15 memerlukan netralisasi asam dan tahap pencucian untuk menghilangkan sisa
katalis dan garam dari ester yang terbentuk, sehingga menghasilkan limbah air yang cukup banyak. Selain itu, sulit untuk memisahkan katalis homogen tersebut
dari gliserol. Untuk mengatasi masalah tersebut, penggunaan katalis heterogen pun lebih dipilih. Adapun alasan pemilihan katalis heterogen tersebut antara lain
mudahnya dipisahkan dari ester yang terbentuk dan dapat digunakan berulang- ulang [22].
Selain menggunakan katalis basa dalam reaksi transesterifikasi, trasnsesterifikasi menggunakan enzim juga telah banyak digunakan. Lipase,
merupakan enzim yang paling sering digunakan dalam reaksi transesterifikasi. Enzim ini juga merupakan enzim yang mampu menjadi katalis yang cukup efektif
dalam mengkonversi semua FFA dalam minyak yang mengandung kadar FFA yang tinggi menjadi FAME. Ketika lipase digunakan sebagai katalis, gliserol
dapat dimurnikan dengan mudah dan dengan cara yang sederhana pula, kadar air dari minyak yang digunakan juga berkurang sehingga memperkecil resiko
terjadinya reaksi saponifikasi, serta yield yang dihasilkan cukup tinggi [23].
2.5 DEEP EUTECTIC SOLVENT DES
Deep eutectic solvent DES dikelompokkan sekelas dengan ionic liquids ILs dimana DES ini merupakan campuran dari garam kuartenari dengan logam
halida asam Lewis, garam terhidrasi, maupun hidrogen bond donor HBD seperti alkohol dan amida. Campuran ini membentuk sebuah campuran yang
eutektik dengan titik leleh yang lebih rendah dari prekursor aslinya, sehingga campuran ini disebut sebagai DES. DES mengatasi beberapa kelemahan utama
dari ILs, yaitu lebih mudah dibuat, tidak reaktif terhadap air, dan mudah terurai [23].
DES umumnya terbentuk dari 2 atau 3 komponen yang murah dan aman yang berikatan satu sama lain melalui ikatan hidrogen untuk membentuk suatu
campuran yang eutektik. DES memiliki beberapa karakteristik, salah satunya berwujud cair pada suhu dibawah 150
o
C. Dibandingkan dengan pelarut organik tradisional, DES tidak volatil seperti pelarut organik dan tidak mudah terbakar,
sehingga mudah untuk disimpan [25].
Universitas Sumatera Utara
16 Adapun keunggulan-keunggulan dari DES yang telah disebutkan tersebut,
maka DES telah banyak dimanfaatkan dalam bidang industri, misalnya untuk ekstraksi cair-cair untuk memisahkan senyawa aromatik dari naftalena, sebagai
media untuk deposit logam-logam dalam bidang elektro, dan untuk memisahan gliserol yang terbentuk pada proses pembuatan biodiesel [7].
2.6 PEMBUATAN DEEP EUTECTIC SOLVENT DES
Secara umum, DES telah dibuat dari garam berbasis amonium atau fosfonium. Garam-garam ini digabungkan dalam rasio yang berbeda dengan
berbagai jenis donor ikatan hidrogen, seperti alkohol, urea, asam karboksilat asam oksalat, asam sitrat, asam suksinat atau asam amino, poliol gliserol,
karbohidrat, ester, eter, amida, dan garam logam terhidrasi, seperti klorida, nitrat dan asetat [24]. Namun, diantara garam-garam tersebut, choline cloride ChCl
merupakan garam yang cukup banyak digunakan sebagai komposisi utama dalam membuat DES. Hal ini dikarenakan ChCl merupakan garam quartenari yang
mudah terurai, murah, dan tidak beracun. Dalam suatu literatur dilaporkan bahwa DES berbasis ChCl-urea adalah salah satu DES yang pertama kali dibuat dan telah
diaplikasikan ke berbagai bidang hingga saat ini. Pengaplikasian DES berbasis ChCl antara lain : untuk membuat polyoxometalate berbasis hybrid dan untuk
persiapan pembuatan zeolit, serta telah digunakan sebagai media dalam reaksi enzimatik untuk memproduksi biodiesel [27].
Adapun proses pembuatan DES pada dasarnya adalah sebagai berikut [28] : 1. HBD dan garam ditimbang dan dimasukkan ke dalam termos semua tindakan
pencegahan harus diambil untuk mengisolasi campuran dari kelembaban udara karena higroskopisitas tinggi
2. Pemanasan dan pengadukan dilakukan sampai terbentuk cairan berwarna biasanya 2 jam pada 60
o
C.
Universitas Sumatera Utara
17
2.6.1 Choline Chloride ChCl
Choline chloride ChCl dengan nama IUPAC
2-hydroxy-N,N,N- trimethylethanaminium
chlorideatau 2-hydroxyethyl
trimethylammonium chloridea dalah salah satu garam amonium yang paling luas digunakan untuk
pembentukan DES karena ChCl murah dan dapat dengan mudah diambil dari biomassa [25]. ChCl berbentuk kristal putih dengan kemurnian ≥ 98, mudah
larut dalam air, etanol, aseton, dan klorofom [29]. Alasan utama ChCl menjadi sebuah garam amonium kuaterner yang
bermanfaat adalah bahwa ChCl merupakan garam amonium kuaterner asimetris dengan kelompok fungsional polar. Sifat asimetris molekul tersebut akan
mengurangi titik beku molekul cairan ionik, seperti halnya gugus fungsional polar. Dengan menggabungkan ChCl: urea rasio 1:2 dihasilkan produk dengan
titik beku 12 °C [30].
Gambar 2.2 Struktur Choline Chloride Hydroxyethyltrimethylammonium Chloride [30]
DES berbasis ChCl telah menarik perhatian yang cukup besar di banyak bidang, seperti elektrodeposisi, biokatalitik dan sintesis organik. Selain itu, DES
ini juga telah ditemukan memiliki potensi sebagai pelarut hijau dalam penyerapan CO
2
[30]. Akan tetapi, meskipun sebagian besar DES terbuat dari ChCl yang merupakan jenis ILs, DES tidak dapat dianggap sebagai ILs karena DES tidak
seluruhnya terdiri dari jenis ion, DES juga dapat diperoleh dari jenis non-ionik. Selain itu, Dibandingkan dengan ILs tradisional, DES yang berasal dari ChCl
memiliki banyak keuntungan, seperti 1 biaya rendah; 2 kurang reaktif dengan air; 3 pembuatannya mudah, yaitu diperoleh hanya dengan mencampurkan dua
komponen, sehingga akan melewati semua masalah pemurnian dan pembuangan limbah yang umumnya ditemui pada ILs dan 4 sebagian besar dari DES adalah
Universitas Sumatera Utara
18 biodegradable, biocompatible dan tidak beracun, sehingga memperkuat DES
menjadi media ramah lingkungan [25].
2.7 DEEP EUTECTIC SOLVENT DES DAN SLUDGE PALM OIL SPO
DALAM .
BIDANG \
BIODIESEL
Dalam beberapa tahun terakhir, biodiesel telah menjadi perhatian penting sebagai salah satu alternatif untuk mesin diesel [32]. Biodiesel dihasilkan dari
minyak nabati atau lemak hewani dan memiliki sifat biodegradable, tidak beracun dan dapat mengurangi emisi polutan udara. Biodiesel berasal dari sumber daya
terbarukan, hal ini memungkinkan biodiesel akan bersaing dengan produksi minyak bumi [5]. Secara umum, produksi biodiesel terutama melalui reaksi
transesterifikasi melibatkan minyak nabati atau lemak hewan dengan metanol atau etanol dan menggunakan katalis homogen basa atau asam untuk mendapatkan
mono-alkil ester [17]. DES saat ini banyak diterapkan dalam bidang sintesis biodiesel, seperti
sebagai pelarut dalam penghilangan katalis dari biodiesel [15], sebagai pelarut dalam penghilangan gliserol dari biodiesel [16], sebagai media dalam reaksi
enzimatik sintesis biodieseldan sebagai co-solvent dalam sintesis biodiesel [8]. Namun, penggunaan DES sebagai co-solvent untuk sinstesis biodiesel belum
sepenuhnya dikenal dan dipelajari. Sebuah studi terbaru menunjukkan telah potensi DES yang berbeda, yaitu sebagai co-solventuntuk sintesis enzimatik
biodiesel. Di sisi lain, pemanfaatan DES sebagai media untuk produksi biodiesel melalui katalisis kimia belum dilaporkan [8].
Hayyan dkk. [5], pada tahun 2010 melaporkan pembuatan biodiesel dari SPO secara multitahap, dimana pada tahap pretreatment, SPO diesterifikasi
dengan menggunakan asam kuat p-toluenesulfonic acid pTSA dan dilanjutkan dengan transesterifikasi menggunakan basa kuat KOH. Dari penelitian ini,
diperoleh yield biodiesel sebesar 76,62 dengan kadar ester 93 dan konversi FFA menjadi FAME sebesar 90,93.
Untuk menyempurnakan penelitian sebelumnya, maka pada tahun 2011 Hayyan dkk. [6], melaporkan pembuatan biodiesel dari SPO secara multitahap,
namun tahap esterifikasi ini dilakukan dengan menggunakan asam kuat
Universitas Sumatera Utara
19 trifluoromethanesulfonic acid TFMSA dan dilanjutkan dengan transesterifikasi
menggunakan basa kuat KOH. Dari penelitian ini diperoleh hasil akhir transesterifikasi berupa yield sebesar 84 dengan kadar ester 96,7.
Shahbaz, dkk. [14], pada tahun 2011 telah melaporkan penggunaan DES menjadi pelarut dalam penghilangan katalis basa KOH dari biodiesel yang
berbasis choline chloride ChCl dan methyltriphenylphosphoniumbromide MTPB sebagai garam halida organik serta gliserol, ethylene glycol dan 2,2,2-
trifluoroacetamide sebagai donor ikatan hidrogen. Efisiensi penyisihan KOH rata- rata masing-masing 98,59 dan 97,57 untuk DES ChCl: gliserol dan MTPB:
gliserol. Hasil penelitian menunjukkan DES berpotensi digunakan sebagai pelarut untuk menghilangkan KOH dari biodiesel.
Shahbaz, dkk. [16], pada tahun 2012 juga melaporkan penggunaan DES menjadi pelarut dalam penghilangan gliserol dari biodiesel yang berbasis choline
chloride ChCl dan methyltriphenylphosphoniumbromide MTPB sebagai garam halida organik serta gliserol, ethylene glycol dan 2,2,2-trifluoroacetamide sebagai
donor ikatan hidrogen. Hasil penelitian menunjukkan bahwa DES berbasis gliserol sebagai ikatan donor hidrogen memiliki efisiensi removal yang lebih
rendah dan DES berbasis phosphunium sebagai garam halida organik jauh lebih efisien.
Penggunaan DES berbasis choline chloride dengan gliserol 1:2 juga dilaporkan sebagai cosolvent
dalam sintesis biodisel dengan NaOH sebagai katalis. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa FAME dapat diperoleh
hingga yield 98. Selain itu, penggunaan DES sebagai co-solvent dalam sintesis biodiesel ini memiliki kelebihan, seperti meminimalkan jumlah penggunaan
pelarut volatil metanol, mempercepat dan memudahkan pemurnian biodiesel yang diperoleh [8].
Universitas Sumatera Utara
1
BAB I PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG