Industri Pengolahan Hasil Pertanian

tahan dalam menghadapi gejolak eksternal dan perekonomian makro, 2 penyerapan tenaga kerja sektor pertanian sangat fleksibel, pekerja di sektor pertanian tidak memerlukan kualifikasi keahlian yang khusus dan berat sehingga dapat menampung pekerja dengan keahlian yang luas, dan 3 pertumbuhan sektor pertanian berfungsi sebagai penghambat meningkatnya harga pangan yang berarti mencegah peningkatan jumlah penduduk miskin.

2.2. Industri Pengolahan Hasil Pertanian

Pemikiran tentang pembangunan ekonomi berbasis pertanian agricultural led development strategy telah diperdebatkan sejak awal perencanaan pembangunan nasional. Pemikiran ini didasarkan pada argumen tahap-tahap pembangunan ekonomi yang dikaitkan dengan produktivitas tenaga kerja. Pada tahap awal, pembangunan industri harus terkait erat backward and forward lingkages dengan sektor pertanian. Keterkaitan ini akan menjadi amat kuat apabila sektor industri mempunyai keterkaitan ke belakang yang tinggi Byerlee dalam Kuncoro, 2000. Kaitan yang paling sesuai diperoleh melalui pembangunan industri pengolahan hasil pertanian atau agroindustri. Industri pengolahan hasil pertanian dapat didefinisikan sebagai agroindustri. Austin 1992 mendefinisikan agroindustri sebagai perusahaan yang memproses bahan mentah asal pertanian termasuk didalamnya tanaman dan ternak dengan berbagai variasi tingkatan pengolahan mulai dari pembersihan dan pengelompokan grading sampai dengan penggilingan dan pemasakan. Simposium Nasional Agroindustri II 1987 merumuskan agroindustri sebagai suatu kegiatan lintas disiplin yang memanfaatkan sumberdaya alam pertanian untuk industri dengan kegiatan mencakup : 1 industri peralatan dan mesin-mesin pertanian, 2 industri pengolahan hasil-hasil pertanian, 3 industri jasa sektor pertanian, dan 4 industri agrokimia. Merujuk dari definisi tersebut maka semua industri yang menggunakan bahan baku hasil pertanian seperti industri textil, sepatu dan asesoris yang menggunakan bahan sutera, kapas, kulit hewan, industri meubel dengan bahan baku kayu, karet, industri pangan, industri farmasi dengan bahan baku tanaman obat dan hasil perkebunan, industri minyak wangi, kosmetik, keseluruhan industri tersebut menjadi bagian dari agroindustri. Kontribusi industri pengolahan hasil pertanian agroindustri menjadi sangat penting bagi pertumbuhan ekonomi negara berkembang. Menurut Brown 1994 lebih setengah dari keseluruhan aktivitas manufaktur di negara berkembang adalah agroindustri. Menjelang akhir abad XX sekitar 37 persen manufaktur di wilayah Asia dan Pasifik adalah pada sektor agroindustri. Secara empiris, peran industri pengolahan hasil pertanian agroindustri terhadap pembangunan pertanian dan perdesaan dapat dilihat dari pengalaman India dalam menetapkan program yang mengintegrasikan pembangunan pertanian dan perdesaan integrated agricultural and rural development melalui pembangunan agroindustri di perdesaan. Program tersebut dapat memberikan hasil yang memuaskan, berupa : 1 kenaikan pendapatan petani, 2 penciptaan lapangan kerja baru, 3 membuka lapangan usaha baru, 4 mendorong tumbuhnya kegiatan sosial kemasyarakatan, dan 5 membuka wawasan masyarakat perdesaan terhadap teknologi dan sistem manajemen industri Gaikwad, 1989. Lebih lanjut menurut Alagh 1989 dasar pertimbangan untuk pengembangan agroindustri di perdesaan adalah : 1 meningkatkan produktivitas pertanian, 2 meningkatkan pendapatan petani, 3 menciptakan lapangan kerja di luar sektor pertanian, 4 merangsang lembaga ekonomi diperdesaan, 5 menjadi motor penggerak pembangunan perdesaan dan wilayah, dan 6 menumbuhkan jiwa kewirausahaan enterpreneurship masyarakat setempat. Pengalaman empiris beberapa negara berkembang di kawasan Asia dan Pasifik menunjukkan bahwa pembangunan agroindustri di perdesaan yang diikuti oleh proses difusi teknologi dapat meningkatkan akses petani terhadap teknologi produksi. Keadaan ini akan mengkatalis laju produksi pertanian dan meningkatkan produktivitas pertanian Polman, 2000. Di samping itu, peningkatan laju produksi pertanian juga terjadi karena peningkatan permintaan bahan baku backward lingkage sebagai akibat berdirinya agroindustri demand effect Saptari, 1993; Polman, 2000. Peningkatan permintaan ini sekaligus akan menggeser kurva permintaan dan menyebabkan terjadinya peningkatan harga sebagai akibat dari terjadinya excess demand Gittinger, 1986; Gasperz, 2000. Peningkatan harga produk pertanian akan meningkatkan pendapatan petani. Pembangunan agroindustri di perdesaan dapat menyerap tenaga kerja yang ada di perdesaan. Hal ini dimungkinkan karena agroindustri pada umumnya tidak memerlukan kualifikasi keahlian tenaga kerja yang tinggi Saragih, 2007. Pembangunan agroindustri di perdesaan juga dapat menciptakan lapangan kerja turunan sebagai akibat dari meningkatnya permintaan bahan baku produk pertanian Erwidodo, 1996. Peningkatan ketersediaan lapangan kerja dan lahirnya lapangan usaha baru di perdesaan sebagai akibat dibangunnya agroindustri dapat mencegah terjadinya urbanisasi, karena faktor-faktor yang mendorong penduduk perdesaan melakukan migrasi ke wilayah perkotaan urbanisasi adalah karena kelangkaan kesempatan kerja di perdesaan. Dengan demikian proses industrialiasi pertanian di perdesaaan dapat berperan dalam mengurangi tekanan terhadap perekonomian di wilayah perkotaan. Peran lain industrialisasi pertanian terhadap pembangunan sektor perkotaan dapat dilihat dari fungsinya sebagai penyedia bahan baku untuk industri di perkotaan, disamping itu sebagai penyedia bahan pangan bagi pekerja di sektor perkotaan.

2.3. Penelitian Terdahulu tentang Sektor Pertanian dan Kemiskinan