14 menggunakan katalis asam yang kemudian dilanjutkan dengan proses
tranesterifikasi menggunakan katalis basa. Beberapa penelitian terdahulu telah membuktikan bahwa reaksi esterifikasi
sangat tergantung pada intensitas pengadukan, rasio metanol dengan minyak, jumlah katalis, temperatur dan waktu reaksi. Waktu reaksi yang lama, banyaknya
jumlah bahan baku, tingginya temperatur dan kecepatan pengadukan dapat meningkatkan peforma reaksi, namun berdampak negatif pada harga produk akhir
yang dihasilkan. Hal ini dikarenakan perpindahan massa antara minyak dan alkohol terbatas, dimana
minyak dan alkohol tidak dapat bercampur sebab rendahnya nilai kelarutan alkohol berantai pendek [21].
2.4 TRANSESTERIFIKASI
Transesterifikasi merupakan reaksi tiga tahap dimana trigliserida dikonversi menjadi
digliserida, digliserida
menjadi monogliserida,
dan akhirnya
monogliserida menjadi gliserol. Monoalkil ester dari FFA dihasilkan pada tiap tahap dalam ketiga tahap tersebut. Secara stoikiomeri, 3 mol alkohol diperlukan
untuk mengkonversi 1 mol trigliserida menjadi biodiesel. Dalam skala industri, produksi biodiesel dilakukan dengan menggunakan katalis alkali dan metanol
sebagai penerima acyl. Metanol digunakan secara luas karena dapat menghasilkan yield yang tinggi dan lebih ekonomis [14]. Berikut ini adalah reaksi
transesterifikasi :
Gambar 2.1 Reaksi transesterifikasi [14] Pada umumnya, reaksi transesterifikasi dapat dikatalisis oleh asam, basa,
dan enzim. Dalam beberapa proses memproduksi biodiesel, katalis basalah yang sering digunakan. Katalis basa yang paling umum digunakan adalah kalium
hidroksida KOH, natrium hidroksida NaOH, dan kalium maupun natrium metoksida. Akan tetapi, penggunaan katalis basa dalam memproduksi biodiesel
Trigliserida etanol
Fatty acid metil ester Gliserol
alkohol FAME
Catalyst CH
2
OCOR
1
| CHOCOR
2
+ |
CH
2
OCOR
3
3C
2
H
5
OH R
1
COO CH
3
R
2
COO CH
3
+ R
3
COO CH
3
CH
2
OH |
CHOH |
CH
2
OH
Universitas Sumatera Utara
15 memerlukan netralisasi asam dan tahap pencucian untuk menghilangkan sisa
katalis dan garam dari ester yang terbentuk, sehingga menghasilkan limbah air yang cukup banyak. Selain itu, sulit untuk memisahkan katalis homogen tersebut
dari gliserol. Untuk mengatasi masalah tersebut, penggunaan katalis heterogen pun lebih dipilih. Adapun alasan pemilihan katalis heterogen tersebut antara lain
mudahnya dipisahkan dari ester yang terbentuk dan dapat digunakan berulang- ulang [22].
Selain menggunakan katalis basa dalam reaksi transesterifikasi, trasnsesterifikasi menggunakan enzim juga telah banyak digunakan. Lipase,
merupakan enzim yang paling sering digunakan dalam reaksi transesterifikasi. Enzim ini juga merupakan enzim yang mampu menjadi katalis yang cukup efektif
dalam mengkonversi semua FFA dalam minyak yang mengandung kadar FFA yang tinggi menjadi FAME. Ketika lipase digunakan sebagai katalis, gliserol
dapat dimurnikan dengan mudah dan dengan cara yang sederhana pula, kadar air dari minyak yang digunakan juga berkurang sehingga memperkecil resiko
terjadinya reaksi saponifikasi, serta yield yang dihasilkan cukup tinggi [23].
2.5 DEEP EUTECTIC SOLVENT DES