Skenario Kebijakan Pengelolaan Limbah Pabrik Kelapa Sawit

81 Kinerja keseluruhan PKS Dolok Sinumbah yang dinilai pada kajian ini sesuai dengan kondisi yang sesungguhnya. PKS ini telah melakukan kegiatan pengomposan sesuai dengan mekanisme produksi bersih. Limbah by product PKS baik padat maupun cair telah dimanfaatkan seluruhnya untuk aplikasi lahan. Hanya limbah gas belum dilakukan upaya pengendalian pencemaran udara. Hal ini karena gas yang dihasilkan dari proses pengolahan kelapa sawit dan pengolahan limbahnya belum mencapai batas ambien. Keberlanjutan kegiatan PKS berdasarkan hasil penilaian tersebut dapat dinyatakan berkelanjutan. Secara ekonomi, seluruh kegiatan PKS memberikan keuntungan yang baik. Secara sosial, telah menyerap tenaga kerja lokal dan memberikan sumbangan untuk kesejahteraan masyarakat. Pendapatan masyarakat berkisar Rp2juta – Rp6juta per ha per bulan. Selain itu, PKS telah mengeluarkan sosial dalam bentuk dana kemitraan dan dana bina lingkungan hingga 2,46. Secara ekologis, proses produksi yang dilakukan tidak memberikan dampak negatif terhadap lingkungan khususnya terhadap lingkungan air dan tanah. Berdasarkan hasil penilaian kinerja perusahaan tersebut diperoleh kesimpulan bahwa faktor-faktor yang perlu diperhatikan dalam pengelolaan limbah menuju nir limbah adalah: 1 ketersediaan teknologi limbah cair yang dimiliki oleh PTPN IV, 2 lembaga penelitian yang melakukan berbagai penelitian untuk menemukan teknologi baru dalam rangka inovasi pengelolaan limbah PKS yang lebih efektif dan efisien, 3 nilai ekonomi limbah PKS karena dapat dimanfaatkan untuk berbagai keperluan seperti pupuk organik, pakan ternak, bahan bakar, dan lain-lain, 4 ketersediaan teknologi pengolahan limbah padat PKS sehingga limbah memiliki nilai ekonomi yang lebih tinggilebih bermanfaat, dan 5 kapasitas pabrik yang akan menentukan kuantitasjumlah limbah padat mapun cair yang akan dihasilkan.

4.4 Skenario Kebijakan Pengelolaan Limbah Pabrik Kelapa Sawit

Limbah perkebunan kelapa sawit dalam bentuk gas, limbah padat, dan limbah cair berpotensi menyebabkan polusi bila tidak dikelolah dengan baik. Untuk mengelolah limbah yang diproduksi oleh kebun kelapa sawit, diperlukan suatu sistem kontrol yang meliputi pengelolaan pembukaan lahan, pemeliharaan lahan dan panen tandan buah segar di lapangan, serta pengelolahan minyak sawit mentah dan minyak inti sawit termasuk unit pengolahan limbah. Di sisi lain, 82 limbah dalam bentuk serat, cangkang, tandan kosong sawit, batang, pelepah, dan limbah cair hingga saat ini belum dapat dimanfaatkan secara optimum. Program produksi bersih di perkebunan kelapa sawit diperlukan untuk memperbaiki efisiensi dan efektifitas penggunaan bahan baku, pemanfatan energi dan sumberdaya lain, guna mewujudkan kepercayaan konsumen domestik maupun internasional terhadap komoditi kelapa sawit. Secara operasional, produksi bersih di perkebunan kelapa sawit merupakan suatu upaya untuk meningkatkan efisiensi dalam penggunaan bahan baku, energi, dan sumberdaya mengurangi volume dan toksisitas limbah yang dihasilkan, dan mendaur ulang limbah yang dihasilkan pada produksi Erningpraja dan Poeloengan, 2004. Penentuan kebijakan pengelolaan limbah PKS di masa mendatang perlu memperhatikan kebutuhan stakeholder yang terkait dengan pengelolaan limbah PKS di PTPN IV Sumatera Utara di masa yang akan datang. Kebutuhan stakeholder diperoleh dari analisis kebutuhan semua pihak yang berkepentingan terhadap sistem yang dikaji melalui diskusi para pakar dan bantuan kuesioner. Berdasarkan hasil identifikasi faktor dari responden, terdapat 10 faktor yang perlu merupakan kebutuhan stakeholder dalam pengelolaan limbah PKS di PTPN IV. Secara detail disajikan pada Tabel 12. Tabel 12. Kebutuhan stakeholder yang terkait dengan pengelolaan limbah PKS menuju nir limbah No. Kebutuhan Dekripsi 1. Finansial Ketersediaan dana pengelolaan limbah mencakup biaya administrasi, prasarana dan sarana serta operasional instalasi pengelolaan limbah 2. Penegakan hukum Penegakan hukum secara adil dan konsisten bagi semua pihak yang dinyatakan melanggar hukum karena merusak atau mencemari lingkungan yang menyebabkan penurunan kualitas lingkungan. 3. Sumberdaya manusia Sumberdaya manusia yang secara teknis menguasai bidang pengelolaan lingkungan, khususnya limbah PKS 4. Komitmen PTPN IV Komitmen PTPN IV mulai dari level manajemen sampai staf untuk menerapkan sistem manajemen lingkungan dalam lingkungan perusahaan. 5. Kerjasama lintas sektor dan antar daerah Kerjasama lintas sektor yang terkait dengan pengelolaan limbah PKS dan antar daerah yang secara administrasi berbatasan sehingga berada dalam satu kesatuan ekosistem. 6. Lembaga penelitian Lembaga penelitian yang melakukan berbagai penelitian untuk menemukan teknologi baru dalam rangka inovasi pengelolaan limbah PKS yang lebih efektif dan efisien. 83 Lanjutan Tabel 12 No. Kebutuhan Dekripsi 7. Masyarakat di sekitar industri Masyarakat yang terkena dampak karena tinggalberada di sekitar kawasan industri PKS 8. Pemahaman masyarakat tentang lingkungan Pemahaman dan persepsi masyarakat tentang limbah PKS dan dampaknya bagi kehidupan manusia dan lingkungan. 9. Media massa Media massa baik media cetak, elektronik, televisi, dan lain-lain yang berfungsi sebagai kontrol sosial dan berbagai kebijakan pemerintah. 10. Kapasitas pabrik Kapasitas pabrik yang akan menentukan kuantitasjumlah limbah padat mapun cair yang akan dihasilkan. Strategi pengelolaan limbah PKS dilakukan dengan pendekatan skenario pengelolaan. Berbagai kemungkinan keadaan di masa depan tersebut diformulasikan dalam bentuk skenario strategi. Pendekatan yang digunakan untuk perumusan skenario pengelolaan limbah PKS di PTPN IV adalah analisis prospektif. Analisis prospektif mampu mengeksplorasi kemungkinan di masa yang akan datang sesuai dengan tujuan yang sudah ditetapkan, sehingga dapat dipersiapkan tindakan strategis masa depan dengan cara menentukan faktor- faktor kunci yang berperan penting dalam mencapai keberlanjutan pengelolaan limbah PKS. Faktor penting dalam pengelolaan limbah PKS di PTPN IV Sumatera Utara di masa yang akan datang diperoleh dari hasil review kebijakan, hasil analisis sistem kinerja perusahaan, dan hasil analisis kebutuhan stakeholder. Sintesis dari semua hasil analisis tersebut disajikan pada Gambar 43. Gambar 43. Faktor-faktor yang perlu mendapat perhatian dalam pengelolaan limbah PKS menuju nir limbah 84 Berdasarkan Gambar 43, terdapat 18 faktor yang diperoleh dari hasil review kebijakan, penilaian kinerja perusahaan, dan analisis kebutuhan. Dari 18 faktor tersebut terdapat tiga faktor yang sama dari ketiga`hasil analisis tersebut sehingga secara keseluruhan diperioleh 15 faktor penting yang perlu mendapat perhatian dalam pengelolaan limbah PKS menuju nir limbah yaitu: 1 teknologi pengolahan limbah cair, 2 komitmen pemerintah pusat dan daerah, 3 finansial, 4 peraturan perundang-undangan, 5 sumberdaya manusia, 6 penegakan hukum, 7 Komitmen PTPN IV, 8 kerjasama lintas sektor dan antar daerah, 9 lembaga penelitian, 10 masyarakat di sekitar industri, 11 pemahaman masyarakat tentang lingkungan, 12 media massa, 13 nilai ekonomis limbah, 14 teknologi pengolahan limbah padat, dan 15 Kapasitas pabrik. Ke-15 faktor tersebut selanjutnya dianalisis tingkat kepentingan dan pengaruhnya dalam pengelolaan limbah pabrik kelapa sawit menuju nir limbah. Hasil analisis prospektif terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi sistem pengelolaan limbah PKS di PTPN IV dapat dilihat pada Gambar 44. Gambaran Tingkat Kepentingan Faktor-Faktor yang Berpengaruh pada Sistem yang Dikaji Finansial Komitmen Pemerintah Pusat- Daerah Sumberdaya Manusia Peraturan Perundang-Undangan Teknologi Limbah Cair Penegakan Hukum Komitmen PTPN IV Kerjasama Lintas Sektor dan Antar Daerah Lembaga Penelitian Masyarakat di Sekitar Industri Pemahaman Masyarakat tentang Lingkungan Media Massa Nilai Ekonomis Limbah Teknologi Limbah Padat Kapasitas Pabrik - 0.20 0.40 0.60 0.80 1.00 1.20 1.40 1.60 1.80 - 0.20 0.40 0.60 0.80 1.00 1.20 1.40 1.60 1.80 2.00 Ketergantungan P e ngar uh Gambar 44. Tingkat pengaruh dan ketergantungan antar faktor dalam pengelolaan limbah pabrik kelapa sawit menuju nir limbah Berdasarkan hasil analisis prospektif pada Gambar 48, terdapat empat faktor yang berpengaruh tinggi terhadap tujuan sistem namun ketergantungan 85 antar faktor relatif rendah, yaitu: 1 kapasitas pabrik kelapa sawit, 2 pengolahan limbah padat, 3 pengolahan limbah cair, dan 4 nilai ekonomis limbah. Kondisi masing-masing faktor tersebut dideskripsikan sebagai berikut. 1. Kapasitas pabrik kelapa sawit Kapasitas PKS yang tersedia saat ini bervariasi, mulai dari PKS yang berkapasitas 5 ton per jam sampai 60 ton perjam. Kapasitas pabrik yang dibangun di suatu kawasan perkebunan terkait dengan ketersediaan bahah baku. PKS yang berkapasitas 30 ton per jam membutuhkan lebih kurang 6000 ha kebun yang sudah berproduksi. Karena jika dalam waktu satu kali 24 jam, PKS beroperasi selama 20 jam maka diperlukan bahan baku sebanyak 600 ton. PKS yang berkapasitas 30 ton per jam akan dihasilkan sebanyak 138 ton per hari TKS dan 360 m 3 LCPKS. Setiap tandan buah segar TBS akan menghasilkan TKS sebanyak 23 dan 0,6 m 3 LCPKS dari TBS yang diolah. Pemanfaatan TKS untuk aplikasi lahan akan menghadapi kendala berupa biaya transportasi tinggi, dapat terserang sejenis jamur Orcytes, dan unsur haranya terbatas. Demikian juga pemanfaatan LCPKS, akan menghadapi masalah seperti luas lahan yang dapat ditangani maksimal seluas 150 ha, biaya pemeliharaan tinggi dan memerlukan ijin dari Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Bapedal. Untuk itu, di PTPN IV menerapkan sistem pengolahan limbah PKS untuk pupuk organik kompos. Semakin besar kapasitas PKS akan semakin banyak pula limbah padat dan cair yang dihasilkan. 2. Pengolahan limbah padat Limbah padat yang dihasilkan dari PKS adalah tandan kosong sawit TKS, pelepah daun, dan batang pohon sawit. Pemanfaatan limbah padat PKS dapat digunakan untuk berbagai keperluan seperti pupuk, pakan, bahan baku industri, dan lain-lain. Pada PKS yang berkapasitas 30 ton per jam akan dihasilkan sebanyak 138 ton TKS per hari. Pada saat ini teknologi pengelolaan limbah padat ini baru sebatas untuk bahan baku pembuatan kompos. Pembuatan kompos dari TKS memerlukan LCPKS. Dari 138 ton TKS dapat dihasilkan kompos sebanyak 70 ton per hari. 86 3. Pengolahan limbah cair Pengolahan Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit LCPKS yang ada saat ini adalah menggunakan sistem kolam dengan aerator membutuhkan waktu lebih kurang selama 97 hari. Tahap pengolahan LCPKS dimulai pada kolam pengasaman selama 5 hari, dilanjutkan pada kolam anaerobik primer dan sekunder masing-masing selama 35 hari, pada tahap keempat selama 15 hari pada kolam aerobik dan terakhir proses sedimentasi selama 5 hari. Karena LCPKS mengandung unsur Nitrogen N, Posfor P dan Kalium K yang cukup tinggi maka unsur-unsur tersebut dapat dimanfaatkan dalam aplikasi lahan land application untuk memperbaiki struktur tanah. Hasil penelitian PPKS Sumatera Utara bahwa setiap 100 ton LCPKS mengandung unsur N sebesar 50 – 67,5kg; unsur F sebesar 9 – 11 kg; dan unsur K sebesar 100 -185 kg. Pada prinsipnya pemanfaatan LCPKS dalam aplikasi lahan bertujuan untuk meningkatkan produktivitas, memanfaatkan nutrisi, mengurangi pencemaran dan menurunkan BOD 5000 mgl. Teknologi pengelolaan LCPKS disamping menggunakan sistem kolam dengan aerator dapat juga menggunakan teknologi pengomposan dalam rangka pemanfaatan unsur hara yang terkandung di dalamnya. 4. Nilai ekonomis limbah Secara konvensional pengelolaan limbah membutuhkan biaya yang menyebabkan pengeluaran perusahaan menjadi lebih besar. Biaya tersebut diperlukan untuk upah tenaga kerja, penyediaan lahan, transportasi dan teknologi pengolahan limbah. Dengan demikian limbah merupakan external cost bagi perusahaan yang masih menganggap bahwa limbah sebagai sisa produksi yang tidak dapat dimanfaatkan lagi. Jika anggapan ini diubah maka limbah yang tadinya merupakan external cost dapat menjadi sumber pendapatan baru bagi perusahaan. Pada PKS limbah padat dan cair yang dihasilkan dapat memberikan nilai tambah bagi perusahaan jika diolah menjadi pupuk organik kompos. Kompos yang dihasilkan dapat menurunkan jumlah penggunaan pupuk anorganik sehingga dapat menekan biaya produksi dan penggunaan pupuk organik dalam jangka panjang dapat memperbaiki struktur tanah di areal perkebunan. Jika limbah tidak manfaatkan diolah kemudian dibuang maka pihak perusahaan 87 hanya mengeluarkan biaya tanpa memperoleh manfaat sama sekali dari limbah yang dihasilkan. Deskripsi kemungkinan perubahan kondisi state masing-masing faktor dalam pengelolaan limbah PKS di masa yang akan datang memiliki jumlah kemungkinan yang berbeda. Seperti faktor kapasitas pabrik kelapa sawit hanya memiliki tiga kemungkinan kondisi yang mungkin terjadi, yaitu : 1 menurun karena tidak ada perluasan areal kebun dan terjadi penurunan produktivitas kebun; 2 tetap seperti kapasitas yang ada pada saat ini karena luas areal perkebunan dan TBS yang dihasilkan tidak bertambah dan 3 bertambah karena ada perluasan areal perkebunan dan atau peningkatan produksi TBS. Faktor teknologi pengelolaan limbah padat hanya memiliki tiga kemungkinan perubahan kondisi yang akan terjadi di masa yang akan datang yaitu: 1 dibuang sebagai limbah yang tidak bernilai dan menimbulkan biaya, 2 diolah menjadi pupuk organik, dan 3 diolah menjadi produk lain yang lebih berniliai ekonomi. Deskripsi kemungkinan perubahan kondisi masing-masing faktor strategis dalam pengelolaan limbah PKS di PTPN IV dapat dilihat pada Tabel 13. Tabel 13. Prospektif faktor kunci dalam pengelolaan Limbah PKS di PTPN IV No. Faktor Strategis Keadaan state masa depan faktor 1A 1B 1C 1D 1. Kapasitas pabrik Menurun Tetap Meningkat - 2A 2B 2C 2D 2. Pengelolaan limbah padat Tidak ada teknologi pengolahan Mulsa Kompos Penerapan produksi bersih 3A 3B 3C 3D 3. Pengelolaan limbah cair Sistem kolam aerasi Aplikasi lahan Kompos Penerapan produksi bersih 4A 4B 4C 4D 4. Nilai ekonomis limbah Tidak bernilai ekonomi Memiliki nilai ekonomi Memiliki nilai ekonomi yang tinggi - Sumber: Hasil analisis 2007 Berdasarkan hasil identifikasi bagaimana elemen kunci dapat berubah dengan menentukan keadaan state pada setiap faktor dan memeriksa perubahan mana yang tidak dapat terjadi bersamaan incompatible sebagaimana disajikan pada Tabel 13. Sedangkan perubahan faktor yang dapat terjadi bersamaan merupakan skenario-skenario strategi yang mungkin terjadi pada pengelolaan limbah PKS di PTPN IV Tabel 14. 88 Tabel 14. Incompatible antar keadaan state dari keempat faktor penting dalam pengelolaan limbah PKS di PTPN IV jangka waktu 5 tahun No. Faktor Strategis Keadaan state masa depan faktor 1A 1B 1C 1D 1. Kapasitas pabrik Menurun Tetap Meningkat - 2A 2B 2C 2D 2. Pengelolaan limbah padat Tidak ada teknologi pengolahan Mulsa Kompos Penerapan produksi bersih 3A 3B 3C 3D 3. Pengelolaan limbah cair Sistem kolam aerasi Aplikasi lahan Kompos Penerapan produksi bersih 4A 4B 4C 4D 4. Nilai ekonomis limbah Tidak bernilai ekonomi Memiliki nilai ekonomi Memiliki nilai ekonomi yang tinggi - Berdasarkan Tabel 13 dan Tabel 14 disepakati 8 skenario strategi pengelolaan limbah PKS di PTPN IV yaitu: kerugian besar, penurunan kualitas lingkungan, bencana ekologis, bertahan tanpa kemajuan yang berarti, peningkatan kinerja lingkungan perusahaan, pengembangan perusahaan dan perbaikan kinerja lingkungan, siap bersaing, dan memenangkan persaingan. Skenario strategi ini dirumuskan dari hasil memasangkan berbagai kondisi state setiap faktor yang mungkin terjadi di masa yang akan datang dalam pengelolaan limbah PKS di PTPN IV. Definisi masing-masing strategi tersebut disajikan pada Tabel 15. Tabel 15. Definisi masing-masing skenario strategi No. Skenario Definisi 1. Kerugian besar 1A kapasitas produksi PKS menurun 2A tidak ada pengolahan 3A sistem kolam aerasi 4A tidak bernilai ekonomi Dalam kondisi yang demikian maka perusahaan akan mengalami kerugian besar karena penurunan produksi PKS dan pengeluaran biaya untuk perbaikan lingkungan. 2. Penurunan kualitas lingkungan 1B kapasitas produksi PKS tetap 2A tidak ada pengolahan 3A sistem kolam aerasi 4A tidak bernilai ekonomi Dalam kondisi yang demikian akan terjadi penurunan kualitas lingkungan karena dari waktu ke waktu limbah akan terus menambah beban lingkungan dan pada akhirnya dapat melebihi daya tampung lingkungan. 89 Lanjutan Tabel 15 No. Skenario Definisi 3. Bencana ekologis 1C kapasitas produksi PKS tetap 2A tidak ada pengolahan 3A sistem kolam aerasi 4A tidak bernilai ekonomi Dalam kondisi yang demikian akan terjadi bencana ekologi berupa pencemaran lingkungan yang dapat mengancam keselamatan makhluk hidup fauna terutama manusia, karena jumlah limbah yang dihasilkan semakin banyak tanpa disertai pengelolaan secara benar dan ekonomis. 4. Bertahan tanpa kemajuan yang berarti 1B kapasitas produksi PKS tetap 2B tidak ada pengolahan 3B sistem kolam aerasi 4B bernilai ekonomi Dalam kondisi yang demikian kinerja perusahaan tidak mengalami kemajuan yang berarti dalam memanfaatkan sumberdaya yang dimiliki. Dalam jangka panjang kondisi yang demikian dapat mengakibatkan kebangkrutan perusahaan karena terjadi peningkatan biaya tanpa disertai peningkatan pendapatan. 5. Peningkatan kinerja lingkungan perusahaan 1B kapasitas produksi PKS tetap 2C pengomposan 3C pengomposan 4B memiliki nilai ekonomi Dalam kondisi yang demikian terjadi perbaikan kinerja lingkungan dengan cara pemanfataan limbah sebagai pupuk organik yang dapat mengurangi biaya pengadaan pupuk anorganik. 6. Pengembangan perusahaan dan perbaikan kinerja lingkungan 1C kapasitas produksi PKS meningkat 2C pengomposan 3C pengomposan 4C memiliki nilai ekonomi Dalam kondisi yang demikian terjadi perbaikan kinerja perusahaan secara keseluruhan dan pemanfataan limbah sebagai pupuk organik yang dapat mengurangi biaya pengadaan pupuk anorganik, sehingga perusahaan dapat berkembang ke arah kemajuan yang lebih baik. 7. Siap bersaing 1C kapasitas produksi PKS meningkat 2D penerapan produksi bersih 3D penerapan produksi bersih 4B memiliki nilai ekonomi Dalam kondisi yang demikian perusahaan siap untuk menghadapi persaingan dengan memanfaatkan semua sumberdaya perusahaan secara optimal dan penerapan sistem manajemen lingkungan. 8. Memenangkan persaingan 1C kapasitas produksi PKS meningkat 2D penerapan produksi bersih 3D penerapan produksi bersih 4C memiliki nilai ekonomi tinggi Dalam kondisi yang demikian perusahaan akan memenangkan persaingan dan dapat menjadi pemimpin pasar leader. Berdasarkan hasil diskusi dengan stakeholder dan pengisian kuesioner diperoleh skor bobot dan prioritas skenario seperti pada Tabel 16. 90 Tabel 16. Hasil penentuan bobot skenario strategi pengelolaan limbah PKS di PTPN IV Sumatera Utara No. Skenario Skor Persentase 1. Kerugian besar 0,0 2. Penurunan kualitas lingkungan 6 5,0 3. Bencana ekologis 13 10,8 4. Bertahan tanpa kemajuan yang berarti 18 15,0 5. Peningkatan kinerja lingkungan perusahaan 24 20,0 6. Pengembangan perusahaan dan perbaikan kinerja lingkungan 35 29,2 7. Siap bersaing 15 12,5 8. Memenangkan persaingan 9 7,5 Jumlah 120 100,0 Sumber: Hasil analisis 2007 Berdasarkan hasil tersebut maka strategi pengelolaan limbah PKS di PTPN IV adalah pengembangan perusahaan dan perbaikan kinerja lingkungan 29,2. Skenario ini merupakan pilihan yang paling sesuai untuk pengembangan PTPN di masa mendatang. Dari 15 PKS yang ada di PTPN IV, hanya 1 PKS yang telah melakukan kegiatan pengomposan. Berdasarkan hasil simulasi penilaian terpadu PKS, ternyata PKS Dolok Sinumbah memberikan kinerja keseluruhan yang baik. Dengan demikian, 14 PKS lainnya perlu melakukan peningkatan kapasitas masih rata-rata 30 tonjam, dan perbaikan kinerja lingkungan melalui kegiatan pengomposan sistem produksi bersih. Apabila ke-15 PKS pada PTPN IV telah melakukan kegiatan tersebut maka akan mendorong peningkatan kinerja perusahaan secara menyeluruh. Strategi operasionalisasi skenario ini dirumuskan dengan melibatkan semua stakeholder terkait melalui focus group discussion. Pada FGD dibahas mengenai faktor -faktor yang harus diperhatikan tantangan dan peluang dan strategi implementasi untuk keberhasilan upaya peningkatan kapasitas produksi, pengolahan limbah padat dan cair, dan peningkatan nilai ekonomi limbah. Hasil FGD disajikan dalam bentuk rumusan strategi implementasi sebagai berikut. 91 1. Peningkatan kapasitas produksi Kapasitas PKS yang tersedia saat ini bervariasi, mulai dari PKS yang berkapasitas 5 ton per jam sampai 60 ton perjam. Kapasitas pabrik yang dibangun di kawasan perkebunan sangat terkait dengan ketersediaan bahan baku. Ketersediaan bahan baku di sekitar pabrik berupa tandan buah sawit. Bahan baku ini harus sesuai dengan kriteria matang panen dan tersedia secara kontinu. Tiap stasiun PKS sedapat mungkin tidak ada stagnasi. Kontinuitas berkaitan dengan efisiensi pabrik pengolahan yang terkait langsung dengan biaya produksi. Ketersediaan bahan baku dalam proses produksi sehingga memenuhi kapasitas terpasang. Ketersediaan bahan baku dapat dipenuhi melalui pengembangan luas lahan kelapa sawit baik oleh perusahaan maupun kerjasama dengan masyarakat. Pada musim panen tahun 2002, tiap hektar diperoleh sekitar 2 ton TBS. Dari kebun rakyat dihasilkan 2,3 juta ton TBS. Besarnya produksi tersebut terdongkrak karena banyak petani rakyat yang mengkonversi lahan karet, tebu, dan coklat menjadi lahan kelapa sawit. Tercatat lahan kelapa sawit rakyat mencapai 180.600 ha Dinas Perkebunan Sumatera Utara, 2002. Alih usaha ini dilakukan karena potensi ekonomi yang besar. Pendapatan yang diperolehnya sebanyak Rp12 juta hingga Rp14 juta per tahun atau sekitar Rp1,2 juta per bulan. Peningkatan produksi ini telah mendorong masyarakat membangun pabrik kelapa sawit mini dengan kapasitas 30 ton per jam. Pabrik itu dibangun di tengah-tengah areal perkebunan sawit di kawasan Sei Lepan, Langkat, Sumatera Utara. Pabrik yang mulai di bangun akan menampung TBS dari para petani dan TBS yang dihasilkan dari kebun kelompok tani, yang luasnya mencapai 1.250 ha Bangun, 2004. Kapasitas pabrik yang dibangun memperhatikan ketersediaan bahan baku dan kemungkinan pengembangan kapasitas fixed atau expandable. Produktivitas dan luas lahan perkebunan yang digunakan sebagai sumber bahan baku harus memberikan jaminan kontinuitas produk. Hal ini berkaitan pula dengan ketersediaan lahan untuk PKS dan IPAL. Pengaturan luas lahan perkebunan dengan pendirian pabrik di suatu lahan sehingga kebutuhan TBS untuk proses produksi dapat terpenuhi. Dengan demikian, daya mesin dan instalasi pabrik disesuaikan dengan kebutuhan dan rencana pengembangannya. Faktor ketersediaan air untuk pengolahan perlu diperhatikan. Pendirian pabrik kelapa sawit akan membutuhkan volume air yang besar dari setiap proses 92 produksi, mulai dari produksi bahan baku, pengolahan kelapa sawit, hingga pengolahan limbah PKS. Kesiapan sistem pengolahan limbah cair dan padat yang mungkin timbul sebagai by product dari pengolahan kelapa sawit. Hal yang harus diperhatikan antara lain adalah dampak kegiatan pengolahan kelapa sawit terhadap kualitas air, tanah, dan udara. Pengembangan kapasitas pabrik membutuhkan investasi yang tergolong tinggi. Berbagai komponen yang memerlukan pembiayaan antara lain: sarana dan prasarana yang diperlukan, pengembangan sumberdaya manusia melalui pelatihan, pemeliharaan infrastruktur, dan biaya sosial yang harus dikeluarkan. Selain itu, aspek lingkungan yang timbul akibat pengembangan kapasitas perlu diinternalisasi ke dalam biaya. Dengan demikian, perusahaan harus memperhatikan kemampuan pembiayaan untuk pengembangan kapasitas. Langkah-langkah strategis penerapan upaya peningkatan kapasitas PKS adalah: a. Melakukan berbagai survai untuk persiapan pelaksanaan yakni survai ketersediaan buah untuk jangka waktu 5-10 tahun mendatang, survai lahan, survai ketersediaan air pengolahan, survai teknologi pengolahan kelapa sawit, teknologi pengolahan limbah kelapa sawit, dan kemungkinan pengembangan kapasitas. b. Pembinaan dan pengawasan terhadap standar teknis yang ditetapkan oleh pemerintah dan pasar global produk yang ramah lingkungan sehingga mendorong perusahaan untuk secara sadar melakukan kegiatan yang sesuai dengan standar baku dan kualitas produk internasional. c. Persiapan pemanfaatan limbah PKS untuk peningkatan produksi dan tidak mencemari lingkungan. Secara operasional perusahaan melaksanakan sistem produksi bersih bersih melalui ISO 9000 : 2000, dan ISO 14001 : 2000. d. Peningkatan produksi TBS melalui peningkatan produktivitas lahan intensifikasi maupun penambahan luas areal tanaman ekstensifikasi. Persiapan pengembangan lahan agar didapat produksi sesuai dengan rencana kapasitas. Selain itu perlu pula menjalin kemitraan dengan petani yang memiliki kebun kelapa sawit dengan mekanisme kerjasama yang jelas dan saling menguntungkan. Salah satunya dengan jaminan harga dan kontinuitas produksi. e. Disain tata letak lay out pabrik yang efisien dan efektif sehingga dapat memberikan keuntungan ekonomi dan sosial yang berkelanjutan. Lay out 93 pabrik ini memudahkan pemeliharaan mesin dan instalasi pabrik secara terencana dan terjadual preventive maintenance. Proses ini juga memperhatikan teknologi pengolahan yang sesuai taksasi TBS yang diolah. 2. Pengelolaan limbah padat Limbah padat yang dihasilkan dari PKS adalah tandang kosong sawit TKS. Pada PKS yang berkapasitas 30 ton per jam akan dihasilkan sebanyak 138 ton TKS per hari. Hasil kajian menujukkan bahwa pengelolaan limbah padat PKS yang paling sesuai untuk produksi bersih adalah pengomposan dan pemanfaatan sebagai bahan baku produk lainnya. Faktor-faktor yang harus diperhatikan untuk keberhasilan upaya pengembangan dan penerapan teknologi pengolahan limbah padat ini adalah teknologi pengolahan dan pemanfaatan limbah padat. Pada dasarnya sudah banyak tersedia teknologi pengolahan limbah padat kelapa sawit khususnya pada skala pilot project, akan tetapi penerapannya memerlukan beberapa pertimbangan terutama adalah efisiensi dari teknologi tersebut serta pasar dari produk yang dihasilkan. Saat ini yang paling banyak diterapkan adalah untuk mulsa, kompos dan bahan bakar untuk biomass power plant. Pilihan teknologi tergantung pada kebutuhanpasar. Apabila PKS memiliki kebun yang memerlukan pupuk organik, maka pengolahan menjadi kompos menjadi pilihan terbaik, sebaliknya apabila sekitar lokasi memerlukan energi listrik maka penggunaan TKS untuk biomass power plant lebih tepat. Tandan kosong kelapa sawit mempunyai kadar CN yang tinggi yaitu 45 - 55. Hal ini dapat menurunkan ketersediaan N pada tanah karena N termobilisasi dalam proses perombakan bahan organik oleh mikroba tanah. Usaha penurunan kadar CN dapat dilakukan dengan proses pengomposan sampai kadar CN mendekati kadar CN tanah. Pengomposan merupakan salah satu cara untuk meningkatkan nilai hara dan penurunan volume TKS. Kompos yang telah matang ditandai dengan nisbah CN sebesar 10 - 15. Proses pengomposan ini memerlukan waktu sekitar 6 - 8 minggu. Lamanya proses dekomposisi TKS karena limbah tersebut banyak mengandung lignoselulosa yang sulit dekoposisi. TKS mengandung 45,95 selulosa, 16,49 hemiselulosa, dan 22,84 lignin Darnoko et al., 1993. Hasil penelitian aplikasi kompos pada pembibitan kelapa sawit menunjukkan bahwa penambahan kompos TKS pada pembibitan utama dapat 94 meningkatkan pertumbuhan bibit kelapa sawit. Diameter batang bibit meningkat 18-33 terhadap perlakuan tanpa aplikasi kompos, sedangkan tinggi bibit meningkat 16-26 terhadap perlakuan tanpa aplikasi kompos. Kombinasi perlakuan aplikasi kompos TKS sebesar 5 dan pupuk standar pembibitan sebesar 50 menunjukkan perbedaan yang nyata lebih tinggi terhadap bobot kering bibit dibandingkan dengan perlakuan pupuk standar sebesar 00 tanpa kompos. Sementara bobot kering bibit meningkat hingga 65 terhadap perlakuan pemupukan 100 standar pembibitan kelapa sawit. Kompos TKS dapat digunakan sebagai bahan pembenah tanah yang meningkatkan efektivitas pemupukan, selain sebagai sumber unsur hara bagi tanaman. Selain digunakan pada tanaman kelapa sawit, kompos TKS juga dapat digunakan pada tanaman semusim atau hortikultura. Hasil penelitian Darnoko dan Sembiring 2005 menunjukkan bahwa aplikasi 4 ton kompos TKSha dapat meningkatkan produksi padi sebesar 5 terhadap kontrol tanpa kompos. Sementara kompos TKS juga dapat dimanfaatkan sebagai sumber hara pada tanaman cabe maupun jeruk manis. Penerapan teknologi pengolahan limbah padat harus pula memperhatikan kualitas hasil pengolahan, kualitas cacahan, kualitas limbah cair, pemanfaatan air lindi, sistem pengolahan yang digunakan, kandungan limbah padat, SDM pengelola teknologi limbah, pemilihan dan penguasaan teknologi yang dugunakan, dan besarnya ongkos produksi. Selain itu perlu jaminan pemanfaatan hasil dipakai sendiri atau dijual dalam bentuk komitmen yang kuat antara produsen dan konsumen untuk memanfaatkan hasil olahan baik sebagai pupuk organik maupun bahan baku produk lain. Industri kelapa sawit menghasilkan limbah yang berpotensi sebagai pakan ternak, seperti bungkil inti sawit, serat perasan buah, tandan buah kosong, dan solid Aritonang 1986; Pasaribu et al. 1998; Utomo et al. 1999. Bungkil inti sawit mempunyai nilai nutrisi yang lebih tinggi dibanding limbah lainnya dengan kandungan protein kasar 15 dan energi kasar 4.230 kkalkg Ketaren 1986 sehingga dapat berperan sebagai pakan penguat konsentrat. Serat perasan buah dan tandan buah kosong bersama-sama dengan cangkang biasanya dibakar dijadikan abu untuk dimanfaatkan sebagai pupuk sumber kalium. Langkah-langkah strategis penerapan upaya pengelolaan limbah padat adalah: 95 a. Survai kebutuhan lokal dan kajian ekonomi tentang berbagai alternatif teknologi pengolahan limbah padat. Survai ini melibatkan masyarakat secara partisipatif dengan fasilitasi dari lembaga penelitian. b. Kajian tentang pengomposan perlu terus ditingkatkan untuk mengurangi biaya pembelian bahan kimia. Hasil kajian PPKS menujukkan bahwa terjadi peningkatan yang signifikan dalam produksi kelapa sawit sebagai hasil pengomposan yakni BRT 25, hasil yang lebih banyak, life time produksi kelapa sawit lebih panjang pada umur 25 tahun masih dapat menghasilkan 15 tonha. Namun demikian proses pengolahan TKS menjadi kompos menimbulkan asap dan opasitas yang tinggi. Kondisi ini perlu dikaji apakah telah mencapai batas ambien pencemaran udara atau masih di bawah baku mutu. c. Pemilihan mesin pengolahan TKS yang lebih berkualitas dan ekonomis. Untuk efisiensi perlu pemanfaatan enzim. Persiapan unit-unit proses pengeringan solid limbah padat dari klarifikasi. d. Memanfaatkan sumberdaya yang ada semaksimal mungkin sehingga ongkos produksi dapat ditekan serendah mungkin. Kualitas hasil pengolahan limbah padat kompos sekurang-kurangnya sama atau lebih baik dari produk sejenis. Kegiatan ini dalam kaitan dengan ISO 14001 :2000. 3. Pengelolaan limbah cair Aplikasi limbah cair sebagai sumber hara pada areal kelapa sawit dapat dilakukan dengan berbagai cara yang disesuaikan dengan kondisi setempat seperti topografi areal dan jarak areal dengan lokasi pengolahan limbah. Beberapa cara aplikasi limbah cair yang dikenal antara lain sistem sprinkler, flatbed, sistem parit atau alur long bed, dan sistem traktor-tangki. Limbah cair pabrik kelapa sawit dapat digunakan sebagai pupuk. Aplikasi limbah cair memiliki keuntungan antara lain dapat mengurangi biaya pengolahan limbah cair dan sekaligus berfungsi sebagai sumber hara bagi tanaman kelapa sawit. Kualifikasi limbah cair yang digunakan mempunyai nilai BOD 3.500–5.000 mgl yang berasal dari kolam anaerobik primer. Kandungan hara pada 1 m 3 limbah cair setara dengan 1,5 kg urea, 0,3 kg SP-36, 3,0 kg MOP, dan 1,2 kg kieserit. Pabrik kelapa sawit dengan kapasitas 30 tonjam akan menghasilkan sekitar 480 m3 limbah cair per hari, sehingga areal yang dapat diaplikasi sekitar 100-120 ha. 96 Pembangunan instalasi aplikasi limbah cair membutuhkan biaya yang relatif mahal. Namun investasi ini diikuti dengan peningkatan produksi TBS dan penghematan biaya pupuk sehingga penerimaan juga meningkat. Aplikasi limbah cair 12,6 mm ECHhabulan dapat menghemat biaya pemupukan hingga 46ha. Disamping itu, aplikasi limbah cair juga akan mengurangi biaya pengolahan limbah. Limbah cair pabrik kelapa sawit telah banyak digunakan di perkebunan kelapa sawit baik perkebunan negara maupun perkebunan swasta. Penggunaan limbah cair mampu meningkatkan produksi TBS 16-60. Limbah cair tidak menimbulkan pengaruh yang buruk terhadap kualitas air tanah di sekitar areal aplikasinya PPKS, 2004. Pemanfaatan limbah cair sebagai pupukbahan pembenah tanah di perkebunan kelapa sawit sangat dimungkinkan atas dasar adanya kandungan hara dalam limbah tersebut. Pemanfaatan limbah ini disamping sebagai sumber pupukbahan organik juga akan mengurangi biaya pengolahan limbah sebesar 50-60 Pamin, et al., 1996. Berbagai hasil penelitian dan pengamatan aplikasi limbah cair pada perkebunan kelapa sawit umumnya melaporkan bahwa aplikasi tesebut secara nyata dapat meningkatkan produksi kelapa sawit Tabel 17. Hasil percobaan PPKS menunjukkan bahwa kombinasi pemberian limbah cair dengan dosis 12,66 mm ECH per bulan dengan pupuk organik sebanyak 50 dari dosis standar kebun, dapat meningkatkan produksi tandan buah segar TBS sebesar 36 dibanding pada perlakuan tanpa aplikasi limbah cair dengan aplikasi pupuk standar kebun 100. Tabel 17. Produksi TBS pada beberapa percobaan pemanfaatan limbah cair Malaysia Parameter PORIM EBOR RS United Plantation Guthrie Indonesia PPKS TBS kghathn 25,8160 20,8129 28,8129 31,8116 29,3136 Jumlah tandan tandanhathn - 987111 - 1264104 909129 Bobot tandan kgtandan - 21,1103 - 25,2103 32,2106 Sumber: Sutarta, et al. 2000 Angka dalam kurung menyatakan persentase terhadap kontrol 97 PTPN III juga telah melakukan aplikasi limbah cair PKS di beberapa kebun antara lain kebun Aek Nabara Selatan, Sisumut, Torgamba dan Sei Baruhur. Dosis aplikasi limbah yang digunakan adalah 10 cm ECHhath dengan frekuensi aplikasi setiap dua bulan setiap aplikasi 185 m3ha dan pemberian pupuk an-organik dosis standar. Hasil pengamatan produktivitas tanaman kelapa sawit pada aplikasi limbah cair tersebut menunjukkan adanya peningkatan produktiitas rata-rata sebesar 19,5. Kenaikan produksi TBS tersebut disebabkan oleh adanya kenaikan kedua komponen produksi yaitu jumlah tandan dan bobot tandan. Berdasarkan hasil penelitian PPKS, dosis aplikasi limbah cair yang dianjurkan adalah 12,66 mm ECHbulan yang dikombinasikan dengan 50 dosisi pupuk standar kebun. Dosis 12,66 mm ECHbulan setara dengan 126.000 literha. Teknologi pengolahan LCPKS yang ada saat ini adalah menggunakan sistem kolam dengan aerator membutuhkan waktu lebih kurang selama 97 hari. Teknologi pengolahan LCPKS disamping menggunakan sistem kolam dengan aerator dapat juga menggunakan teknologi lahan aplikasi dan pengomposan dalam rangka pemanfaatan unsur hara yang terkandung di dalamnya. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa teknologi pengelolaan limbah cair yang paling sesuai untuk produksi bersih adalah pengomposan. Faktor-faktor yang harus diperhatikan untuk keberhasilan upaya pengembangan dan penerapan teknologi pengolahan limbah cair adalah persepsi tentang limbah cair, konstruksi pengolahan limbah, dan pemanfaatan limbah. Perlu perubahan persepsi tentang limbah cair agar pengembangan teknologi pengolahan limbah cair berhasil. Saat ini limbah cair bukan lagi merupakan limbah yang harus diolah dan dibuang tetapi merupakan sumberdaya yang dapat diolah menjadi gas metan dimana akan diperoleh energi serta kredit CDM. Limbah merupakan sumber nutrisi untuk pengolahan kompos TKS yang memungkinkan tercapainya zero waste dengan penerapan teknologi tersebut. Dengan teknologi membran limbah juga dapat di-recycle sebagai air pengolahan kembali terutama untuk daerah-daerah yang kesulitan air saat kemarau. Pemanfaatan limbah cair sebagai pupuk di perkebunan kelapa sawit dimungkinkan atas dasar adanya kandungan hara dalam limbah cair tersebut. Pada pemanfaatan ini akan mengurangi biaya pengolahan limbah. Biaya tersebut diperkirakan dapat diturunkan sebesar 50-60 Pamin, et al., 1996. 98 Pada proses konstruksi pengolahan limbah perlu memperhatikan kemungkinan jebol, kemungkinan proses peluapan pada saat hujan, kemungkinan terjadinya pencemaran oleh terbawanya sludge dan air limbah pada saat musim hujan kedalam badan air penerima, kecukupan volume kolam untuk memenuhi kebutuhan, mutu bahan baku, debit masuk limbah cair, dan waktu tinggal yang diperlukan, mesinpompa yang dipergunakan dengan kapasitas dapat melayani limbah yang keluar dari pabrik, dan persiapan lahan dan pembuatan plat bed rorak untuk penampungan limbah cair. Luas lahan pengolahan air limbah harus sesuai dengan volume limbah yang akan diolah serta waktu tinggal yang tepat sehingga IPAL tidak terbebani dengan volume limbah yang dihasilkan. Pemanfaatan limbah cair untuk land application harus memperhatikan dosis yang akan digunakan, kadar unsur hara setelah aplikasi, dan dampaknya terhadap lingkungan. Juga instalasi pemasangan limbah cair dari kolam pabrik ke kolam penampung utama di areal tanaman kelapa sawit. Faktor kendala sumberdaya manusia harus dapat diantisipasi melalui kegiatan pengawasan dan pembinaan. Langkah-langkah strategis penerapan upaya pengelolaan limbar cair PKS adalah: a. Kajian ekonomi dalam penerapan setiap teknologi pengelolaan limbah cair. Kajian ini harus mempertimbangkan aspek valuasi lingkungan selain aspek finansial dalam proses produksi. b. Kajian kebijakan pengelolaan lingkungan mencakup berbagai peraturan pemerintah yang harus dilaksanakan oleh perusahaan dalam kaitan dengan pengelolaan limbah cair. Terdapat berbagai peraturan yang dianggap sudah tidak relevan atau bahkan tidak memungkinkan untuk dilaksanakan baik secara ekonomi, sosial, maupun teknologi. Misalnya Kepmen Nomor 51 tahun 1995 Tentang Baku Mutu Limbah Cair Untuk Industri yang mensyaratkan BOD 100 mgl. Hal ini membutuhkan teknologi yang tinggi dengan biaya yang sangat besar. Selain itu pada aplikasi lahan terdapat persyaratan yang membutuhkan biaya besar karena pedoman yang kaku, padahal dengan teknologi yang ada, kondisi yang diinginkan dapat tercapai. c. Pengawasan dan evaluasi terhadap kelayakan standar sebelum diaplikasikan ke lapangan. Kualitas bahan baku limbah cair BOD, COD, suhu dan debit yang keluar agar tidak melebihi batas-batas yang telah diperhitungkan dalam 99 perancangan kolam limbah. Untuk air limbah yang dialirkan ke sungai agar benar-benar dilakukan pengawasan, sehingga tidak mencemari lingkungan. d. Perlu pertemuan untuk membahas mengenai limbah dengan masyarakat dan para pakar. Pada kegiatan ini dijelaskan mengenai limbah dan pengelolaannya. Juga disosialisasikan kegiatan yang dilakukan dan rencana kerja perusahaan dalam kaitan dengan pengelolaan limbah sekaligus realisasi pembayaran dana kemitraan dan bina lingkungan. e. Penerapan zero waste dalam setiap proses produksi. Secara periodik sludge yang terdiri dari zat organik terutama dari kolam anaerob perlu diolah menjadi pupuk. Dalam proses produksi harus memelihara kolam limbah secara berkala agar volumenya tetap dapat memenuhi kebutuhan waktu tinggal minimal selama 97 hari. Mengoperasikan kolam limbah dengan benar terutama dalam menjaga pH dan temperatur, sirkulasi 1 : 1 harus dilaksanakan terus menerus selama kolam limbah beroperasi. 4. Peningkatan nilai ekonomi Secara konvensional pengelolaan limbah membutuhkan biaya yang menyebabkan pengeluaran perusahaan menjadi lebih besar, sehingga limbah merupakan external cost bagi perusahaan yang masih menganggap bahwa limbah adalah sisa produksi yang tidak dapat dimanfaatkan lagi. Jika limbah tidak manfaatkan maka pihak perusahaan hanya mengeluarkan biaya tanpa memperoleh manfaat sama sekali dari limbah yang dihasilkan. Dengan demikian, upaya peningkatan nilai ekonomi limbah menjadi signifikan dalam kaitan dengan produksi bersih dan pengembangan perusahaan. Peningkatan nilai ekonomi limbah dilakukan melalui penerapan teknologi pengomposan dan diversifikasi produk lain. Terdapat dua faktor utama yang harus diperhatikan untuk keberhasilan upaya peningkatan nilai ekonomis limbah yaitu cara pandang bahwa limbah menimbulkan masalah pada suatu pabrik kelapa sawit dan komitmen perusahaan untuk memanfaatkan limbah seoptimal mungkin. Hasil penelitian menjukkan bahwa limbah padat dan limbah cair memiliki nilai ekonomi dan dapat meningkatkan produksi dan menambah umur tanaman, serta mempunyai nilai ekonomi tinggi apabila digunakan sebagai bahan baku industri pulp, kertas, kompos, fiber board, insulating material dan sebagainya. Untuk kasus pulp, kalau di Indonesia mungkin dianggap kayu lebih murah dan rendemennya lebih tinggi, tetapi di Malaysia pulp TKS sudah 100 diproduksi bukan untuk kertas, tetapi untuk produk-produk sanitary di rumah sakit. Teknologi produksi kompos dari tandan kosong sawit TKS merupakan satu teknologi pengolahan limbah yang sekaligus dapat mengatasi masalah limbah padat dan limbah cair di PKS. Penerapan teknologi ini memungkinkan PKS untuk menerapkan konsep zero waste yang berarti tidak ada lagi limbah padat dan cair yang dibuang. Proses pengomposan TKS dimulai dengan pencacahan TKS dengan mesin pencacah. TKS yang telah dicacah ditumpuk di atas lantai semen pada udara terbuka atau di bawah atap. Tumpukan dibalik 3- 5 kali seminggu dengan mesin pembalik Bakhus dan disiram dengan limbah cair PKS. Pada akhir pengomposan yang berlangsung selama 6-8 minggu, kompos diayak dan dikemas. Investasi pembuatan pabrik kompos terdiri atas pembangunan lantai semen dan atap, pengadaan chipper untuk mencacah TKS, pengadaan mesin pembalik, instalasi pipa penyiram beserta pompanya dan bulldozer untuk mengangkut TKS yang telah di cacah ke pabrik kompos. Total biaya investasi alat adalah Rp4,3 milyar yang terdiri atas Rp3,7 milyar investasi alat dan Rp0,6 milyar biaya supervisi pembangunan. Biaya produksi kompos terdiri atas energi untuk chipper, bulldozer, pompa, mesin pembalik, upah, biaya pemeliharaan, biaya paten dan royalit serta biaya pemasaran. Kontribusi biaya langsung terhadap biaya produksi adalah 41 sedangkan sisanya merupakan biaya tetap yang terdiri atas penyusutan, biaya administrasi, biaya umum, bunga bank, dan asuransi. Dengan asumsi produksi kompos per tahun 20.700 ton, maka biaya prodoksi kompos adalah Rp134,00kg dalam bentuk bulk. Harga jual kompos bulk adalah Rp500,00kg. Keuntungan langsung sebesar Rp366,00kg atau sekitar Rp7,5 milyar per tahun. Pemanfaatan TKS untuk kompos memberikan nilai ekonomi yang besar. Keuntungan yang dihasilkan sekitar Rp7,5 milyar per tahun atau setara dengan keuntungan yang dihasilkan oleh 1.875 ha kebun kelapa sawit dengan asumsi keuntungan Rp200,00 per kg TBS. Investasi pabrik kompos relatif lebih kecil dibandingkan dengan investasi 1.875 ha kebun kelapa sawit yaitu sekitar Rp22 milyar. Keunggulan lain teknologi pengomposan adalah penggunaan LCPKS yang banyak. Apabila biaya pengolahan LCPKS setahun adalah Rp574 juta maka pemanfaatan LCPKS untuk kompos akan mengurangi biaya pengolahan sekitar Rp191 juta per tahun. 101 Masalah utama teknologi pengomposan adalah pemasaran hasil pengomposan. Kompos dari TKS dan LCPKS banyak digunakan untuk tanaman hortikultura sehingga hanya sesuai untuk PKS yang dekat daerah hortikultura. Untuk keperluan pupuk dalam lingkup PKS, pemasaran pengomposan tidak menjadi kendala karena dapat diserap oleh PKS. Namun untuk skala komersial perlu kajian pemanfaatan kompos pada tanaman lainnya. Komitmen perusahaan dapat dibangun dengan prinsip zero waste. Produksi dilakukan tanpa menghasilkan limbah, seluruhnya dimanfaatkan sebagai by product dengan atau tanpa proses lanjutan yang bernilai ekonomi. Dari aspek ekonomi, perusahaan dapat memilih teknologi pengolahan limbah PKS dengan biaya yang rendah, dan hasil produksi kelapa sawit lebih besar untuk aplikasi lahan hasil produksi pengolahan limbah. TKS dapat pula menjadi bahan energi pembakaran pada incenerator dan boiller yang akan mempunyai nilai tambah dan mengurangi penggunaan bahan bakar solar. Dari aspek sosial, dapat menyerap tenaga kerja lokal dan memberikan nilai ekonomi bagi masyarakat sekitar. Selain melalui pengomposan, limbah PKS dapat dimanfaatkan sebagai pakan ternak. Solid merupakan salah satu limbah padat dari hasil pengolahan minyak sawit kasar. Limbah ini dikenal sebagai lumpur sawit, namun solid biasanya sudah dipisahkan dengan cairannya sehingga merupakan limbah padat. Pemeliharaan ternak sebagai usaha sambilan kurang menguntungkan apabila memanfaatkan limbah padat sebagai pakan karena akan menambah biaya produksi, berupa biaya angkut dari pabrik ke lokasi peternak. Kondisi ini dapat menghambat adopsi teknologi pemanfaatan solid. Solid akan dimanfaatkan secara luas oleh peternak apabila pemeliharaan ternak bersifat komersial misalnya penggemukan. Strategi yang dapat ditempuh untuk memaksimumkan pemanfaatan solid sebagai pakan adalah melalui kemitraan antara petani dan pemerintah daerah ataupun pihak swasta Utomo dan Ermin, 2004 Langkah-langkah strategis penerapan upaya peningkatan nilai ekonomis limbah adalah: a. Melakukan kajian tentang pemanfaatan TKS sebagai bahan baku dalam pembuatan penyanggah besi beton maupun untuk bahan baku campuran conblock, pemanfaatan TKS sebagai sumber energi seperti kebutuhan incenerator maupun boiller, pemanfaatan cangkang untuk power plant, 102 batang sawit untuk serbuk kayu, daun dan pelepah dan bungkil sawit untuk makanan ternak. b. Melakukan sosialisasi penggunaan pupuk organik kepada masyarakat sekitar sehingga dapat memanfaatkan pupuk kompos dari limbah PKS. Kegiatan ini akan mendorong masyarakat untuk menggunakan kompos sehingga meningkatkan permintaan terhadap kompos. Selain itu melakukan sosialisasi kepada seluruh jajaran manajemen tentang nilai ekonomis pemanfaatan limbah tersebut. c. Penelitian dan pengembangan pemanfaatan TKS dan sludge yang bersumber dari IPAL PKS perlu terus dikembangkan menjadi pupuk sehingga dapat mengurangi pengadaan bahan kimia untuk pupuk. Konsep 5R rethink, reuse, recycle, reduse, dan recovery perlu dikembangkan untuk pemanfaatan limbah padat dan limbah cair yang bersumber dari pabrik kelapa sawit. Pada kegiatan ini perlu melibatkan lembaga penelitian untuk melakukan kajian pemanfaatan limbah.

4.5 Implikasi Kebijakan

Dokumen yang terkait

Evaluasi Instalasi Pengolahan Air Limbah Industri Kelapa Sawit Pt Perkebunan Nusantara Iv (Studi Kasus : Pks Kebun Ptpn Iv Kecamatan Sosa)

19 129 107

Evaluasi Pengolahan Air Limbah Pabrik Kelapa Sawit (Studi Kasus : Pabrik Kelapa Sawit Dan Pabrik Inti Sawit, PTPN - I –Tg. Seumentoh, Kecamatan Karang Baru, Kabupaten Aceh Tamiang)

23 154 102

Energi Terbarukan Sisa Keluaran Limbah Padat Pengolahan Kelapa Sawit (Studi Kasus Perencanaan Pembangunan PLTBS PKS Blangkahan)

4 55 68

Komposisi Komunitas Cacing Tanah Pada Areal Kebun Kelapa Sawit Ptpn Iii Sei Mangkei Yang Diberi Pupuk Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit Di Kabupaten Simalungun Sumatera Utara

0 64 56

Perawatan Sistem Tenaga Pada Pabrik Kelapa Sawit PT. Socfindo Perkebunan Tanah Gambus

4 79 75

Kajian Pengembangan Pabrik Kelapa Sawit (PKS) Supermini Dalam Rangka Peningkatan Pendapatan Petani Kelapa Sawit Di Sumatera Utara (The Study On The Development Of Supermini Palm Oil Factory In Order To Increase The Palm Oil Farmers Income In North Sumater

0 49 7

Pengendalian Limbah Cair Di Pabrik Benang Karet PT. Industri Karet Nusantara Medan

6 92 49

Penyebaran Unsur Hara Dari Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit Yang Diaplikasikan Pada Tanah Di Perkebunan Kelapa Sawit PT. Amal Tani

1 42 58

Pola Pemanfaatan Limbah Pabrik Pengolahan Kelapa Sawit Dalam Upaya Menghindari Pencemaran Lingkungan (Studi Kasus Di Perkebunan Kelapa Sawit PT.Tapian Nadenggan SMART Group, Langga Payung, Sumatera Utra),

0 44 207

Model Kebijakan Penglolaan Limbah Pabrik Kelapa Sawit Menuju Nir Limbah (Studi Kasus PT Perkebunan Nusantara IV)

2 47 132