stakeholder. Keuntungan penerapan produksi bersih adalah: mengurangi terbentuknya pencemar, mencegah berpindahnya pencemar dari suatu media ke media lain,
mengurangi resiko terhadap kesehatan manusia dan lingkungan, memberikan peluang untuk mencapai sistem manajemen lingkungan, mengurangi biaya pentaatan hukum,
menghindari biaya pembersihan lingkungan, dan memberi keunggulan daya saing di pasar internasional Noor, 2006.
Produksi bersih dilakukan dengan cara mengharmonisasikan upaya perlindungan lingkungan dengan kegiatan pembangunan atau pertumbuhan ekonomi. Penerapan
produksi bersih dapat: 1. Memberikan peluang keuntungan ekonomi, sebab di dalam produksi bersih terdapat
strategi pencegahan pencemaran pada sumbernya yaitu mencegah terbentuknya limbah secara dini, yang dapat mengurangi biaya investasi untuk pengolahan dan
pembuangan limbah atau upaya perbaikan lingkungan. 2. Mencegah terjadinya pencemaran dan perusakan lingkungan melalui pengurangan
limbah, daur ulang, pengolahan dan pembuangan yang aman. 3. Memelihara dan memperkuat pertumbuhan ekonomi dalam jangka panjang melalui
penerapan proses produksi dan penggunaan bahan baku dan energi yang lebih efisien konservasi sumberdaya, bahan baku dan energi.
4. Mendukung prinsip
environmental equity dalam rangka pembangunan berkelanjutan. 5. Mencegah atau memperlambat terjadinya degradasi lingkungan dan memanfaatkan
sumberdaya alam melalui penerapan daur ulang limbah di dalam proses. 6. Memelihara
ekosistem lingkungan.
7. Memperkuat daya saing produk di pasar internasional. Strategi produksi bersih mempunyai arti yang luas karena didalamnya termasuk
upaya pencegahan pencemaran melalui pilihan jenis proses yang ramah lingkungan,
minimalisasi limbah, analisis daur hidup dan teknologi bersih. Dengan adanya perkembangan dan perubahan cara pandang dalam pengelolaan limbah, konsep
produksi bersih menjadi pilihan kebijaksanaan pemerintah untuk mewujudkan pembangunan yang berwawasan lingkungan.
2.3 Pengolahan Kelapa Sawit
Kawasan perkebunan kelapa sawit merupakan kawasan yang dibangun sesuai dengan kebutuhan pengelolaan tanaman kelapa sawit. Untuk mendapatkan produktivitas
optimum dalam jangka panjang, pengelolaan kawasan perkebunan dan industri kelapa sawit perlu menerapkan konsep environmental management system. Konsep
environmental management system harus sesuai dengan pola produksi tanaman kelapa sawit yang berhubungan dengan agroklimat setempat.
Sebagai tanaman yang termasuk dalam kelompok tanaman tahunan, pola produksi tanaman kelapa sawit berbeda dari tanaman setahun pada umumnya.
Perbedaan ini misalnya pada lama tenggang waktu antara tanam sampai tanaman menghasilkan yang pertama kali. Selanjutnya, begitu tanaman mulai menghasilkan, maka
produksi dapat terus dipungut untuk beberapa tahun sampai tanaman berangsur-angsur tidak produktif lagi. Keadaan ini yang membedakan dengan tanaman setahun dimana
perencanaan produksi setiap tahunnya dapat dilakukan secara lebih tepat dan cepat. Tanaman kelapa sawit akan tetap produktif sampai umur sekitar 25 tahun. Panen
pertamanya dapat dilakukan pada umur 3 sampai 4 tahun setelah tanam dan sesudahnya pemanenan dapat dilakukan setiap waktu. Puncak produksi dicapai pada
tahun kesembilan. Selama enam tahun produksi akan stabil baru mengalami penurunan. Secara umum produksi kelapa sawit mengikuti pola yang demikian, namun pengaruh
iklim, hama dan penyakit dapat mempengaruhi pola tersebut. Pengaruh iklim terutama intensitas curah hujan mempunyai pengaruh yang kuat terhadap perubahan pola
produksi pada periode tertentu. Buah kelapa sawit yang telah matang harus segera dipanen untuk menghindari
serangan penyakit karena busuk buah dan peningkatan kadar asam lemak bebas. Demikian pula setelah diproses sebagai minyak, tidak dapat ditimbun terlalu lama dan
harus segera diproses lebih lanjut untuk mencegah penurunan mutu minyak yang dihasilkan. Selanjutnya buah kelapa sawit tersebut setelah mengalami pemrosesan akan
menghasilkan minyak sawit kasar crude palm oil dan hasil sampingan lain seperti minyak biji sawit palm kernel oil dan ampas Susilowati, 1989.
Proses produksi minyak kelapa sawit diawali dengan penerimaan TBS di pabrik, perebusan, penebahan, pengadukan, pemisahan dan pemurnian minyak, pengambilan
minyak dari sludge dan pengolahan inti Gambar 2.
Gambar 2. Proses produksi minyak kelapa sawit dan hasil ikutannya Naibaho, 1998 Penerimaan TBS di Pabrik
TBS yang sudah ditimbang di loading ramp selanjutnya dicurahkan pada lori kapasitas 2,5, ton sebelum dibawa ke tempat perebusan. Letak loading ramp lebih
tinggi dari pada letak lori. Perebusan
Proses perebusan dilakukan pada bejana besar terbuat dari besi yang dapat memuat beberapa lori. TBS dalam lori yang telah selesai direbus diangkat dengan
hoisting crane ke bak penebah. Proses perebusan ditujukan agar enzim sebagai katalis
yang menguraikan minyak menjadi asam lemak bebas dan gliserin, menjadi rusak. Lendir dikeluarkan agar minyak lebih mudah terpisah dari air dalam proses pemurnian
minyak. Lama perebusan 90 menit dengan suhu 135-150
o
C dan tekanan uap 2,5-3,0 atm.
Penebahan Pelepasan buah dari tandan setelah direbus dilakukan oleh mesin penebah. Buah
yang sudah lepas akan jatuh ke ularan dan dibawa ke stasiun pengadukan. Tandan yang sudah kosong diambil untuk dibakar pada incinerator. Abu hasil pembakaran dibawa ke
kebun sebagai pupuk. Banyaknya buah kitte koppen mencerminkan bahwa perebusan kurang sempurna atau banyak buah mentah dipanen.
Pengadukan Di tempat pengadukan, buah dilumatkan untuk melepaskan daging buah dari biji.
Selanjutnya dilakukan pemanasan dengan suhu 85-95
o
C untuk menjaga minyak tidak membeku.
Pengempaan Minyak berbentuk bubur yang masuk dari tangki pengadukan kemudian dikempa
dengan scew press pada tekanan 50 kgcm, suhu 85-90
o
C, selama 6-10 menit. Pada tekanan 50 kgcm minyak dapat terpisah dari ampasnya dengan baik dan jumlah biji yang
pecah akan minimal. Minyak kasar yang keluar dari mesin kempaan ditampung pada tangki setelah melalui saringan getar untuk memisahkan sabut dan biji. Biji dan serat
akan dikirim ke deperikarper. Mengingat
pengoperasian scew press berpengaruh terhadap presentase biji yang pecah, yang menyebabkan rendemen inti sawit menjadi rendah, maka untuk
meningkatkan ekstraksi minyak dan inti diterapkan pengempaan dua tahap double pressing. Penerapan pengempaan dua tahap dapat meningkatkan ektraksi inti sebesar
23,02 atau 1,15 terhadap TBS dan dapat menurunkan kadar minyak dalam ampas Naibaho, 1998.
Pemisahan dan pemurnian minyak Minyak yang masih bercampur serat dan kotoran ditampung pada bak
pengendap. Minyak yang terdapat pada bagian atas disalurkan ke tangki minyak kasar setelah mengalami penyaringan di ayakan getar. Minyak yang akan dimasukan ke
dekanter dipanaskan terlebih duhulu dengan uap panas. Fraksi padat non oil solid dan fraksi cair minyak dan air dipisahkan dalam dekanter ini dengan gaya sentrifugal. Fraksi
padat yang masih mengandung 80 air dikeringkan atau dibuang ke lapangan sebagai buangan lumpur sludge effluent. Fraksi padat yang sudah dikeringkan kadar air 9
disebut lumpur kering dry sludge. Penggunaan dekanter dilakukan untuk mengurangi limbah, tetapi penggunaannya belum disertai persiapan alat pembantu, misalnya alat
angkut bahan padatan yang diproduksi. Minyak yang terpisah dari fraksi padat dialirkan ke continous settling tank. Minyak pada bagian atas tangki ini dialirkan ke tangki minyak
sebelum masuk ke pemurnian. Pada bagian bawah continous settling tank akan terkumpul lumpur yang akan dialirkan ke tangki lumpur. Untuk menghindari hidrolisis,
minyak yang keluar dari pemurnian masuk ke alat pengering, sedangkan kotoran dialirkan ke fat pit.
Pengambilan minyak dari lumpur Lumpur yang berasal dari continous settling tank masih mengandung minyak.
Suhu lumpur pada tangki lumpur dinaikkan menjadi 95
o
C, lalu dialirkan ke tabung penyaring minyak dari serabut self cleaning strainer dan diteruskan ke pemisah minyak
dari pasir desanding cyclone. Minyak yang sudah bebas serabut dan pasir sebelum masuk ke continous settling tank, disaring lagi dari kotoran pada pemisah lumpur. Air dan
kotoran dari pemisah lumpur, pemurnian dan rebusan yang masih mengandung minyak dialirkan ke fat pit. Dengan cara pemanasan, minyak dapat dipisahkan dari lumpur,
sedangkan air dan kotoran dialirkan ke kolam limbah. Pengolahan inti sawit
Ampas yang merupakan campuran serat dan biji dibawa ke deperikarper dengan alat cake breaker conveyor. Ampas halus dikeluarkan melalui fibre cyclone, yang
selanjutnya dipakai sebagai bahan bakar ketel uap, sedangkan biji dikeluarkan melalui polishing drum. Biji yang bersih diangkut ke silo biji dan dipanaskan agar inti mudah lepas
dari cangkang. Selanjutnya biji dipecah, dipisahkan dan dikeringkan. Hasil penelitian memperlihatkan bahwa rendemen minyak dan inti kelapa sawit
normal adalah masing-masing sebesar 22 dan 5, sedangkan kehilangan minyak dan inti kelapa sawit normal masing-masing sebesar 1,23 dan 0,27 Naibaho, 1998.
Pada beberapa PKS di Indonesia, rendemen minyak dan inti kelapa sawit bervariasi, selain oleh faktor tanaman dan iklim, juga sering ditemui akibat peralatan yang sudah tua
dan tidak standar lagi Turner dan Gillbanks, 1974.
2.4 Permasalahan Limbah Kelapa Sawit