mempunyai kapasitas untuk melakukan tindak sosial dan legal tertentu.
Namun sebagai fenomena sosial dan legal, sub klasifikasi itu tidak dikenal. Dalam perspektif legal, anak
merupakan satu fenomena tunggal. Dalam hal ini anak hanya dipertahankan dengan orang dewasa yang dianggap sudah
sepenuhnya mampu melakukan tindakan legal tertentu. Perbedaan anak dengan orang dewasa biasanya dipatok dengan batas umur
tertentu. Batas umur tersebut bisa berbeda-beda bergantung pada jenis tindakan yang dilakukan. Misalnya, untuk dianggap
mempunyai kapasitas melakukan suatu tindak kejahatan ditetapkan suatu batasan umur yang ditetapkan untuk melakukan perkawinan.
E. Pengertian Anak Terlantar
Anak terlantar pada dasarnya telah menjadi kepedulian bangsa Indonesia yang secara eksplisit telah tertuang dalam UUD 1945. Dalam
pasal 34 ditegaskan, bahwa fakir miskin dan anak terlantar dipelihara oleh Negara.
18
Negara dalam pengertian ini dapat dipahami pemerintah bersama masyarakat. Secara fungsional, program ini telah menjadi salah
satu tugas dan tanggung jawab Kementrian Sosial Republik Indonesia. Beberapa indikator yang menjadi tolok ukur untuk melihat kondisi anak.
18
UUD 1945 Setelah Amademen Keempat tahun 2002 Jakarta : Pustaka Setia : 2004, h. 28
Berikut ini dapat dikemukakan beberapa pandangan tokoh masyarakat dari beberapa lokasi penelitian sebagai.
19
Anak terlantar adalah anak yang tidak terurus oleh orang tuanya, pakaian compang-camping, tidak terpenuhinya kebutuhan sehari-hari.
1. Ciri anak terlantar dapat dilihat dari kondisi ekonomi orang tua yang lemah miskin, anak tidak terurus dari pemenuhan kebutuhan sehari-
hari makan, pakaian, pendidikan. 2. Ciri anak terlantar dapat dilihat dari kondisi ekonomi orang tua yang
lemah miskin, anak tidak terurus dari pemenuhan sehari-hari makan, pakaian, pendidikan.
3. Anak terlantar adalah anak yang berasal dari keluarga miskin, baik sisi ekonomi, miskin hati maupun miskin moral.
4. Anak terlantar bukan hanya dari ekonomi lemah tetapi anak berasal dari keluarga ekonomi mapan tetapi terlantar secara sosial dan
psikologis. 5. Anak yang tidak mendapatkan perhatian, tinggalnya berpindah-pindah
disembarang tempat, pakaian tidak karuan. 6. Anak yang kurang terjamin khususnya dalam pendidikan atau tidak
dapat sekolah kerena alasan orang tua kurang mampu dalam ekonominya.
Tolok ukur anak terlantar yang dikemukakan oleh para tokoh di atas terkesan bersifat parsial, namun masalah tersebut mempunyai keterkaitan
dengan permasalahan lain yang harus dihadapi oleh anak. Sebagai ilustrasi
19
Pusat Penelitian dan Pengembangan Usaha Kesejahteraan Sosial, Model Penanganan Anak Terlantar Berbasis Kekerabatan, Badan Penelitian dan Pengembangan Sosial : Departemen
Sosial. h. 115
dapat dikemukakan beberapa kondisi yang dapat berdampak negatif pada anak sebagai berikut.
20
a Anak tidak terurus, berpakaian compang-camping, dan tidak terpenuhinya kebutuhan sehari-hari, sehingga ia harus bekerja dahulu
sebelum makan. Tolok ukur ini mengendikasikan, anak yang tidak mendapatkan perhatian keluarga dan lingkungannya. Seringkali anak
tersebut didentifikasi sebagai anak gelandanganpengemis dan atau anak jalanan.
b Mereka yang menghabiskan sebagian waktunya di jalanan, waktu yang mestinya dapat digunakan untuk belajar, bermain dipergunakan untuk
bekerja. Terlebih lagi jika anak harus membantu ekonomi keluarga untuk bekerja. Kondisi semacam ini tentunya berpengaruh pada
perkembangan psikologi anak rendah diri, terutama dalam pergaulan sosialisasi anak dengan teman yang lebih luas. Dampak yang paling
panjang adalah masa depan anak yang tidak menentu. c Anak yang tidak mendapat perhatian dapat diinterpretasikan sebagai
anak yang kurang terawat kesehatan, pendidikan serta kasih sayang. Kondisi ini tentunya dapat menghambat perkembangan anak, baik
secara psikologis maupun sosial. d Anak yang berada di lokasi pengungsian akibat bencana maupun
konflikkerusuhan seringkali permasalahannya lebih kompleks. Di satu sisi, mereka berada dalam kondisi tekanan psikologis yang paling tidak
menguntungkan seperti; kurang percaya diri, dan kesulitan untuk
20
Ibid. h 117
belajar. Di sisi lain, masih banyak faktor yang mempengaruhi terhadap kesempatan untuk mengakses pendidikan, kesehatan dan sebagainya.
Kondisi di atas mengindikasikan adanya hak kebutuhan dasar anak sebagaimana termaktub di dalam Konvensi Hak Anak yang tidak dapat
terpenuhi. Secara empiris, pandangan masyarakat ini dapat disimpulkan bahwa anak terlantar adalah anak yang tidak terpenuhi kebutuhan fisik, psikis
dan sosial secara baik. Jika ditelusuri akar permasalahan yang menyebabkan meningkatnya anak terlantar adalah 1 faktor ekonomi yang lebih
menekankan pada masalah kemiskinan, dan 2 kondisi situasional seperti bencana alam, konflikkerusuhan.
21
21
Ibid h 118
25
BAB III METODE PENELITIAN