74
Dengan masih adanya peluang para pihak mengadakan tuntukan hukum terhadap pemegang sertipikat hak atas tanah dapat disimpulkan bahwa kekuatan
hukum sertifikat hak atas tanah tidaklah mutlak, maka pertanyaannya apakah memang demikian kekuatan yuridis sertifikat hak atas tanah yang diintrodusir oleh
Negara Indonesia, lalu bagaimana dengan kekuatan yuridis sertifikat hak atas tanah di Negara yang lain. Jawabannya adalah tergantung dari konstruksi hukum dari sistem
pendafataran tanah yang diintrodusir oleh hukum negara.
4. Kekuatan Hukum Sertifikat Tanah
Sebagai tanda jaminan hukum yang diberikan oleh pemerintah atas tanah, maka Pemerintah memberikan surat tanda bukti hak atas sebidang tanah. Surat Tanda
Bukti Hak ini dinamakan Sertifikat dan berlaku sebagau alat pembuktian yang kuat, artinya bahwa keterangan yang tercantum di dalamnya mempunyai kekuatan hukum
dan harus diterima oleh Hakim, sebagai keterangan yang benar, sepanjang tidak ada alat pembuktian lain yang membuktikan sebaliknya.
71
Untuk diketahui bahwa, sesuai dengan Pasal 3 Peraturan Pemerintah Nomor 24 tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah, tertanggal 8 Juli 1997, maka pendaftaran
tanah bertujuan: a.
Untuk memberikan kepastian hukum dan perlindungan Hukum kepada pemegang hak atas suatu bidang tanah, Satuan Rumah Susun dan hak-hak
71
Ali Achmad Chomzah, Hukum Agraria Pertanahan Indonesia, Jakarta: Prestasi Pustaka, 2004, hlm. 58.
Universitas Sumatera Utara
75
lain yang terdaftar agar denga mudah dapat membuktikan dirinya sebagai pemegang hak yang bersangkutan.
b. Untuk menyediakan informasi kepada pihak-pihak yang berkepentingan,
termasuk pemerintah agar dengan mudah dapat memperoleh data yang diperlukan dalam mengadakan perbuatan hukum mengenai bidang-bidang
tanah dan Satuan Rumah Susun yang tidak terdaftar. c.
Untuk terselenggaranya tertib administrasi. Sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 10 tahun 1961, khususnya dalam
Pasal 17, maka diadakan lalu lintas hukum, dikenai beberapa macam sertifikat sebagai berikut:
72
a. Sertifikat adalah Surat Tanda Bukti Hak, yang teridri Salinan Buku Tanah,
dan Surat Ukur, diberi sampul dan dijilid menjadi satu, menurut Peraturan Menteri.
Sertifikat ini, diberikan bagi tanah-tanah yang sudah ada surat ukurnya, ataupun tanah-tanah yang sudah diselenggarakan pengukuran Desa demi
Desa; karenanya sertifikat ini merupakan pembuktian yang kuat baik subjek dan objek dari hak atas tanah.
Kemudian ditegaskan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 24 tahun 1997, tertanggal 8 Juli 1997, khususnya Pasal 1 ayat 2 ditentukan:
“Sertifikat adalah Surat Tanda Bukti Hak sebagaimana dimaksud, dalam Pasal 19 ayat 2, huruf C UUPA, untuk hak atas tanah. Hak pengelolaan,
72
Ibid.
Universitas Sumatera Utara
76
tanah wakaf, hak milik oleh satuan rumah susun dan hak tanggungan yang masing-masing dibukukan dalam Buku Tanah yang bersangkutan.
b. Sertifikat Sementara adalah Surat Tanda Bukti Hak, yang terdiri Salinan
Buku Tanah, dan Gambar Situasi. Dari hak atas tanah tersebut, diberi sampul dan dijilid menurt Peraturan Menteri.
Sertifikat Sementara ini, diberikan bagi tanah-tanah yang belum ada Surat Ukur, ataupun tanah-tanah di Desa-desa yang belum diselenggarakan
pengukuran Deademi Desa. Karenanya Sertifikat Sementara ini, merupakan alat pembuktian mengenai
macam hak dan siapa yang punya, jadi tidak membuktikan mengenai luas dan batas-batas tanah.
Untuk diketahui, bahwa baik untuk sertifikat, maupun Sertifikat Sementara berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat, sepanjang tanah
yang dimaksud dalam keadaan tidak sengketa. Sedang untuk sertifikat sementara ini, mempunyai arti yang penting dan praktis bagi daerah-
daerah desa yang belum lengkap. c.
Sertifikat Hak Tanggungan adalah Surat tanda bukti hak yang terdiri dari salinan buku tanah yang dibuat oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah dan
diberi sampul yang bentuknya khusus untuk dijilid menjadi satu, menurut Menteri Negara AgrariaKepala Badan Pertanahan Nasional.
Universitas Sumatera Utara
77
Untuk memperoleh sertifikat hak atas tanah maupun hak tanggungan diperlukan usaha, waktu dan biaya.
73
Usaha yaitu berupa memohon sertifikat dan mempersiapkan surat-surat yang diperlukan, menghadap pejabat-pejabat tertentu.
Semua itu memerlukan waktu yang cukup banyak dan biaya yang cukup besar. Karena itu orang mengurus sertifikat, biasanya karena ada alasan tertentu sehingga
orang itu didorong untuk mengurus sertifikat. Permintaan sertifikat itu:
a. Atas kemauan sendiri;
Seseorang mengajukan permohonan pengeluaran sertifikat dengan alasan antara lain:
1 sadar akan kegunaan sertifikat,
2 hendak mengamankan atau memperkuat pembuktian hak atas tanah,
3 supaya mungkin mudah memindahkan atau membebani hak atas tanah,
4 permintaan orang pihak lain, misalnya BANK, karena BANK ingin
perlu mengetahui kepastian hukum atas tanah tertentu, sehubungan dengan pemberian kredit.
b. Diwajibkan oleh peraturan perundang-undangan;
Pasal 6 Ayat 1 dan 2 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997PP No. 241997 tentang Pendaftaran Tanah menyatakan, bahwa pendaftaran tanah
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 tugas pelaksanaan pendaftaran tanah dilakukan
73
Effendi Perangin, SH., Sertifikat Hak Atas Tanah, Praktek Pengurusan, Jakarta: Rajawali, 1992, hal. 9.
Universitas Sumatera Utara
78
oleh Kepala Kantor Pertanahan, kecuali kegiatan-kegiatan tertentu yang oleh Peraturan Pemerintah ini atau perundang-undangan yang bersangkutan ditugaskan
kepada Pejabat lain, dan dalam Pasal 2 bahwa dalam melaksanakan pendaftaran tanah, Kepala Kantor Pertanahan dibantu oleh PPAT dan Pejabat lain yang
ditugaskan untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan tertentu menurut Peraturan Pemerintah ini dan peraturan perundang-undangan yang bersangkutan.
Sebelum sertifikat hak atas tanah dikeluarkan, harus ada kepastian terlebih dahulu tentang apa-apa yang dapat dibuktikan oleh sertifikat itu nantinya. Maka
sertifikat itu membuktikan: jenis hak atas tanah, pemegang hak, keterangan fisik tentang tanah, beban di atas hak itu dan peristiwa hukum penting yang terjadi dengan
tanah. Sertifikat diterbitkan kalau dokumen-dokumen lengkap yang dapat dilihat
pula dari tidak adanya catatan di dalam buku tanah. Sertifikat masih bisa diterbitkan kalau terdapat data fisiknya ada catatan, yaitu apabila kepastian letak bidang tanahnya
tidak didukung dengan pengukuran dan peta dasar yang teliti. Sertifikat ditangguhkan penerbitannya apabila di dalam buku tanahnya ada catatan yaitu data fisik danatau
data yuridisnya disengketakan, atau ada perintah status quo dari pengadilan danatau ada putusan penyitaan dari pengadilan sampai catatan tersebut dihapus.
Proses pengeluaran sertifikat itu ada 3 pola: Pola 1: Surat bukti hak atas tanah itu menurut peraturan lama masih ada.
Dengan begitu kepastian haknya sudah mantap. Dalam hal ini bisa terjadi surat ukurnya masih sesuai dengan keadaan sekarang. Maka
Universitas Sumatera Utara
79
sertifikat langsung dapat dikeluarkan. Kalau surat ukurnya sudah tidak sesuai lagi dengan kenyataan sekarang, maka diukur dan
dibuatkan terlebih dahulu surat ukurnya atau gambar isinya.
74
Pola 2: Apabila surat bukti hak tidak ada, maka ditempuhlah proses pola 2, kalau ada alat bukti hak, tetapi tidak sempurna kuat, tidak ada tanda
bukti hak, tetapi masih ada catatan di KPT yang dapat dipergunakan sebagai alat bukti pendahuluan berita acara ukur atau surat
keputusan pemberian hak, akta jual beli dan sebagainya. Atau ada catatan pajak petuk pajak bumi atau ketitir atau PBB. Pola ini
mengharuskan adanya penguatan alat bukti yang ada. Pola 3: Permohonan sertifikat atas tanah yang tidak ada surat bukti haknya
dan tidak ada pula surat bukti lainnya, diproses berdasarkan pola tiga ini, yaitu dengan Pengakuan Hak.
Pemberian hak itu berarti wewenang untuk mempergunakan tanah dalam batas-batas yang diatur oleh peraturan perundangan. Bahwa “tanah” adalah
“permukaan bumi”, maka hak atas tanah itu adalah hak untuk mempergunakan tanahnya saja, sedangkan benda-benda lain dalam tanah umpamanya bahan-bahan
mineral, minyak dan lain-lainnya tidak termasuk. Hal yang terakhir ini diatur khusus
74
Pola ini tentu saja berlaku baik untuk tanah bekas Hak Barat maupun tanah bekas Hak Indonesia yang sudah dibukukan. Mengenai tanah Bekas Hak Barat dan Hak Indonesia dapat dibaca
buku “Hukum Pertanahan Agraria”, karangan R. Soetanto, Jakarta, Pratnya Paramita, 1983.
Universitas Sumatera Utara
80
dalam beberapa peraturan perundangan lain, yaitu Undang-undang Tentang Ketentuan Pokok Pertambangan Undang-undang No. 111967.
75
Dengan diberikannya hak atas tanah tersebut maka antara orang-orang atau badan hukum itu telah terjalin suatu hubungan hukum. Dengan hubungan hukum itu,
dapatlah dilakukan perbuatan hukum oleh yang mempunyai hak itu terhadap tanah kepada pihak lain. Untuk hal-hal tersebut umpamanya dapat melakukan perbuatan
hukum berupa jual beli tukar menukar dan lain-lain. Dalam ruang lingkup agraria, tanah merupakan bagian dari bumi yang disebut
permukaan bumi. Tanah yang dimaksudkan di sini bukan mengatur tanah dalam segala aspeknya, melainkan hanya mengatur salah satu aspeknya saja yaitu tanah
dalam pengertian yuridis yang disebut hak. Tanah sebagai bagian dari bumi disebutkan dalam Pasal 4 ayat 1 UUPA yaitu “atas dasar hak menguasai dari negara
sebagai yang dimaksud dalam Pasal 2 ditentukan adanya macam-macam hak atas permukaan bumi yang disebut tanah, yang dapat diberikan kepada dan dipunyai oleh
orang-orang baik sendiri maupun bersama-sama dengan orang lain serta badan-badan hukum.
76
Konsep hak-hak atas tanah yang terdapat dalam hukum agraria nasional membagi hak-hak atas tanah dalam dua bentuk:
77
75
Lebih lanjut keterangan dari Ibid.
76
Urip Santoso, Hukum Agraria Hak-hak atas Tanah, Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2007, hlm 10.
77
Supriadi, Hukum Agraria, Jakarta: Sinar Grafika, 2007, hlm 64.
Universitas Sumatera Utara
81
a. hak-hak atas tanah yang bersifat primer yaitu hak-hak atas tanah yang
dapat dimiliki atau dikuasai secara langsung oleh seorang atau badan hukum yang mempunyai waktu lama dan dapat dipindahtangankan kepada
orang lain atau ahli warisnya seperti Hak Milik HM, Hak Guna Usaha HGU, Hak Guna Bangunan HGB, Hak Pakai HP.
b. hak-hak atas tanah yang bersifat sekunder yaitu hak-hak atas tanah yang
bersifat sementara seperti hak gadai, hak usaha bagi hasil, hak menumpang, dan hak menyewa atas tanah pertanian.
Dari berbagai macam hak atas tanah tersebut, hak milik merupakan satu- satunya hak primer yang mempunyai kedudukan paling kuat dibandingkan dengan
hak-hak yang lainnya. Hal ini dipertegas dalam ketentuan Pasal 20 ayat 1 UUPA yang berbunyi:
“Hak milik adalah hak turun temurun, terkuat, terpenuh, yang dapat dipunyai orang atas tanah, dengan mengingat ketentuan dalam Pasal 6.”
Turun temurun artinya hak milik atas tanah dapat berlangsung terus selama
pemiliknya masih hidup dan bila pemiliknya meninggal dunia, maka hak miliknya dapat dilanjutkan oleh ahli warisnya sepanjang memenuhi syarat sebagai subjek hak
milik. Terkuat artinya hak milik atas tanah lebih kuat dibandingkan dengan hak atas tanah yang lain, tidak mempunyai batas waktu tertentu, mudah dipertahankan dari
gangguan pihak lain, dan tidak mudah hapus. Terpenuh artinya hak milik atas tanah memberi wewenang kepada pemiliknya lebih luas bila dibandingkan dengan hak atas
Universitas Sumatera Utara
82
tanah yang lain, dapat menjadi induk bagi hak atas tanah yang lain, dan penggunaan tanahnya lebih luas bila dibandingkan dengan hak atas tanah yang lain.
78
Pernyataan di atas mengandung pengertian betapa penting dan berharganya menguasai hak atas tanah dengan title “Hak Milik” yang secara hukum memiliki
kedudukan terkuat dan terpenuh sehingga pemilik hak dapat mempertahankan haknya terhadap siapapun. Namun demikian bukan berarti bahwa sifat terkuat dan terpenuh
yang melekat pada hak milik menjadikan hak ini sebagai hak yang mutlak, tidak terbatas, dan tidak dapat diganggu gugat, karena dalam situasi dan kondisi tertentu
hak milik ini dapat pula dibatasi. Pembatasan yang paling nyata diatur dalam ketentuan UUPA antara lain terdapat dalam pasal-pasal sebagai berikut:
Pasal 6 : Semua hak atas tanah mempunyai fungsi sosial. Seseorang tidak dibenarkan mempergunakan atau tidak mempergunakan hak
miliknya atas tanah semata hanya untuk kepentingan pribadinya, apalagi jika hal itu dapat merugikan kepentingan masyarakat
karena sesuai dengan asas fungsi social ini hak milik dapat hapus jika kepentingan umum menghendakinya.
Pasal 7 : Untuk tidak merugikan kepentingan umum maka pemilikan dan penguasaan tanah yang melampaui batas tidak diperkenankan.
Pasal 17 : Dengan mengingat ketentuan dalam pasal 7 maka untuk mencapai tujuan yang dimaksud dalam pasal 2 ayat 3 diatur luas
maksimum danatau minimum tanah yang boleh dipunyai dengan
78
Urip Santoso, Op.Cit, hlm 90-91.
Universitas Sumatera Utara
83
sesuatu hak tersebut dalam pasal 16 oleh satu keluarga atau badan hukum.
Pasal 18 : Untuk kepentingan umum, termasuk kepentingan bangsa dan Negara serta kepentingan bersama dari rakyat, hak-hak atas tanah
dapat dicabut, dengan memberi ganti kerugian yang layak dan menurut cara yang diatur dengan undang-undang.
Pasal 21 ayat 1 : Hanya Warga Negara Indonesia dapat mempunyai hak milik.
Mengenai keabsahan dan kehalalan hak milik, telah dikenal dua asas, pertama asas“Nemo plus juris transfere potest quam ipse habel”, artinya tidak
seorangpun dapat mengalihkan atau memberikan sesuatu kepada orang lain melebihi hak miliknya atau apa yang dia punyai. Kedua, asas “Nemo sibi ipse causam
possessionis mutare potest ”, artinya tidak seorangpun mengubah bagi dirinya atau
kepentingan pihaknya sendiri, tujuan dari penggunaan objeknya.
79
Kedua asas tersebut semakin mengukuhkan kekuatan sifat terkuat dan terpenuh hak milik atas tanah. Kewenangan yang luas dari pemiliknya untuk
mengadakan tindakan-tindakan di atas tanah hak miliknya, kekuatan pemiliknya untuk selalu dapat mempertahankan hak miliknya dari gangguan pihak lain, dan
segala keistimewaan dari hak milik mempunyai nilai keabsahan dan kehalalan yang dijamin kedua asas tersebut.
79
Adrian Sutedi, Peralihan Hak atas Tanah dan Pendaftarannya, Jakarta: Sinar Grafika, 2008, hlm. 8-9.
Universitas Sumatera Utara
84
Adapun mengenai jaminan perlindungan dan kepastian hukum bagi hak milik atas tanah terdapat penegasannya lebih lanjut yaitu melalui suatu mekanisme yang
dinamakan ‘Pendaftaran Tanah” atau “Recht Kadaster.” Pasal 1 angka 1 Ketentuan Umum dalam Peraturan Pemerintah Nomor 24
Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah dinyatakan bahwa Pendaftaran Tanah adalah rangkaian kegiatan yang dilakukan oleh pemerintah secara terus menerus,
berkesinambungan dan teratur, meliputi pengumpulan, pengolahan, pembukuan dan penyajian serta pemeliharaan data fisik dan data yuridis, dalam bentuk peta dan daftar
mngenai bidang-bidang tanah dan satuan-satuan rumah susun, termasuk pemberian sertifikat sebagai surat tanda bukti haknya bagi bidang-bidang tanah yang sudah ada
haknya dan hak milik atas satuan rumah susun serta hak-hak tertentu yang membebaninya.
Berkaitan dengan hal di atas terdapat 2 macam asas hukum, yaitu asas itikad baik dan asas nemo plus yuris.
80
a. Asas iktikad baik, yaitu bahwa orang yang memperoleh sesuatu hak
dengan iktikad baik akan tetap menjadi pemegang hak yang sah menurut hukum. Asas ini bertujuan untuk melindungi orang yang beriktikad baik.
b. Asas nemo plus yuris, yaitu bahwa orang tidak dapat mengalihkan hak
melebihi hak yang ada padanya. Asas ini bertujuan melindungi pemegang hak yang selalu dapat menuntut kembali haknya yang terdaftar atas nama
siapapun.
80
Ibid, hlm 117-121.
Universitas Sumatera Utara
85
Dari kedua asas tersebut melahirkan 2 sistem pendaftaran tanah, yaitu: b.
Sistem publikasi positif, yaitu bahwa apa yang sudah terdaftar itu dijamin kebenaran data yang didaftarkannya dan untuk keperluan itu pemerintah
meneliti kebenaran dan sahnya tiap warkah yang diajukan untuk didaftarkan sebelum hal itu dimasukkan dalam daftar-daftar. Jadi
kelebihan pada sistem pendaftaran ini adalah adanya kepastian dari pemegang hak, oleh karena itu ada dorongan bagi setiap orang untuk
mendaftarkan haknya. Kekurangannya adalah bahwa pendaftaran tersebut tidak lancar dan dapat saja terjadi pendaftaran atas nama orang yang tidak
berhak dapat menghapuskan hak orang yang berhak. c.
Sistem publikasi negatif, yaitu bahwa daftar umum tidak mempunyai kekuatan hukum sehingga terdaftarnya seseorang dalam daftar umum
tidak merupakan bukti bahwa orang tersebut yang berhak atas hak yang telah didaftarkan. Kelebihan dari system pendaftaran ini yaitu kelancaran
dalam prosesnya dan pemegang hak yang sebenarnya tidak dirugikan sekalipun orang yang terdaftar bukan orang yang berhak. Tetapi
kekurangannya adalah bahwa orang yang terdaftarkan akan menanggung akibatnya bila hak yang diperolehnya berasal dari orang yang tidak
berhak sehingga orang menjadi enggan untuk mendaftarkan haknya. Kebijakan hukum tentang pembatasan kepemilikan hak atas tanah yang
diterapkan dalam pasal-pasal UUPA tersebut dalam tatanan teoritis idealis tampak
Universitas Sumatera Utara
86
mencerminkan cita-cita dari pembentukan UUPA itu sendiri yang pada pokoknya bertujuan untuk:
a. meletakan dasar-dasar bagi penyusunan hukum agraria nasional yang akan
merupakan alat untuk membawakan kemakmuran, kebahagiaan dan keadilan bagi Negara dan rakyat, terutama rakyat tani, dalam rangka
masyarakat yang adil dan makmur; b.
meletakan dasar-dasar untuk mengadakan kesatuan, dan kesederhanaan dalam hukum pertanahan;
c. meletakkan dasar-dasar untuk memberikan kepastian hukum mengenai
hak-hak atas tanah bagi rakyar keseluruhan. Dalam tatanan praktis, bukan hal mudah untuk mewujudkan cita-cita
pembentukan UUPA tersebut, karena konflik kepentingan antara berbagai pihak senantiasa menjadi hambatan atau kendala dalam pencapaian tujuan tersebut,
sehingga pelaksanaan kebijakan yang mengatur masalah hak-hak atas tanah tidak berjalan sebagaimana mestinya. Perselisihan yang terjadi baik secara horizontal
maupun vertikal banyak mewarnai ranah pertanahan Indonesia, khususnya mengenai hak milik ini yang pada akhirnya banyak melahirkan sengketa hak milik.
Universitas Sumatera Utara
87
BAB III FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB TERJADINYA SENGKETA ATAS
TANAH YANG TELAH DITERBITKAN SERTIFIKAT HAK MILIK DAN PENYELESAIAN HUKUMNYA
A. Faktor-Faktor Penyebab Terjadinya Sengketa Atas Tanah Hak Milik
Masalah pertanahan dapat dipandang dari dua persepektif yang bertolak- belakang. Dari kacamata masyarakat ada anggapan bahwa masalah yang terjadi itu
disebabkan oleh karena buruknya administrasi pertanahan dan kinerja aparat BPN yang tidak profesional. Sedangkan dari kacamata BPN sendiri ada sinyalemen kuat
bahwa hal ini terjadi karena adanya pemalsuan keterangan dari masyarakat, kepala desa bahkan pejabat pembuat akta tanah PPAT.
81
Secara formal memang kewenangan Pemerintah untuk mengatur bidang pertanahan tumbuh dan mengakar dari Pasal 33 ayat 3 Undang-Undang Dasar 1945.
Kemudian, dituntaskan secara kokoh dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria atau UUPA. Seterusnya, menjalar
pada berbagai peraturan organik dalam bentuk Peraturan Pemerintah PP, Keputusan Presiden keppres, Peraturan Presiden perpres, serta Peraturan yang diterbitkan
oleh pimpinan instansi teknis di bidang pertahanan.
82
Secara substansial, kewenangan Pemerintah dalam mengatur bidang pertanahan terutama dalam hal lalu lintas hukum dan pemanfaatan tanah, didasarkan
81
Delina Siregar, Potensi Penyelesaian Sengketa Pertanahan Melalui ADR, Tesis, Fakultas Hukum, Universitas Sumatera Utara, Medan, 2009, hal. 67.
82
Dapat dibaca Mhd. Yamin Lubis dan Abd. Rahim Lubis, Hukum Pendaftaran Tanah, Edisi Revisi, Bandung: Mandarmaju, 2010, hal. 1.
73
Universitas Sumatera Utara
88
pada ketentuan Pasal 2 ayat 2 UUPA yakni dalam halkewenangan untuk mengatur dan menyelenggarakan peruntukan, penggunaan, persediaan dan pemeliharaan tanah
termasuk menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-orang dengan tanah dan juga menentukan serta mengatur hubungan-hubungan hukum antara
orang-orang dengan perbuatan-perbuatan hukum yang mengenai tanah. Dengan ketentuan tersebut, Pemerintah telah diberikan kewenangan yuridis untuk membuat
aturan dan peraturan bestemming dalam lapangan agrarian berupa tanah, serta menyelenggarakan aturan itu execution yang menyangkut subyek, obyek dan
hubungan antara subyek dan obyek tersebut sepanjang mengenai sumber daya agraria.
83
Menurut Mhd. Yamin Lubis dan Abd. Rahim Lubis, tentang pengaturan
dalam hal hubungan-hubungan hukum terutama dalam pemberian atau penetapan hak-hak atas tanah jelas telah merupakan kewenangan Negara yang dilaksanakan oleh
Pemerintah dengan prosedur yang ditentukan dalam peraturan perundang-undangan.
84
Jelaslah bahwa pemberian atau penetapan hak atas tanah hanya dapat dilakukan oleh Negara melalui Pemerintah, sehingga setiap timbul permasalahan maupun
persengketaan mengenai hak-hak atas tanah merupakan sebagian dari tugas Pemerintah yang telah diatur dengan undang-undang.
Pemberian atau penetapan hak-hak atas tanah termasuk juga dalam setiap penyelesaian masalah pertanahan dimaksudkan sebagai upaya guna pemberian
83
Ibid.
84
Ibid., hal. 3.
Universitas Sumatera Utara
89
jaminan kepastian hukum bagi pemegang haknya untuk dapat diberikan jaminan kepastian hukum dan legitimasi dari Negara, maka setiap penguasaan dan
pemanfaatan atas tanah perlu didaftarkan sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 19 UUPA.
Pengertian pendaftaran tanah sendiri adalah rangkaian kegiatan yang dilakukan oleh Pemerintah secara terus-menerus, berkesinambungan dan teratur,
meliputi pengumpulan, pengelolaan, pembukuan, dan penyajian serta pemeliharaan data fisik dan data yuridis dalam bentuk peta dan daftar, mengenai bidang-bidang
tanah dan satuan rumah susun, termasuk pemberian surat tanda bukti haknya bagi bidang-bidang tanah yang sudah ada haknya dan hak miliknya atas satuan rumah
susun serta hak-hak tertentu yang membebaninya.
85
Kenyataannya pelaksanaan pendaftaran tanah belum dapat diwujutkan sepenuhnya, bahkan disebutkan jumlah bidang tanah yang sudah didaftar baru sekitar
31 persen dari delapan puluh lima juta bidang tanah yang ada di Indonesia.
86
Oleh sebab itu, maka tidak mengherankan jika masalah pertanahan yang muncul dari hak
atas tanah akan semakin banyak dan semakin beragam. Bahkan menurut Mhd.Yamin Lubis dan Abd. Rahim Lubis, menyatakan bahwa tanah yang sudah terdaftar saja
masih menyimpan masalah, apalagi yang belum terdaftar atau tidak didaftar. Penulis setuju dengan apa yang telah dikatakan oleh Mhd.Yamin Lubis dan
Abd. Rahim Lubis yang menyatakan dalam bukunya Hukum Pendaftaran Tanah
85
Pasal 1 butir 1 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah.
86
Mhd. Yamin Lubis dan Abd. Rahim Lubis, Op Cit., hal. 6.
Universitas Sumatera Utara
90
terbitan Mandar Maju pada halaman delapan bahwa, “sebenarnya memang bukan tanahnya yang bermasalah, akan tetapi orang yang di atas tanah tersebutlah yang
menciptakan masalah tanah, sehingga untuk penanganannya bukan tanahnya yang perlu diamankan, tetapi orangnyalah yang lebih utama diamankan bila di atas tanah
mau aman dan bermakna untuk kehidupan manusia di muka bumi ini”.
87
“Sudah menjadi prioritas utama bila kelak Negara ini tidak mau ditimpa masalah pertanahan yang lebih besar, maka disamping melaksanakan peraturan
perundangan di bidang pertanahan secara konsekuen juga yang utama ialah upaya pelaksanaan pendaftaran tanah di seluruh Indonesia”, demikian lebih lanjut yang
dikatakan oleh Mhd. Yamin Lubis dan Abd. Rahim Lubis. Sudah menjadi program guna meminimalisir kendala pertanahan dengan
mengupayakan terus berbagai cara dan strategi dalam pelaksanaan dan percepatan pendaftaran tanah dengan berbagai bentuk kerja lembaga pertanahan seperti prona,
program ajudikasi, konsolidasi tanah, redistribusi tanah obyek landreform dan program sertifikasi massal swadaya lainnya. Cara pendaftaran tanah secara sistematik
juga menghasilkan peta pendaftaran tanah yang memuat bidang-bidang tanah yang sudah didaftar secara terkonsolidasi, sehingga diharapkan dapat dihindari adanya
sengketa batas bidang tanah, dan bahwa di atas tanah yang sudah pernah terdaftar pun masih bersengketa atas dasar data teknis yang tidak akurat.
Penegasan yang diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah, merupakan upaya penyempurnaan terhadap pengaturan
87
Ibid., hal. 8.
Universitas Sumatera Utara
91
yang ada sekaligus penyesuaian terhadap perkembangan kebutuhan masyarakat sebagaimana prinsip yang diamanatkan oleh UUPA. Ketentuan baru pendaftaran
tanah dimaksud secara substansial tetap menampung konsep hukum adat yang hidup dan berakar dalam masyarakat, sehingga akan tercapai univikasi hukum yang masih
didasarkan pada hukum adat. Dari paparan di atas, maka penulis melakukan analisis terhadap faktor-faktor
yang menyebabkan masih terdapatnya sengketa atas kepastian hukum hak atas tanah yang meski telah bersertifikat hak milik, namun masih menjadi persengketaan oleh
warga masyarakat, yang penulis cermati dari adanya putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 2725 KPDT2008 sebagaimana berikut.
1. Faktor Ketentuan Hukum Peraturan Perundang-undangan