Tota Pasaribu : Kewenangan Dalihan Natolu Dalam Penyelesaian Tindak Pidana Secara Hukum Adat Batak Toba Studi Di Kec. Borbor,Kab. Toba Samosir, 2008.
USU Repository © 2009
BAB II HUKUM PIDANA NASIONAL DI INDONESIA
A. Keberadaan KUHP dalam Masyarakat Indonesia sebagai Hukum Pidana yang Bersifat Nasional.
Hukum Pidana Indonesia bentuknya tertulis dikodifikasikan dalam suatu kitab undang-undang. Dalam perkembangannya,hukum pidana Indonesia tertulis
dan dikodifikasikan dalam suatu Kitab Undang-undang Hukum Pidana KUHP yang berasal dari pemerintah penjajahan Belanda .Dan perlu ketahui bahwa
sejarah berlakunya Kitab Undang-undang Hukum PidanaKUHP adalah Di mana pada zaman penjajahan Belanda peraturan perundang-undangan yang berlaku di
Indonesia bercorak “dualistis”. Corak dualistis dimaksud adalah bahwa bagi orang Eropa berlaku sistem hukum Belanda, sementara itu bagi orang-orang lainnya
sebagai penghuni Indonesia berlaku satu sistem hukum masing-masing. Ketentuan pidana yang belaku bagi orang-orang Eropa tersendiri. Di lain pihak bagi orang
Indonesia berlaku hukum pidana masing-masing.
12
KUHP untuk golongan Indonesia1873 adalah copy atau turunan dari KUHP untuk golongan Eropa 1867. Dan KUHP untuk golongan Eropa tersebut,
merupakan turunan kode penal yaitu hukum pidana Prancis. Ketika masih berlakunya dulisme hukum di Indonesia di mana KUHP
sebelum tahun 1918, diberlakukan untuk dua golongan yaitu: 1.Satu untuk golongan Indonesia mulai 1 Januari 1873
2.Satu untuk golongan Eropamulai 1 Januari 1867
12
R.Abdoel Djamali, Pengantar Hukum Indonesia, Jakarta:Raja: Grafindo Persada,2005,hal.177.
Tota Pasaribu : Kewenangan Dalihan Natolu Dalam Penyelesaian Tindak Pidana Secara Hukum Adat Batak Toba Studi Di Kec. Borbor,Kab. Toba Samosir, 2008.
USU Repository © 2009
Adapun perbedaan KUHP untuk golongan Eropa1867 dengan KUHP Untuk Indonesia terutama pada jenis hukuman yang diberikan misalnya:
a. Orang Indonesia dapat diberi kerja paksa dengan lehernya diberi kalung besi atau kerja paksa yang tidak dibayar untuk mengerjakan pekerjaan umum,
sedang orang-orang Eropa tidak, hanya hukuman penjara atau hukuman kurungan saja.
b. KUHP untuk orang Indonesia disesuaikan dengan keadaan dan kebiasaan orang Indonesia, misalnya:
1. Perkawinan dengan lebih satu orang perempuan 2. Mengemis dimuka umum tidak dihukum.
13
Pada zaman pendudukan Jepang, aturan hukum pidana yang berlaku sebelumnya dinyatakan tetap belaku. Berarti seluruh ketentuan hukum yang
tertera dalam Wetboek van Strafrecht voor Nederlandsh Indie tetap berlaku saat itu. Setelah Indonesia merdeka, juga tetap berlaku aturan hukum pidana Belanda
itu, berdasarkan pasal II aturan peralihan Undang-undang Dasar 1945. Akan tetapi, pada tahun 1945 melalui UU No.1 Tahun 1945 Wetboek van Strafrecht
voor Nederlansch Indie setelah mengalami perubahan seperlunya menjadi Wetboek van strafrecht voor Indonesia dinyatakan berlaku. Setelah perjalanan
sejarah Indonesia dari Republik Indonesia Serikat menjadi Negara kesatuan Republik Indonesia lagi, melalui Undang-Undang Nomor 73 Tahun 1958 yang
berlaku sejak tanggal 29 september 1958, merupakan Undang-Undang yang menyatakan tentang berlakunya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 Republik
13
C.S.T. Kansil, op.cit,hal.7
Tota Pasaribu : Kewenangan Dalihan Natolu Dalam Penyelesaian Tindak Pidana Secara Hukum Adat Batak Toba Studi Di Kec. Borbor,Kab. Toba Samosir, 2008.
USU Repository © 2009
Indonesia. Undang-undang ini tentang peraturan Pidana untuk seluruh wilayah Republik Indonesia sehingga mengubah Kitab Undang-undang Hukum
Pidana.Dengan Undang-undang ini, berarti sejak tanggal 29 september 1958, berlaku Kitab Undang-undang Hukum Pidana KUHP bagi seluruh penghuni
Indonesia dengan corak kodifikasi.
14
14
Loc.cit
Adapun KUHP secara sistematika terdiri dari 3 tiga buku yaitu : Buku I . tentang ketentuan umum terdiri dari 9 titel bab
Buku II. tentang kejahatan terdiri dari 31 bab Buku III. tentang pelanggaran terdiri dari 10 bab.
Adapun buku I yang terdiri dari 9 bab tadi memuat : Bab I. tentang kekuasaan berlakunya hukum pidana
Bab II. tentang hukuman Bab III. tentang penghapusan, pengurangan dan penambahan hukuman
Bab IV. tentang percobaan Bab V. tentang turut serta melakukan perbuatan yang dapat dihukum
Bab VI. tentang gabungan perbuatan yang dapat dihukum Bab VII. tentang memasukkan dan mencabut pengaduan dalam perkara kejahatan,
yang hanya boleh dituntut atas pengaduan Bab VIII. tentang hapusnya hak menuntut dan hapusnya hukuman
Bab IX. tentang peraturan penghabisan Pasal 103
Tota Pasaribu : Kewenangan Dalihan Natolu Dalam Penyelesaian Tindak Pidana Secara Hukum Adat Batak Toba Studi Di Kec. Borbor,Kab. Toba Samosir, 2008.
USU Repository © 2009
Sementara Buku II yang terdidri 31 bab, yang memuat kurang lebih 400 pasal, tentang perbuatn–perbuatan yang dinamakan kejahatan. Diantaranya
terdapat pasal–pasal penting seperti : a.
Kejahatan terhadap
keselamatan Negara,
kepentingan Negara
pemberontakan, dan penghianatan, b.
Kejahatan–kejahatan terhadap pelaksanaan kewajiban–kewajiban dan hak – hak kenegaraan, mengacaukan sidang parlemen, merintangi pemilihan
umum, c.
Kejahatan kejahatan terhadap ketertiban umum, penghasutan untuk berbuat jahat, mengganggu rapat umum, perampokan–perampokan,
d. Kejahatan terhadap kesusilaan, pencabulan, perjudian, penganiayaan,
e. Kejahatan-kejahatan terhadap kemerdekaan orang penculikan,
f. Kejahatan-kejahatan terhadap jiwa orang pembunuhan,
g. Penganiayaan,
h. Pencurian,
i. Pemerasan dan ancaman,
j. Penggelapan,
k. Penipuan,
l. Penghinaan, dan
m. Kejahatan-kejahatan, menerima suap, membuka rahasia negara, pemalsuan
surat-surat, penggelapan uang Negara korupsi.
Tota Pasaribu : Kewenangan Dalihan Natolu Dalam Penyelesaian Tindak Pidana Secara Hukum Adat Batak Toba Studi Di Kec. Borbor,Kab. Toba Samosir, 2008.
USU Repository © 2009
Sedangkan buku III berjudul pelanggaran, terdiri atas 10 bab memuat kurang lebih 100 pasal. Dan disebut pelanggaran karena dipandang tidak
sedemikian jahat seperti pada kejahatan – kejahatan dalam buku II. Beberapa bab penting pada buku III:
a. Pelanggaran terhadap umum, kenakalan terhadap manusia, dewan atau
barang yang dapat membahayakan keselamatan umum, penjualan makanan dan minuman yang sudah rusak, beburu tanpa izin.
b. Pelanggaran terhadap ketertiban umum, membuat riuh yang menggangu
tetangga, pengemisan, membuat pakaian atau tanda-tanda pangkat yang ia tidak berhak memakainya, memakai nama atau gelar palsu.
c. Pelanggaran terhadap keuasaan umum, merobek atau merusak
pengumuman– pengumuman dari yang berwajib. d.
Pelanggaran terhadap kesusilaan, penyiaran gambar–gambar, cerita-cerita dan lagu – lagu yang tidak senonoh, penjualan miras tanda izin
e. Pelanggaran terhadap memasuki tempat- tempat angkatan perang, jalan-jalan
lain dari yang telah ditentukan. Jadi pada umumnya, jika pada tiap-tiap hari ada orang ditangkap polisi,
lalu ia dituntut jaksa, kemudian diadili oleh hakim, maka orang itu telah berbuat sesuatu yang dilarang oleh salah satu pasal dari buku I, II, dan III dalam KUHP,
dan perbuatan tersebut diancam dengan suatu hukuman.
15
15
Ibit hal. 28 – 29.
Tota Pasaribu : Kewenangan Dalihan Natolu Dalam Penyelesaian Tindak Pidana Secara Hukum Adat Batak Toba Studi Di Kec. Borbor,Kab. Toba Samosir, 2008.
USU Repository © 2009
B. Gambaran Umum Mengenai Hukum Pidana Adat