Sambungan Baut Pendahuluan Pengembangan struktur alternatif kapal pukat cincin di Naggroe Aceh Darusalam

51 Tabel 7 Contoh Data Diberikan oleh Waktu pada Tiap Weather Grup Weather Grup I II III IV V General routes 0,51 0,51 0,14 0,035 0,005 Tanker routes 0,71 0,23 0,055 0,00038 0,0002

2.8. Sambungan Baut

Kepala angkur baut konvensional tertanam pada pondasi beton biasanya hancur gagal dicabut tegangan kerucut cone akibat gaya tarik. Mekanisme keru ntuh an tidak menentu. Bautangkur diameter 12 dan 16 mm di test dengan ditanam sekitar 40 sampai 160 mm, grouting angkur diameter 16 mm di test pada kedalaman tertanam 80,120,160 mm. Hasil test menujukkan bahwa kapasitas penarikan tidak signifikan mempengaruhi penambahan serat baja steel fiber pada beton. Defleksi ultimate dan kekerasan, ditingkatkan. Ketentuan sambungan dengan baut sesuai Peraturan Konstruksi Kayu Indonesia adalah : 1 Alat penyambung baut harus dibuat dari baja ST 37 atau dari besi yang mempunyai kekuatan paling sedikit seperti St.37. 2 Lubang baut harus dibuat secukupnya saja dan kelonggaran tidak boleh lebih dari 1,3 mm. 3 Garis tengah baut paling kecil harus 10 mm 38” sedang untuk sambungan, baik bertampang satu maupun bertampang dua, dengan tebal kayu lebih besar dari 8 cm, harus dipakai baut dengan garis tengah paling kecil 12,7 mm 12”. 4 Baut harus disertai pelat ikutan yang tebalnya minimum 0,3 d dan maksimum 5 mm dengan garis tengah 3d atau jika mempunyai bentuk persegi empat, lebar 3d, dimana d adalah garis tengah baut. Jika baut hanya sebagai pelengkap maka tebal pelat ikutan dapat diambil minimum 0,2 d dan maksimum 4 mm. 5 Sambungan dengan baut dibagi dalam 3 golongan menurut kekuatan kayu 52 6 yaitu golongan I, II, III. Agar sambungan dapat memberi hasil kekuatan yang sebaik-baiknya, hendaknya λ b = bd. 53 3 KAJIAN DESAIN KAPAL

3.1. Pendahuluan

3.1.1. Latar Belakang. Schmid 1960 mengatakan bahwa untuk mendesain sebuah kapal pukat cincin haruslah mempertemukan kebutuhan-kebutuhan umum sebagai berikut : 1 Kapal dirancang dengan menggunakan tenaga yang efisien. 2 Kapal pukat cincin dirancang untuk penangkapan pada cuaca buruk dan tenang. 3 Kapal dirancang dengan memperhatikan keamanan bagi nelayan. 4 Setting dan hauling dapat dilakukan dengan waktu yang singkat dan 5 Kapal pukat cincin harus efektif pada pengoperasian siang dan malam. Menurut hasil studi Gema Samudra Consultant tentang rancang bangun kapal perikanan di Propinsi Nanggroe Aceh Darusalam 2006, bentuk kapal ikan saat ini pada dasarnya adalah kompromi antara tahanan kapal yang baik dengan kualitas kelaikan laut kapal yang sempurna. Sebagai contoh untuk menentukan lebar kapal penangkap ikan berdasarkan pengalaman sangat tergantung pada stabilitas kapal dan kebutuhan ruang muat ikan hasil tangkapan. Bentuk kapal ikan biasanya mempunyai haluan tajam dan condong ke depan untuk memecah gelombang yang mempengaruhi besarnya tahanan. Bagian haluan ini pada umumnya berbentuk baji dengan penampang tengahnya agak penuh dan titik berat volume dibawah air bergeser agak ke belakang. Berdasarkan penelitian sebelumnya dari Gema Samudra Consultant menyatakan bahwa badan kapal dengan sudut masuk garis air relatif kecil antara 14 hingga 20 supaya kapal mempunyai tahanan yang relatif kecil, bentuk tersebut diatas mempunyai tahanan jauh lebih kecil dari kapal yang mempunyai bentuk ketajaman harmonis. Begitu pula sudut keluar garis air pada bagian buritan yang mempunyai baling-baling dan kemampuan olah gerak. Pada umumnya kapal penangkap ikan mempunyai letak titik berat volume dibawah air antara 1 LWL dimuka garis tengah kapal hingga 3 54 LWL dibelakang garis tengah kapal. Kapal penangkap ikan sebaiknya lambung yang timbul minimum adalah 175 LWL. Stabilitas merupakan hal terpenting bagi pelayaran kapal sewaktu digunakan untuk operasi penangkapan ikan, karena pada kapal ikan dilakukan kerja operasi pada berbagai kondisi cuaca dalam batas-batas kemampuan kapal tersebut. Stabilitas kapal ditentukan oleh berbagai faktor diantaranya, dimensi kapal, bentuk badan kapal yang berada didalam air, distribusi benda- benda diatas kapal dan sudut kemiringan kapal terhadap bidang horizontal serta faktor eksternal lain seperti gelombang. 1 Stabilitas Statis Kapal. Analisis stabilitas melalui kurva stabilitas statis GZ dilakukan melalui metode Attwood’s Formula Hind, 1982. Metode ini menganalisis stabilitas statis kapal pada sudut keolengan 0° - 90°. Nilai lengan penegak GZ diperoleh dengan cara yang digambarkan pada gambar 4. sebagai berikut Gambar 4. Nilai Lengan Penegak GZ Perhitungan pada gambar diatas adalah sebagai berikut GZ = BR – BT 55 BR adalah perubahan horizontal pusat gaya apung. Perubahan momen pada daerah arsiran adalah : Vxhh i = BR x ∆ BR = Δ vxhhi BT = BG sin Dimana v adalah volume arsiran hh i adalah perubahan horizontal daerah arsiran ∆ adalah volume displacement kapal Sehingga GZ = Δ vxhhi - BG sin Kurva stabilitas statis GZ menggambarkan tinggi lengan penegak GZ pada sudut keolengan 0° – 80°. Berdasarkan kurva GZ, selanjutnya dilakukan analisis terhadap beberapa sudut keolengan. Hasil perhitungan stabilitas kemudian dibandingkan dengan standar stabilitas kapal yang dikeluarkan oleh United Kingdom Regulation [ The Fishing Vessel Safety Provision Rules, 1975] Hind, 1982 dan International Maritime Organization IMO pada Torremolinos International Convention for the Safety of Fishing Vessel-regulation 28 1977 melalui kurva GZ yaitu : 1 Luas area dibawah kurva GZ tidak boleh kurang dari 0,055 m.rad hingga sudut oleh 30° Adan tidak kurang dari 0,090 m.rad sampai sudut oleng 40° B atau sudut flooding r jika sudutnya kurang dari 40°. Area dibawah kurva GZ antara sudut oleng 30° dan 40° atau antara 30° dan r, jika sudut kurang dari 40° tidak boleh kurang dari 0,030 m.rad C. 2 Lengan penegak lighting lever GZ minimum 200 mm pada sudut oleng sama atau lebih besar dari 30° E. Lengan penegak maksimum, GZ max sebaiknya dicapai pada sudut oleng 30° tetapi tidak kurang dari 25°. 3 Tinggi metacentre GM awal tidak boleh kurang dari 350 m untuk kapal dengan dek tunggal Pada kapal dengan superstructure yang 56 lenkap atau kapal dengan panjang 70 m, GM dapat dikurangi untuk kelayakan administrasi tetapi tidak boleh kurang dari 150 mm F. Gambar 5. Kurva Stabilitas Kurva GZ Nilai-nilai yang diperoleh dari hasil analisis stabilitas statis, selanjutnya akan digunakan untuk menganalisis stabilitas dinamis. 2 Stabillitas Dinamis Kapal Stabilitas dinamik didefinisikan sebagai kerja dimana harus dilakukan kapal untuk miring pada sudut angular. Gambar arsiran dibawah ini adalah kerja yang dilakukan pada kemiringan dari sudut +d dan sama dengan. Total kerja dinyatakan ∫ a ∆GZd dimana a adalah sudut kemiringan dengan nilai energi potensial maksimum. Nilai periode oleng kemudian diplotkan terhadap nilai KG yang diperoleh pada perhitungan nilai KG pada lima kondisi distribusi muatan. Nilai periode oleng sebuah kapal amat tergantung dari nilai tinggi metacentre GM dan radius gyrasi radius of gyration dari kapal 57,3 Static GZ m Deg Sumber :IMO 1995 30 40 Deg Dynamic GZ area m-rad D F E B C A 57 tersebut. Semakin besar GM dengan lebar kapal yang tetap, periode oleng akan semakin kecil dan sebaliknya semakin kecil nilai GM maka nilai periode oleng akan semakin besar. Selanjutnya dilakukan analisis data untuk memperoleh nilai frekuensi dan amplitudo gerakan rolling kapal pada gelombang beraturan beam seas. Perhitungan ini dilakukan terhadap berbagai nilai GM kapal. Untuk menjelaskan berbagai pengaruh rolling terhadap kestabilan kapal di laut, ada dua hal penting yang harus diketahui dari karakteristik rolling kapal . Pertama, free rolling kapal pada air tenang untuk roll decay dengan periode rolling natural. Kedua, synchronous rolling kapal pada kondisi bergelombang untuk amplitudo rolling. Menurut Aisyah 2006 perbaikan nilai kriteria stabilitas dapat dilakukan dengan perbaikan distribusi muatan diatas kapal. Rekondisi pada kapal untuk memperbaiki kualitas stabilitas dapat dilakukan dengan berbagai cara diantaranya : 1 Perubahan dimensi utama kapal. 2 Penambahan anti roll devices, misalkan bilge keel dan sekat pada ruang bak umpan dan palkah ikan. 3 Pengaturan distribusi muatan yang baik. 4 Pembuatan palkah ikan. Nilai perbandingan LB mempunyai pengaruh terhadap kecepatan, stabilitas dan kekuatan memanjang kapal. Jika nilainya besar akan menambah kecepatan kapal, menambah nilai perbandingan ruangan kapal yang lebih baik, mengurangi kemampuan olah gerak dan mengurangi stabilitas kapal. Apabila nilai perbandingan LB kecil, akan menambah kemampuan stabilitas kapal yang lebih baik dan menambah tahanan air. Perbandingan LD memiliki pengaruh terhadap kekuatan memanjang kapal. Jika nilainya besar akan mengurangi kekuatan memanjang kapal. Perbandingan antara lebar dan draft kapal berpengaruh terhadap stabilitas kapal. Apabila nilai perbandingan Bd kecil, mengurangi stabilitas kapal dan jika nilai perbandingan besar maka akan menambah stabilitas kapal. 58 Untuk meredam gerakan-gerakan pada kapal biasanya ditambahkan antiroll devices seperti bilge keel, controllable fins, controlling tanks dan sebagainya. Bilge keel umumnya merupakan tambahan pada badan kapal berupa struktur steel plate yang di tempatkan pada permukaan lambung kapal. Penempatan struktur spesifik dan detail pada badan kapal seperti bilge keel bekerja berdasarkan teori sederhana, yaitu Gillmer and Johnson, 1982 GM k T 108 , 1 = dimana k merupakan radius mass gyration rolling kapal 3.1.2. Tujuan Membandingkan stabilitas kapal struktur gabungan beton dan kayu dengan struktur kapal kayu 3.1.3. Manfaat. .Manfaat bagi ilmu perkapalan adalah mengetahui stabilitas struktur kapal gabungan beton dan kayu yang dapat dikembangkan dan diharapkan sebagai bahan acuan standar kapal penangkapan ikan. 3.1.4. Lingkup Penelitian Desain mencakup semua aspek yaitu bentuk, dimensi badan kapal, dimensi struktur dan finishing kapal. Kajian ini difokuskan pada stabilitas kapal pukat cincin yang saat ini digunakan dan stabilitas kapal gabungan material kayu dan beton. Beton bertulang digunakan pada lunas, gading- gading dan linggi buritan

3.2. Metode Penelitian