengan harga wajar saham, berarti saham tersebut undervalued (murah).

B. Saran

Saran yang ingin penulis sampaikan adalah sebagai berikut :

1. Pada penelitian ini hanya menggunakan metode P/E Ratio dan CAPM. Disarankan untuk penelitian selanjutnya dapat menggunakan metode yang lain seperti metode Abnormal Earning, Dividend Discounted Model dan Price Book Value dengan tujuan untuk melengkapi penelitian sebelumnya, sehingga secara keseluruhan dapat menggambarkan keadaan yang sebenarnya.

2. Investor yang ingin berinvestasi pada saham yang overvalued, sebaiknya harus memperhitungkan premium risiko (country risk, market risk, liquidity risk, fianacial risk, business risk, dan inflasi) yang akan dihadapinya selama memgang saham tersebut dan mempertimbangkan time horizon (jangka waktu berinvestasi pada saham) untuk menentukan nilai harga saham dengan wajar sesuai tingkat imbal hasil yang diharapkan dengan pola investasi jangka panjang, dan mempelajari pergerakan harga sahamnya.

3. Investor jangan takut berspekulasi dengan membeli saham pada harga sedang naik dan selalu mengharapkan membeli saham dengan harga yang paling rendah, dikarenakan investor akan kehilangan kesempatan. Karena saham yang baik tidak akan turun begitu harganya naik walaupun membeli saham pada harga rendah dan menjualnya pada harga tinggi memang


(3)

impian setiap orang, tetapi seringkali kita tidak pernah tahu kapan titik terendah terjadi dan kapan titik tertinggi dapat diraih. Untuk itu lah, seorang investor harus menetapkan time horizon dengan investasi jangka panjang untuk menghindari adanya sentiment dan tekanan fluktuasi jangka pendek.

4. Menganalisis nilai suatu saham akan lengkap jika menggunakan analisis fundamental dan analisis teknikal. Analisis fundamental digunakan sebagai penunjuk arah/barometer jangka panjang (long-term point of view). Analisis fundamental melihat berbagai perkembangan rasio-rasio keuangan dari sisi likuiditas, solvabilitas, profitabilitas, market to book value analysis, turn over, kebijakan keuangan perusahaan dalam melakukan investasi dan pendanaan, serta kebijakan dividen dapat melengkapi analisis fundamental, sedangkan analisis teknikal lebih bersifat jangka pendek karena hanya menggunakan harga saham historis sebagai pedoman.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Brigham, Eugene F. dan Joel F.Houston. 2006. Manajemen Keuangan Buku I. Edisi Kedelapan. Jakarta: Erlangga.

Bodie, Zui, Alex Kane, dan Alex J. Marcus. 2006. Investasi, Edisi Keenam. Jakarta: Salemba Empat.

Darmadji, Tjiptono dan Hendy M. Fakhruddin. 2006. Pasar Modal di Indonesia, Pendekatan Tanya Jawab, Edisi Kedua. Jakarta: Salemba Empat.

Erawan, Agus. 2002. Penilaian Harga Saham Pada Sektor Industri Rokok Yang Go Public Selama Tahun 1995-1999 Dengan Menggunakan Analisa Fundamental Price Earning Ratio (PER). Skripsi. Surabaya: Universitas Kristen Petra.

Fahmi, Irham. 2006. Analisis Investasi dalam Perspektif Ekonomi dan Politik. Bandung: PT Refika Aditama.

Fakhruddin, M. dan M. Sopian Hadianto. 2001. Perangkat dan Model Analisis Investasi di Pasar Modal. Jakarta: PT Elex Media Komputindo.

Jogiyanto. 2003. Teori Portofolio dan Analisis Investasi. Yogyakarta: BPFE.

Manurung, Andrian Lorand. 2008. Valuasi Harga Wajar Saham PT Telekomunikasi Indonesia, Tbk. Skripsi. Medan: USU.


(5)

Nachrowi, Nachrowi Djalal, dan Hardius Usman. 2006. Ekonometrik Untuk Analisis Ekonomi dan Keuangan. Jakarta: LPFE UI.

Parahita. 2008. Bagaimana Cara Menentukan Harga Wajar Saham.

Rodoni, Dr. Ahmad dan Prof. Dr. Othman Yong. 2002. Analisis Investasi dan Teori Portofolio. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Sharpe, William F., Gordon J. Alexnader dan Jeffery V. Bailey, 2003. Investasi (revisi). Jakarta:Prentice Hall.

Sugiyono. 2003. Metode Penelitian Bisnis. Cetakan Kesembilan. Bandung: Alfabeta

Tambunan, Andy Porman. 2007. Menilai Harga Wajar Saham. Jakarta: Media Elex Komputindo.

Tandelilin, Eduardus. 2001. Analisis Investasi dan Manajemen Portofolio, Edisi Pertama. Yogyakarta: BPFE.

Widoatmodjo, Sawidji. 2009. Pasar Modal Indonesia, Pengantar dan Studi Kasus. Jakarta: Ghalia Indonesia.


(6)

---LAMPIRAN

Lampiran 1 :

Ringkasan Kegiatan perdagangan Saham Bank Bukopin, Tbk :

Shares Traded 2006 2007 2008 2009

Volume (Million Shares) 3.958 2.570 823 2.402 Value (Billion Rp) 2.041 1.560 307 808 Frequency (X) 43.467 40.411 22.394 50.666

Days 115 246 240 241

Price (Rupiah) 2006 2007 2008 2009

High 750 730 550 445

Low 350 420 164 189

Close 700 560 200 375

Lampiran 2 :

Ringkasan Kegiatan perdagangan Saham Bank Bumi Arta, Tbk :

Shares Traded 2006 2007 2008 2009

Volume (Million Shares) 936 580 66 262

Value (Billion Rp) 258 176 5 37

Frequency (X) 27.697 14.977 868 10.242

Days 142 214 105 171

Price (Rupiah) 2006 2007 2008 2009

High 350 385 290 205

Low 200 180 50 50