Ketimpangan Distribusi Pendapatan TINJAUAN PUSTAKA

i = Jumlah sektor produksi regional Ketiga , pendekatan penerimaan, dilakukan dengan cara menjumlahkan pendapatan faktor-faktor produksi yang digunakan dalam memproduksi barang-barang dan jasa-jasa , yang dijumlahkan adalah : upah dan gaji, surplus usaha, penyusutan, dan pajak tidak langsung neto. Perhitungan metode pendapatan regional dengan cara tidak langsung dilakukan dengan mengalokasikan pendapatan nasional produk domestik brutoPDB ke masing- masing wilayah, misalnya mengalokasikan PDB Indonesia ke setiap Provinsi dengan menggunakan alokator tertentu. Alokator yang dapat digunakan adalah : nilai produksi bruto atau netto setiap sektorsubsektor, jumlah produksi fisik, tenaga kerja, penduduk, dan alat ukur tidak langsung.

2.7. Ketimpangan Distribusi Pendapatan

Pembangunan ekonomi tidak dapat diukur hanya semata-mata dari tingkat pertumbuhan pendapatan atau pendapatan perkapita, namun harus pula dilihat bagaimana pendapatan tersebut didistribusikan kepada penduduk dalam arti siapa yang merasakan hasil pembangunan tersebut Todaro, 2000. Bagi negara berkembang seperti Indonesia, apabila orientasi kebijaksanaan pembangunan hanya menitikberatkan pada tingkat pertumbuhan ekonomi saja dalam pelaksanaannya jelas akan mengorbankan proses pencapaian tujuan sosial lainnya yang antara lain adalah pemerataan pendapatan. Pertumbuhan ekonomi yang tinggi memang mengurangi kemiskinan, tetapi dilain pihak sebagai penduduk miskin bisa menjadi lebih miskin. Melihat kelemahan kebijaksanaan seperti itu serta menyadari pentingnya distribusi pendapatan maka berbagai kebijaksanaan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi akan lebih berarti jika diikuti pemerataan atas hasil-hasil pembangunan yang akan dirasakan manfaatnya oleh masyarakat luas. Usaha untuk memperkecil ketimpangan merupakan strategi untuk mencapai keseimbangan dan kestabilan, sehingga semua variabel yang mendukung kemampuan sektor primer seperti penyerapan tenaga kerja, luas lahan garapan, jumlah anggota keluarga, upah tenaga kerja, tingkat pendidikan, serta sarana produksi, semuanya harus dalam tatanan sebagai suatu sistem untuk mempengaruhi atau menentukan produksi daerah Palampanga, 2001. Menurut Tambunan 2001, terdapat beberapa pendekatan untuk mengukur tingkat ketimpangan dalam distribusi pendapatan, yakni stochastic dominance dan axiomatic approach . Ukuran ketimpangan dapat pula dilihat dari ukuran ordinal atau kardinal Foldvary, 2000. Ukuran pokok yang sering digunakan oleh para ahli ekonomi pada umumnya adalah ketimpangan distribusi pendapatan perorangan atau yang lebih dikenal sebagai ketimpangan distribusi pendapatan antar kelompok Size distribution of Income. Untuk menentukan ketimpangan distribusi pendapatan ini digunakan beberapa alat ukur. Pertama, penaksiran distribusi pendapatan berdasarkan persentase pendapatan yang diterima masing-masing golongan yang digambarkan oleh sebuah kurva lorenz. Kurva lorenz itu adalah kurva yang memperlihatkan hubungan kuantitatif antara persentase penerima pendapatan dan persentase total pendapatan yang benar- benar diperoleh misalnya selama satu tahun. Kedua, penaksiran distribusi pendapatan dengan menggunakan indikator khusus dalam menghitung distribusi pendapatan antara lain : gini ratio; kuznets index; oshima’s. Ketiga, penaksiran melalui generalized entropy measure yang disingkat GEM. Pendekatan ini sering disebut sebagai Theil index, karena ukuran ketimpangan ini pada dasarnya dikembangkan dari model ketimpangan yang diperkenalkan oleh Theil pertama kali pada Tahun 1967. Keempat, penaksiran L index yang merupakan pengembangan dari Theil index. Kelima, penaksiran Williamson index. Koefisien gini atau gini ratio digunakan untuk mengetahui distribusi pendapatan. Koefisien gini dapat digambarkan dalam kurva lorenz, seperti yang disajikan pada Gambar 6. Sumber : Sigit, 1980. Gambar 6. Kurva Distribusi Pendapatan Keterangan : : Egalitarian line : Kurva Lorenz Gambar 6 menunjukkan bahwa sumbu AG merupakan persentase jumlah penduduk dalam lima golongan dengan jumlah persentase yang sama sedangkan sumbu vertikal AC menunjukkan persentase jumlah pendapatan dalam lima Q P R S F A G B C D E C Persen Jumlah Petani 20 40 10 60 80 20 30 40 50 60 70 80 100 90 P er sen J um lah P enda pa ta n golongan dengan persentase yang sama. Garis diagonal APQRST merupakan egalitarian line atau garis kesamarataan yang menunjukkan proporsi yang sama antara jumlah penduduk dengan pendapatan sebagai percerminan keadaan distribusi pendapatan yang merata. Garis lengkung yang menghubungkan titik- titik ABCDE dan F menunjukkan kurva lorenz dan bidang yang dibatasi oleh kurva lorenz dengan garis kesamarataan disebut gini ratio atau koefisien gini. Distribusi pendapatan dikatakan merata sempurna apabila jumlah persentase penduduk menerima sejumlah pendapatan dengan porsi yang sama, misalnya PQRS, di titik itu P 20 persen, penduduk menerima 20 persen pendapatan dan seterusnya. Bila pemerataan ini tercapai maka kurva lorenz mendekati garis kesamarataan dan koefisien gini bernilai nol. Jika kurva lorenz menjauh dari garis kesamarataan tersebut misalnya menjadi garis lengkung AGF, maka dikatakan distribusi pemerataan tidak merata sempurna, artinya pendapatan hanya diterima oleh satu orang saja dan koefisien gini bernilai satu. Jadi koefisien gini bernilai antara nol dan satu, berdasarkan uraian itu koefisien gini mendekati nol, dikatakan distribusi pendapatan baik dan sebaliknya bila koefisien gini mendekati satu dikatakan pendapatan tidak baik.

2.8. Kemiskinan Rumahtangga