21
1 PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Perairan Aceh berhubungan langsung dengan Samudra Hindia berada di sebelah barat Sumatra dan mempunyai potensi sumberdaya perikanan yang
cukup besar. Luas perairan laut Aceh adalah 56.563 km
2
, terdiri dari laut teritorial seluas 23.563 km
2
dan perairan ZEE seluas 33.000 km
2
. Kebanyakan kapal yang digunakan para nelayan untuk menangkap ikan
di perairan Aceh adalah jenis kapal pukat cincin dengan panjang 25 m, draft 1,8 m dan lebar 6 m Husni, 2003. Mesin yang digunakan juga bervariasi
mulai dari 105 hingga 320 PK. Kecepatan rata-rata kapal adalah 3.090 mdet 6 knot = 6,90 mil jam yang merupakan kecepatan pada saat berlayar
menuju ke tempat lokasi penangkapan maupun saat pulang dengan berbagai kondisi muatan kapal. Dari jumlah jenis kapal yang digunakan menunjukkan
jenis alat tangkap pukat cincin termasuk kedalam alat tangkap yang produktif. Berdasarkan informasi dari pusat kajian kelautan Syiah Kuala Banda Aceh
bahwa rata-rata tinggi gelombang laut pada musim timur adalah 3 m dengan panjang gelombang 28 m. Jika ditinjau dari perbandingan tinggi gelombang
dan panjang gelombang terhadap pengaruh yang ditimbulkan, maka kapal pukat cincin
yang dioperasikan di daerah tersebut harus memiliki efektivitas pengoperasian yang cukup baik dari segi kenyamanan bekerja dan
kenyamanan nelayan selama berada diatas kapal serta cukup kuat untuk bertahan terhadap pengaruh eksternal terutama gelombang laut pada saat
cuaca buruk sekalipun. Kelayakan desain sebuah kapal akan mempengaruhi keragaman teknis
kapal pada saat berlayar di laut Bhattacharyya,1978. Gaya yang bekerja pada elemen struktur dapat menentukan dimensi dan sambungan yang
digunakan, untuk memprediksi gerakan kapal yang sebenarnya di laut, tahanan, karakteristik, propulsi kapal, muatan struktural dan pengaruh
dinamik seperti keabsahan geladak dan slamming merupakan suatu permasalahan yang kompleks. Oleh karena itu, pemilihan bentuk lambung
dan dimensi kapal yang sesuai harus dipertimbangkan sebaik mungkin agar dapat dioperasikan pada berbagai kondisi laut.
22
Nomura dan Yamazaki 1975 mengemukakan syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh sebuah kapal ikan yang dibangun yakni :
1 Memiliki suatu kekuatan struktur badan kapal. 2 Keberhasilan operasi penangkapan.
3 Memiliki stabilitas yang tinggi. 4 Memiliki fasilitas penyimpangan yang lengkap.
Tsunami di Nanggroe Aceh Darusalam dan Nias pada 24 Desember 2004 menimbulkan dampak yang luar biasa pada berbagai sektor. Sektor
perikanan pada umumnya dan kapal khususnya banyak yang hilang atau rusak. Selain itu sarana dan prasarana perikanan tersapu, sehingga hanya
tinggal daratan yang kosong dan tanpa kehidupan. Akibat gempa dan badai tsunami telah menghancurkan sebahagian besar armada perikanan tangkap,
juga menghancurkan fasilitas yang ada di Pelabuhan Lampulo. Dengan adanya program rehabilitasi Aceh maka pengadaan kapal dan sarana
prasarana perikanan mulai dikembangkan. Hal ini merupakan tantangan membuat suatu desain dan struktur kapal ikan khususnya pukat cincin yang
memadai. Saat ini pemerintah NAD sedang menyiapkan tipe kapal ikan menurut
kelompok area lokasi dengan ukuran kapal terdiri dari 5 GT, 10 GT dan 30 GT. Kelompok lokasi dibagi lima group yaitu :
1 Group 1 adalah Banda Aceh, Aceh Besar, Sabang ,Aceh jaya, Pidie. 2 Group 2 adalah Bireuen, Aceh utara, Lhoksemauwe, Langsa Aceh,
Tamiang. 3 Group 3 adalah Idie Aceh Timur.
4 Group 4 adalah Aceh Barat Daya, Aceh Selatan. 5 Group 5 adalah Aceh Barat, Nagan Raya, Simeulu, Aceh Singkil.
Pukat cincin Aceh mempunyai konstruksi yang agak berbeda dengan pukat cincin yang dioperasikan di daerah lain di Indonesia, terutama untuk
ukuran pukat cincin. Panjang pukat cincin Aceh antara 600 – 1350 m dan lebar rata-rata 60 m. Badan pukat cincin terdiri dari lima bagian, setiap
bagian memiliki ukuran mata mesh size yang berbeda setiap bagian Mahdi, 2005. Kapal pukat cincin Aceh ada di Lampulo memiliki panjang
23
antara 16-28 m, lebar antara 3,5 – 6 m dan dalam antara 1,4 – 2 m. Kapal- kapal tersebut diperkirakan memiliki tonase 40 GT dengan mesin utama
kapal berkekuatan mulai dari 105 sampai 320 PK. Penampang melintang kapal pukat cincin Aceh berbentuk V, ruang dibagi menjadi satu ruang
mesin, ruang kemudi, palka dan gudang. Ruang kemudi letaknya agak kebelakang sehingga menyisakan bagian depan yang luas untuk menyusun
dan memperbaiki pukat cincin. Palka terletak dibagian bawah haluan depan, gudang terletak dibagian buritan belakang. Kapal pukat cincin
Aceh terbuat dari bahan kayu yang dilapisi dengan seng setebal 0,4 mm. Hampir semua kapal tersebut dibuat oleh galangan kapal milik rakyat yang
terletak di Kota Banda Aceh. Ada 4 empat jenis kayu yang dijadikan bahan pembuat kapal, yaitu kayu semantok damar hutan, kruing, rengas dan
tempiris. Penelitian kapal pukat cincin yang telah dilakukan adalah :
1 Moch. Rizal Mahdi 2005. Pengembangan Perikanan Pukat Cincin di Lampulo kota Banda Aceh Propinsi NAD.
2 Eddi Husni 2003. Analisis Gerakan Coupled Heaving – Pitching Kapal Pukat cincin Terhadap Gelombang Regular Head Seas.
3 Rosdianto 2003. Studi Tentang Stabilitas Statis Kapal Pukat cincin kapal Longline di Propinsi Kalimantan Selatan.
4 Saifan Noer 1976. Penelitian Tentang Penangkapan Ikan Cakalang Dengan Pukat cincin di Perairan Aceh Besar.
5 Juliaty Golda R.S.1997. Kinerja Laut Kapal Kayu Pukat Cincin.
1.2. Identifikasi dan Perumusan Masalah