KATA PENGANTAR
Alhamdulillah robbil ‘alamin segala puja dan puji hanya bagi Allah semata, yang telah memberikan kekuatan iman, islam dan kesehatan ruhaniyah
serta jasmaniyah kepada kita semua. Semoga shalawat dan salam tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW sebagai panutan dan ikutan terbaik bagi umat
yang membawa cahaya islam.
Dalam menyusun skripsi ini, penulis mengambil judul “ Studi Perbandingan Hasil Pembelajaran Fiqih Bagi Guru Yang Menggunakan
Media Enaktif dengan Ikionik Dalam Materi Pengurusan Jenazah ”. Yang
merupakan tugas akhir mata perkuliahan. Penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih atas bantuan moril
maupun materil kepada semua pihak yang telah turut membantu dalam penyelesaian skripsi ini. Berkenaan dengan hal tersebut maka penulis
mengucapkan banyak terima kasih yang tak terhingga kepada yang terhormat :
1. Bapak Prof. Dr. Dede Rosyada, MA Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan
Keguruan.
2. Ibu Dr. H. Siti Salmiah, MA sebagai pembimbing skripsi. 3.
Bapak Bahrissalim, M. Ag sebagai Ketua Jurusan Pendidikan Agama Islam PAI.
4. Bapak Dr. Abdul Fattah Wibisono, MA sebagai dosen penasehat
akademik. 5. Bapak Kepala Sekolah, Guru-guru dan Staf administrasi Yayasan
Pendidikan Islam Al-Aulia Khususnya Madrasah Aliyah Al-Aulia.
6. Ayahanda tercinta Saniin Saidi dan ibunda tercinta Nur’ain serta
keluarga yang telah memberikan dorongan baik materi maupun immateri, sehingga penulis dapat menyelesaikan studi di Universitas Islam Negeri
Syarief Hidayatullah Jakarta.
7. Ade susi tercinta yang jauh dimata dekat di hati yang telah memberikan semangat dan do’a buatku, sehingga ku bisa menyelesaikan skripsi ini.
8. Buat teman-teman ku seperjuangan khususnya anak-anak PAI kelas A angkatan 2006 sekian tahun kita menjalani kuliah, akhirnya sekarang kita
lulus juga. Penulis berharap semoga ada hikmah yang terpetik dari skripsi ini,
khususnya bagi penulis dan umumnya bagi pihak yang berkepentingan. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna oleh karena
itu, saran dan kritik yang bersifat membangun sangat penulis harapkan.
Depok, 12 Agustus 2010
Penulis
اﻮﻟو ﻲﻟﺮﻔﻏا بر ﻟ
ﺑر ﺎﻤﻛ ﺎﻤﮭﻤﺣراو يﺪ ﯿﻐﺻ ﻲﻨﯿ
اﺮ
Sebuah Persembahan
Skripsi ini ku persembahkan untuk Ayah dan Ibundaku tercinta……. Kepada Ayah dan Ibundaku
Atas jasa-jasamulah segala keberhasilanku………………. Dan do’a-do’amulah yang menerangi jalan hidupku.
Semogalah segala amal baktimu Allah tetap berkenan, Dan semogalah dosa-dosamu Allah maafkan.
Demikianlah yang selalu nanda harapkan.
A’wan Hadi Saniin
Studi Perbandingan Hasil Pembelajaran Fiqih Bagi Guru Yang Menggunakan Media Enaktif Dengan Ikonik Materi Pokok
Pengurusan Jenazah Studi Kasus di Madrasah Aliyah Al-Aulia Bogor
Skripsi
Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Untuk memenuhi syarat-syarat mencapai
Gelar Sarjana Pendidikan Islam Oleh :
A’wan Hadi Saniin 106011000041
Dibawah Bimbingan :
Dr. Hj. Siti Saliah, MA NIP.150020004
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA 2010
Studi Perbandingan Hasil Pembelajaran Fiqih Bagi Guru Yang M enggunakan M edia Enaktif Dengan Ikonik Dalam M teri
Pengurusan Jenazah
St udi Kasus di M adrasah Aliyah Al-Aulia Bogor
Di susun oleh: A’wan Hadi Saniin
NIM :106011000041
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA 2010
Sebuah penantian
Jika dirimu sedang menanti seseorang untuk menjalani kehidupan menuju ridho-nya, bersabarlah dengan keindahan. Demi Allah dia tidak datang
dengan ketampanan, kepintaran atau kekayaan. Tetapi Allah lah yang mengerjakan. Janganlah tergesa untuk mengekspresikan cinta sebelun
Allah mengizinkannya. Belum tentu yang kau cintai adalah yang terbaik untuk-mu. Siapakah yang lebih mengetahui melainkan Allah. Simpanlah
segala bentuk ungkapan cinta dan derap hatimu rapat-rapat, Allah akan menjawabnya dengan lebih indah pada saat yang tepat. Allah tak
menjanjikan langit selalu biru dan tak pula menjanjikan pelangi disetiap hujan. Tetapi Allah berjanji bahwa dengan rahman-nya akan selalu
bersama kita dalam keadaan apapun.
A’wan Hadie Al-Insanie
1
BAB 1 PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pendidikan merupakan hal yang paling penting dan mendasar dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Dengan pendidikan watak suatu bangsa
dan Negara dapat dibentuk sesuai keinginan. Peradaban sebuah bangsa tergantung pada pola pendidikan di Negara tu. Pendidikan yang terencana
dengan baik akan menghasilkan generasi bangsa yang dapat diharapkan dimasa yang akan dating. Sebagaimana tercantum dalam undang-undang
Republik Indonesia No. 20 Tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional. Pada pasal 3 :
“Pendidikan adalah usaha dasar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif
mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia serta
keterampilan yang diperlukan dirinya, masayarakat, bangsa dan negara.
1
Harapan dari tujuan pendidikan yang dimaksud bukan hanya menghasilkan manusia-manusia yang pintar saja, tetapi manusia yang pintar
dan memiliki keimanan dan ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Kecerdasan dan ilmu yang tinggi saja belum tentu mampu membangun
2
bangsanya, bahkan mungkin malah sebaliknya dapat merusak bangsa itu sendiri.
Demi terwujudnya tujuan pendidikan nasional pemerintah mengupayakan peningkatan mutu pendidikan dengan mengadakan perubahan kurikulum,
sebagaimana yang dikemukakan oleh : Abd. Syukur Ibrahim bahwa :
“ Perubahan kurikulum pada dasarnya bertujuan untuk memperbaiki mutu pendidikan nasional, yang berhubungan dengan beberapa faktor yaitu :
a. Adanya perluasan dan pemerataan belajar b. Meningkatkan mutu pendidikan
c. Relevansi pendidikan d. Efektifitas dan efisiensi pendidikan”.
2
Hal ini berkaitan dengan pendapat Endang Komara bahwa :
“ Pengembangan KTSP berlandaskan kepada tujuan filsafat dan pendidikan nasional, sosial budaya dan agama, perkembangan peserta didik, keadaan
lingkungan, kebutuhan pembangunan, dan perkembangan ilmu pengetahuan dan tekhnologi. Juga prinsip pengembangannya berorientasi kepada :
relevansi kesesuaian, efisiensi dan efektifitas, fleksibilitas dan kontinuitas berkesinambungan, keseimbangan, keterpaduan dan peningkatan mutu”.
3
Belajar merupakan kegiatan bagi setiap orang. Dengan belajar, pengetahuan, keterampilan, kebiasaan, kegemaran dan sifat orang akan
terbentuk dan berkembang. Seorang dapat dikatakan belajar apabila dapat diasumsikan dalam diri orang itu menjadi suatu proses kegiatan yang
mengakibatkan suatu perubahan tingkah laku. Perubahan tingkah laku itu dapat diamati dan berlaku relativ lama. Tanpa usaha, walaupun terjadi
perubahan tingkah laku tidaklah dikatakan belajar. Jadi belajar adalah sebuah usaha yang secara sengaja dilakukan agar terjadi perubahan tingkah laku pada
1
Hasbullah, dasar-dasar Ilmu Pendidikan, Jakarta : Raja grafindo persada, 1999
2
Dede Rosyada, Paradigma Pendidikan Demokratis, Jakarta : Kencana, h.66
3
anak didik, yang tentu saja tingkah laku positif yang diharapkan dapat berguna bagi Bangsa, Negara dan Agama.
Ilmu Fiqih sangat penting sekali untuk dipelajari karena dalam ilmu inilah kita mempelajari tentang hal-hal yang berkaitan sekali tentang ibadah
manusia kepada Allah SWT dalam kehidupannya sehari-hari, bahkan sangat pentingnya manusia mempelajari ilmu fiqih. Sehingga Nabi pun
mengutamakan ilmu ini dengan ilmu-ilmu lainnya, ini sesuai dengan Hadits Nabi yang ada didalam kitab Ta’lim muta’lim :
4
4 Guru mampu berpikir sistematis 5 Guru seyogiyanya merupakan bagian dari masyarakat belejar dalam
lingkungan profesinya.
6
Keberhasilan dalam pembelajaran merupakan hal yang sangat diharapkan oleh guru dan siswa. Keberhasilan siswa dalam belajar tidak hanya ditentukan
oleh faktor dari diri siswa saja tetapi juga oleh faktor diluar siswa yaitu guru. Guru sebagai fasilitator dalam proses belajar mengajar dituntut untuk lebih kreatif
mengoptimalisasi : 1. Sarana dan prasarana buku sarana fisik dan lingkungan menjadi
media pembelajaran yang inovatif sehingga dapat mengkondisikan kegiatan pembelajaran yang lebih menyenangkan dan bermakna.
2. pendekatan dan metodologi pendidikan. Peran metode mengajar dan fasilitas belajar cukup dapat dirasakan.
Hal ini berkaitan dengan pendapat : winarno Surachmad mengenai metode mengajar, bahwa guru-guru harus memiliki pemikiran mengenai sifat-
sifat,mengenai metode, baik mengenai kebaikan maupun mengenai keburukan atau kelemahannya agar guru itu dapat menerapkan metode
yang serasi untuk situasi dan kondisi pengajaran khusus.
7
Media dan alat peraga dalam proses belajar mengajar sangat membantu dalam menyajikan materi yang diajarkan. Penyajian alat peraga tersebut biasa
dalam bentuk Enaktif penyajian Kongkrit yang berbentuk tiga dimensi maupun penyajian yang berbentuk Ikonik penyajian gambar yang berbentuk dua dimensi
Cara membangkitkan siswa terhadap materi pelajaran yang diberikannya, yaitu pada pelajaran Fiqih guru hendaknya mengajar dengan menggunakan alat
peraga benda tiruan ataupun alat peraga gambar dalam materi pokok pengurusan jenazah.
6
Buchari Alma, Guru Profesional, Bandung: Alfabeta, 2009, h.133
7
Winarno Surachmad, Dasar-dasar dan Teknik Interaksi Mengajar dan Belajar, Bandung : Taristo, h..63
5
Di Madrasah Aliyah Al-Aulia khususnya kelas XII terdapat beberapa anak yang mendapat kesulitan untuk mengikuti pembelajaran fiqih, hasil tes mereka
tidak pernah bagus dan selalu dibawah yang lainnya. Begitu juga daya serap dalam satu kelas yang dihasilkan menjadi rendah. Sudah jelas bahwa
pembelajaran yang telah dilaksanakan belum mencapai maksimal. Sehingga belum dikatakan berhasil sebagaimana yang diungkapkanoleh Syaiful Bahri dan
Aswan Zain : Yang menjadi petunjuk bahwa suatu proses belajar mengajar dianggap
berhasil adalah sebagai berikut : 1. Daya serap terhadap bahan pengajaran yang diajarkan mencapai prestasi
tinggi, baik secara individual maupun kelompok. 2. Perilaku yang digariskan dalam tujuan pengajaran instruksional khusus
telah tercapai oleh siswa, baik secara individual maupun kelompok. Namun demikian indikator yang banyak dipakai sebagai tolak ukur
keberhasilan adalah daya serap.
8
Salah satu faktor timbulnya daya serap yang rendah yakni fasilitas belajar yang belum memadai serta penggunaan alat peraga yang belum
optimal.
Penulis merasa terdorong mengadakan penelitian tentang “ Studi Perbandingan Hasil Belajar Fiqih Guru Yang Menggunakan Alat
Peraga Enaktif Dengan Ikonik Pada Materi Pokok Pengurusan Jenazah
“ sebagai bahan penelitian dan penulisan skripsi ini.
B.
Perumusan dan Pembatasan Masalah
a. Perumusan Masalah
Dari uraian latar belakang diatas, maka penulis memberikan perumusan maslah dalam penulisan ini adalah : Apakah terdapat perbedaan dan
persamaan hasil belajar pengurusan jenazah bagi guru yang menggunakan
8
Syaiful Bahri, Aswin Zain, Strategi Belajar Mengajar, Jakarta : Rineka Cipta, 2002, h..84
6
alat peraga Enaktif dan Ikonik pada materi pokok pengurusan jenazah di Madrasah Aliyah Al-Aulia.
b. Pembatasan Masalah
Berdasarkan rumusan diatas, penulis memberikan pembatasan masalah yang menyangkut tentang pengurusan jenazah hanya meliputi tentang
pengurusan jenazah yaitu memandikan, mengkafani dan menshalatkan. Jenazah dan perbandingan yang meliputi perbedaan dan kesamaan hasil
belajar siswa yang menggunakan alat peraga enaktif dan ikonik
C. Tujuan dan kegunaan penelitian
1.Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan : a. Ingin mengetahui hasil belajar pengurusan jenazah siswa dengan
menggunakan alat peraga Enaktif penyajian kongkrit yang berbentuk tiga dimensi
b. Ingin mengetahui hasil belajar jenazah dengan menggunakan alat peraga Ikonik penyajian gambar yang berbentuk dua dimensi
c. Untuk mengadakan analisis perbandingan antara hasil belajar pengurusan jenazah dengan menggunakan alat peraga Enaktif
dengan hasil belajar pengurusan jenazah yang menggunakan alat peraga Ikonik.
2.Kegunaan Penelitian
Dari hasil penelitian ini diharapkan mempunyai kegunaan sebagai berikut :
a. Dapat dijadikan pedoman acuan dalam rangka meningkatkan hasil belajar fiqih, terutama pada materi pokok pengurusan jenazah.
7
b. Sebagai bahan perbandingan guru dalam meningkatkan hasil belajar fiqih di Madrasah Aliyah.
c. Dapat dijadikan sebagai motivasi dalam meningkatkan hasil belajar fiqih.
d. Dapat membantu siswa dalam memahami konsep pengurusan jenazah.
e. Dapat mengetahui adanya Studi Perbandingan Hasil Belajar Fiqih Yang Menggunakan Alat Peraga Enaktif Dengan Ikonik Pada Materi
Pokok Pengurusan Jenazah.
D. Sistematika Penulisan
Dalam penulisan skripsi ini penulis membagi kedalam 4 bab, dengan sistematika sebagai berikut :
BAB I PENDAHULUAN
Bab ini berisi tentang latar belakang, perumusan dan pembatasan masalah, tujuan dan kegunaan penelitian, metode jenis dan teknik
penlitian, instumen
pengumpulan data
dan sistematika
pembahasan.
BAB II KERANGKA TEORITIS
Bab ini berisi tentang : pengertian fiqih, pemulasaran jenazah, pengertian Media, Media Enaktif dan Ikonik, landasan teoritis
penggunaan Media, fungsi dan manfaat Media, klasifikasi Media.
BAB III METODOLOGI PNELITIAN
Bab ini berisi tentang tempat dan waktu penelitian, populasi dan sampel, metode penelitian, teknik pengumpulan data, instrument
dan kisi-kisi penelitian, dan teknik pengolahan dan analisa data.
8
BAB IV HASIL PENELITIAN
Bab ini berisi tentang analisis studi perbandingan atau perbandingan hasil yang diperoleh dari pelaksanaan pembelajaran
fiqih Guru yang menggunakan ALAT PERAGA Enaktif dengan yang menggunakan alat peraga Ikonik dalam materi pokok
pengurusan jenazah di kelas XII IPS 1 dan IPS 2 di Madrasah Aliyah Al-Aulia Cibungbulang Bogor.
BAB IV KESIMPULAN
Pada bab ini berisi tentang kesimpulan dan saran.
8
BAB II KERANGKA TEORITIS
A. Pengertian Ilmu Fiqih
Arti ﮫﻘﻔﻟا Fiqih dalam bahasa Arab ialah pemahaman.
1
Sedangkan menurut Amir Syarifuddin Fiqih adalah faham
ﻢﮭﻟا yang mendalam. Semua kata “fa qa ha” yang terdapat dalam Al-Qur’an mengandung arti ini.
2
Diantaranya Firman Allah dalam Surat At-taubah : 122.
Artinya :tidak sepatutnya bagi mukmin itu pergi semuanya kemedan perang. Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan diantara mereka beberapa
orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan untuk member peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali kepadanya,
supaya mereka itu dapat menjaga dirinya.
3
Sedangkan arti fiqih menurut Prof. Dr. H. Mukhtar Yahya dan Drs. Fakhtur Rahman mengungkapkan bahwa fiqih itu adalah sekelompok hukum
tentang amal
1
Atabik Ali, Ahmad zuhdi muhdlor, Kamus Kontemporer Arab-Indonesia, Yogyakarta: 2003, h.1402
2
Amir Syarifuddin, Garis-Garis Besar Fiqih, Bogor : Kencana, 2003, h..4
3
Tim Penyusun Departemen Agama RI,Al-Qur’an dan Terjemahan, Bandung : Diponogoro, 2005, h.164
9
Perbuatan manusia yang diambil dari dalil-dalil yang terperinci.
4
Maksud dari pengertian tersebut adalah sekelompok hukum syari’at yang berpautan dengan amal perbuatan orang mukallaf yang berhubungan dengan
ibadah, muamalah, kepidanaan dan lain sebagainya yang diambil dari satuan dalil- dalilyang masing-masing menunjuk kepada suatu hukum tertentu.
Adapun definitif Fiqih menurut Syech Zainuddi Al-Malibari adalah:
ﻌﯾﺮﺸﻟا مﺎﻜﺣﻻاﺎﺑ ﻢﻠﻌﻟا ﮫ
ﺔﯿﻠﺼﻔﺘﻟا ﺎﮭﺘﻟدا ﻦﻣ ﺐﺴﺘﻜﻤﻟا ﺔﯿﻠﻤﻌﻟا
Ilmu tentang hukum-hukum syar’I yang bersifat amaliyah yang digali dan dikemukakan dari dalil-dalil tafsili.
5
Dalam definitif ini fiqih adalahilmu yang mempelajari tentang seperangkat aturan Allah SWT yang berasal dari kehendak dan kemauan Allah
SWT yang hanya menyangkut tindak tanduk perbuatan manusia. Dan ilmu fiqih ini hasil dari penggalian atau penemuan, penganalisaan dan penentuan ketetapan
oleh para mujtahid fiqih dari dalil-dalil terperinci yang terdapat dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah.
Ada juga yang mengartikan bahwa fiqih itu adalah pengakuan tentang hak-hak dan kewajiban seseorang, sebagaimana diketahui
dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah, atau yang disimpulkan dari keduanya, atau tentang apa yang telah disepakati oleh kaum cerdik pandai.
6
Sedangkan menurut Al-jurjani al-Hanafi mengatakan bahwa fiqih adalah “ilmu yang menerangkan hukum-hukum syara yang amaliyah yang
diambil dari dalil-dalilnya yang tafsili, dan diistinbathkan lewat ijtihad yang memerlukan analisa dan perenungan.
7
Dari beberapa pendapat yang mengartikan kata fiqih diatas dapat disimpulkan bahwa kata fiqih itu terbagi kedalam dua pengertian yaitu yang
4
Mukhtar Yahya dan Fakhtur Rahman, Dasar-dasar Pembinaan Hukum Fiqih Islami, Bandung: 1993, h.19
5
Zainuddin Al-Malibari, Fathul Mu’in, Semarang, Darul Ihya h.2
6
Cik Hasan Basri, Model Penelitian Fiqih,Paradigma Penelitian Fiqih dan Fiqih Penelitian, Bogor :Kencana, 2003, h.4
7
Muchlis Usman, Kaidah-kaidah Ushuliyah dan Fiqhiyah, Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2002, h.96
10
pertama menurut bahasa ialah pengetahuan atau pemahaman. Sedangkan yang keduanya menurut istilah yaitu ilmu yang mempelajari tentang hukum-hukum
Allah yang berkaitan dengan hal-hal amaliyah atau furu’iyah yang diperoleh dari dalil-dalil terperinci dan bersumber pada Al-Qur’an, Sunnah, Ijma, Qiyas Jabul
maslahah dan Dar’u mafsadah Mengambil yang bermanfaat dan membuang yang merusak . Ilmu fiqih ini diperoleh dari hasil penggalian, penalaran oleh
orang-orang yang pandai dan dapat dipercaya Mujtahid Fiqih .
B. Pengurusan Jenazah
Pengurusan jenazah hanya meliputi memandikan, mengkafani dan menshalatkan jenazah.
1. Memandikan jenazah
a. Hukum Memandikan Jenazah
Jumhur Ulama atau golongan terbesar dari Ulama berpendapat bahwa memandikan mayat muslim, hukumnya adalah fardhu kifayah, artinya bila telah
dilakukan oleh sebagian orang, maka gugurlah kewajiban seluruh mukallaf.
8
sesuai dengan yang dikatakan Nabi bahwa Orang yang meninggal dunia itu sebelum dikuburkan harus dimandikan terlebih dahulu.
ﻰﺒﻨﻟا نا ﺎﻤﮭﻨﻋ ﷲا ﻰﺿر سﺎﺒﻋ ﻦﺑا ﻦﻋ ﻠﻋ ﷲا ﻰﻠﺻ
رﺪﺳو ءﺎﻤﺑ اﻮﻠﺴﻏا لﺎﻗ ﻢﻠﺳو ﮫﯿ ﮫﯿﺑﻮﺛ ﻰﻓ ﺦﺧﻮﻨﻔﻛو
يرﺎﺨﺒﻟا هاور
Dari Ibnu Abbas ra. Sesungguhnya Nabi Saw bersabda: “ Mandikanlah mayat itu dengan air dan bidara, dan kafanilah dia dengan kedua pakaianya.”
HR. Mutafaq alaih
9
Drs. Lahmuddin Nasution, M.Ag mengemukakan hukum memandikan jenazah orang islam itu wajib, kecuali orang yang mati syahid yakni orang yang
meninggal atau terbunuh dalam peperangan melawan kafir.
10
Pendapat ini sesuai dengan apa yang dikatakan oleh Rasulullah Saw yang berkenaan dengan para korban yang terbunuh pada perang Uhud.
8
Sayid Sabiq, Fiqih Sunnah, Jakarta : Amzah, 2002, h.68
9
Shahih Bukhari, Darul fikr, h.96
10
Lahmuddin Nasution, Fiqih 1, Jakarta : Logos, 1995, h.13
11
ﺔﯾاور ﻲﻓو :
ﻢﮭﯿﻠﻋ ﻞﺼﯾ ﻢﻟو ﻢﮭﻠﺴﻐﯾ ﻢﻟو ﻢھ يﺎﻣد ﻲﻓ ﻢھاﻮﻨﻓوا يرﺎﺨﺒﻟا هاور
Dalam satu riwayat Nabi Saw. Memerintahkan menguburkan para Syuhada diperang Uhud bersama darah-darah mereka dan tidak dimandikan
maupun di shalatkan.” HR. Bukhari
11
Kebanyakan ahli fiqih, termasuk didalamnya Imam Abu Hanifah, Imam Syafi,I, Imam Malik dan Imam Ahmad bin Hanba, mengatakan bahwa hukum
memandikan jenazah seorang muslim adalah fardu kifayah. Akan tetapi masih ada diantara ahli fiqih tidak diketahui identitasnya yang mengatakan hukumnya
sunnah kifayah. Ini disebabkan perbedaan penafsiran terhadap Hadits Nabi tentang memandikan jenazah yang ada dibawah ini.
ﷲا لﻮﺳر لﺎﻗ ﻮﺗ ﻲﻓ هﻮﻨﻔﻛو رﺪﺳ ءﺎﻤﺑ اﻮﻠﺴﻏا لﺎﻗ ﻢﻠﺳو ﮫﯿﻠﻋ ﷲا ﻲﻠﺻ
ﮫﺑ يرﺎﺨﺒﻟا هاور
Kalau yang mengatakan sunnah kifayah menafsirkan bahwa Hadits tersebut hanya sebagai penjelas atau petunjuk tentang jenis-jenis air yang
digunakan untuk memandikan jenazah.
12
Dari kedua pendapat diatas disimpulkan bahwa hukum memandikan jenazah itu fardhu kifayah atau wajib bagi orang yang masih hidup, kecuali orang
yang meninggalnya terbunuh karena peperangan melawan kafir Syuhada , maka tidak wajib untuk memandikannya.
b. Syarat Bagi Orang Yang ,Memandikan Jenazah.
Syarat-syarat bagi orang yang akan memandikan Jenazah antara lain :
1.
Orang muslim, berakal, dan baligh Dewasa
2.
Niat memandikan Jenazah
3.
Terpercaya, amanah, mengetahui hukum memandikan Jenazah dan memandikannya sebagaimana yang diajarkan sunnah dan tidak
menyebutkan kepada orang lain aibnya, akan tetapi merahasiakan apa yang dilihatnya tentang yang tidak baik.
13
11
M. Nashiruddin Al-albani, Ringkasan Shahih Bukhari, Jakarta : Gema Insani Press, 2003, h.432
12
Shahih Bukhari, Daru fikr, h.96
13
Abdul Karim,Petunjuk Merawat Mayat dan Shalat Mayat, Jakarta : Amzah, 2002, h.20
12
Sedangkan menurut
Syech Muhamman
Nashiruddin Al-Albani
mengatakan bahwa syarat bagi orang yang akan memandikan jenazah itu adalah : a. Orang yang memandikan Jenazah harus benar-benar menutupi Jenazah
dengan rapat dan tidak menyebar luaskan keburukan yang telah dilihatnya dari jenazah tersebut.
b. Hendaklah dalam memandikan Jenazah itu seorang yang benar-benar berniat untuk mencari keridhoan Allah SWT dan tidak bertujuan untuk
memperoleh upah atau ucapan terima kasih, serta tidak pula karena materi duniawi lainnya.
14
Pendapat ini sesuai dengan Firman Allah SWT dalam Al-Qur’an Surat Al- kahfi ayat 110 yang berbunyi ;
Artinya : katakanlah: sesungguhnya aku ini manusia biasa seperti kamu, yang diwahyukan kepadaku : “Bahwa sesungguhnya tuhan kamu itu adalah tuhan
yang Esa”. Barang siapa mengharapkan perjumpaan dengan tuhannya, maka hendaklah ia mengerjakan amal yang saleh dan janganlah ia mempersekutukan
seorangpun dalam beribadat kepadanya.”. QS.Al-Kahfi : 110
15
Bahwa orang yang memandikan Jenazah itu orang yang terpercaya dapat menutupi aib yang dimiliki oleh Jenazah dan juga orang yang memandikan
Jenazah itu harus memiliki niat yang tulus mengharapkan keridhaan Allah SWT, tidak memiliki niat karena memandikan Jenazah itu diberikan upah atau imbalan.
Adapun pendapat yang lain tentang syarat bagi orang yang akan memandikan jenazah mengatakan bahwa, orang yang memandikan jenazah harus
orang yang amin dengan kata lain orang yang terpercaya. Bila ia melihat kebaikan
14
Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-albani, Hukum dan Tata Cara Mengurus Jenazah Menurut Al-Qur’an dan As- Sunnah, Penrj, M. Abdul Ghoffar, Bogor : Pustaka Imam
Syafi;I,2005, h.137-138
15
Tim Penyusun Departemen Agama RI, AL-Qur’an dan Terjemahan, Bandung : Diponogoro, 2005, h.243
13
dari si jenazah tersebut, maka disunahkan menyebutkannya, tetapi hal-hal yang buruk haram diungkapkan.
16
Pendapat ini sesuai apa yang pernah diungkapkan oleh Ibnu Majah:
ﻟ ﻞﺴﻐﯿ
نﻮﻣﺎﻣ ﻻا ﻢﻛﺎﺗﻮﻣ
“janganlah ada yang memandikan Jenazah kamu kecuali orang yang terpercaya”.
17
Dalam pendapat tersebut mengatakan bahwa orang yang harus memandikan jenazah orang muslim adalah yaitu orang yang memiliki sifat amin
yaitu orang yang terpercaya. Maksud dari terpercaya adalah orang yang bisa menyimpan rahasia bila dia melihat keburukan atau aib yang dimiliki oleh jenazah
yang ia mandikan dan tidak menyebarluaskan apa yang telah dia lihat tentang si jenazah tersebut.
Orang yang paling utama memandikan jenazah yaitu jika : mayatnya perempuan maka yang memandikannya ialah ibunya, Neneknya atau keluarga
terdekat dari pihak wanita serta suaminya. Begitupun sebaliknya.
C. Proses Menandikan Jenazah
Memandikan jenazah itu sekurang-kurangnya mengalirkan air keseluruh tubuhnya, untuk kesempurnaan memandikan jenazah, perlu memperhatikan
beberapa hal dibawah ini : 1. Jenazah dengan atau tanpa pakaian, jika pakaian ditanggalkan, maka
jenazah yang dimandikan aurat harus tertutup 2. Tertib memandikan.
a. Membersihkan jenazah dari najis b. Mewudhukan jenazah
c. Memandikan jenazah tiga-tiga atau lima-lima kali basuhan. d. Memandikan jenazah dengan wangi-wangian
e. Mengeringkan jenazah yang telah dimandikan dengan handuk f. Merahasiakan cacat tubuh jenazah
18
16
Lahmuddin Nasution, Fiqih 1, Jakarta : IAIN, 1995, h.133
17
Lahmuddin Nasution, Fiqih 1, h.133
18
H. E. Hasan Saleh, dkk, Kajian Fiqih Nabawi dan Fiqih Kontemporer, Jakarta : Raja Grafindo Persada, h.230-231
14
Menurut keterangan diatas cara memandikan mayat itu, mula-mula mayat didudukkan secara lemah lembut dengan posisi miring kebelakang ditempat yang
agak tinggi denga ditutupi kain. Orang yang memandikan meletakkan tangan kanan di bahu dengan ibu
jarinya pada lengkungan tengkuk, dan lututnya menahan punggung mayat. Lalu, perut mayat diurut dengan tangan kiri yang dibalut dengan perca kain
pembersih untuk mengeluarkan kotoran yang mungkin keluar. Setelah perca pembalut tangan diganti, gigi dan hidungnya dibersihkan pula.
Dengan melaksanakan rangkaian diatas maka selesailah satu kali memandikan mayat. Memandikan mayat itu sekurang-kurangnya dengan
mengalirkan air keseluruh tubuh menggunakan air yang dingin untuk menguatkan badannya dan disunahkan memandikan dengan hitungan ganjil ini sesuai denga
Hadits Nabi Saw, diriwayatkan oleh Imam Bukhari.
ﺖﻠﻗ :
وا ﺎﺛﻼﺛ ﺎﮭﻨﻠﺴﻏا لﺎﻘﻓ ﮫﺘﻨﺑا ﻞﺴﻐﻧ ﻦﺤﻧو ﻢﻠﺳو ﮫﯿﻠﻋ ﷲا ﺊﻠﺻ ﷲا لﻮﺳرﺎﻨﯿﻠﻋ ﻞﺧد ﺎﻌﺑر وا ﺎﺴﻤﺧ
يرﺎﺨﺒﻟﺎھاور “ Rasulullah masuk kepada kami ketika kami sedang memandikan putrid
beliau seraya bersabda :” mandikanlah dengan siraman yang ganjil, yaitu tiga kali, lima kali atau tujuh kali. HR. Bukhari .
19
Maksud dari Hadits diatas adalah disunahkan memandikan jenazah itu dalam hitungan yang ganjil yaitu tiga kali lima kali atau tujuh kali.
2. Mengkapani Jenazah a.
Hukum Mengkafani Jenazah
19
Al-albani, Ringkasan, h.406
15
Dari segi hukumnya, mengkafani mayit adalah fardhu kifayah yakni apabila seorang telah melakukannya maka gugurlah beban dosa dari yang lain.
Kafan yang wajib terdiri dari selapis kain. Jika kain tidak mencukupi untuk membalut tubuh mayit maka yang didahulukan adalah menutup dengan kain
tersebut tubuhnya bagian atas, sedang bagian bawah ditutup dengan bahan-bahan, seperti kapas, rumput, tikar dan sebagainya.
Adapun hukum mengkafani jenazah menurut pendapat yang lain mengatakan bahwa hukum mengkafani jenazah adalah wajib sesuai dengan apa
yang diperintahkan oleh Nabi Muhammad Saw. Bahwa kewajiban bagi orang yang masih hidup itu memiliki kewajiban terhadap orang yang meninggal dunia
yaitu memandikan, mengkafani, menshalatkan dan menguburkan jenazah.
20
Ketentuan kain kafan yang digunakan untuk mengafani jenazah minimal satu lapis yang dapat menutupi seluruh tubuhnya baik terhadap jenazah laki-laki maupun
perempuan. Sedangkan warna yang paling afdhal adalah warna putih.
b. Proses Mengkafani Jenazah
Kain kafan untuk laki-laki terdiri dari tiga lembar kain putih, tidak pakai baju maupun tutup kepala dan boleh dikafani dengan dua lembar kain sekurang-
kurangnya satu lembar yang dapat menutupi seluruh badan jenazah tersebut. Adapun untuk mengkafani jenazah laki-laki sebagai berikut :
1. Bentangkan kain kafan sehelai demi sehelai setelah masing-masing helainya ditaburi dengan wangi-wangian, misalnya kapur barus.
Hendaklah lembaran yang paling bawah lebih lebar dan luas. Ukurlah terlebih dahulu panjang dan lebar untuk kain kafan si jenazah secukupnya
dan sediakan kain atau tali pengikat jenazah dibawah kain kafan yang diambil dari potongan-potongan pinggir kain kafan untuk mudah
mengikatnya.
21
2. Setelah itu, perlahan-lahan jenazah diletakkan diatas kain-kain tersebut dalam posisi membujur, dan kalau mungkin menaburi tubuhnya lagi
dengan wangi-wangian.
20
S. Sa’adah, Materi Ibadah, Surabaya : Amelia, 2006, h.162
21
Abdul Karim,Petunjuk Merawat Jenazah dan Shalat ,h.28
16
3. Selanjutnya menyelimutkan kain kafan yang dimulai dari kain kafan yang disebelah kanan paling atas, kemudian ujung lembaran kain sebelah kiri
paling atas, dan selanjutnya disusul dengan lembaran kain berikutnya secara berurutan dan dengan cara yang sama.
4. Jika semua kain telah membalut jasad jenazah, baru diikat dengan tali-tali yang disiapkan dibawahnya.
22
Sedangkan menurut Lahmuddin Nasution sebaiknya jenazah laki-laki dikafani dengan tiga helai kain putih, tanpa gamis dan sorban. Satu helai sebagai
sarung, sehelai lagi menutupi badan dari leher hingga mata kaki dan satu helai lagi menutupi seluruh tubuhnya.
23
Dari keterangan diatas bahwa jenazah laki-laki itu harus memakai kain kafan tiga helai atau lembar, berbeda dengan cara memakaikan kain kafan kepada
wanita. Kalau wanita itu memakai kain kafan sebanyak lima lembar, ini sesuai dengan apa yang diungkapkan oleh H. A. Abdul Karim bahwa jenazah perempuan
itu memakai kai kafan sebanyak lima helailembar, yaitu : a. Lembar pertama yang paling bawah untuk menutupi seluruh badannya,
kain kafannya harus lebih lebar dan panjang dari yang lainnya. b. Lembar kedua kerudung kepala.
c. Lembar ketiga untuk baju kurung. d. Lembar keempat untuk menutupi dari pinggang hingga kaki.
e. Lembar kelima untuk menutupi pinggul dan pahanya.
24
Adapun cara mengkafani jenazah wanita sebagai berikut : 1. Memakaikan kain kafan yang kelima yang terletak dibagian
pinggulnya sebagai rok 2. Memakaikan kain keempat sebagai kain sarung.
3. Memakaikan kain ketiga sebagai baju kurung. 4. Memakaikan kain kedua sebagai kerudung tutup kepala
5. Membungkuskan kain pertama yang paling bawah, kepada seluruh tubuhnya dengan cara mempertemukan kedua tepi kain yang sebelah
22
Zainuddin, Fiqih Ibadah, h.132
23
Nasution, Fiqih 1, h.136
24
Karim, Shalat Mayat, h.29
17
kanan dengan sebelah kiri. Kemudian menggulungkan keduanya kearah kanan dan kebagian dalam.
25
3. Shalat Jenazah