Pendekatan Sistem TINJAUAN PUSTAKA

Selain itu untuk limbah padat pengomposan merupakan salah satu cara untuk meningkatkan nilai hara dan menurunkan volume TKS Harada et al, dalam Darnoko et al, 1993. Dengan demikian biaya tranportasi per unit hara yang tinggi pada aplikasi TKS secara langsung dapat dikurangi. Disamping itu pemanfaatan TKS sebagai bahan kompos juga akan menjawab permasalahan akibat menumpuknya TKS di pabrik, memberi tambahan keuntungan pada pabrik kelapa sawit PKS dari penjualan kompos dan menurunkan biaya penggunaan pupuk anorganik. Penanganan TKS menjadi kompos relatif lebih mudah karena TKS telah terkumpul di tempat tertentu dalam lingkungan PKS. Kompos yang telah matang ditandai dengan nisbah CN sebesar Y 10. Proses pengomposan ini memerlukan waktu yang cukup lama yaitu sekitar 3 bulan. Lamanya proses dekomposisi TKS karena limbah tersebut banyak mengandung lignoselulosa yang sulit didekomposisi. TKS mengandung 45,95 selulosa; 16,49 hemiselulosa dan 22,84 lignin. Perlakuan fisika pengurangan ukuran, pemanasan dan perlakuan kimia penambahan asam dan basa merupakan perlakukan pendahuluan untuk delignifikasi limbah kelapa sawit ini. Penambahan unsur hara, penambahan inokulum perombakan lignin dan selulosa, perbaikan aerasi, pengaturan kelembaban merupakan usaha-usaha yang dapat dilakukan untuk mempersingkat waktu pengomposan Darnoko et al, 1993. Hasil analisis di laboratorium PPKS menunjukkan bahwa kandungan hara dalam kompos TKS relatif tinggi. Salah satu kelebihan kompos TKS adalah kandungan K yang tinggi, yaitu mencapai 127,9 mg100 g. Selain itu kompos dari TKS juga memiliki pH tinggi mencapai pH 8 sehingga berpotensi sebagai bahan pembenah kemasaman tanah. Percobaan yang dilakukan di rumah kaca PPKS dengan menggunakan tanaman indikator jagung menunjukkan bahwa pada akhir percobaan, penambahan kompos cenderung dapat meningkatkan KTK, pH dan ketersediaan hara seperti N, P, K dan Mg. Tanah yang tidak diberi kompos mempunyai pH sebesar 5.6 – 6,0 sedangkan tanah yang memperoleh perlakuan kompos mempunyai pH yang lebih tinggi dari 6,3.

2.6 Pendekatan Sistem

Pendekatan sistem didefinisikan sebagai suatu metodologi penyelesaian masalah yang dimulai dengan secara tentatif mendefinisikan atau merumuskan tujuan dan hasilnya adalah suatu sistem operasi yang secara efektif dapat digunakan untuk menyelesaikan permasalahan. Permasalahan tersebut dapat dalam bentuk perbedaan kepentingan conflict of interest atau keterbatasan sumberdaya limited of resources Eriyatno, 1998. Pendekatan sistem memberikan penyelesaian masalah dengan metode dan alat yang mampu mengidentifikasi, menganalisis, mensimulasi dan mendesain sistem dengan komponen-komponen yang saling terkait, yang diformulasikan secara lintas-disiplin dan komplementer untuk mencapai tujuan yang sama Eriyatno, 2002. Menurut Manetch dan Park 1977, suatu pendekatan sistem akan dapat berjalan dengan baik jika terpenuhi kondisi-kondisi berikut ini: 1 tujuan sistem didefinisikan dengan baik dan dapat dikenali jika tidak dapat dikuantifikasikan, 2 prosedur pembuatan keputusan dalam sistem riil adalah tersentralisasi atau cukup jelas batasannya, dan 3 dalam perencanaan jangka panjang memungkinkan untuk dilakukan. Menurut Aminullah 2003, ada beberapa tahapan yang perlu dilakukan dalam pendekatan sistem untuk menyelesaikan permasalahan yang kompleks, yaitu: 1 analisis kebutuhan, yang bertujuan untuk mengidentifikasi kebutuhan dari semua stakeholders dalam sistem; 2 formulasi permasalahan, yang merupakan kombinasi dari semua permasalahan yang ada dalam sistem; 3 identifikasi sistem, bertujuan untuk menentukan variabel-variabel sistem dalam rangka memenuhi kebutuhan semua stakeholders dalam sistem; 4 pemodelan sistem, pada tahap ini mencakup suatu proses interaktif antara analis sistem dengan pembuat keputusan, yang menggunakan model untuk mengeksplorasi dampak dari berbagai alternatif dan variabel keputusan terhadap berbagai kriteria sistem; 5 implementasi, tujuan utamanya adalah untuk memberikan wujud fisik dari sistem yang diinginkan; dan 6 operasi, pada tahap ini akan dilakukan validasi sistem dan seringkali pada tahap ini terjadi modifikasi-modifikasi tambahan karena cepatnya perubahan lingkungan dimana sistem tersebut berfungsi. Menurut Manetsch dan Park 1977, sistem adalah suatu gugus atau kumpulan dari elemen yang berinteraksi dan terorganisir untuk mencapai tujuan, sedangkan O’Brien 1999 mendefinisikan sistem sebagai suatu bentuk atau struktur yang memiliki lebih dari dua komponen yang saling berinteraksi secara fungsional. Dengan demikian, setiap sistem harus memiliki komponen atau elemen yang saling berinteraksi terkait dan terorganisir dengan suatu tujuan atau fungsi tertentu. Lucas 1993 menyatakan bahwa secara teoritis komponen-komponen dalam suatu sistem saling berhubungan dan memiliki ketergantungan antar komponen. Sistem harus dipandang secara keseluruhan holistik dan akan bersifat sebagai pengejar sasaran goal seeking, sehingga terjadi sebuah keseimbangan untuk pencapaian tujuan. Sebuah sistem mempunyai masukan input yang akan berproses untuk menghasilkan keluaran output. Pada sebuah sistem ada umpan balik yang berfungsi sebagai pengatur komponen-komponen sistem yang saling berinteraksi untuk mencapai tujuan dan sistem yang lebih besar dapat terdiri atas beberapa sistem kecil subsistem yang akan membentuk suatu hirarki. Dalam ilmu manajemen secara sederhana sistem digambarkan sebagai satu kesatuan antara input, proses dan output. Sistem akan membentuk suatu siklus yang berjalan secara terus-menerus dan dikendalikan oleh suatu fungsi kontrol atau umpan balik. Prinsip sistem ini dapat digunakan sebagai dasar untuk menyelesaikan permasalahan yang kompleks yang sering dihadapi atau menyusun merangkai berbagai elemen sehingga menghasilkan sesuatu yang lebih bermanfaat Midgley, 2000. Untuk menyelesaikan permasalahan melalui pendekatan sistem harus dilakukan identifikasi terhadap semua komponen yang terdapat dalam sistem dan menentukan hubungan dari masing-masing komponen tersebut. Perubahan pada satu komponen dari suatu sistem akan mempengaruhi komponen lain dan biasanya akan menghasilkan umpan balik pada periode yang sama atau pada periode berikutnya. Perubahan tersebut dapat disebabkan oleh faktor internal dari dalam sistem maupun faktor eksternal dari luar sistem. Misalnya, jika terjadi perubahan harga input produksi obat hewan pada sistem budidaya sapi potong karena adanya intervensi pemerintah maka akan mempengaruhi perilaku sistem. Dalam hal ini intervensi pemerintah terhadap harga input produksi merupakan faktor eksternal yang mempengaruhi perilaku sistem. Sistem dinamis adalah sistem yang memiliki variabel yang dapat berubah sepanjang waktu sebagai akibat dari perubahan input dan interaksi antar elemen-elemen sistem. Dengan demikian nilai output sangat tergantung pada nilai sebelumnya dari variabel input Djojomartono, 2000. Manetsch dan Park 1997 menyatakan bahwa model adalah suatu penggambaran abstrak dari sistem dunia nyata riil, yang akan bertindak seperti dunia nyata untuk aspek-aspek tertentu. Model dikelompokkan menjadi 3 jenis yaitu model kuantitatif, kualitatif dan ekonik Aminullah 2003. Model yang baik akan memberikan gambaran perilaku dunia nyata sesuai dengan permasalahan dan akan meminimalkan perilaku yang tidak signifikan dari sistem yang dimodelkan. Salah satu cara untuk menyelesaikan permasalahan yang kompleks dengan pendekatan sistem adalah menggunakan konsep model simulasi sistem dinamis. Dengan menggunakan simulasi, maka model akan mengkomputasikan jalur waktu dari variabel model untuk tujuan tertentu dari input sistem dan parameter model. Karena itu model simulasi akan dapat memberikan penyelesaian dunia riil yang kompleks. Model juga dapat digunakan untuk keperluan optimasi, dimana suatu kriteria model dioptimalkan terhadap input atau struktur sistem alternatif. Karena itu, model dapat dibangun dengan basis data data base atau basis pengetahuan knowledge base Eriyatno, 2003. Langkah pertama dalam menyusun model sistem dinamis adalah dengan menentukan struktur model. Struktur model akan memberikan bentuk pada sistem dan sekaligus memberi ciri yang mempengaruhi perilaku sistem. Perilaku tersebut dibentuk oleh kombinasi perilaku simpal umpan balik causal loops yang menyusun struktur model. Semua perilaku model, bagaimanapun rumitnya dapat disederhanakan menjadi struktur dasar yaitu mekanisme dari masukan, proses, keluaran dan umpan balik. Menurut Muhammadi et al. 2001 mekanisme tersebut akan bekerja menurut perubahan waktu atau bersifat dinamis yang dapat diamati perilakunya dalam bentuk unjuk kerja level dari suatu model sistem dinamis. Muhammadi et al. 2001 menyatakan, untuk memahami struktur dan perilaku sistem yang akan membantu dalam pembentukan model dinamika kuantitatif formal digunakan diagram sebab akibat causal loop dan diagram alir flow chart. Diagram sebab akibat dibuat dengan cara menentukan variabel penyebab yang signifikan dalam sistem dan menghubungkannya dengan menggunakan garis panah ke variabel akibat, dan garis panah tersebut dapat berlaku dua arah jika kedua variabel saling mempengaruhi. Pada sistem dinamis, diagram sebab akibat ini akan digunakan sebagai dasar untuk membuat diagram alir yang akan disimulasikan dengan menggunakan program model sistem dinamis misalnya Program Powersim. Program Powersim akan dapat memberikan gambaran tentang perilaku sistem dan dengan simulasi dapat ditentukan alternatif terbaik dari sistem yang kita bangun. Setelah itu, dilakukan analisis untuk mendapatkan kesimpulan dan kebijakan apa yang harus dilakukan untuk mengantisipasimengubah perilaku sistem yang terjadi. Perilaku model sistem dinamis ditentukan oleh keunikan dari struktur model, yang yang dapat dipahami dari hasil simulasi model. Dengan simulasi akan didapatkan perilaku dari suatu gejala atau proses yang terjadi dalam sistem, sehingga dapat dilakukan analisis dan peramalan perilaku gejala atau proses tersebut di masa depan. Menurut Muhammadi et al. 2001 tahapan-tahapan untuk melakukan simulasi model adalah sebagai berikut: 1. Penyusunan konsep. Pada tahap ini dilakukan identifikasi variabel-variabel yang berperan dalam menimbulkan gejala atau proses. Variabel-variabel tersebut saling berinteraksi, saling berhubungan dan saling berketergantungan. Kondisi ini dijadikan sebagai dasar untuk menyusun gagasan atau konsep mengenai gejala atau proses yang akan disimulasikan. 2. Pembuatan model. Gagasan atau konsep yang dihasilkan pada tahap pertama selanjutnya dirumuskan sebagai model yang berbentuk uraian, gambar atau rumus. 3. Simulasi. Simulasi dilakukan dengan menggunakan model yang telah dibuat. Pada model kuantitaif, simulasi dilakukan dengan memasukkan data ke dalam model, sedangkan pada model kualitatif, simulasi dilakukan dengan menelusuri dan melakukan analisis hubungan sebab akibat antar variabel dengan memasukkan data atau informasi yang dikumpulkan untuk memahami perilaku gejala atau proses model. 4. Validasi hasil simulasi. Validasi bertujuan untuk mengetahui kesesuaian antara hasil simulasi dengan gejala atau proses yang ditirukan. Model dapat dinyatakan baik jika kesalahan atau simpangan hasil simulasi terhadap gejala atau proses yang terjadi di dunia nyata relatif kecil. Hasil simulasi yang sudah divalidasi tersebut digunakan untuk memahami perilaku gejala atau proses serta kecenderungan di masa depan, yang dapat dijadikan sebagai dasar bagi pengambil keputusan untuk merumuskan suatu kebijakan di masa mendatang. Menurut Harrel dan Tumay 2001, pemodelan sistem memfasilitasi pemodel melakukan serangkaian simulasi. Simulasi menjadi signifikan dibutuhkan jika: membangun sebuah model matematika sangat sukar atau bahkan tidak mungkin, sistem mempunyai satu atau lebih variabel random bebas, dinamika sistem sangat kompleks, dan tujuan yang ingin dicapai adalah untuk mengenali perilaku sistem. Sistem dinamik diartikan sebagai investigasi karakteristik umpan balik informasi dari sistem yang dikelola dan penggunaan model-model untuk meningkatkan disain bentuk organisasional dan pedoman kebijakan Forrester, 1961 dalam Coyle, 1955 dalam Atmoko, 2001. Untuk melihat perilaku model sistem dinamik digunakan perangkat lunak software. Perangkat lunak ini memberikan fasilitas-fasilitas yang diperlukan dalam mempelajari suatu sistem yang komplek secara dinamik. Perangkat lunak ini juga memungkinkan dilakukannya perhitungan-perhitungan atas model simulasi dalam bentuk grafik. Proses rancang bangun sistem berorientasi pada keputusan yang bersifat partisipatif . Hal ini erat kaitannya dengan aplikasi ilmu sistem untuk perencanaan dan pengendalian program yang membutuhkan partisipasi anggotanya. Selanjutnya, kriteria keputusan sistem harus bersifat lengkap mencakup seluruh aspek penting dalam persoalan, operasional dapat digunakan dalam praktek, tidak berlebihan dapat menghindarkan perhitungan berulang dan minimum dengan tujuan agar lebih mudah meninjau secara komprehensif persoalan. Hal ini merupakan salah satu karakteristik SPK yang dapat mendukung proses pengambilan keputusan terutama keputusan yang bersifat semi struktural Eriyatno, 1998. Landasan utama dalam pengembangan SPK untuk model manajemen adalah konsepsi model. Konsepsi model ini diperlukan untuk menggambarkan secara abstrak tiga komponen utama sistem penunjang keputusan, yaitu: pengguna, model, dan data. Struktur SPK terdiri atas data yang tersusun dalam sistem manajemen basis data, kumpulan model yang tersusun dalam sistem manajemen basis model, sistem pengelolahan problematik, sistem manajemen dialog dan pengguna Eriyatno, 1998. Sistem manajemen basis data melakukan tiga fungsi dasar. Fungsi yang pertama adalah sebagai penyimpan data dalam basis data. Fungsi yang kedua adalah menerima data dari basis data. Fungsi yang ketiga adalah sebagai pengendali basis data. Sistem manajemen basis data harus bersifat interaktif dan luwes dalam artian mudah dilakukan perubahan terhadap ukuran, isi dan struktur elemen-elemen data . Sistem manajemen basis model merupakan sistem perangkat lunak yang mempunyai empat fungsi pokok yaitu sebagai perancang model, sebagai perancang format keluaran model laporan-laporan, untuk memperbaharui dan merubah model, serta untuk memanipulasi data. Pada intinya, sistem manajemen basis model memberikan fasilitas pengelolaan model untuk mengkomputasikan pengambilan keputusan dan meliputi semua aktivitas yang tergabung dalam permodelan SPK. Hubungan antar komponen-komponen tersebut dapat di lihat pada Gambar 7. Gambar 7. Hubungan antar komponen dalam SPK Sistem manajemen dialog merupakan subsistem untuk berkomunikasi dengan pengguna. Tugas utama sistem manajemen dialog adalah menerima masukan dan memberikan keluaran yang dikehendaki pengguna. Sedangkan sistem pengolah problematik adalah subsistem yang bertugas sebagai koordinator dan pengendali dari Sistem Pengolahan Dialog Data Sistem Manajemen Basis Data SMBD Sistem Manajemen Basis Model SMBM Sistem Pengolahan Problematik Model Pengguna operasi sistem secara keseluruhan. Sistem ini menerima input dari ketiga subsistem lainnya dalam bentuk baku, serta menyerahkan output ke subsistem yang dikehendaki dalam bentuk baku pula. Sistem ini berfungsi sebagai penyangga untuk menjamin masih adanya keterkaitan antara subsistem. Aplikasi dari SPK baru dapat dikatakan berhasil atau bermanfaat jika terdapat kondisi: 1 eksistensi dari basis data yang sangat besar sehingga sulit mendayagunakannya; 2 kepentingan adanya transformasi dan komputasi pada proses pencapaian keputusan; 3 adanya keterbatasan waktu, baik dalam penentuan hasil maupun dalam prosesnya; dan 4 kepentingan akan penilaian atas pertimbangan akal sehat untuk menentukan dan mengetahui pokok permasalahan, serta pengembangan alternatif dan pemilihan solusi. Pada langkah awal aplikasi SPK perlu dilakukan analisis keputusan dimana pengambil keputusan mendefinisikan hal-hal yang penting untuk diputuskan. Untuk langkah lebih lanjutnya, diperlukan penelaahan perspektif ditinjau dari lima sudut pandang yaitu: Konsep ekonomi rasional, pandangan yang berorientasi pada proses pengambilan keputusan tidak hanya pada hasilnya, pandangan prosedur organisatoris, pandangan politis yang ditekankan pada kebutuhan dan pandangan individual yang tercermin pada sikap dan perilaku pengambil keputusan. Simulasi model dan hasil-hasil simulasi model digunakan untuk melihat pola kecenderungannya, ditelusuri faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya pola dan kecenderungan tersebut, dan dijelaskan bagaimana mekanisme kejadian tersebut berdasarkan analisis struktur model.

2.7 Analisis Kebijakan

Dokumen yang terkait

Evaluasi Instalasi Pengolahan Air Limbah Industri Kelapa Sawit Pt Perkebunan Nusantara Iv (Studi Kasus : Pks Kebun Ptpn Iv Kecamatan Sosa)

19 129 107

Evaluasi Pengolahan Air Limbah Pabrik Kelapa Sawit (Studi Kasus : Pabrik Kelapa Sawit Dan Pabrik Inti Sawit, PTPN - I –Tg. Seumentoh, Kecamatan Karang Baru, Kabupaten Aceh Tamiang)

23 154 102

Energi Terbarukan Sisa Keluaran Limbah Padat Pengolahan Kelapa Sawit (Studi Kasus Perencanaan Pembangunan PLTBS PKS Blangkahan)

4 55 68

Komposisi Komunitas Cacing Tanah Pada Areal Kebun Kelapa Sawit Ptpn Iii Sei Mangkei Yang Diberi Pupuk Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit Di Kabupaten Simalungun Sumatera Utara

0 64 56

Perawatan Sistem Tenaga Pada Pabrik Kelapa Sawit PT. Socfindo Perkebunan Tanah Gambus

4 79 75

Kajian Pengembangan Pabrik Kelapa Sawit (PKS) Supermini Dalam Rangka Peningkatan Pendapatan Petani Kelapa Sawit Di Sumatera Utara (The Study On The Development Of Supermini Palm Oil Factory In Order To Increase The Palm Oil Farmers Income In North Sumater

0 49 7

Pengendalian Limbah Cair Di Pabrik Benang Karet PT. Industri Karet Nusantara Medan

6 92 49

Penyebaran Unsur Hara Dari Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit Yang Diaplikasikan Pada Tanah Di Perkebunan Kelapa Sawit PT. Amal Tani

1 42 58

Pola Pemanfaatan Limbah Pabrik Pengolahan Kelapa Sawit Dalam Upaya Menghindari Pencemaran Lingkungan (Studi Kasus Di Perkebunan Kelapa Sawit PT.Tapian Nadenggan SMART Group, Langga Payung, Sumatera Utra),

0 44 207

Model Kebijakan Penglolaan Limbah Pabrik Kelapa Sawit Menuju Nir Limbah (Studi Kasus PT Perkebunan Nusantara IV)

2 47 132