Kasus dan Analisa Kasus Kasus 1: Perzinahan

Tota Pasaribu : Kewenangan Dalihan Natolu Dalam Penyelesaian Tindak Pidana Secara Hukum Adat Batak Toba Studi Di Kec. Borbor,Kab. Toba Samosir, 2008. USU Repository © 2009 Namun demikian sumpah biasanya dilakukan hanya dalam keadaan terpaksa yaitu jika si bersalah masih tetap belum mau mengakui perbuatannya.” 36 Setelah beberapa lama hubungan terlarang antara “R Br. S” dan “MP” berjalan, akhirnya R Br. S telah hamil yaitu hasil hubungan terlarang dengan MP. Hal tersebut diketahui oleh para keluarga mereka, yaitu dengan semakin membesarnya perut dari R Br. S. sementara masyarakat atau tetangga mereka sudah mengetahui kalau HP tidak bisa lagi memberikan keturunan kepada istrinya karena suatu penyakit . Oleh karena keadaan tersebut di atas, maka para tetangga mereka mulai curiga dan berusaha menyelidiki dalam dalam masyarakat Batak

3. Kasus dan Analisa Kasus Kasus 1: Perzinahan

Kasus ini terjadi sekitar tahun 2003. yaitu antara “MP” laki-laki yang telah beristrikan “S.Br. L, dan telah mempunyai tigatiga orang anak. di mana dia telah melakukan zina dengan seorang perempuan berinisial “R Br. S” dan bersuamikan “HP” dan telah mempunyai anak juga, namun pada saat kejadian, si suami tidak bisa lagi memberikan keturunan kepada istrinya R Br. S., akibat penyakit yang dialaminya pada alat reproduksinya. Perzinahan yang terjadi antara MP dan R Br. S memang diketahui dan disetujui oleh suaminya yaitu HP tadi, karena baik antara R Br. S dan Suaminya HP masih menginginkan untuk punya anak lagi. Atas persetujuannya dia merelakan istinya R Br. S, supaya diberikan keturunan oleh MP, yang juga masih saudara teman semarganya HP, yang dalam masyarakat Batak Toba disebut dongan tubu. 36 Ibid. hal.452 Tota Pasaribu : Kewenangan Dalihan Natolu Dalam Penyelesaian Tindak Pidana Secara Hukum Adat Batak Toba Studi Di Kec. Borbor,Kab. Toba Samosir, 2008. USU Repository © 2009 Toba mereka adalah sebagai pihak dongan tubu atau saudara semarga yang harus saling menjaga kerukunan bersama, dan mereka ingin tahu dengan laki-laki siapa dia melakukan hal tersebut. Di samping juga sangat dilarang agama karena hampir 99 masyarakat di sini beragama Kristen. Setelah diselidiki, akhirnya MP adalah orang yang patut dicurigai karena hal itu dilakukan di mana MP sering berkunjung ke rumah HP dan R.Br. S apalagi hal itu dilakukannya pada malam hari. Setelah mereka tidak dapat lagi menyembunyikan perbuatannya, maka oleh pihak teman semarga mereka yang dalam Dalihan Natolu disebut dongan tubu, maka mereka atau hal ini dibawa kepada penatua adat, untuk diselesaikan, yaitu dengan cara mengusir mereka karena hal itu dianggap telah mengotori kesucian kampung. Akan tetapi pihak hula-hula dari HP, pihak keluarga R Br.S meminta supaya diselesaikan secara kekeluargaan hukum adat. Tetapi dari keluarga MP , mengiginkan supaya diusir saja begitu juga teman semarga mereka, yaitu mengusir MP, R Br.S, dan bahkan HP. Atas hasil musyawarah, akhirnya mereka diusir dari komunitas mereka dipaduru. Tidak sampai satu tahun, Setelah R Br. S melahirkan anaknya, mereka kembali lagi ke kampung tersebut, dan hal ini menimbulkan pergunjingan dalam masyarakat kampung. Karena mereka tidak mau lagi menerima HP dan R Br. S, akhirnya mereka dijauhi dari pergaulan sehari-hari serta tidak lagi menganggap bagian dari komunitas mereka. Analisa Kasus 1: Dalam kasus ini pemberian hukuman kepada pihak yang telah melakukan suatu perbuatan yang jelas-jelas sudah melanggar adat istiadat dari suatu Tota Pasaribu : Kewenangan Dalihan Natolu Dalam Penyelesaian Tindak Pidana Secara Hukum Adat Batak Toba Studi Di Kec. Borbor,Kab. Toba Samosir, 2008. USU Repository © 2009 masyarakat, yaitu mengeluarkan mereka dari komunitas adat tersebut, adalah dipengaruhi oleh masyarakat, sehingga hakim adat banyak mengambil keputusan atas pengaruh dari rakyat banyak. Namun hakim ataupun masyarakat adat seharusnya tidak hanya menghukum R.Br.S dan suaminya HP, tetapi seharusnmya MP juga ikut dihukum karena bagaimana pun juga, dia juga ikut melakukan perbuatan zina tersebut.s Dalam hal penyelesaian tindak pidana adat tesebut harus dihadiri oleh pihak dalihan natolu yaitu hula-hula, dongan tubu , juga boru baik dari pihak HP maupun MP. Namun dalam hal ini pihak boru hanya berada sebagai pihak yang mengurusi segala sesuatu yang berhubungan dengan acara tersebut termasuk mengundang pihak-pihak terkait. Dan dia tidak berwenang dalam mengambil keputusan tetapi hanya sebatas mendamaikan masalah tersebut. Dan begitu juga dengan pihak gerejatokoh agama, pihak-pihak yang telah melanggar norma agama jelas sudah melanggar norma agama, dan dia akan kena peringatan dari pihak gereja, sehingga baik MP, HP, R Br.S harus minta maaf kepada pihak gereja manopoti salah. Kasus 2:Paroa-roahon Pencemaran Nama Baik Tuak adalah minuman tradisional masyarakat BatakToba. Salah satunya adalah masyarakat adat di Kecamatan Borbor, Kabupaten Toba Samosir. Tuak disadap dari pohon enau atau pohon kelapa. Di samping sebagai minuman, tuak sebelum dicampur dengan raru kulit kayu rasanya manis sehingga sering dijadikan untuk gula aren. Dan biasanya orang Batak sangat gemar minum tuak terutama dikedai tuak, atau lapo tuak yaitu di mana orang Batak Toba hampir Tota Pasaribu : Kewenangan Dalihan Natolu Dalam Penyelesaian Tindak Pidana Secara Hukum Adat Batak Toba Studi Di Kec. Borbor,Kab. Toba Samosir, 2008. USU Repository © 2009 tidak bisa dipisahkan dengan lapo tuak. Sehingga ada ungkapan yang mengatakan di mana ada orang Batak khususya Batak Toba berada,di situ pula pasti ada lapo tuak termasuk di kota besar sekalipun seperti Medan.Dan banyak pula orang berpendapat kalau sudah mendengar kata lapo tuak, maka yang terbayang dibenaknya adalah kedai tempat minum tuak orang Batak. Istilah lapo tuak biasanya dipakai untuk menyatakan kedai yang diusahakan oleh orang Batak. Dan awalnya lapo tuak digunakan sebagai tempat membicarakan hal-hal penting atau disebut sebagai partukkoan. . Walaupun tinggal di huta atau kampung, tapi pembicaraan yang di lapo juga sampai kepada masalah nasional. Fungsi partukkoan pada masyarakat Batak Toba pada zaman dahulu adalah tempat bertemunya penghuni kampung untuk berbincang-bincang, baik mendiskusikan masalah pekerjaan, masalah keluarga atau masalah –masalah sosial lainnya. Dan kebiasaan inipun masih dibawa sampai keperantauan. Bahkan menganggap bahwa minum tuak itu sudah menjadi tradisi bagi mereka. Karena dilapo tuak juga sering dilangsungkan pertemuan-pertemuan adat. Misalnya parmargaon arisan dengan orang-orang semarga atau parsahutaon arisan dengan orang-orang sekampung wilayah yang sama. dan bukan itu saja, di lapo tuak pun biasanya dilangsungkan persidangan tentang perkara desa, dan juga sebagai tempat menghilangkan stress, mempererat kekeluargaan. Sambil membicarakan hal-hal penting atau hal positif. Tetapi sering kali karena kebanyakan minum tuak atau karena sudah mabuk, mengakibatkan pertengkaran sesama mereka yang sedang minum tuak. Tota Pasaribu : Kewenangan Dalihan Natolu Dalam Penyelesaian Tindak Pidana Secara Hukum Adat Batak Toba Studi Di Kec. Borbor,Kab. Toba Samosir, 2008. USU Repository © 2009 Seperti kasus berikut: Awal kasus ini adalah terjadi sekitar tahun 2007 an, dimana “SP” yang berusia sekitar 50 tahun, sedang minum tuak di kedai tuak bersama”SS” dan umurnya sekitar 35 tahun. Namun menurut beberapa sumber awal penyebab perselisihan kurang diketahui apakah karena pengaruh tuak atau memang sebelumnya sudah ada perselisihan di antara mereka. Tetapi pada waktu itu terjadilah pertengkaran antara mereka, yang disaksikan oleh orang ramai yang sedang minum juga pada waktu itu. Setelah sedang adu mulut, SP mengeluarkan kata-kata yang intinya mengatakan, kalau SS adalah “pangarasun”orang yang sengaja memasukkan racun kedalam makanan seseorang untuk membunuh orang tersebut dengan tujuan tertentu. Mendengar perkataan SP tadi, masyarakat ramai tadi seolah mempercayai hal itu. Dan akhirnya isu tersebut cepat meluas dan kemudian SS telah dicap sebagai “pangarasun”. Tidak mau dirinya disebut sebagai pangarasun, dan ingin memperbaiki nama baiknya yang sudah tercemar, maka SS memberitahukannya kepada dongan tubunya atau teman semarganya. Dan atas saran dari dongan tubu tersebut hal ini dibawa mereka kepada penatua adat. Melalui bantuan borunya yaitu marga lain yang telah memperistri saudara perempuan dari pihak SS, mereka juga memanggil pihak lain termasuk pihak SP yang menurut mereka telah menyebar fitnah. Dan setelah kasus tersebut dibawa ke penatua adat, yang dihadiri pihak SP dan SS, setelah SP maupun SS ditanyai tentang benar tidaknya berita tersebut, dan kedua belah pihak memberikan keterangan saling bertolak belakang. Dan atas kebijakan penatua adat, jalan terakhir adalah mengambil sumpah masipatolonan melalui Alkitab sebagai wahana melaksanakan sumpah. Akan tetapi SP yang menurut SS telah menyebar Tota Pasaribu : Kewenangan Dalihan Natolu Dalam Penyelesaian Tindak Pidana Secara Hukum Adat Batak Toba Studi Di Kec. Borbor,Kab. Toba Samosir, 2008. USU Repository © 2009 fitnah, tidak mau disumpah dan mengakui bahwa apa yang dia katakan adalah tidak benar. Hal itu dia katakan hanya karena dia tidak sadarmabuk tanpa ada maksud apapun. Oleh hakim penatua adat, SP dihukum yaitu dengan meminta maaf kepada SS, di samping membayar semua biaya yang timbul ketika kasus tersebut diselesaikan. Termasuk biaya makan kepada semua pihak pada saat itu, serta sejumlah uang yang tidak dinilai dari materi tetapi adalah nilai morilnya. Biaya tersebut dalam masyarakat Batak Toba dinamakan tudu-tudu muncung tutup mulut. Analisa Kasus 2: Dalam kasus ini, sesuai dengan literatur yang penulis gunakan, dapat digolongkan terhadap tindak pidana penghinaan lisan atau pencemaran nama baik. Dalam penyelesaiannya kasus seperti ini, termasuk pihak-pihak yang berperan dalam mengambilan keputusan, selain raja adalah dongan tubuteman semarga baik dari pelaku maupun korbanyang merasa dirugikan. Sementara pihak hula- hula adalah hanya sebagai pemberi nasehat untuk diselesaikan secara damai dan kekeluargaan. Dan untuk memulihkan nama baik korban yang sudah tercemar, maka selalu diupayakan kehadiran anggota masyarakat atau yang diwakili, sebagai saksi bahwa supelaku telah melakukan fitnah. Dan untuk membayar kerugian yaitu kerugian moril yang dialami korban, yaitu nama baiknya sudah tercemar, maka pelaku diwajibkan memberi makan seluruh undangan. Karena berdasarkan hukum adat Batak Toba, dengan memakan makanan pemberian seseorang itu, berarti Tota Pasaribu : Kewenangan Dalihan Natolu Dalam Penyelesaian Tindak Pidana Secara Hukum Adat Batak Toba Studi Di Kec. Borbor,Kab. Toba Samosir, 2008. USU Repository © 2009 sudah menerima apa yang dikatakannya, dengan syarat jika disaksikan oleh masyarakat banyak. Dan sipelaku juga diwajibkan memberi sejumlah uang kepada pihak yang hadir atau melalui perwakilan walaupun tidak dilihat dari nilai materi uang tersebut. Dan jika si pelaku mengulangi tindakan tersebut, kepadanya bisa diberikan hukuman yang lebih berat lagi. Kasus 3 Kekerasan Dalam Rumah TanggaPasiak-siakhon. Kasus ini terjadi sekitar tahun 1997, di mana seorang suami berinisial “A” yang beristrikan “S”, sudah berumah tangga sejak tahun 1989. atau kurang lebih 12 tahun dan mereka telah mempunyai tiga orang anak. Si suami mempunyai kebiasaan buruk yaitu sering mabuk-mabukan, malas bekerja dan yang lebih parah lagi dia sering main judi. Setiap kali dia melakukan kebiasaan buruknya, maka akan terjadi pertengkaran diantara mereka. Karena suami tadi yang kalah dalam perjudian, serta mabuk akibat pengaruh minuman keras. Dan pertengkaran itu hampir selalu terjadi setiap kali si suami pulang dalam keadaan mabuk, juga meminta uang kepada istrinya dengan paksaan untuk dihabiskan di meja judi. Melihat hal tersebut, si istri selalu saja menjadi korban kekerasan suaminya dan dia selalu berusaha melawan, dan dia merasa kalau suaminya kerjanya hanya menghambur-hamburkan uang. Pertengkaran itu sepertinya tidak pernah berhenti, bahkan yang lebih parah lagi, si istri sering menjadi korban kemarahan suami seperti kena pukulan suami, dan ini mulai terjadi dua tahun semenjak perkawinan mereka. Tota Pasaribu : Kewenangan Dalihan Natolu Dalam Penyelesaian Tindak Pidana Secara Hukum Adat Batak Toba Studi Di Kec. Borbor,Kab. Toba Samosir, 2008. USU Repository © 2009 Para tetangga mereka yaitu saudara semarga mereka sudah mengetahui keadaan keluarga tersebut dan beranggapan bahwa mendengar pertengkaran itu sudah menjadi kebiasaan suami istri tersebut. Karena sebelumnya mereka juga sudah pernah menegur atau menasehati si “A” atau suami tersebut, terhadap kebiasaan buruknya yang sering memukul istrinya. Pada saat itu si suami berjanji di hadapan saudara semarganya kalau dia akan meninggalkan kebiasaan buruknya termasuk kebiasaan memukuli istrinya. Serta juga memohon supaya ini jangan sampai diketahui oleh pihak keluarga istrinyahula-hula, di samping itu hal yang membuat pihak semarga menuruti permohonan si suami tadi juga dikarenkan sikap istri yang seolah-olah agak enggan berterus terang kepada tetangganya karena dia beranggapan hal tersebut adalah sama saja membuka aib keluarga. Meskipun demikian telah diselesaikan masalah tersebut, tetapi tidak berapa lama kemudian si suami kembali mengulangi kebiasaan buruknya. Kejadian seperti itu kembali terjadi sekitar bulan Oktober 1997,dan hal yang paling menyakitkan bagi si istri, dia kembali di pukuli oleh suaminya bahkan sampai mengalami luka di beberapa bagian tubuhnya. Melihat tingkah laku suaminya yang sudah melampaui batas dan merasa kalau para tetangganya tidak akan dapat menolongnya maka diapun melaporkan kepada pihak keluarganya atau saudara. Oleh pihak saudara si istri tadi mengangap kalau hal ini adalah merupakan suatu penghinaan dan dia mengingatkan kepada pihak atau teman semarga dari si suami tadi jika masalah tersebut tidak dapat segera diselesaikan maka mereka akan membawa masalah tersebut kepada pihak yang berwajib yaitu Polisi. Karena mereka beranggapan perbuatan si suami yang memukuli si istri Tota Pasaribu : Kewenangan Dalihan Natolu Dalam Penyelesaian Tindak Pidana Secara Hukum Adat Batak Toba Studi Di Kec. Borbor,Kab. Toba Samosir, 2008. USU Repository © 2009 anak mereka sudah melewati batas. Pihak suami bersama dengan teman semarganya meminta maaf kepada pihak keluarga si istri. Tetapi pihak keluarga si istri tidak mau menerima permintaan maaf tersebut dan mereka menyarankan supaya permintaan maaf tersebut itu dilakukan di hadapan raja atau penatua adat. Di samping permintaan maaf tersebut sesuai dengan tradisi masyarakat Batak Toba mereka diwajibkan untuk membawa makanan berupa babi untuk dimakan bersama-sama di tempat kediaman pihak si istri dengan syarat bahwa suami berjanji tidak akan pernah lagi mengulangi perbuatannya. Setelah semua pihak menerima isi perjanjian tersebut maka si suami diperkenankan pulang membawa istrinya kembali dan semenjak kasus tersebut diputus kehidupan rumah tangga mereka adalah kehidupan rumah tangga sewajarnya tidak ada lagi pertengkaran suami meninggalkan kebiasaan-kebiasaan buruknya dan itulah selayaknya kehidupan rumah tangga ,di mana suami harus menyayangi istrinya dan istri menghormati suaminya. Analisa Kasus 3 Terhadap kasus tersebut, karena menyangkut hubungan rumah tangga antara suami dan istrinya maka dalam hal ini peranan Dalihan Natolu sangat diperlukan yaitu tanpa kehadiran atau persetujuan pihak keluarga dari si perempuan atau si istri hula-hula masalah tersebut tidak dapat diselesaikan. Adapun dalam masalah tersebut yang sangat menarik adalah dalam proses penyelesainnya serta sanksi yang diberikan kepada si suami. Si suami diwajibkan meminta maaf kepada keluarga si istri dengan membawa makanan yang sudah merupakan kewajiban terhadap keluarga istrinya hula-hula. Tota Pasaribu : Kewenangan Dalihan Natolu Dalam Penyelesaian Tindak Pidana Secara Hukum Adat Batak Toba Studi Di Kec. Borbor,Kab. Toba Samosir, 2008. USU Repository © 2009 Walaupun pemberian sanksi tersebut sepertinya adalah merupakan hal yang tidak sulit bagi pelaku terutama dalam hal menjalankan sanksi tersebut, tapi menurut masyarakat Batak Toba, perbuatan minta maaf merupakan suatu tindakan yang sangat bermakna serta disaksikan oleh para para pihak. Sanksi yang diberikan tersebut tidak dapat dinilai secara materi, tetapi adalah secara moril yang terkandung dalam makanan tersebut serta perbuatan meminta maaf. Dan yang perlu diperhatikan adalah apa yang menjadi tujuan diberikannya sanksi terhadap suatu tindak pidana. Dimana sipelaku atau suami dia menginsyafi perbuatannya dan dia sadar akan perbuatannya tersebut yang nantinya dikemudian hari tidak mengulanginya lagi.

D. Sanksi Hukum Atas Pelanggaran Tindak Pidana Adat oleh Dalihan Natolu