1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Seperti yang telah dijelaskan di dalam al-Qur`an Surah al-Mukminun ayat 12-
14 berikut :
” Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari suatu saripati berasal dari tanah. Kemudian Kami jadikan sari pati itu air mani yang
disimpan dalam tempat yang kukuh rahim. Kemudian air mani itu kami jadikan segumpal darah, lalu segumpal daging dan segumpal daging itu
Kami jadikan tulang belulang itu Kami bungkus dengan daging. Kemudian Kami jadikan dia makhluk yang berbentuk lain. Maka
Mahasuci Allah Pencipta yang paling baik
.”. Setiap anak yang dilahirkan, telah membawa karakter dan sifatnya sendiri.
Termasuk juga telah membawa Kecerdasan Intelektual IQ dan Kecerdasan Emosional EQ dalam dirinya. Semua itu akan sangat mempengaruhi
kepribadian, bahkan mungkin kegagalan atau kesuksesannya. Namun, bukan berarti proses semuanya itu telah selesai, tidak dapat diubah, dan tidak dapat
dipengaruhi. Orangtua, para pendidik, dan lingkungan, memiliki peran yang sangat
penting dalam mengarahkan dan meningkatkan potensi yang telah Allah
karuniakan pada diri anak tersebut. Anak tidak boleh dibebaskan mengikuti kemauannya begitu saja, tetapi tidak patut juga dikekang dan dibelunggu untuk
menuruti kehendak orang lain, termasuk orang tuanya. Alangkah baiknya anak diberikan kesempatan mengembangkan potensi dasar yang telah dimiliki sembari
orangtua mengarahkan dan meningkatkannya. Pada sebagian masyarakat; tekanan, paksaan, ancaman, bahkan pukulan
dijadikan sebagai bagian dari metode mengajar. Siakap menghargai potensi anak dan perasaannya kurang begitu dipahami. Hal seperti ini, menyebabkan semakin
bertambah kompleksnya problem anak.
1
Dari tahun ke tahun pelanggaran terhadap hak anak di Indonesia semakin meningkat, hal ini bisa diibaratkan sebuah gunung es yang semakin menjulang
tinggi dimana penyelesaiannya hanya pada tingkat permukaan saja. Anak merupakan amanah dan karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang dalam dirinya
mempunyai harkat dan martambat manusia seutuhnya,
2
sehingga anak memiliki hak-hak yang asasi manusia yang sama dan tak terpisahkan. Beberapa
pelanggaran hak anak itu dimulai dari kekerasan terhadap anak, eksploitasi, diskriminasi, perdagangan anak sampai pada perlakuan salah lainnya. Maka
permasalahan ini begitu kompleks dan memprihatinkan. Hingga kini belum ada penanganan yang komprehensif dan holistik dalam pencegahan pelanggaran hak
anak yang menjadikan generasi bangsa ke arah persimpangan jalan. Hal ini diperparah lagi dengan adanya kebijakan negara yang tumpang tindih mengenai
1
DR. Makmun Mubayidh, Kecerdasan Kesehatan Emosional Anak Jakarta 2006 h.xi
2
UU RI nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak
kebijakan perlindungan anak di Indonesia sehingga semakin terabaikannya pemenuhan dan perlindungan hak anak di negeri ini.
Guna mengatasi semakin peliknya persoalan anak, Komnas Perlindungan Anak melakukan survei apakah diperlukan sebuah kementerian yang khusus
menangani masalah anak. Dalam survei terjaring sebanyak 7.724 responden, sebanyak 6.674 responden atau sekitar 86,41 persen yang memilih bahwa
Kementerian Khusus Anak perlu dibentuk, sedang yang memilih Kementerian Khusus Anak tidak perlu dibentuk sebanyak 1.050 responden atau sekitar 13,59
persen.
3
Upaya penanganan anak terlantar sampai saat ini tidak hanya dilakukan oleh lembaga pemerintah saja, lembaga-lembaga swasta pun memiliki peran yang
cukup sentral dalam menumbukan kesadaran masyarakat mengenai permasalahan anak. Adanya sinergi antara lembaga swasta dengan pemerintah menjadi sangat
penting jika keinginan untuk mengentaskan anak yang diterlantarkan berjalan dengan cepat. Selain itu, melakukan berbagai inovasi pendekatan dalam
penanganan anak tidak bisa dikesampingkan, bahkan menjadi prioritas yang terus dipikirkan. Anak terlantar adalah anak yang berusia 5-18 tahun yang karena sebab
tertentu karena beberapa kemungkinan: miskintidak mampu, salah seorang dari orang tuanyawali pengampu sakit, salah seorangkedua orang tuanyawali
pengampu atau wali meninggal, keluarga tidak harmonis, tidak ada pengampupengasuh, sehingga tidak dapat terpenuhi kebutuhan dasarnya dengan
wajar baik secara jasmani, rohani maupun sosial. Istilah terlantar dalam hal ini antara lain: tidak ada orang tua atau wali yang merawatnya, tidak diketahui orang
3
http:www.diknaspadang.orgmod.php?mod=publisherop=viewarticlecid=13artid= 460 diakses pada tanggal 13 Oktober 2010
tuanya atau kerabatnya, orang tua yang tidak mampu merawatnya, terlantar di sembarang tempat, dan karena sebab-sebab lain yang patut diberi pertolongan.
4
Salah satu lembaga yang peduli terhadap anak terlantar adalah Yayasan Sayap Ibu Jakarta yang telah melakukan inovasi pendekatan dalam penanganan
anak, yaitu melalui pendekatan psikososial. Kata psikososial itu sendiri menggarisbawahi satu hubungan yang dinamis antara efek psikologis dan sosial,
yang mana masing-masingnya saling mempengaruhi. Kebutuhan psikososial mencakup cara seseorang berfikir dan merasa mengenai dirinya dan orang lain,
keamanan dirinya dan orang-orang yang bermakna baginya, hubungannya dengan orang lain dan lingkungan sekitarnya serta pemahaman-pemahaman dan reaksinya
terhadap kejadian-kejadian di sekitarnya.
5
Walaupun sebetulnya pendekatan ini sudah dilakukan oleh lembaga- lembaga swasta atau pemerintah lainnya namun sedikit berbeda dalam pendekatan
teknisnya. Teknis pendekatan tersebut yaitu menolong anak-anak batita Bawah Tiga Tahun yang terlantar, anak-anak tersebut dirawat sambil dicarikan keluarga
angkat dan disekolahkan. Dari uraian tersebut penulis memutuskan mengambil tema psikososial sebagai analisis dalam melakukan penelitian anak terlantar di
Yayasan Sayap Ibu Jakarta . Penelitian ini penulis tuangkan dalam judul skripsi yaitu :
“Psikososial Anak Terlantar di Yayasan Sayap Ibu Jakarta”.
4
Edi Suharto, Penyandang masalah Kesejahteraan Sosial, artikel di akses pada tanggal 13 Oktober 2010 dari http:www.policy.husuhartomodul amakindo 40.htm
5
Departemen Sosial RI, Standar Rahabilitasi Psikososial Pekerja Migram Jakarata: 2004, h.2
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah