Proses Penyelesaian Tindak Pidana Secara Hukum Adat Batak Toba.

Tota Pasaribu : Kewenangan Dalihan Natolu Dalam Penyelesaian Tindak Pidana Secara Hukum Adat Batak Toba Studi Di Kec. Borbor,Kab. Toba Samosir, 2008. USU Repository © 2009 4 Menjadi norma atau pedoman perilaku setiap orang dalam sistem kekerabatan dalam kehidupan sehari-hari. 5 Menjadi sarana bagi semua anggota untuk mewujudkan rasa saling kasih- mengasihi. 6 Menyediakan tempat bagi anggota masyarakat yang merasa tersendiri dan terasing, terutama dalam masyarakat kota yang pluralistis dan individualistis 7 Memberikan identitas. 33 Jika dilihat keberadaan Lembaga adat LADN, sebagai salah satu Lembaga adat khususnya untuk daerah Tingkat II di Tapanuli termasuk Kabupaten Toba Samosir, Kecamatan Borbor maka PERDA 10 Tahun 1990 sebagai landasan yuridis, sudah seyogianya didukung oleh: 1. Program kerja sesuai situasi dan kondisi setempat, 2. Sarana gedung pertemuan yang secara khusus, dan 3. Partisipasi anak rantau. Terlaksananya peranan Dalihan Natolu sebagai Lembaga Adat LADN, mendukung program pemerintah otonomi daerah tidak hanya efektif di bidang adat budaya, tetapi juga di bidang pembangunan ekonomi pelaksanaan proyek desa atau bantuan warga desa dan juga warga perantauan, dan juga untuk penanganan sengketa-sengketa adat perdata dan pidana sesuai dengan adat istiadat masyarakat Batak Toba guna tercapainya masyarakat yang adil dan makmur sesuai dengan cita-cita nasional bangsa Indonesia. 34 33 Majalah Horas Edisi; No. 51 18-30 November 2005. hal. 54-55. 34 Majalah Horas edisi ulang tahun op. cit. hal.51.

2. Proses Penyelesaian Tindak Pidana Secara Hukum Adat Batak Toba.

Tota Pasaribu : Kewenangan Dalihan Natolu Dalam Penyelesaian Tindak Pidana Secara Hukum Adat Batak Toba Studi Di Kec. Borbor,Kab. Toba Samosir, 2008. USU Repository © 2009 Dalam penyelesaian tindak pidana secara hukum adat, dalihan natolu baru bekerja setelah ada pengaduan dari masyarakat atau pihak-pihak yang merasa dirugikan dengan adanya suatu tindak pidana. Jadi cara kerjanya adalah tidak secara otomatis tetapi karena lebih dulu ada pihak yang mengadu apakah itu pihak korban atau warga masyarakat yang merasa terganggu atas pelanggaran terhadap adat istiadat mereka.Dalam hal terjadinya suatu tindak pidana, ini diselesaikan oleh penatua adat dimana dalam hal ini dia bertindak sebagai hakim adat, yang dihadiri oleh semua pihak secara langsung, jika salah satu pihak tidak hadir maka persidangan tidak bisa diputuskan, termasuk pihak korban yang dirugikan, pelaku, saksi, serta semua unsur Dalihan Natolu. Seorang hakim atau penatua adat, baik yang menyelesaikan sengketa perdata maupun pidana, maka dalam proses penyelesaiannya, pihak yang sangat dirugikan akibat suatu tindak pidana, yang dalam hal ini disebut pengadu, maka dia lebih dulu membayarkan sejumlah uang kecil kepada hakim adat atau penatua adat di mana dialah yang dianggap sebagai penatua adat, dan biasanya juga memimpin sidang, sebagai pembuka sibuha-buha. Adapun uang ini disebut ginagat niharungguan yang dimakan oleh mereka yag berhimpun ada juga istilah disebut pago-pago. 35 Dalam proses penyelesaian tindak pidana, Dalihan Natolu sangat berperan terutama jika berhubungan dengan tindak pidana seperti perzinahan ataupun kekerasan dalam rumah tangga seperti penyiksaan yang dilakukan oleh seorang suami terhadap istrinya. Dalam hal penyelesaian tindak pidana ini peran pihak hula-hula sangat dibutuhkan apalagi yang menjadi korban adalah anak perempuan 35 J.C Vergouwen op.cit. hal.432 Tota Pasaribu : Kewenangan Dalihan Natolu Dalam Penyelesaian Tindak Pidana Secara Hukum Adat Batak Toba Studi Di Kec. Borbor,Kab. Toba Samosir, 2008. USU Repository © 2009 mereka. Tanpa persetujuan mereka, masalah tersebut tidak akan bisa diselesaikan secara hukum adat atau kekeluargaan. Bahkan akan diteruskan kepihak berwajib. Begitu juga dengan dongan tubu, mereka harus meminta maaf kepada hula-hula tersebut tadi akibat perbuatan saudara mereka tadi. Sementara pihak boru hanya sebagai pihak yang mempersiapkan acara seperti persidangan, makanan yang menjadi hidangan, serta juga mengundang pihak-pihak. Maka dalam proses persidangan berlangsung, sidang dipimpin oleh hakim adat di mana dalam suatu peradilan dia sebagai hakim ketua karena dia yang membuka sidang pertama kali. Hakim ketua biasanya adalah tergantung kesepakatan pihak-pihak yang berperkara. Namun pada umumnya adalah berasal dari pihak semarga atau dongan tubu dari pihak yang merasa dirugikan. Tetapi perlu diketahui pihak semarga ini disini, bukan semarga karena satu ayah tetapi sudah lebih jauh atau lebih luas. yaitu karena nenek moyang. Meskipun hakim ketua disini adalah merupakan dongan tubu dari si korban dalam pengambilan keputusan dia tidak boleh berat sebelah karena dia dipilih adalah berdasarkan pengakuan warga dalam kehidupan sehari-hari kalau dia, bisa berlaku adil. Keberadaan hakim adat, dalam masyarakat Batak Toba, tidak selamanya berasal dari pihak dongan tubu, tetapi adakalanya berasal dari pihak hula-hula, atau boru. dan biasanya masyarakat Batak Toba mempunyai tokoh atau penatua adat yang nantinya dalam acara-acara adat dialah yang mereka jadikan sebagai hakim adat. Apakah mereka sebagai hula-hula, dongan tubu, atau boru.Tergantung upacara apa yang sedang dilangsungkan. Sementara untuk tindak pidana yang para pihak berbeda dalihan natolunya, keadaan hakim ketuanya adalah sama, bedanya hakim Tota Pasaribu : Kewenangan Dalihan Natolu Dalam Penyelesaian Tindak Pidana Secara Hukum Adat Batak Toba Studi Di Kec. Borbor,Kab. Toba Samosir, 2008. USU Repository © 2009 ketua tersebut di dampingi oleh dongan tubu sebagai mewakili oleh masing- masing pihak yang berperkara. Sementara hula-hula dari kedua belah pihak adalah hanya mengikuti jalannya sidang dan biasanya hanya memberi nasehat supaya kedua pihak berdamai. Adapun kedudukan boru , mempersiapkan makanan ketika acara tersebut dilangsungkan. Sidang dimulai hakim ketua, membukanya dengan doa secara agama Kristen, karena masyarakat Batak Toba sebagian besar adalah beragama Kristen. Adapun dalam isi doa tersebut memohon hikmat kepada Tuhan, supaya Tuhanlah yang senanatiasa ikut campur dalam persidangan tersebut. Di samping hakim ketua atau penatua adat biasanya duduk pihak hula-hulayang diwakili satu orang di sebelah kanan, serta pihak dongan tubu saudara semarga dari si pelaku yang diwakili satu orang. Jadi ada tiga pihak yaitu hakim adathakim ketua, hula-hula, dan dongan tubu. Dan merekalah yang berada di depan persidangan, di hadapan para pihak yang hadir serta juga si pelaku dan juga si korban setelah hakim membuka sidang, kemudian dia menanyakan pertama sekali terhadap korban tentang kejadian yang dialami. Setelah itu barulah kepada pelaku atau terdakwa, tentang benar tidaknya hal yang dituduhkan si korban. Jika dia tetap tidak mau mengakui, maka jalan terakhir adalah mengambil sumpah dengan Alkitab sebagai wahana. Namun jika dia sudah mengakui perbutannya serta apa alasan dia berbuat demikian, maka penatua adat bersama dengan pihak hula-hula atau sikorban diwakili, dan juga si pelaku atau dongan tubu diwakili, akan saling berunding mengenai hukuman apa yang diberikan. Apakah berupa membayar makan masyarakat setempat sebagai penyucian kampung, meminta maaf saja kepada pihak korban di hadapan semua Tota Pasaribu : Kewenangan Dalihan Natolu Dalam Penyelesaian Tindak Pidana Secara Hukum Adat Batak Toba Studi Di Kec. Borbor,Kab. Toba Samosir, 2008. USU Repository © 2009 pihak, atau bahkan diusir dari kampung karena telah mengotori kesucian kampung, tergantung kesepakatan bersama. Sementara untuk tindak pidana lain seperti pencemaran nama baik. atau penghinaan lisan paroa-roahon , yang sangat berperan adalah pihak dongan tubu atau teman semarga baik dari pihak korban maupun pelaku. Di mana persidangan dipimpin oleh sebagai hakim ketua, serta saudara semarga baik dari pihak korban ataupun pelaku. Yang mana proses persidangannya adalah sama seperti hal di atas, begitu juga sampai pada pengambilan keputusan atau hukuman yang diberikan.. Dan apabila teman semarga tadi tidak dapat menyelesaikannya, bahkan mereka membela saudara mereka yang jelas sudah melakukan tindak pidana, maka bukan tidak mungkin mereka juga mendapat sanksi adat berupa dijauhi oleh komunitas masyarakat adat yang lain yang ada dilingkungan mereka. Sementara pihak pemberi gadis hanya sebagai penengah saja antara pihak korban dan pelaku. Secara umum tujuan masyarakat menyelesaikan secara hukum adat mereka adalah dengan berbagai alasan seperti: 1 Untuk melestarikan hubungan keluarga yang selama ini terjalin. 2 Dengan membawa masalah tersebut kepada pihak berwajib seperti polisi, maka menurut mereka bukan menyelesaikan masalah tetapi, menambah masalah yaitu akan menimbulkan dendam diantara kedua belah pihak. 3 Mereka beranggapan kalau masalah tersebut dibawa kepihak berwajib, akan memakan waktu yang cukup lama, untuk diproses karena mereka beranggapan hanya yang mempunyai uang saja yang akan diteruskan pengaduannya. Tota Pasaribu : Kewenangan Dalihan Natolu Dalam Penyelesaian Tindak Pidana Secara Hukum Adat Batak Toba Studi Di Kec. Borbor,Kab. Toba Samosir, 2008. USU Repository © 2009 4 Mereka juga beranggapan bahwa masyarakat tersebut masih mematuhi hukum adat yang berlaku, yaitu sanksi yang dijatuhkan kepada si bersalah adalah sanksi dari seluruh masyarakat seperti dikucilkan Dalam pemeriksaan suatu tindak pidana, yaitu menyangkut tempat persidangan, bisa saja berbeda tergantung sejauh mana peranan Dalihan Natolu dalam menyelesaikannya. Untuk tindak pidana perzinahan dan kekerasan dalam rumah tangga serta tindak pidana lain yang menyangkut hubungan antara suami, istri, bahkan anak, peranan Dalihan Natolu sangat diperlukan yaitu tindak pidana tidak bisa diselesaikan tanpa kehadiran ketiga unsur tersebut. Sedangkan untuk tindak pidana lain seperti, penghinaan lisan, gangguan terhadap kesejahteraan umum, serta pencurian tidak terlalu diwajibkan biasanya cukup dihadiri oleh teman semarga saja dongan tubu atau dongan sabutuha. Dan biasanya ini diselesaikan ditempat-tempat umum yaitu di mana orang pada umumnya berkumpul seperti lapo tuak kedai tuak, warung kopi. Dalam hal ini sipelaku diwajibkan membayar ganti kerugian yang dialami sikorban serta membayar makanan atau minuman yang disajikan pada waktu itu pasi kopi, kepada semua pihak yang hadir pada saat itu, serta memberikan uang yang dilihat bukan secara materi ingot-ingot. Dan ini adalah sebagai tutup mulut bahwa tindak pidana tersebut telah diselesaikan dipasidung. Dalam pembuktian baik dalam perkara perdata maupun pidana, sumpah adalah merupakan suatu alat bukti. Artinya setiap orang yang dihadapkan di muka pengadilan yaitu diduga telah melakukan suatu tindak pidana atau kesalahan pada saat tertentu ada kalanya untuk disumpah jika tidak ada lagi jalan Tota Pasaribu : Kewenangan Dalihan Natolu Dalam Penyelesaian Tindak Pidana Secara Hukum Adat Batak Toba Studi Di Kec. Borbor,Kab. Toba Samosir, 2008. USU Repository © 2009 terakhir utuk membuktikan benar tidaknya pebuatan tersebut. Artinya bagi masyarakat Batak Toba adalah berarti mengutuk diri sendiri. Setiap orang yang melakukannya menghimbau agar dirinya dijatuhi hukuman yaitu orang yang bersumpah manolon, dilakukan dengan menjadikan suatu benda sebagai wahana dalam melakukan sumpah tersebut. Dalam pengertian bahwa jika si yang bersumpah tidak mengatakan hal yang sebenarnya, maka dia bersedia dikutuk menjadi seperti benda tersebut. Dan yang memgambil sumpah boleh dari pihak siapa saja yang terlibat dalam pengadilan tersebut. Pada zaman dahulu sebelum masyarakat Batak Toba memeluk agama Kristen wahana yang biasa digunakan dalam melakukan sumpah tersebut biasanya adalah batu. Yang disebut dengan batu penyembahan, yang biasanya dibuat di pusat di tengah perkampungan. Banyak sumpah penting dan janji dikukuhan di atas batu itu. Dan dalam pengambilan sumpah ini bisa diwakilkan. Misalnya: seorang kepala kampung mewakili atau sebagai penjamin anggota kampungnya, ayah mewakili anaknya, besumpah untuk kerabat yang tidak hadir. Tetapi pada saat sekarang, setelah masyarakat Batak Toba memeluk agama Kristen jika dalam terjadinya suatu tidak pidana dan sumpah adalah merupakan jalan terakhir, maka sumpah dilakukan dengan menggunakan Alkitab sebagai wahana. Satu ujung dari Alkitab dipegang oleh yang diambil sumpahnya, dan ujung yang lain dipegang oleh yang mengambil sumpah tersebut. Dengan bunyi sumpah seperti: “Jika saya berbohong di hadapan pengadilan ini biarlah saya dihukum oleh Dia, yang sabda-Nya dituliskan dalam buku atau kitab ini. Tota Pasaribu : Kewenangan Dalihan Natolu Dalam Penyelesaian Tindak Pidana Secara Hukum Adat Batak Toba Studi Di Kec. Borbor,Kab. Toba Samosir, 2008. USU Repository © 2009 Namun demikian sumpah biasanya dilakukan hanya dalam keadaan terpaksa yaitu jika si bersalah masih tetap belum mau mengakui perbuatannya.” 36 Setelah beberapa lama hubungan terlarang antara “R Br. S” dan “MP” berjalan, akhirnya R Br. S telah hamil yaitu hasil hubungan terlarang dengan MP. Hal tersebut diketahui oleh para keluarga mereka, yaitu dengan semakin membesarnya perut dari R Br. S. sementara masyarakat atau tetangga mereka sudah mengetahui kalau HP tidak bisa lagi memberikan keturunan kepada istrinya karena suatu penyakit . Oleh karena keadaan tersebut di atas, maka para tetangga mereka mulai curiga dan berusaha menyelidiki dalam dalam masyarakat Batak

3. Kasus dan Analisa Kasus Kasus 1: Perzinahan