PROSES PEMBUATAN LIGHTER BISCUIT

38

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. PROSES PEMBUATAN LIGHTER BISCUIT

Bahan-bahan yang digunakan dalam pembuatan lighter biscuit terdiri atas bahan utama dan bahan tambahan. Bahan utama meliputi : soft flour, pati modifikasi, shortening, gula dan skim. Bahan tambahan meliputi : bahan pengembang, lesitin, garam, air dan flavor susu. Proses pembuatan biskuit terdiri atas penyiapan bahan, menimbang, mixing pencampuran, laminasi, proofing pengistirahatan, pencetakan dan baking pemanggangan. Tahap pertama bahan baku dipersiapkan lalu ditimbang sesuai dengan formula. Setelah itu dilanjutkan dengan proses mixing pencampuran menggunakan varimixer Teddy berukuran sedang dan mampu menampung adonan sebanyak 500 gram. Tahap mixing pencampuran dapat dilakukan menggunakan dua metode yaitu all in method dan creaming method. Metode yang pertama yaitu all in method, seluruh bahan baku dimasukkan ke dalam wadah mixer hampir secara bersamaan selama waktu tertentu yaitu sekitar 10-15 menit. Pada umumnya proses mixing dengan metode ini kurang menghasilkan adonan yang baik karena bahan tidak tercampur rata. Metode yang kedua yaitu creaming method, dimana pada awal mixing dicampurkan gula, shortening dan lesitin secara bersamaan hingga terbentuk krim. Waktu yang dibutuhkan untuk pembentukan krim sekitar 8-10 menit dengan kecepatan mixing rendah. Lesitin pada proses ini berperan sebagai emulsifier. Setelah terbentuk krim, bahan baku yang lain dimasukkan ke dalam wadah mixer dan dilanjutkan proses mixing dengan kecepatan tinggi selama 5-8 menit. Perlu diperhatikan dalam memasukkan bahan pengembang. Ammonium bikarbonat terlebih dahulu dilarutkan dalam air hangat hingga terlarut semua. Hal ini terkait dengan after taste getir pada produk yang sering ditimbulkan sebagai akibat ammonium bikarbonat yang kurang larut. Bahan pengembang jenis ini dimasukkan di awal bersamaan dengan proses creaming. Bahan lain yang perlu dilarutkan terlebih dahulu dengan air adalah garam. Hal ini bertujuan 39 supaya garam menyebar rata dalam adonan. Penambahan air ke dalam adonan dilakukan secara bertahap agar fungsi air sebagai pelarut bahan baku optimal sehingga terbentuk adonan yang benar-benar menyatu atau tercampur rata membentuk massa yang cukup elastis. Penambahan air juga perlu diperhatikan terkait dengan kadar air produk yang akan berpengaruh pada tekstur dan umur simpan produk. Pembentukan massa yang elastis terjadi karena pada tepung terigu terdapat protein yang terdiri atas gliadin dan glutenin. Gliadin dan glutenin merupakan jenis protein yang mempunyai sifat dapat membentuk massa yang elastic-cohesive bila ditambahkan air dan diuleni. Tahap selanjutnya yaitu proses laminasi. Sebelum melalui tahap ini, adonan dibiarkan terlebih dahulu dalam kondisi tertutup proofing kurang lebih selama 5-10 menit. Hal ini bertujuan untuk mengeluarkan gas yang dihasilkan oleh bahan pengembang yang digunakan. Setelah adonan didiamkan lalu dilanjutkan ke tahap laminasi menggunakan alat laminator. Tujuan proses ini adalah memipihkan adonan dengan tebal tertentu sehingga mudah dicetak dan membentuk layer lapisan pada produk akhir. Tahap selanjutnya adalah pencetakan adonan yang telah dipipihkan. Dalam pembuatan biskuit kali ini digunakan cetakan berbetuk segi empat persegi panjang atau rektangular. Tebal awal adonan adalah 2.50-2.55 cm dengan panjang antara 6.2-6.5 cm dan lebar antara 2.9-3.2 cm. Setelah dicetak, lalu adonan dipanggang pada suhu 180-210 C menggunakan oven selama ± 5 menit. Dalam proses pemanggangan, panas disuplai kepada produk dari dinding oven melalui proses radiasi. Perpindahan panas juga terjadi secara konveksi dari sirkulasi udara dan secara konduksi dari tray tempat meletakkan adonan biskuit Cauvain Young, 2001. Ketika biskuit dimasukkan ke dalam oven, kadar air pada permukaan biskuit akan menurun dan menjadi kering. Setelah dipanggang, biskuit dipanaskan dalam microwave pada suhu 130 C selama ± 8-10 menit. Hal ini bertujuan untuk meratakan proses pematangan biskuit. Setelah biskuit matang, dilajutkan dengan proses pengukuran variabel atau respon produk yang diinginkan yaitu weight loss WT loss, L increase dan tebal. Tujuan dari tahap pemanggangan adalah untuk meningkatkan sifat sensori produk dan memberi 40 selang rasa, aroma dan tekstur. Perubahan tekstur ditentukan oleh sifat alami produk seperti kadar air dan komposisi lemak, protein dan struktur karbohidrat serta suhu dan lama pemanggangan. Pada umumnya karakteristik dari produk panggang adalah pembentukan crust pada permukaan biskuit Cauvain Young, 2001. Selama pemanggangan, terjadi beberapa reaksi dari bahan pengembang yang digunakan. Bahan pengembang inilah yang menyebabkan biskuit memiliki volume yang lebih besar dibandingkan dengan sebelum pemanggangan. Kondisi ini disebabkan pelepasan gas CO 2 dari hasil reaksi bahan pengembang. Di samping itu, juga dihasilkan garam terlarut dan uap air. Pada tahap ini juga terjadi proses gelatinisasi yang diawali dengan pengembangan granula pati karena molekul-molekul air berpenetrasi ke dalam granula dan terperangkap pada susunan molekul amilosa dan amilopektin. Pengembangan granula pati berpengaruh terhadap massa adonan. Gelatinisasi lebih lanjut akan menyebabkan amilosa berdifusi ke luar dari granula pati, dan setelah dingin amilosa akan membentuk matriks yang seragam sehingga kekuatan ikatan antar granula meningkat Fennema, 1976. Lighter biscuit yang dihasilkan setelah pemanggangan memiliki tebal 0.7-0.9 cm dengan bobot rata-rata 5.3-5.6 gram per satu biskuit. Nilai ini nantinya dibandingkan dengan produk sejenis dari kompetitor yang memiliki tebal 0.69-0.71 cm dengan bobot 5.0-5.5 gram.

B. PENELITIAN PENDAHULUAN