Faktor - Faktor yang Mempengaruhi Usia Menarke pada Remaja Putri di SMP Negeri 30 Medan

(1)

F

UNI

SKRIPSI

oleh

Ribka Rezkinta Agustina 111101074

FAKULTAS KEPERAWATAN

NIVERSITAS SUMATERA UTARA

2015


(2)

(3)

(4)

hidayah dan pertolongan dari-Nya kepada peneliti, sehingga dapat menyelesaikan penelitian ini dengan judul “Faktor Faktor yang Mempengaruhi Usia Menarke pada Remaja Putri di SMP Negeri 30 Medan

Dalam penyusunan Skripsi ini, peneliti mendapatkan bantuan, bimbingan, dan dukungan dari berbagai pihak dengan memberikan butir-butir pemikiran yang sangat berharga bagi peneliti baik secara langsung maupun tidak langsung. Oleh karena itu, peneliti mengucapkan terimakasih kepada:

1. dr. Dedi Ardinata, M.Kes selaku Dekan Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara

2. Bapak Mula Tarigan, S.Kp, M.Kes selaku dosen pembimbing skripisi yang telah meluangkan waktu untuk memberikan arahan, bimbingan, dan ilmu yang bermanfaat dalam penyusunan skripsi ini.

3. Ibu Erniyati, S.Kp, MNS selaku dosen penguji I.

4. Ibu Rosina Tarigan, S.Kp., M.Kep., Sp.KMB selaku dosen penguji II.

5. Dosen dan seluruh staf pegawai Fakultas Keperawatan USU yang turut mendukung dalam penyusunan proposal ini.

6. Ayahanda Dalan Git Ketaren dan Ibunda Masa Br Ginting yang selalu membantu, memberi nasehat, semangat dan dukungan serta mendoakan peneliti.


(5)

Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan semangat dan masukan dalam penyusunan Hasil penelitian ini.

Peneliti menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini masih memerlukan penyempurnaan baik dalam penulisan serta isi. Oleh karena itu, peneliti mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun agar penulisan skripsi dimasa yang akan datang dapat lebih baik dan bermanfaat. Akhir kata peneliti mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang turut membantu dalam penyelesaian skripsi ini.

Medan, Juli 2015 Peneliti


(6)

Kata Pengantar ... iv

Daftar Isi... vi

Daftar Tabel ... ix

Daftar Skema... x

Abstrak ... xi

BAB I PENDAHULUAN 1 Latar Belakang ... 1

2 Rumusan Masalah ... 4

3 Tujuan Penelitian ... 4

4 Manfaat Penelitian ... 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1 Konsep Remaja ... 6

2 Menarke ... 9

2.1 Pengertian menarke ... 9

2.2 Usia Menarke ...10

2.3 Fisiologi Menarke... 12

2.4 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Usia Menarke ... 15

2.4.1 Status Gizi ...15

2.4.2 Genetik ...17

2.4.3 Status Sosial Ekonomi ...18

2.4.4 Keterpaparan Terhadap Media Informasi Orang Dewasa ...21

BAB III KERANGKA PENELITIAN 1 Kerangka Konseptual ...23

2 Defenisi Operasional ...24

BAB VI METODOLOGI PENELITIAN 1 Desain Penelitian...26

2 Populasi dan Sampel Penelitian ...26

2.1 Populasi ...26

2.2 Sampel ...26

3 Lokasi dan Waktu Peneltian...27

4 Pertimbangan Etik ...27

5 Instrumen Peneltian...28

6 Uji Validasi dan Uji Reliabilitas ...28

7 Pengumpulan Data ...29


(7)

1.2.2 Gambaran Status Gizi Responden ...33

1.2.3 Gambaran Genetik Responden ...33

1.2.4 Status Sosial Ekonomi ...34

1.2.5 Keterpaparan Media Informasi Dewasa ...35

1.3 Analisis Bivariat... 36

1.3.1 Hubungan Status Gizi dengan Usia Menarke Responden ...36

1.3.2 Hubungan Genetik Dengan Usia Menarke Responden ...37

1.3.2.1 Hubungan Usia Menarke dengan Usia Menarke Responden ...37

1.3.2.2 Hubungan Genetik Ayah dengan Usia Menarke Responden ...38

1.3.3 Hubungan Status Ekonomi dengan Usia Menarke Responden .39 1.3.3.1 Hubungan ketidakhadiran Ayah Semasa Kecil denga Usia Menarke Responden ...39

1.3.3.2 Hubungan Kedekatan dengan Ayah dengan Usia Menarke Responden...40

1.3.3.3 Hubungan Pendidikan Orang Tua dengan Usia Menarke Responden...40

1.3.3.4 Hubunngan Pekerjaan Orang Tua dengan Usia Menarke Responden...41

1.3.3.5 Hubungan Penghasilan Orang Tua dengan Usia Menarke Responden...42

1.3.4 Hubungan Keterpaparan Media Informasi dewasa dengan Usia Menarke Responden ...43

2. Pembahasan 2.1 Status gizi dan usia menarke...45

2.2 Hubungan Genetik dengan Usia Menarke ...46

2.2.1 Hubungan Usia Menarke Ibu dengan Usia Menarke Responden...46

2.2.2 Hubungan Genetik Ayah dengan Usia Menarke Responden ...47

2.3 Hubungan Status Sosial Ekonomi dan Usia Menarke Responden...48

2.3.1 Hubungan ketidakhadiran Ayah Semasa Kecil dengan Usia Menarke Responden ...48

2.3.2 Hubungan Kedekatan dengan Ayah dengan Usia Menarke Responden ...49

2.3.3 Hubungan Pendidikan Orang Tua dengan Usia Menarke Responden...50

2.3.4 Hubungan Pekerjaan Orang Tua dengan Usia Menarke ...51

2.3.5 Hubungan Penghasilan Orang Tua dengan Usia Menarke ...52


(8)

1. Kesimpulan...55

2. Saran...55

2.1 Bagi pendidikan keperawatan...55

2.2 Bagi pelayanan keperawatan ...56

2.3 Bagi peneliti selanjutnya ...56

DAFTAR PUSTAKA ...57

LAMPIRAN 1. Informed consent ...60

2. Instrumen penelitian...61

3. Surat etik ...64

4. Surat izin uji reliabilitas dari fakultas ...65

5. Surat ijin pengambilan data dari fakultas...66

6. Surat ijin uji reliabilitas dari dinas pendidikan ...67

7. Surat ijin pengambilan data dari dinas pendidikan ...68

8. Surat keterangan telah melakukan penelitian...69

9. Surat keterangan telah melakukan pengambilan data ...70

10. Hasil uji reliabilitas ...71

11. Hasiloutputpenelitian...72

12. Lembar bukti bimbingan ...82

13. Riwayat hidup ...85

14. Jadwal tentatif ...86


(9)

Riskesdas (2010) ...16

Tabel 3.2 Definisi Operasional, Alat Ukur,Cara Ukur, Hasil Ukur dan Skala Ukur Penelitian ...24

Tabel 5.1 Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden ...33

Tabel 5.2 Distribusi frekuensi pengelompokan usia menarke pada remaja putri Di SMP negeri 30 Medan ...34

Tabel 5.3 Distribusi frekuensi status gizi pada remaja putri di SMP Negeri 30 Medan ...34

Tabel 5.4 Distribusi frekuensi genetik pada remaja putri di SMP negeri 30 Medan ...35

Tabel 5.5 Distribusi frekuensi status sosial ekonomi pada remaja putri di SMP Negeri 30 Medan ...36

Tabel 5.6 Distribusi frekuensi keterpaparan media informasi dewasa pada Remaja putri di SMP Negeri 30 Medan ...37

Tabel 5.7 Hubungan status gizi dengan usia menarke responden...38

Tabel 5.8 Hubungan usia menarke ibu dengan usia menarke responden ...39

Tabel 5.9 Hubungan genetik ayah dengan usia menarke responden ...39

Tabel 5.10 Hubungan ketidakhadiran ayah semasa kecil dengan usia menarke responden ...40

Tabel 5.11 Hubungan kedekatan dengan ayah dengan usia menarke responden ..41

Tabel 5.12 Hubungan pendidikan orang tua dengan usia menarke responden ...42

Tabel 5.13 Hubungan pekerjaan orang tua dengan usia menarke responden ...43

Tabel 5.14 Hubungan penghasilan orang tua dengan usia menarke responden...44

Tabel 5.15 Hubungan keterpaparan media informasi dewasa dengan usia menarke responden ...45


(10)

(11)

Tahun : 2015

ABSTRAK

Penurunan usia menarke berdampak terhadap kehamilan usia muda, stres emosional, dan kanker payudara. Tujuan penelitian ini ialah untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi usia menarke pada remaja putri di SMP Negeri 30 Medan. Faktor yang diteliti ialah status gizi, genetik, status sosial ekonomi, dan keterpaparan media informasi orang dewasa. Penelitian ini menggunakan desain deskriptif kuantitatif dengan pendekatan cross sectional, sampel diambil dengan metode purposive sampling sebanyak 100 orang dan instrumen yang digunakan berupa kuesioner. Pengumpulan data dilakukan pada bulan April–Mei 2015. Uji reliabilitas penelitian ini sebesar 0,74. Hasil penelitian menunjukkan rata-rata usia menarke responden 12,01± 0,90 tahun. Usia menarke termuda adalah 10 tahun dan usia menarke tertua adalah 14 tahun. Dari analisis bivariat menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara genetik dengan usia menarke responden yaitu usia menarke ibu (p value 0,005) dan genetik ayah (p value

0,004). Tidak terdapat hubungan yang bermakna antara status gizi, status sosial ekonomi, dan keterpaparan media informasi orang dewasa dengan usia menarke responden. Disarankan adanya program pendidikan kesehatan reproduksi remaja di sekolah berupa penyuluhan.

Kata kunci: menarke, status gizi, genetik, status sosial ekonomi, media informasi


(12)

Academic Year : 2015

ABSTRACT

Many factors influence the coming of menarche. The objective of the research was to find out some factors which influence female teenagers who got menarche at SMP Negeri 30, Medan. They were nutrition status, genetics, socio-economic status, and exposure to information media for adults. The research used descriptive correlation design with cross sectional approach. The samples were 100 respondents, taken by using questionnaires. The data were gathered from April to May, 2015. Reliability test was 0.47. The result of the research showed that on the average, the respondents who got menarche were 12.01 ± 0.90 years old. The youngest female teenagers who got menarche were 10 years old and the oldest ones were 14 years old. The result of bivatriate analysis showed that there was the correlation between genetics and the respondents who got menarche, mothers’ age (p-value = 0.005) and fathers’ age (p-value = 0.004). There was no correlation of nutrition status, socio-economic status, and exposure to information media for adults with respondents who got menarche. It is recommended that productive health education program for teenagers at schools by conducting counseling.

Keywords: Menarche, Nutrition Status, Genetics, Socio-economic Status, Information Media


(13)

1. Latar Belakang

Masa remaja merupakan masa peralihan dari kanak-kanak menuju dewasa. Pertumbuhan dan perkembangan remaja sangat pesat baik fisik maupun psikologis. Pada masa ini seorang remaja mulai memiliki rasa ketertarikan terhadap lawan jenis dan mulai mencapai kematangan organ –organ reproduksi. Salah satu tanda kematangan organ reproduksi pada perempuan adalah terjadinya menstruasi pertama atau menarke (Proverawati & Misaroh, 2009).

Usia saat seseorang mendapatkan menstruasi bervariasi. Di inggris usia rata-rata untuk mencapai menarke adalah 13,1 tahun. Sedangkan suku Bundi di Papua Nugini menarke dicapai pada usia 18,8 tahun. Terdapat kecendrungan bahwa saat ini anak mendapat menstruasi pertama kali (menarke) pada usia yang lebih muda (Proverawati & Misaroh, 2009).

Rata-rata kejadian menarke di berbagai negara sejak abad ke-20 ini mengalami perubahan dan mengarah pada usia menarke yang lebih cepat. Usia rata-rata menarke di Eropa saat ini adalah 12-13 tahun sementara, seabad yang lalu 14-15 tahun (Coad & Melvyn 2006). Di Sumatera Utara penelitian dilakukan di kota Medan tepatnya di SMP Shaffiatul Amaliyyah terhadap 82 responden oleh Pebri tahun 2009 dan hasilnya usia menarke rata-rata responden adalah 11,45 ± 0,92 tahun.


(14)

Usia untuk mencapai fase terjadinya menarke dipengaruhi oleh banyak faktor, antara lain faktor gizi, genetik, sosial, ekonomi, keterpaparan media informasi orang dewasa, suku dan lain-lain (proverawati & Misaroh, 2009).

Status Gizi merupakan hal yang diduga berperan penting dalam mempengaruhi usia menarke. Dewasa ini standar kehidupan amat berpengaruh terhadap status gizi masyarakat yang pada akhirnya berdampak pada menurunnya usia menarke (Putri, 2009). Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan Acharya (2006 dalam Putri 2009) yang menyimpulkan bahwa semakin rendah BMI pada remaja putri, maka usia menarkenya juga semakin lambat. Faktor gizi mempengaruhi kematangan seksual, remaja yang mendapat menarke lebih dini cenderung lebih berat dan lebih tinggi dibandingkan dengan yang belum menstruasi pada usia yang sama.

Faktor genetik juga diduga mempengaruhi usia menarche seseorang. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan Tiwari (2005 dalam Putri 2009) dikatakan bahwa ada hubungan antara usia menarke ibu dengan usia menarke anak.

Faktor sosial dan ekonomi juga dapat memengaruhi terjadinya menarke.

Status sosial ekonomi berpengaruh dengan kemampuan atau daya beli keluarga dalam mencukupi kebutuhan nutrisi makanan. Penghasilan orang tua juga berhubungan dengan gaya hidup dan kondisi psikologis remaja, dengan penghasilan orang tua yang lebih tinggi akan meningkat daya beli dan gaya hidup dalam keseharian. Remaja dalam kondisi keadaan sosial ekonomi orang tua yang tinggi akan di penuhi kebutuhan keseharian seperti fasilitas akses informasi dari


(15)

media massa (elektronik dan cetak), makanan bergizi, makanan fast food, minuman soft drink sehingga remaja memperoleh informasi yang lebih terbuka (Putri, 2009).

Faktor lain yang diduga mempengaruhi tejadinya menarke adalah adanya rangsangan yang kuat dari luar, salah satunya adalah melalui media masa. Keterpaparan remaja akan media massa orang dewasa (pornografi ) yang meliputi media cetak, audio, dan audiovisual memengaruhi usia menarke remaja putri karena memacu organ reproduksi dan genital lebih cepat. Penelitian yang dilakukan Brown (2005 dalam Putri 2009) menyatakan bahwa ada keterkaitan antara paparan media masa dengan percepatan pubertas pada remaja yang secara tidak langsung menyebabkan percepatan usia menarke pada remaja putri. Survei tersebut menjelaskan bahwa dari media masa yang ada kebanyakan informasinya berisi dengan seks dan remaja tersebut sering melihat atau mendengarkannya diruangannya sendiri

Usia menarke yang semakin dini mempunyai dampak antara lain resiko terjadinya kehamilan pada usia lebih muda menjadi lebih besar. Pergeseran usia menarke ke usia yang lebih muda juga akan menyebabkan remaja putri mengalami dampak stress emosional, karena secara mental mereka belum siap. Menstruasi juga berarti pengeluaran Fe rata-rata pada setiap periode adalah kurang lebih 4 mg yang berarti apabila seorang remaja putri mengalami menarke I tahun Iebih awal maka dia akan kehilangan Fe sebanyak lebih kurang 48 mg dalam setahun. Perkembangan terakhir menunjukkan bahwa resiko terjadinya kanker payudara lebih tinggi pada wanita yang mengalami menarke dibawah usia


(16)

12 tahun. Hal ini berkaitan dengan mekanisme hormonal yang mempengaruhi jaringan payudara immatur (Ginarhayu, 2002).

Oleh sebab itu peneliti tertarik untuk meneliti faktor faktor yang berhubungan dengan usia menarke pada remaja yang belakangan cenderung mengalami penurunan. Faktor-faktor yang akan diteliti adalah status gizi (IMT), genetik (usia menarke ibu, genetik ayah), status sosial ekonomi (kehadiran ayah semasa kecil, kedekatan dengan ayah, pendidikan orang tua, pekerjaan orang tua, pendapatan orang tua), keterpaparan terhadap media informasi orang dewasa. Usia menarke secara umum terjadi pada usia 12-15 tahun. Pada usia ini jenjang pendidikan yang ditempuh remaja pada umumnya adalah SMP. Oleh karena itu penelitian akan dilakukan pada siswi SMP Negeri 30 Medan.

2. Rumusan Masalah

Apakah faktor-faktor yang mempengaruhi Usia menarke pada remaja Putri di SMP Negeri 30 Medan?

3. Tujuan Penelitian

Penelitian ini betujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi usia menarke pada remaja putri di SMP Negeri 30 Medan.


(17)

4. Manfaat Penelitian

1.4.1. Bagi pendidikan keperawatan

Penelitian ini dapat menjadi sumber informasi untuk pendidikan keperawatan dan sebagai bahan bacaan di perpustakaan.

1.4.2. Bagi pelayanan keperawatan

Penelitian ini dapat menjadi masukan bagi perawat untuk memberikan pemahaman kepada remaja melalui pendidikan kesehatan tentang menarke.

1.4.3.Bagi penelitian keperawatan

Penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan masukan bagi penelitian selanjutnya.


(18)

1. Konsep Remaja

Masa remaja merupakan masa peralihan dari anak-anak menuju dewasa. Biasanya dialami pada usia 13 sampai 20 tahun. Pada masa remaja ini terdapat 3 subfase yaitu masa ramaja awal usia 11 sampai 14 tahun, masa remaja pertengahan usia 15 sampai 17 tahun, dan masa remaja akhir usia 18 sampai 20 tahun ( Potter &Perry, 2009).

Pada masa remaja terjadi perubahan fisik dengan cepat. Terjadi banyak variasi pada masa perubahan fisik yang dihubungkan dengan pubertas antara lawan jenis baik laki-laki maupun perempuan dan sesama jenis. Anak perempuan umumnya lebih dulu mengalami perubahan fisik dibandingkan anak laki-laki, yaitu sekitar dua tahun lebih awal. Hal ini terlihat dari tingkat pertambahan tinggi dan berat badan yang cukup proporsional, serta urutan pertumbuhan pada individu ( Potter & Perry, 2009).

Pada remaja juga terjadi perubahan kognitif, yaitu perubahan pola pikir yang mampu menghasilkan tingkat intelektual tertinggi. Kemampuan berpikir logis tentang tingkah laku tersebut akan mendorong remaja membangun pemikiran pribadi dan cara untuk mengekspresikan identitas seksual. Remaja juga memperoleh kemampuan untuk memahami bahwa ide atau tindakan individual dapat mempengaruhi orang lain ( Potter &Perry, 2009).


(19)

Perubahan emosional juga terjadi pada masa remaja. Masa remaja sangat rawan dengan stres emosional yang timbul dari perubahan fisik yang cepat dan luas yang terjadi sewaktu pubertas. Hasil penelitian di chigago oleh Mihalyi Csikzentmihalyi & Rees larson (1984 dalam Proverowati & Misaroh, 2009) menemukan bahwa remaja hanya memerlukan 45 menit untuk berubah darimood “senang luar biasa” ke ”sedih luar biasa”, sementara orang dewasa memerlukan beberapa jam untuk hal yang sama. Perubahan moodyang drastis pada remaja ini seringkali dikarenakan beban pekerjaan rumah, pekerjaan sekolah, atau kegiatan sehari-hari di rumah (Proverowati & Misaroh, 2009).

Istilah adolescence merujuk kepada kematangan psikologis individu, sedangkan pubertas merujuk kepada saat dimana telah ada kemampuan reproduksi. Perubahan hormonal saat pubertas mengakibatkan perubahan penampilan pada anak ( Potter &Perry, 2009).

Pubertas ialah dimulainya kehidupan seksual dewasa. Periode pubertas terjadi karena kenaikan sekresi hormon gonadotropin oleh hipofisis, perlahan dimulai pada tahun kedelapan kehidupan dan mencapai puncaknya pada saat terjadinya menarke yaitu pada usia 11-16 tahun. Pada wanita, kelenjar hipofisis dan ovarium akan mampu menjalankan fungsinya secara penuh bila dirangsang secara tepat. Timbulnya pubertas dirangsang oleh beberapa proses pematangan yang berlangsung di daerah otak yaitu hipotalamus dan sistem limbik yang ditandai dengan peningkatan sekresi esterogen pada pubertas, variasi siklus bulanan, peningkatan sekresi esterogen lebih lanjut selama beberapa tahun


(20)

esterogen menjelang akhir kehidupan seksual, hampir tidak ada sekresi esterogen dan progesteron sesudahmenopause(Syaifuddin, 2009)

Pertumbuhan dan perkembangan pada masa remaja sangat pesat, baik fisik maupun psikologis. Pesatnya perkembangan pada masa remaja atau masa puber dipengaruhi oleh hormon seksual. Organ–organ reproduksi pada masa puber telah mulai berfungsi sebagai penanda munculnya ciri-ciri kelamin primer. Ciri yang pertama yaitu organ reproduksi pada laki-laki (testis) mulai berfungsi meghasilkan hormon testosteron. Testosteron berfungsi merangsang testis untuk menghasilkan sperma. Organ reproduksi pada perempuan mulai memproduksi hormon esterogen dan progesteron. Hormon ini mempengaruhi perkembangan organ reproduksi perempuan. Selain itu, juga mempengaruhi ovulasi, yaitu pematangan sel telur dan pelepasan sel telur dari ovarium. Ciri yang kedua ialah laki-laki mengalami mimpi basah dan perempuan mengalami menstruasi. Seiring dengan produksi sperma yang meningkat pada laki-laki terjadi mimpi basah. Organ reproduksi yang aktif pada anak perempuan ditandai dengan adanya menstruasi. Ketika memasuki masa pubertas, indung telur atau ovarium pada perempuan mulai aktif menghasilkan sel telur atau ovum (Proverawati dan Misaroh, 2009).

Perkembangan ini selanjutnya diikuti oleh munculnya ciri-ciri kelamin sekunder. Ciri kelamin sekunder pada remaja berupa perubahan fisik yang terjadi pada laki-laki dan perempuan. Pada laki-laki adalah tumbuhnya kumis dan jambang, tumbuhnya rambut disekitar alat kelamin serta dada menjadi lebih


(21)

diketiak dan sekitar alat kelamin, serta membesarnya panggul. (Proverawati dan Misaroh, 2009)

2. Menarke

2.1 Pengertian Menarke

Menarke adalah menstruasi pertama yang biasa terjadi dalam rentang usia 10-16 tahun atau pada masa awal remaja sebelum memasuki usia reproduksi. Menstruasi adalah perdarahan periodik dan siklik dari uterus disertai pengelupasan endometrium. Menarke merupakan suatu tanda awal adanya perubahan lain seperti pertumbuhan payudara, pertumbuhan rambut daerah pubis dan aksila, serta distribusi lemak pada daerah pinggul. Menarke merupakan pertanda adanya suatu perubahan status sosial dari anak-anak ke dewasa. Pada studi antar budaya, menarke mempunyai variasi makna termasuk rasa tanggung jawab, kebebasan dan harapan untuk memulai bereproduksi (Proverawati dan Misaroh, 2009).

Menarke merupakan suatu tanda yang penting bagi seorang wanita yang menunjukan adanya produksi hormon yang normal yang dibuat oleh hipotalamus dan kemudian diteruskan pada ovarium dan uterus. Selama sekitar dua tahun hormon-hormon ini akan merangsang pertumbuhan tanda-tanda seks sekunder seperti pertumbuhan payudara, perubahan-perubahan kulit, perubahan siklus, pertumbuhan rambut ketiak dan rambut pubis serta bentuk tubuh (Proverawati dan Misaroh, 2009).


(22)

Perasaan bingung, gelisah, tidak nyaman selalu menyelimuti perasaan seorang wanita yang mengalami menarke. Perasaan tidak nyaman ini disebabkan karena selama menstruasi voleume air didalam tubuh kita berkurang. Gejala lain yang dirasakan yaitu sakit kepala, pegal-pegal dikaki dan di pinggang untuk beberapa jam, kram perut dan sakit perut, sebelum periode ini terjadi biasanya ada beberapa perubahan emosional, perasaan suntuk, marah dan sedih yang disebabkan oleh adanaya pelepasaan beberapa hormon. (Proverawati dan Misaroh, 2009).

2.2 Usia Menarke

Usia saat seorang anak perempuan mulai mendapat menarke sangat bervariasi. Di inggris usia rata-rata untuk mencapai menarke adalah 13,1 tahun, sedangkan suku bundi di Papua Nugini menarke dicapai pada usia 18,8 tahun. Terdapat kecendrungan bahwa saat ini anak mendapat menstruasi pertama kali pada usia yang lebih muda. Ada yang berusia 12 tahun saat dia mendapat menstruasi pertama kali, tapi ada juga yang pada usia 8 tahun sudah memulai siklusnya (Proverawati dan Misaroh, 2009).

Usia rata-rata menarke di Eropa saat ini mengalami percepatan yaitu 12-13 tahun dibandingkan dengan seabad yang lalu, yaitu 14-15 tahun. Walaupun terdapat variasi yang tinggi, usia menarke tampaknya terus menurun dengan kecepatan sekitar 3 bulan per dekade. Berbagai pengaruh usia menarke telah diteliti, misalnya fotoperiod dan massa tubuh. Salah satu perkiraan adalah usia menarke yang lebih dini terjadi bersamaan dengan diperkenalkannya listrik,


(23)

pajanan individu terhadap cahaya. Teori lain mengatakan bahwa hal tersebut berkaitan dengan peningkatan gizi (Coad & Melvyn, 2007).

Sekarang usia gadis remaja pada waktu menarke bervariasi, yaitu antara 12-15 tahun (Saryono, 2009). Berdasarkan hasil penelitian di Indonesia pada tahun 1932 rata-rata usia menarke adalah 15 tahun, pada tahun 1948 rata-rata usia menarke 14,63 tahun, tahun 1976 rata-rata usia menarke sebesar 13,58 tahun dan pada tahun 1992 rata-rata usia menarke adalah 12,69 tahun. Hal ini dapat menunjukan di Indonesia juga terdapat kecendrungan bahwa saat ini anak mendapat menstruasi pertama kali pada usia yang lebih muda (Proverawati & Misaroh, 2009).

Demikian pula di Indonesia, Departemen Kesehatan Republik Indonesia melaporkan terjadi penurunan usia menarke di Indonesia. Di Sumatera Utara, jumlah remaja yang sedang mengalami pubertas berjumlah sekitar 1,5 juta atau 1,2% dari total penduduk pada tahun 2007. Kejadian yang penting pada pubertas ialah pertumbuhan badan yang cepat, timbulnya ciri kelamin sekunder, menarke dan perubahan psikis (Sarwono 2007 dalam Aishah, 2011)

Penelitian yang dilakukan Tiwari (2005 dalam Derina 2011) mengatakan usia menarke perlu diperhitungkan karena terdapatnya hubungan antara usia menarke, usia disaat menikah, dan umur kelahiran bayi pertama. Menurunnya usia menarke dapat berpengaruh terhadap mudanya usia pernikahan pada remaja putri. Usia pernikahan yang terlalu dini akan mengakibatkan semakin muda pula kemungkinan usia melahirkan seorang wanita, yang dapat menimbulkan banyak resiko seperti perdarahan, anemia pada ibu hamil, ketidaktahuan ibu dalam


(24)

pengasuhan dan perawatan bayi kelak, bahkan dapat pula terjadi kematian ibu berkaitan dengan persalinan yang lama dan resiko pendarahan. Berdasarkan penelitian, menarke yang terjadi pada usia yang lebih awal (<12 tahun) dapat meningkatkan resiko seorang wanita untuk terkena kanker payudara.

2.3 Fisiologi Menarke

Wanita memiliki sepasang indung telur (ovarium) di sisi kanan dan kiri rahim dimana masing-masing menyimpan sekitar 200.000 hinggga 400.000 telur yang belum matang. Pada masa kanak-kanak ovarium dikatakan masih dalam keadaan istirahat, belum menunaikan fungsinya dengan baik. Setelah masa pubertas maka terjadi maka terjadi pematangan pada orga-organ reproduksi. Sekali dalam satu bulan dipertengahan siklus menstruasi akan mengeluarkan sel telur yang matang dari satu atau kedua indung telur. kejadian ini dinamakan ovulasi sel telur yang telah matang maka kemudian akan dilepaskan dari ovarium yang kemudian menuju tuba falopi yang siap untuk dibuahi, bila tidak ada sperma yang masuk maka sel telur akan menuju rahim. Hormon esterogen akan bekerjasama dengan FSH membantu sel telur tumbuh dalam rahim dan memberikan signal kepada rahim untuk mempersiapkan diri didalam penerimaan sperma bersarang. Jika sel telur yang telah dilepaskan tidak dibuahi, maka endometrium akan meluruh dan dikeluarkan dari vagina dalam bentuk darah haid yang disebut menstruasi (Proverawati & Misaroh, 2009)

Darah haid biasanya berjumlah antara 35 dan 95 ml dan terdiri dari debris endometrium dan darah. Pengeluaran darah dibatasi oleh vasokonstriksi arteri spiral dan pembentukan sumbat trombosit-trombosit di bagian terminal arteri


(25)

lurus. Saat sekresi esterogen kembali pada permulaan siklus berikutnya, esterogen merangsang penyembuhan dan pertumbuhan jaringan baru. Volume rata-rata darah yang hilang adalah 50 ml yang mengandung zat besi sekitar 0,7 mg, suatu kehilangan yang tepat disamakan oleh penyerapan zat besi dari makanan (Coad & Melvyn, 2007).

Siklus menstruasi bervariasi pada tiap wanita dan hampir 90 % wanita memiliki siklus 25-35 hari dan hanya 10-15 % yang memiliki panjang siklus 28 hari, namun beberapa wanita memiliki siklus yang tidak teratur. Panjang siklus menstruasi dihitung dari hari pertama periode menstruasi yaitu hari dimana perdarahan dimulai sampai hari terakhir yaitu 1 hari sebelum perdarahan menstruasi bulan berikutnya (Saryono & Waluyo, 2009).

Saat siklus menstruasi, tarjadi perubahan pada selaput lendir rahim yang berulang dari hari ke hari. Selama 1 bulan mengalami 4 masa stadium. Stadium menstruasi (Desquamasi) pada masa ini endometrium terlepas dari dinding rahim disertai dengan perdarahan, hanya lapisan tipis tertinggal disebut stratum basale. Stadium ini berlangsung selama 4 hari. Melalui haid, kelar darah, potongan-potongan endometrium, dan lendir dari serviks. Darah ini tidak membeku karena adanya femen yang mencegah pembekuan darah dan mencairkan potongan-potongan mukosa. Banyaknya perdarahan selama haid ± 50 cc. Stadium post menstruum (Regenerasi) luka yang terjadi karena endometrium terlepas, lalu berangsur-angsur ditutup kembali oleh selaput lendir baru dari sel epitel kelenjar endometrium. Pada masa ini, tebal endometrium kira-kira 0,5 mm. Stadium ini berlangsung selama 4 hari. Stadium inter menstruum (Proliferasi) pada masa ini


(26)

endometrium tumbuh menjadi tebal ± 3,5 mm, kelenjar-kelenjarnya tumbuh lebih cepat dari jaringan lain. Stadium ini berlangsung ±5-14 hari dari hari pertama haid. Staduim pra menstruum (sekresi) pada stadium ini, endometrium tetap tebal, tetapi bentuk kelenjar berubah menjadi panjang dan berliku-liku serta mengeluarkan getah. Dalam endometrium telah tertimbun glikogen dan kapur yang diperlukan sebagai makanan untuk sel telur. Perubahan ini dilakukan untuk mempersiapkan endometrium dalam menerima sel telur (Syaifuddin, 2009).

Menarke biasanya terjadi tiga sampai delapan hari, namun rata-rata lima setengah hari. Dalam satu tahun setelah terjadinya menarke, ketidakteraturan menstruasi masih sering dijumpai. Ketidakteraturan menstruasi adalah kejadian biasa yang dialami oleh para remaja putri. Sekitar dua tahun setelah menarke akan terjadi ovulasi. Ovulasi tidak harus terjadi setiap bulan tetapi dapat terjadi setiap dua atau tiga bulan (Proverawati dan Misaroh, 2009).

2.4 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Usia Menarke

Kombinasi dari pengaruh genetik, fisik, emosional, dan lingkungan dapat mempengaruhi Usia menarke. Usia menarke anak cenderung mirip dengan usia menarke ibu. Anak perempuan dengan postur tubuh yang lebih besar dan payudaranya telah berkembang cenderung lebih banyak mendapatkan menstruasi lebih awal. Nutrisi juga merupakan faktor lainnya, karena sangat berperan dalam masa tumbuh kembang anak (Ellis & Graber, 2000 dalam Papalia, Old & Feldman, 2008).


(27)

2.4.1 Status Gizi

Status gizi seorang wanita akan sangat berpengaruh terhadap sistem reproduksinya. Kecukupan zat gizi diperlukan dalam proses pertumbuhan dan perkembangan tubuh. Jika terjadi kekurangan unsur gizi khususnya pada masa pra pubertas dapat memengaruhi pertumbuhan dan perkembangan seksual pada saat memasuki remaja. Bagi remaja wanita, status gizi sangat mempengaruhi terjadinya menarke, baik dari faktor usia terjadinya menarke, adanya keluhan-keluhan selama menarke maupun lamanya hari menarke. Secara psikologis wanita remaja yang pertama sekali mengalami haid akan mengeluhkan rasa nyeri dan kurang nyaman, tetapi pada beberapa remaja keluhan-keluhan tersebut tidak dirasakan, hal ini dipengaruhi oleh nutrisi yang adekuat yang dapat dikonsumsi (Sibagariang, 2010).

Nutrisi mempengaruhi kematangan seksual pada gadis yang mendapat menstruasi pertama lebih dini, mereka cenderung lebih berat dan lebih tinggi dibandingkan dengan mereka yang belum menstruasi pada usia yang sama. Sebaliknya pada gadis yang menstruasinya terlambat, beratnya lebih ringan dari pada yang sudah menstruasi pada usia yang sama walaupun tinggi badan mereka sama (Soetjiningsih, 2004). Hal ini sejalan dengan Penelitian yang dilakukan Munda, Wagey &Wantania (2013) mengenai hubungan indeks masa tubuh dengan usia menarke mendapatkan hubungan yang bermakna antara IMT dengan usia menarke.

Supriasa, Fajar, Bakri (2001) mengatakan bahwa status gizi berhubungan dengan keadaan lemak dalam tubuh. Semakin banyak penumpukan lemak,


(28)

semakin tinggi kadar leptin yang disekresikan dalam darah. Leptin ini berfungsi untuk pengatur jaringan syaraf, dan fungsi reproduksi. Pada fungsi reproduksi leptin ini berpengaruh terhadap metabolisme Gonadothropin Releazing Hormone

(GnRH). Pelepasan GnRH ini akan memengaruhi kematangan reproduksi yang selanjutnya memicu pengeluaran Folicle Stimulating Hormone (FSH) dan

Letuinizing Hormone (LH) di ovarium sehingga terjadi pematangan folikel dan pembentukan esterogen Status gizi remaja dapat ditentukan dengan melakukan pengukuran antopometri Indeks Massa Tubuh (IMT). Rumus penghitung IMT dapat dilihat pada tabel berikut ini

Tabel 2.1 Perhitungan Indeks Massa tubuh

Setelah hasil perhitungan IMT diketahui, gunakan tabel klasifikasi IMT/U untuk mengetahui status gizi remaja putri apakah sangat kurus, kurus, normal, gemuk, atau obesitas. Tabel Klasifikasi IMT dapat dilihat dalam tabel di bawah ini:

Tabel 2.2 Penggolongan Status Gizi dengan IMT/U untuk usia 6-18 tahun Riskesdas (2010)

IMT = _________Berat badan (Kg)________ Tinggi badan (m) X Tinggi badan (m)

Status IMT/U

Sangat kurus <-3 SD

Kurus -3 SD s/d <-2 SD

Normal -2 SD s/d +1 SD

Gemuk >1s/d+2 SD


(29)

2.4.2 Genetik

Usia menarke dipengaruhi oleh keturunan. Menurut Karapanou dan Papadimitriou, (2010) bukti untuk pengaruh keturunan didapati bahwa usia menarke ibu cenderung dapat memprediksi usia menarke anak. Didapati polimorfisme gen reseptor estrogen a (ERa) dapat mengubah aktivitas biologis pada tingkat seluler dan mempengaruhi kematangan aksis hipotalamus-pituitari-gonad, yang menentukan bermulanya menarke

Penelitian yang dilakukan Putri (2009) menyatakan bahwa terdapat hubungan bermakna antara usia menstruasi pertama ibu (genetik) dengan usia menarke responden. Hubungan ini diduga berkaitan dengan lokus yang mengatur estrogen yang diwariskan. Pada waktu terjadi kematangan seksual, seorang gadis mengikuti menstruasi pertama ibunya. Umur menarke ibu dapat mempengaruhi kecepatan pertumbuhan badan anak sehingga mempengaruhi waktu menarkenya.

Pengaruh genetik juga muncul dari ayah. Gen dapat menurunkan ekspresi karakteristik yang disebut alel. Setiap orang menerima sepasang alel, masing-masing satu dari setiap orang tua mereka. Ketika sepasang alel ini bersifat sama maka orang tersebut homozigot secara karakteristik dan ketika tidak sama maka orang tersebut heterozigot secara karakteristik. Pewarisan seseorang yang heterozigot untuk sifat tertentu akan dikontrol oleh alel yang dominan, dengan kata lain apabila keturunannya menerima 2 alel yang bertolak belakang hanya akan ada 1 dari mereka yang dominan yang akan di ekspresikan (Papalia, Old & Feldman, 2008). Ayah yang cenderung agresif, impulsif, dan matang secara seksual sebelum waktunya akan memiliki kecenderungan terhadap konflik


(30)

perkawinan dan penelantaran keluarga. Hal ini akan diturunkan kepada anak perempuannya karena diduga berasal dari gen yang sama, dimana anak perempuannya cenderung mendapat menarke lebih dini serta aktifitas seksual sebelum waktunya (Comings, 2002 dalam Papalia, et al., 2008).

Sebuah analisis genetik terhadap 121 pria dan 164 wanita yang tidak saling memiliki hubungan, yang difokuskan kepada variasi androgen reseptor (AR) terkait jenis kelamin, yang membawa kromosom x dari ayah yang dapat ditransisikan kepada anak perempuan, tetapi tidak kepada anak laki-laki karena anak laki laki hanya mewarisi kromosom y dari ayah, diperoleh bahwa pria dengan alel tersebut cenderung agresif, impulsif, dan matang secara seksual sebelum waktunya, sedangkan wanita dengan alel yang sama cenderung memiliki menarke dini (Comings, 2002 dalam Papalia, et al., 2008).

2.4.3 Status sosial ekonomi

Lingkungan sosial berpengaruh terhadap waktu terjadinya menarke. Salah satunya yaitu lingkungan keluarga yang harmonis dan adanya keluarga besar yang baik dapat memperlambat terjadinya menarke dini, sedangkan anak yang tinggal ditengah-tengah keluarga yang tidak harmonis dapat mengakibatkan terjadinya menarke dini. Selain itu ketidakhadiran seorang ayah ketika ia masih kecil (berusia < 7 tahun), adanya tindakan kekerasan seksual pada anak dan adanya konflik pada keluarga merupakan faktor yang berperan penting pada terjadinya menarke dini (Proverowati & Misaroh. 2009).

Bagi anak perempuan, lemahnya atau ketidakhadiran sosok ayah dalam hidupnya akan mendorong munculnya rasa tidak aman karena persepsi terhadap


(31)

tidak adanya perlindungan dalam kesehariannya. Hal ini mempengaruhi pandangannya terhadap lawan jenis, diri sendiri, dan dunia sekitarnya dan memacu anak mengalami pubertas yang lebih cepat, khususnya menarke.

Ellis (2002) menyatakan bahwa seorang ayah yang secara emosional memiliki hubungan positif dengan anak perempuannya sejak usia 5-7 tahun, anak nya akan lebih lambat mengalami pubertas serta menstruasi. Hal ini disebabkan anak tersebut terlatih dengan sosok laki-laki yang diisi oleh ayahnya. Secara ilmiah dapat dijelaskan bahwa anak perempuan terlatih menerima sensasi

pheromones, yakni hormon yang dihasilkan oleh kelenjar manusia yang member respon seksual terhadap lawan jenis. Hormone ini lah yang menimbulkan rasa suka, cinta dan membangkitkan gairah seksual terhadap lawan jenis.

Studi longitudinal menyatakan bahwa hubungan dengan ayah bisa jadi merupakan kunci dari penentuan waktu terjadinya puber. Anak perempuan yang memiliki relasi yang dekat dan suportif dengan orang tua mereka terutama dengan ayah, menunjukkan perkembangan pubertas yang lebih lamban dibandingkan anak perempuan dengan hubungan yang dingin atau berjarak, atau mereka yang dibesarkan oleh ibu tunggal (Ellis, 1999 dalam Papalia, et al., 2008).

Anak perempuan yang dekat dengan ayah lebih lambat mengalami pubertas dan menstruasi. Masa pubertas banyak disokong oleh kematangan organ seksual anak. Seorang anak yang tidak begitu dekat dengan ayah, tidak akan terbiasa dengan sosok laki-laki. Sehingga ketika ada teman laki-laki yang dekat, ia merasakan sensasi yang tidak sewajarnya. Ia akan memberikan sinyal kewanitaan dengan sikap genit kepada lawan jenis. Kondisi tersebut mempermudah


(32)

kematangan organ seksual anak, sehingga ia cepat mengalami menstruasi (Ellis, 2002).

Efek psikologis masa terjadinya pubertas tergantung kepada bagaimana remaja tersebut dan orang disekitarnya menginterprestasikan perubahan yang menyertai hal tersebut. Namun menarke dini sering dengan dihubungkan dengan depresi dan perilaku kekerasan pada anak (Stice, Presnell & Bearman, 2001 dalam papalia, et al., 2008).

Status sosial ekonomi berhubungan dengan penghasilan orang tua perbulan. Penghasilan orang tua dapat digolongkan menjadi rendah dan tinggi sesuai dengan upah minimum yang telah ditetapkan diprovinsi. Berdasarkan keputusan Gubernur Sumatera Utara maka Upah Minimum Provinsi (UMP) yang telah ditetapkan ialah Rp 1.650.000.

Penghasilan orang tua berhubungan dengan gaya hidup dan kondisi psikologis remaja, dengan penghasil orang tua yang lebih tinggi akan meningkat daya beli dan gaya hidup keseharian. Remaja dalam kondisi keadaan sosial ekonomi orang tua yang tinggi akan di penuhi kebutuhan keseharian seperti fasilitas akses informasi dari media massa (elektronik dan cetak) sehingga remaja memperoleh informasi yang lebih terbuka, kebutuhan akan makanan bergizi, kecendrungan mengkonsumsifast fooddan soft drink(Rofiatul 2013).

Studi di India mengatakan bahwa remaja putri dengan status sosial ekonomi tinggi lebih awal 3 tahun untuk mencapai menarke dari remaja putri dengan status sosial ekonomi rendah (Proverowati & Misaroh, 2009).


(33)

Nyoman, Bakri, dan Fajar (2001) mengemukakan bahwa faktor sosial ekonomi ikut mempengaruhi pertumbuhan anak. Faktor sosial ekonomi tersebut meliputi pendidikan, pekerjaan, dan pendapatan keluarga. Faktor ini akan berinteraksi satu dengan yang lainnya sehingga mempengaruhi masukan zat gizi anak yang pada akhirnya ketersediaan zat gizi pada tingkat seluler rendah akan mengakibatkan pertumbuhan anak terganggu.

2.4.4 Keterpaparan terhadap media informasi orang dewasa

Pada saat ini seorang anak cenderung mengalami pubertas dalam usia yang lebih dini. Di Amerika Serikat sendiri, banyak anak yang sudah mencapai usia pubertas pada usia 7 tahun. Salah satu kemungkinan faktor penyebabnya adalah semakin banyaknya tontonan di televisi yang merubah keseimbangan hormonal dalam tubuh sehingga mendorong terjadinya pubertas yang lebih awal (Proverowati & Misaroh, 2009).

Faktor penyebab menarke juga disebabkan rangsangan dari luar. Rangsangan tersebut berupa film film seks, buku-buku bacaan dan majalah majalah bergambar seks yang umumnya untuk kalangan dewasa, godaan dan rangsangan dari kaum pria, pengamatan secara langsung terhadap perbuatan seksual yang diduga dapat memperlambat atau mempercepat usia menarke (Kartono, 1992).

Rangsangan audio visual baik berasal dari percakapan maupan tontonan dari film-film atau internet berlabel dewasa, atau mengumbar sensualitas dapat menjadi penyebab menarke yang lebih awal. Rangsangan dari telinga dan mata


(34)

tersebut kemudian merangsang sistem reproduksi dan genital untuk lebih cepat matang (Proverowati & Misaroh, 2009).

Keterpaparan media informasi orang dewasa ini berupa media cetak dan media elektronik, maupun keterpaparan secara langsung seperti mendapatkan penyuluhan untuk orang dewasa misalnya penyuluhan tentang kesehatan reproduksi.

Dikatakan terpapar media cetak apabila pernah membaca buku bacaan/tabloid/majalah/koran untuk orang dewasa, tidak terpapar apabila tidak pernah membaca buku bacaan/tabloid/majalah/koran untuk orang dewasa. Dikatakan terpapar media elektronik apabila menonton televisi untuk jam tayang dewasa lebih dari 3 kali dalam seminggu dan pernah menonton film/VCD/DVD yang dapat membangkitkan gairah seksual (Matondang, 2003 dalam Putri 2009), serta pernah mendengar cerita yang dapat membangkitkan gairah seksual baik dari radio maupun dari temannya. Menurut Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) ketentuan untuk jam tayang dewasa adalah pukul 22.00-03.00 WIB, karena itu sebaiknya anak remaja menonton televisi di bawah jam 22.00 WIB


(35)

1. Kerangka Konseptual

Faktor faktor yang mempengaruhi usia menarke yang menjadi variabel independen dalam penelitian ini adalah status gizi, genetik, sosial ekonomi, keterparparan media informasi orang dewasa. Kerangka konsep pada penelitian dapat digambarkan dalam skema berikut

Skema 3.1 Kerangka Konseptual Status Gizi

Genetik

1. Usia Menarke Ibu 2. Sifat ayah yang

agresif dan impulsif

Sosial Ekonomi 1. Kehadiran ayah semasa

kecil

2. Kedekatan dengan ayah

3. Pendidikan orang tua 4. Pekerjaan orang tua 5. Penghasilan orang tua

Usia Menarke

Keterpaparan Media Informasi dewasa


(36)

2. Defenisi Operasional

Tabel 3.2 Definisi Operasional, Alat Ukur, Cara Ukur, Hasil Ukur dan Skala Ukur Penelitian

Variabel Definisi Operasional

Cara Ukur Alat Ukur Hasil Ukur Skala Usia menarke Usia kejadian

menstruasi pertama kali yang dialami oleh seorang remaja putri

pengisian kuesioner

Kuesioner 1. cepat: <12 tahun 2. normal:

12-15 tahun 3. lambat: >15

tahun

ordinal

Status gizi keadaan Gizi responden yang dihitung

menurut IMT, yakni

perbandingan antara BB dengan ( TB)²

pengukuran antopometri (BB dan TB)

1. Timbangan injak (secca) 2. Microtoise

3. Tabel IMT/U

1. Sangat kurus. <- 3 SD

2. Kurus, -3 SD s/d <-2 SD

3. Normal, -2 SD s/d +2 SD

4. Gemuk, > +2 SD

ordinal

Genetik 1.Usia menarke ibu

Usia saat menstruasi pertama yang dialami oleh ibu responden

pengisian kuesioner

Kuisioner 1.cepat: <12 tahun

2.normal: 12-15 tahun 3.lambat: >15

tahun ordinal 2.Sifat agresif & impulsif ayah Penelantaran dan pertengkaran yang dilakukan ayah terhadap keluarga

selama masa pernikahan

pengisian kuisioner

Kuisioner 1. ada

2. Tidak ada

nominal Sosial Ekonomi 1. kehadiran ayah semasa kecil Keberadaan sosok ayah biologis

sewaktu

responden usia 1-7 tahun

pengisian kuisioner

Kuisioner 1. Ya

2. Tidak


(37)

2 Kedekatan Dengan Ayah

Hubungan yang positif antara ayah dan responden

Pengisian kuisioner

Kuisioner 1. Ya

2. Tidak

Nominal

3. Pendidikan orang tua

pendidikan formal terakhir yang ditamatkan oleh orang tua responden

pengisian kuesioner

Kuesioner 3 Tinggi: SMA/Sede rajat, Diploma/P erguruan Tinggi 4 Rendah: tamat SD/sederaj at, SMP/seder ajat ordinal 4. Pekerjaan orang tua

Jenis pekerjaan utama yang dilakukan oleh orang tua responden untuk memperoleh penghasilan pengisian kuesioner

kuesioner 1. PNS/ BUMN 2. Dosesn/ Guru 3. TNI/Polri 4. Wiraswast a/Pegawai Swasta 5. Lain-lain nominal

5 . penghasilan orang tua

Hasil rata-rata penghasilan ayah dan ibu responden selama satu bulan

pengisian kuesioner

kuesioner 1.rendah : < Rp

1.650.000 2.tinggi : > Rp

1.650.000

ordinal

media informasi

riwayat pernah/ tidak responden terpapar

terhadap media informasi dewasa baik media

elektronik maupun media cetak

pengisian kuesioner

kuesioner 1. terapar, jika skor 4-6 2. tidak terpapar, jika skor 1-3 ordinal


(38)

1. Desain Penelitian

Penelitian ini menggunakan desain penelitian deskriptif korelasi dengan pendekatan potong lintang (cross sectional) yaitu observasi dan pengukuran variabel independen dan dependen dilakukan pada satu waktu, setiap subjek hanya dikenai satu kali pengukuran tanpa dilakukan tindak lanjut (Suryono, 2008). Variabel dependen dalam penelitian ini adalah usia menarke sedangkan variabel independennya adalah status gizi, genetik, status sosial ekonomi dan keterpaparan media informasi orang dewasa pada siswi SMP Negeri 30 Medan.

2. Populasi dan sampel 2.1 Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswi SMP Negeri 30 yang terdiri dari siswi kelas VII, VIII, IX sebanyak 444 orang.

2.2 Sampel

Arikunto (2006) mengatakan bahwa penentuan jumlah sampel dapat didasarkan pada persentase dari besarnya subjek penelitian. Bila subjeknya kurang dari 100 sebaiknya diambil semua, tetapi bila jumlah subjek besar dapat diambil antara 10-15% atau 20-25 % tergantung kemampuan peneliti dilihat dari waktu, tenaga, dana serta luas wilayah pengamatan. Karena itu dalam penelitian ini peneliti akan mengambil sampel sebanyak 20 % dari populasi, yaitu 20 % dari 444 siswi sebanyak 89 responden, namun pada penelitian ini peneliti


(39)

Pemilihan sampel dilakukan dengan menggunakan purposive sampling dengan kriteria inklusi yaitu Siswi yang telah mengalami menarke dan bersedia menjadi responden.

3. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di SMP Negeri 30 Medan dengan pertimbangan lokasi yang dapat dijangkau oleh peneliti, jumlah responden yang memadai, efesiensi waktu dan biaya. Penelitian dilakukan mulai bulan september 2014 sampai bulan juni 2015.

4. Pertimbangan Etik

Penelitian ini dilakukan setelah mendapat izin dari komite etik Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara dan mengirimkan surat ke Dinas Pendidikan Kota Medan untuk dapat memberikan surat izin melakukan penelitian di SMP Negeri 30 Medan. Setelah mendapat surat izin dari Dinas Pendidikan Kota Medan, peneliti mengirimkan surat tersebut ke SMP Negeri 30 Medan sebagai tempat penelitian. Setelah mendapat persetujuan dari Kepala Sekolah peneliti mulai mengumpulkan data dengan memberikan lembar persetujuan (informed consent) kepada responden yang akan diteliti. Sebelum responden mengisi dan menandatangani lembar persetujuan, peneliti menjelaskan maksud, tujuan, prosedur penelitian dan penelitian ini bersifat sukarela sesuai dengan ketentuan yang berlaku tanpa adanya tekanan baik secara fisik maupun psikologis. Peneliti menanyakan kesediaan responden untuk berpartisipasi dalam penelitian dengan menandatangani lembar persetujuan tersebut atau bersedia secara lisan.


(40)

Jika responden tidak bersedia, maka peneliti tidak memaksa dan menghormati keputusannya (self determination).

Untuk menjaga kerahasiaan responden, peneliti hanya mencantumkan kode dan inisial pada masing-masing lembar kuesioner. Kerahasiaan informasi yang akan diberikan oleh responden akan dijamin dalam peneltian ini, dan data yang diperoleh dalam peneltian ini hanya digunakan untuk kepentingan penelitan (Confidentiality).

5. Instrumen Penelitian

Instrumen yang digunakan dalam peneitian ini adalah kuesioner, timbangan berat badan dan microtoise. Kuesioner digunakan untuk mengumpulkan data responden meliputi, karakteristik responden (kelas, Usia, Usia menarke), status gizi ( terdiri dari 4 pertanyaan yang diisi oleh peneliti setelah melakukan pengukuran antopometri), Genetik responden (pertanyaan nomor 1 dan 2) status sosial ekonomi (pertanyaan nomor 3,4,5,6,7) dan keterpaparan media informasi orang dewasa (pertanyaan nomor 8,9,10,11,12,13).

6. Validitas dan Reabilitas

Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat kevalidan suatu instrumen. Suatu instrumen dikatakan valid apabila mampu mengukur apa yang diinginkan. Kuesioner telah diuji menggunakan uji validitas isi.dengan nilai CVI 0,83 maka dapat dinyatakan kuesioner telah valid.

Reliabilitas dilakukan untuk mengetahui seberapa besar derajat alat ukur dapat mengukur secara konsisten objek yang akan diukur. Alat ukur yang baik adalah alat ukur yang memberikan hasil yang sama bila digunakan beberapa kali


(41)

pada kelompok sampel. Uji reliabilitas akan dilakukan pada 30 responden diluar sampel yang memenuhi kriteria menggunakan uji KR 21 dengan nilai r 0,74 maka instrumen dinyatakan reliabel.

7. Pengumpulan Data

Pengumpulan data yang diakukan dengan mengirimkan surat ke Dinas Pendidikan Kota Medan untuk dapat memberikan surat izin melakukan penelitian di SMP Negeri 30 Medan. Setelah mendapat surat izin dari Dinas Pendidikan Kota Medan, peneliti mengirimkan surat tersebut ke SMP Negeri 30 Medan sebagai tempat penelitian. Peneliti kemudian melakukan koordinasi dengan kepala sekolah mengenai jadwal pelaksanaan penelitian, selanjutnya peneliti mulai mengumpulkan data ke kelas-kelas dengan terlebih dahulu meminta persetujuan pada guru yang mengajar di kelas tersebut.

8. Analisa Data

Proses analisa data dimulai dengan editing yaitu memeriksa data hasil pengisian kuesioner apakah terdapat kekeliruan atau tidak adanya pengisian. Setelah proses editing selesai, tahap selanjutnya adalah proses coding yaitu mengklasifikasikan data yang didapat dengan memberikan kode atau tanda berupa angka pada masing- masing kategori. Selanjutnya adalah scoring yaitu pemberian nilai kepada setiap jawaban dari responden sesuai ketentuan pada aspek pengukuran. Tahap berikutnya adalah memasukan data ke perangkat lunak komputer. Data yang telah diperoleh, ditabulasikan, diolah dan disajikan dalam bentuk statistik deskriptif univariat dan bivariat. Analisis univariat dilakukan untuk mendapatkan gambaran frekuensi masing-masing variabel penelitian yaitu


(42)

usia menarke, status gizi, genetik, status sosial ekonomi, dan keterpaparan media informasi dewasa. Analisis bivariat digunakan untuk melihat hubungan antara variabel independen dan variabel dependen dengan menggunakan analisis uji chi square.


(43)

1. Hasil Penelitian

Pada bab ini akan diuraikan data hasil penelitian dan pembahasan mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi usia menarke yang diperoleh dari pengumpulan data terhadap 100 orang siswi SMP Negeri 30 Medan. Penelitian ini dilakukan pada tanggal 30 april sampai 9 mei 2015. Penyajian data penelitian ini meliputi deskriptif karakteristik responden, analisis univariat, dan analisis bivariat.

1.1 Karakteristik Responden

Pada penelitian ini jumlah responden sebanyak 100 orang. Adapun karakteristik responden yang akan dipaparkan meliputi kelas, usia, dan usia menarke.

Data yang diperoleh berdasarkan kelompok kelas, distribusi responden terbanyak pada kelompok kelas 7 yaitu sebanyak 34 %. Berdasarkan usia, diketahui bahwa rata-rata usia responden ialah 13.4 tahun dengan simpangan baku 0,94. Distribusi responden terbanyak ialah pada kelompok umur 13 tahun sebanyak 36 % dan terendah pada kelompok umur 15 tahun sebanyak 12 %. Berdasarkan usia menarke, diketahui bahwa rata-rata usia menarke responden ialah 12 tahun dengan simpangan baku 0.90. Usia menarke termuda pada usia 10 tahun dan tertua pada usia 14 tahun. Distribusi responden terbanyak ialah pada


(44)

kelompok usia menarke 12 tahun sebanyak 47 %, dan terendah pada kelompok usia menarke 10 tahun sebanyak 4 %.

Tabel 5.1 Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Karakteristik Responden Frekuensi (n) Persentase (%) Kelas 7 8 9 Umur 12 13 14 15 Usia Menarke 10 11 12 13 14 34 33 33 19 36 33 12 4 23 47 21 5 34 33 33 19 36 33 12 4 23 47 21 5

1.2 Analisis Univariat

Analisis univariat dilakukan untuk melihat gambaran distribusi frekuensi dari seluruh variabel yang diteliti meliputi usia menarke, status gizi, genetik, status sosial ekonomi, dan keterpaparan media informasi dewasa

1.2.1Gambaran Usia Menarke Responden

Berdasarkan pengelompokan usia menarke yang dikelompokan menjadi 3 yaitu cepat (usia <12 tahun), normal (usia 12-15 tahun) dan lambat (usia >15


(45)

tahun), menunjukan distribusi responden terbanyak pada kelompok usia menarke normal yaitu sebanyak 73 %.

Tabel 5.2 Distribusi frekuensi pengelompokan usia menarke responden Usia menarke Frekuensi

(n) Persentase (%) Cepat Normal Lambat 27 73 0 27 73 0

Total 100 100

1.2.2 Gambaran Status Gizi Responden

Untuk melihat status gizi responden digunakan pengukuran antopometri indeks masa tubuh menurut kemenkes, 2010. Sebaran gizi responden berdasarkan IMT/U terbanyak pada status gizi normal yaitu 85% sedangkan yang berstatus gizi kurus hanya 2%.

Tabel 5.3 Distribusi frekuensi status gizi responden Status Gizi Frekuensi

(n) Persentase (%) Kurus Normal Gemuk 2 85 13 2 85 13

Total 100 100

1.2.3 Gambaran Genetik Responden

Faktor genetik dilihat dari usia menarke ibu dan genetik turunan dari ayah. Usia menarke ibu adalah usia dimana ibu responden pertama kali mendapatkan menstruasi. Distribusi responden berdasarkan usia menarche ibu yang terbanyak adalah pada usia normal, yaitu sebanyak 90 % dan yang terendah pada usia lambat


(46)

sebanyak 4%. Distribusi responden berdasarkan genetik dari ayah berada pada kategori tidak ada sebanyak 90% sedangkan kategori ada sebanyak 10%.

Tabel 5.4 Distribusi frekuensi genetik responden

1.2.4 Status Sosial Ekonomi

Status sosial ekonomi meliputi keberadaan ayah semasa kecil, kedekatan responden dengan ayah, pendidikan orang tua, pekerjaan orang tua dan penghasilan orang tua. Distribusi responden berdasarkan kehadiran ayah semasa kecil sebanyak 91% adanya kehadiran ayah semasa kecil, sedangkan ketidakhadiran ayah semasa kecil sebanyak 9%. Distribusi responden berdasarkan kedekatan dengan ayah sebanyak 32% menyatakan lebih dekat dengan ayah dari pada ibu, sebaliknya 68% lebih dekat dengan ibu dari pada ayah. Distribusi responden berdasarkan pendidikan orang tua sebanyak 79% dalam kategori pendidikan tinggi dan 21% pendidikan rendah. Distribusi responden berdasarkan pekerjaan orang tua terbanyak ialah bekerja sebagai wirasswasta/ pegawai swasta sebanyak 46%, sebaliknya terendah bekerja sebagai dosen/guru sebanyak 2%.

Genetik Frekuensi

(n)

Persentase (%) Usia Menarke Ibu

Cepat Normal Lambat

Sifat ayah yang agresif dan impulsif Ada Tidak Ada 6 90 4 10 90 6 90 4 10 90


(47)

Distribusi responden berdasarkan penghasilan orang tua pada penghasilan tinggi sebanyak 67% dan penghasilan rendah 33%.

Tabel 5.5 Distribusi frekuensi status sosial ekonomi responden

1.2.5 Keterpaparan Media Informasi Dewasa

Keterpaparan media informasi dewasa ialah keterpaparan responden terhadap media informasi yang diperuntukan bagi orang dewasa berupa media

Sosial Ekonomi Frekuensi (n)

Persentase (%) Ketidakhadiran

ayah semasa kecil

Ya Tidak Kedekatan dengan Ayah Ya Tidak

Pendidikan Orang Tua

Tinggi Rendah

Pekerjaan Orang Tua

PNS/BUMN Dosesn/ Guru TNI/Polri Wiraswasta/Pegawai Swasta Lain-lain

Penghasilan Orang Tua

Tinggi Rendah 9 91 32 68 79 21 14 2 4 46 34 67 33 9 91 32 68 79 21 14 2 4 46 34 67 33


(48)

Tabel 5.6 Distribusi frekuensi keterpaparan media informasi dewasa responden

Keterpaparan Media Informasi Dewasa

Frekuensi (n)

Persentase (%)

Terpapar tidak terpapar

7 93

7 93

Total 100 100

1.3 Analisis Bivariat

Analisis bivariat dilakukan untuk melihat hubungan antara variabel independen (status gizi, genetik, sosial ekonomi, dan keterpaparan media informasi dewasa) dengan variabel dependen (usia menarke).

1.3.1 Hubungan Status Gizi dengan Usia Menarke Responden

Berdasarkan hasil penelitian status gizi, terdapat 3 kategori status gizi yaitu status gizi kurus, normal dan gemuk. Namun karena terdapat nilai harapan kurang dari 5 lebih dari 20 % maka tidak dapat memenuhi syarat untuk dilakukan uji chi-square, sehingga dilakukan uji alternatif dengan penggabungan sel, yaitu dengan menggabungkan kategori status gizi kurus dan gemuk menjadi 1 sel, sehingga dapat dilakukan uji chi-square. Setelah dilakukan uji chi-square

hubungan antara status gizi dengan usia menarke menunjukkan bahwa responden yang memiliki usia menarke cepat dengan status gizi normal sebanyak 23%, responden yang memiliki usia menarke cepat dan status gizi kurus dan gemuk ada sebanyak 4%. Responden yang memiliki usia menarke normal dengan status gizi normal ada sebanyak 62% dan responden yang memiliki usia menarke normal dengan status gizi kurus dan gemuk ada sebanyak 11%


(49)

Tabel 5.7 Hubungan status gizi dengan usia menarke responden Status

Gizi

Usia Menarke Total p

Cepat Normal

N % n % n %

Normal Kurus dan Gemuk 23 4 23 4 62 11 62 11 85 15 85 15 1,000

Total 27 27 73 73 100 100

Berdasarkan hasil uji statisticchi-squaredidapatp value1,000 ( > α 0,05), maka dapat disimpulkan tidak ada perbedaan proporsi kejadian menarke antara status gizi dengan usia menarke responden (tidak ada hubungan yang signifikan antara status gizi dengan status menarke).

1.3.2 Hubungan Genetik Dengan Usia Menarke Responden

1. Hubungan Usia Menarke Ibu dengan Usia Menarke Responden

Berdasarkan hasil penelitian usia menarke ibu, terdapat 3 kategori yaitu usia cepat, normal dan lambat. Namun karena terdapat nilai harapan kurang dari 5 lebih dari 20 % maka tidak dapat memenuhi syarat untuk dilakukan uji chi-square, sehingga dilakukan uji alternatif dengan penggabungan sel, yaitu dengan menggabungkan kategori usia lambat dan normal menjadi 1 sel, sehingga dapat dilakukan uji chi-square. Setelah dilakukan uji chi-square hubungan antara usia menarke ibu dengan usia menarke responden menunjukkan bahwa responden yang memiliki usia menarke cepat dengan usia menarke ibu cepat ada sebanyak 5%, responden yang memiliki usia menarke cepat dengan usia menarke ibu normal dan lambat ada sebanyak 22%. Responden yang memiliki usia menarke normal dengan usia menarke ibu cepat ada sebanyak 1% dan responden yang memiliki usia menarke normal dengan usia menarke ibu normal dan lambat ada


(50)

Tabel 5.8 Hubungan usia menarke ibu dengan usia menarke responden Usia

Menarke Ibu

Usia Menarke Total p

Cepat Normal

n % N % n %

Cepat Normal dan lambat

5 22

5 22

1 72

1 72

6 94

6 94

0.005

Total 27 27 73 73 100 100

Berdasarkan hasil uji statistic chi-squaredidapatp value 0,005 (< α 0,05), maka dapat disimpulkan ada perbedaan proporsi kejadian antara usia menarke ibu dengan usia menarke responden (ada hubungan yang signifikan antara usia menarke ibu dengan usia menarke responden).

2. Hubungan Sifat ayah yang agresif dan impulsif dengan Usia Menarke Responden

Setelah dilakukan uji chi-square hubungan antara Sifat ayah yang agresif dan impulsif dengan usia menarke responden menunjukkan bahwa responden yang memiliki usia menarke cepat dengan genetik dari ayah ada sebanyak 7%, responden yang memiliki usia menarke cepat tanpa genetik dari ayah ada sebanyak 20%. Responden yang memiliki usia menarke normal dengan genetik dari ayah ada sebanyak 3% dan responden yang memiliki usia menarke normal tanpa genetik dari ayah ada sebanyak 70%.


(51)

Tabel 5.9 Hubungan Sifat ayah yang agresif dan impulsif dengan usia menarke responden Sifat ayah yang agresif dan impulsif

Usia Menarke Total p

Cepat Normal

n % N % N %

Ada Tidak Ada 7 20 7 20 3 70 3 70 10 90 10 90 0.004

Total 27 27 73 73 100 100

Berdasarkan hasil uji statistic chi-squaredidapatp value 0,004 (< α 0,05), maka dapat disimpulkan ada perbedaan proporsi kejadian antara Sifat ayah yang agresif dan impulsif dengan usia menarke responden (ada hubungan yang signifikan antara Sifat ayah yang agresif dan impulsif dengan usia menarke responden).

1.3.3 Hubungan Status Ekonomi dengan Usia Menarke Responden

1. Hubungan ketidakhadiran Ayah Semasa Kecil dengan Usia Menarke Responden

Setelah dilakukan uji chi-square hubungan antara ketidakhadiran ayah semasa kecil dengan usia menarke responden menunjukkan bahwa responden yang memiliki usia menarke cepat dengan ketidakhadiran ayah semasa kecil ada sebanyak 3%, responden yang memiliki usia menarke cepat dengan kehadiran ayah semasa kecil ada sebanyak 24%. Responden yang memiliki usia menarke normal dengan ketidakhadiran ayah semasa kecil ada sebanyak 6% dan responden yang memiliki usia menarke normal dengan kehadiran ayah semasa kecil ada sebanyak 67%.


(52)

Tabel 5.10 Hubungan ketidakhadiran ayah dengan usia menarke responden Ketidakhadiran

Ayah Semasa Kecil

Usia Menarke Total p

Cepat Normal

n % n % n %

Ya Tidak 3 24 3 24 6 67 6 67 91 9 91 9 0.699

Total 27 27 73 73 100 100

Berdasarkan hasil uji statisticchi-squaredidapatp value0,669 ( > α 0,05), maka dapat disimpulkan tidak ada perbedaan proporsi kejadian ketidakhadiran ayah semasa kecil dengan usia menarke responden (tidak ada hubungan yang signifikan antara ketidakhadiran ayah semasa kecil dengan usia menarke responden).

2. Hubungan Kedekatan dengan Ayah dengan Usia Menarke Responden

Setelah dilakukan uji chi-squarehubungan antara Kedekatan dengan Ayah dengan usia menarke responden menunjukkan bahwa responden yang memiliki usia menarke cepat dan memiliki hubungan yang lebih dekat dengan ayah dari pada ibu ada sebanyak 6%, responden yang memiliki usia menarke cepat dan tidak memiliki hubungan yang lebih dekat dengan ayah ada sebanyak 21%. Responden yang memiliki usia menarke normal dan memiliki hubunngan yang lebih dekat dengan ayah ada sebanyak 26% dan responden yang memiliki usia menarke normal dan tidak memiliki hubungan yang lebih dekat dengan ayah ada sebanyak 47%.


(53)

Tabel 5.11 Hubungan kedekatan dengan ayah dengan usia menarke responden

Kedekatan dengan

Ayah

Usia Menarke Total p

Cepat Normal

N % n % n %

Ya Tidak 6 21 6 21 26 47 26 47 32 68 32 68 0.301

Total 27 27 73 73 100 100

Berdasarkan hasil uji statistic chi-squaredidapatp value 0,301( > α 0,05), maka dapat disimpulkan tidak ada perbedaan proporsi kejadian kedekatan dengan ayah dengan usia menarke responden (tidak ada hubungan yang signifikan antara kedekatan dengan ayah semasa kecil dengan usia menarke responden).

3. Hubungan Pendidikan Orang Tua dengan Usia Menarke Responden

Setelah dilakukan uji chi-square hubungan antara pendidikan orang tua dengan usia menarke responden menunjukkan bahwa responden yang memiliki usia menarke cepat dengan pendidikan orang tua tinggi ada sebanyak 5%, responden yang memiliki usia menarke cepat dengan pendidikan orang tua rendah ada sebanyak 22%. Responden yang memiliki usia menarke normal dengan pendidikan orang tua tinggi ada sebanyak 16% dan responden yang memiliki usia menarke normal dengan pendidikan orang tua rendah ada sebanyak 57%.

Tabel 5.12 Hubungan pendidikan orang tua dengan usia menarke responden Pendidikan

Orang Tua

Usia Menarke Total p

Cepat Normal

N % n % n %

Tinggi Rendah 5 22 5 22 16 57 16 57 21 79 21 79 0.925


(54)

Berdasarkan hasil uji statisticchi-squaredidapatp value0,925 ( > α 0,05), maka dapat disimpulkan tidak ada perbedaan proporsi kejadian pendidikan orang tua dengan usia menarke responden (tidak ada hubungan yang signifikan antara pendidikan orang tua dengan usia menarke responden).

4. Hubunngan Pekerjaan Orang Tua dengan Usia Menarke Responden

Berdasarkan hasil penelitian ,pekerjaan orang tua dibagi menjadi 5 kategori yaitu PNS/BUMN, Dosen/Guru TNI/POLRI, Wiraswata/Pegawai swasta dan lain-lain. Namun karena terdapat nilai harapan kurang dari 5 lebih dari 20 % maka tidak dapat memenuhi syarat untuk dilakukan uji chi-square, sehingga dilakukan uji alternatif dengan penggabungan sel yaitu dengan menggabungkan 5 kategori tersebut menjadi 2 kategori yaitu kategori PNS/BUMN/Dosen/Guru/TNI/Polri dan katregori bukan PNS/BUMN/Dosen/Guru/TNI/Polri, sehingga dapat dilakukan uji chi-square. Setelah dilakukan ujichi-squarehubungan antara pekerjaan orangtua dengan usia menarke menunjukkan bahwa responden yang memiliki usia menarke cepat dengan pekerjaan orang tua PNS/BUMN/Dosen/Guru/TNI/Polri ada sebanyak 5%, responden yang memiliki usia menarke cepat dengan pekerjaan orang tua bukan PNS/BUMN/Dosen/Guru/TNI/Polri ada sebanyak 22%. Responden yang memiliki usia menarke normal dengan pekerjaan orang tua PNS/BUMN/Dosen/Guru/TNI/Polri ada sebanyak 15% dan responden yang memiliki usia menarke normal pekerjaan orang tua PNS/BUMN/Dosen/Guru/TNI/Polri ada sebanyak 58%.


(55)

Tabel 5.13 Hubungan pekerjaan orang tua dengan usia menarke responden

Pekerjaann Orang Tua

Usia Menarke Total p

Cepat Normal

n % n % n %

PNS/BUMN/Dosen/Guru/TNI/Polri Bukan PNS/BUMN/Dosen/Guru/TNI/Polri 5 22 5 22 15 58 15 58 20 80 20 80 1.000

Total 27 27 73 73 100 100

Berdasarkan hasil uji statisticchi-squaredidapatp value1.000 ( > α 0,05), maka dapat disimpulkan tidak ada perbedaan proporsi kejadian Pekerjaan orang tua dengan usia menarke responden (tidak ada hubungan yang signifikan antara pekerjaann orang tua dengan usia menarke responden).

5. Hubungan Penghasilan Orang Tua dengan Usia Menarke Responden

Setelah dilakukan uji chi-square hubungan antara penghasilan orangtua dengan usia menarke menunjukkan bahwa responden yang memiliki usia menarke cepat dengan penghasilan orang tua tinggi ada sebanyak 21%, responden yang memiliki usia menarke cepat dengan penghasilan orang tua rendah ada sebanyak 6%. Responden yang memiliki usia menarke normal dengan penghasilan orang tua tinggi ada sebanyak 46% dan responden yang memiliki usia menarke normal dengan penghasilan orang tua rendah ada sebanyak 27%.

Tabel 5.14 Hubungan penghasilan orang tua dengan usia menarke responden Penghasilan

Orang Tua

Usia Menarke Total P

Cepat Normal

N % n % n %

Tinggi Rendah 21 6 21 6 46 27 46 27 67 33 21 33 0.248


(56)

Berdasarkan hasil uji statisticchi-squaredidapatp value0,248 (> α 0,05), maka dapat disimpulkan tidak ada perbedaan proporsi kejadian penghasilan orang tua dengan usia menarke responden (tidak ada hubungan yang signifikan antara penghasilan orang tua dengan usia menarke responden).

1.3.4 Hubungan Keterpaparan Media Informasi dewasa dengan Usia Menarke Responden

Setelah dilakukan uji chi-square hubungan antara keterpaparan media informasi dewasa dengan usia menarke menunjukkan bahwa responden yang memiliki usia menarke cepat dan terpapar media informasi dewasa ada sebanyak 3%, responden yang memiliki usia menarke cepat dan tidak terpapar media informasi dewasa ada sebanyak 24%. Responden yang memiliki usia menarke normal dan terpapar media informasi dewasa ada sebanyak 4% dan responden yang memiliki usia menarke normal dan tidak terpapar ada sebanyak 69%.

Tabel 5.15 Hubungan keterpaparan media informasi dewasa dengan usia menarke responden

Berdasarkan hasil uji statisticchi-squaredidapatp value0,384 ( > α 0,05), maka dapat disimpulkan tidak ada perbedaan proporsi kejadian keterpaparan media informasi dewasa dengan usia menarke responden (tidak ada hubungan

Keterpaparan Media Informasi

Dewasa

Usia Menarke Total p

Cepat Normal

N % n % n %

Terpapar Tidak Terpapar 3 24 3 24 4 69 4 69 7 93 7 93 0.384


(57)

yang signifikan antara keterpaparan media informasi dewasa dengan usia menarke responden).

2. Pembahasan

2.1 Status gizi dan usia menarke responden

Hasil penelitian yang dilakukan terhadap 100 responden dengan uji statistik chi-square didapat nilai p 0,744 yang berarti tidak ada hubungan yang signifikan antarara status gizi dengan usia menarke.

Kecukupan zat gizi diperlukan dalam proses pertumbuhan dan perkembangan tubuh. Jika terjadi kekurangan unsur gizi khususnya pada masa pra pubertas dapat memengaruhi pertumbuhan dan perkembangan seksual pada saat memasuki usia remaja. Status gizi berhubungan dengan keadaan lemak dalam tubuh. Semakin banyak penumpukan lemak, semakin tinggi kadar leptin yang disekresikan dalam darah. Leptin ini berfungsi untuk pengatur jaringan syaraf, dan fungsi reproduksi. Nutrisi mempengaruhi kematangan seksual pada gadis yang mendapat menstruasi pertama lebih dini, mereka cenderung lebih berat dan lebih tinggi dibandingkan dengan mereka yang belum menstruasi pada usia yang sama. Sebaliknya pada gadis yang menstruasinya terlambat, beratnya lebih ringan dari pada yang sudah menstruasi pada usia yang sama walaupun tinggi badan mereka sama.

Hasill penelitian ini sejalan dengan penelitian Rosanti (2013) dan Putri (2009) yang menyatakan tidak ada hubungan signifikan antara status gizi dan status menarke. Hal ini bertentangan dengan Penelitian yang dilakukan Munda,


(58)

Wagey dan Wantania (2013) yang menyatakan adanya hubunganbermakna antara IMT dengan usia menarke.

Tidak adanya hubungan bermakna antara status gizi dan usia menarke ini disebabkan karena responden penelitian homogen yaitu kebanyakan responden yang berada pada status gizi normal, hal ini tentu tidak terlalu berpengaruh terhadap usia yang menarke cepat dan lambat, karena apabila status gizi berada pada kategori normal tentu usia menarkenya juga normal.

2.2 Hubungan Genetik dengan Usia Menarke responden

1. Hubungan Usia Menarke Ibu dengan Usia Menarke Responden

Hasil uji statistik chi-square menyatakan adanya hubungan yang signifikan antara usia menarke ibu dengan usia menarke responden dengan nilai p 0.005. Berdasarkan teori salah satu faktor yang mempengaruhi kejadian menarke pada remaja putri adalah faktor genetik. Bukti untuk pengaruh keturunan didapati bahwa usia menarke ibu cenderung dapat memprediksi usia menarke anak (Karapanou, 2010).

Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Putri (2009) yang menyatakan ada hubungan yang bermakna antara status genetik usia menarke ibu dengan usia menarke responden, namun bertentangan dengan hasil penelitian Karis (2011), Siswianti (2012) dan Rosanti (2013) yang menyatakan tidak ada hubungan yang bermakna antara usia menarke ibu dengan usia menarke responden.


(59)

Hasil penelitian ini sesuai dengan teori dimana usia menarke ibu cenderung dapat memprediksi usia menarke anak, responden yang memiliki ibu dengan usia menarke cepat juga mengalami menarke pada kategori usia cepat. 2. Hubungan Sifat ayah yang agresif dan impulsif dengan Usia Menarke Responden

Hasil ujichi-squareterhadap Sifat ayah yang agresif dan impulsif dan usia menarke responden mendapatkan nilai p sebesar 0,004 (<α 0,005). Hal ini menunjukan adanya hubungan yang signifikan antara genetik dari ayah dengan usia menarke responden.

Ayah yang memiliki sifat agresif, impulsif, dan matang secara seksual sebelum waktunya akan menurunkan gen tersebut kepada anak perempuannya, dimana anak perempuannya menjadi cenderung mendapat menarke lebih dini serta aktifitas seksual sebelum waktunya (Comings, 2002 dalam Papalia, et al., 2008). Peneliti melihat sifat Sifat ayah yang agresif dan impulsif tersebut dari kondisi keluarga responden. Dimana ayah yang memiliki sifat agresif, impulsif dan matang secara seksual pasti akan cenderung mengalami konflik perkawinan dan penelantaran dalam keluarganya. Hasilnya penelitian sesuai dengan teori bahwa responden yang ayahnya sering mengalami konflik perkawinan dan melakukan penelantaran keluarga cenderung mengalami menarke lebih cepat dibandingkan responden yang tidak mengalami hal tersebut.

2.3 Hubungan Status Sosial Ekonomi dan Usia Menarke Responden

1. Hubungan ketidakhadiran Ayah Semasa Kecil dengan Usia Menarke Responden


(60)

Hasil penelitian yang dilakukan terhadap 100 responden ditemukan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara ketidakhadiran ayah semasa kecil dengan usia menarke, hal ini terlihat dari hasil uji statisticchi-squaredengan nilai p 0,669 ( > α 0,05).

Ketidakhadiran seorang ayah ketika anak perempuan masih kecil berperan penting pada terjadinya menarke dini pada anak. seorang ayah yang secara emosional memiliki hubungan positif dengan anak perempuannya sejak usia 5-7 tahun, anaknya akan lebih lambat mengalami pubertas serta menstruasi. Hal ini disebabkan anak terlatih dengan sosok laki-laki yang diisi oleh ayahnya. Secara ilmiah dapat dijelaskan bahwa anak perempuan terlatih menerima sensasi

pheromones, yakni hormon yang dihasilkan oleh kelenjar manusia yang member respon seksual terhadap lawan jenis. Hormone inilah yang menimbulkan rasa suka, cinta dan membangkitkan gairah seksual terhadap lawan jenis.

Hasil penelitian ini bertentangan dengan hasil penelitian yang dilakukan Webster (2014) yang mendukung teori psikososial yang menyatakan bahwa anak yang besar tanpa kehadiran ayah biologis semasa kecil akan mengalami menarke yang lebih cepat. Penelitian yang dilakukan Webster menunjukan adanya korelasi antara ketidakhadiran ayah dan usia menarke anak perempuannya. Namun penelitian ini menunjukan tidak adanya hubungan yang positif antara ketidakhadiran ayah dengan usia menarke karena dalam penelitian ini tidak dapat diketahui sejauh mana ketidakhadiran ayah biologis tersebut, apakah karena perceraian, kematian, atau pekerjaan yang mengharuskan anak terpisah dengan ayahnya dalam waktu yang lama atau adanya sosok pengganti ayah seperti


(61)

saudara laki-laki responden yang menyebabkan responden terlatih dengan sosok laki-laki yang harusnya diisi oleh sang ayah, sehingga usia menarkenya menjadi normal.

2. Hubungan Kedekatan dengan Ayah dengan Usia Menarke Responden

Hasil penelitian antara kedekatan dengan ayah dengan usia menarke responden sesuai hasil uji statistik chi-square didapat nilai p 0,301( > α 0,05), maka dapat disimpulkan tidak ada hubungan yang signifikan antara kedekatan dengan ayah semasa kecil dengan usia menarke responden.

Anak perempuan yang dekat dengan ayah lebih lambat mengalami pubertas dan menstruasi. Masa pubertas banyak disokong oleh kematangan organ seksual anak. Seorang anak yang tidak begitu dekat dengan ayah, tidak akan terbiasa dengan sosok laki-laki. Sehingga ketika ada teman laki-laki yang dekat, ia merasakan sensasi yang tidak sewajarnya. Ia akan memberikan sinyal kewanitaan dengan sikap genit kepada lawan jenis. Kondisi tersebut mempermudah kematangan organ seksual anak, sehingga ia cepat mengalami menstruasi (Ellis, 2002). Teori ini sesuai dengan penelitian Belsky (2012) yang menyatakan bahwa anak perempuan yang memiliki hubungan postif dengan ayah akan mengalami menarke pada usia yang lebih lambat dibandingkan dengan anak yang memiliki hubungan yang berjarak dengan ayahnya.

Dalam penelitian ini kebanyakan responden merasa memiliki hubungan yang lebih dekat dengan ibu dari pada ayah. Peneliti berasumsi tidak adanya hubungan bermakna antara kedekatan dengan ayah dengan usia menarke


(62)

dikarenakan responden yang merasa memiliki hubungan yang lebih dekat dengan ibu belum tentu memiliki hubungan yang berjarak atau tidak baik dengan ayahnya, sehingga tidak dapat diketahui bagaimana kedekatan responden dengan ayahnya dan bagaimana keterbiasaannya dengan sosok laki-laki yang dapat mempermudah kematangan organ seksualnya dan mempercepat usia menarke. 3.Hubungan Pendidikan Orang Tua dengan Usia Menarke Responden

Berdasarkan hasil uji statistic chi-square tidak terdapat adanya hubungan yang signifikan antara pendidikan orang tua dengan usia menarke responden dengan nilai p 0,925. Semakin meningkatnya tingkat pendidikan orang tua akan meningkatkan aspek sosial yang berhubungan dengan kematangan seksual remaja putri antara lain pengetahuan tentang seksiologi atau pergaulan yang cenderung lebih bebas, sehingga dapat mempercepat kematangan seksual. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan Aulia (2013) yang menyimpulkan bahwa kejadian menarke lebih banyak pada responden dengan pendidikan orang tua tinggi dibandingkan dengan responden dengan pendidikan orang tua sedang dan rendah.

Peneliti berasumsi bahwa tidak adanya hubungan yang bermakna antara pendidikan orang tua dan usia menarke responden dikarenakan orang tua yang memiliki pendidikan tinggi akan lebih baik dalam memberikan pengertian kepada anaknya tentang seksiologi sehingga anak tidak perlu mencari informasi tersebut melalui hal lain seperti internet yang dapat menyebabkan anak terpapar media informasi orang dewasa dan menjadi cepat menarke. Hal ini sejalan dengan


(63)

penelitian Rosanti (2013) yang menyimpulkan tidak adanya hubungan yang signifikan antara pendidikan orang tua dengan status menarke.

4. Hubungan Pekerjaan Orang Tua dengan Usia Menarke

Pada penelitian ini pekerjaan orang tua dikategorikan menjadi 2 yaitu PNS/BUMN/Dosen/Guru/TNI/Polri dan bukan PNS/BUMN/Dosen/Guru/TNI/ Polri. Berdasarkan hasil uji statisticchi-squaredidapatp value 1.000 ( > α 0,05), maka dapat disimpulkan tidak ada hubungan yang signifikan antara pekerjaan orang tua dengan usia menarke responden.

Semakin baiknya pekerjaan orang tua akan meningkatkan tingkat penghasilan. Tingginya tingkat penghasilan orang tua tersebut berhubungan dengan kemampuan mencukupi gizi keluarga sehingga dapat mempengaruhi status gizi dan juga mempengaruhi anak untuk mengakses segala informasi yang dapat mempercepat terjadinya kematangan seksual remaja putri.

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Rosanti (2013) dan Aulia (2012) yang menyimpulkan tidak adanya hubungan antara pekerjaan orang tua dengan status menarke responden. Peneliti berasumsi bahwa tidak adanya hubungan yang bermakna antara pekerjaan orang tua dan usia menarke responden dikarenakan jenis pekerjaan orang tua yang baik tidak akan menjamin penghasilan yang diterima digunakan untuk mengakses segala informasi yang dapat mempercepat terjadinya kematangan seksual remaja putri.


(64)

5. Hubungan Penghasilan Orang Tua dengan Usia Menarke

Hasil penelitian yang dilakukan kepada 100 responden mendapatkan tidak adanya hubungan yang signifikan antara penghasilan orang tua dengan usia menarke responden sesuai hasil uji statisticchi-squaredengan nilai p 0,248. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Karis (2011) dan Rosanti (2013) yang menyimpulkan tidak adanya hubungan yang signifikan antara penghasilan orang tua dengan status menarke responden. Namun tidak.

Penghasilan orang tua berhubungan dengan gaya hidup dan kondisi psikologis remaja, dengan penghasil orang tua yang lebih tinggi akan meningkat daya beli dan gaya hidup keseharian. Remaja dengan penghasilan orang tua yang tinggi akan di penuhi kebutuhan kesehariannya, sehingga anak-anak mudah mendapatkan askes secara fisik seperti sarana komunikasi yang berhubungan dengan psikologis anak yang dapat berakibat pada percepatan proses kematangan seksual, serta akan meningkat juga kemampuan orang tua untuk memenuhi kebutuhan akan makanan bergizi bagi anaknya yang juga merupakan salah satu faktor mempengaruhi usia menarke. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan Pulungan (2009) yang menyimpulkan bahwa ada hubungan yang bermakna antara pendapatan orangtua dengan usia menarke anak.

Berdasarkan hasil analisis bivariat tidak terdapat hubungan antara penghasilan orang tua dan usia menarke responden, peneliti berasumsi hal ini dikarenakan peneliti membagi tingkat penghasilan orang tua kedalam dua kategori yaitu rendah dan tinggi hanya berdasarkan upah minimum provinsi yaitu sebesar Rp 1.650.000, meskipun kemungkinan penghasilan orang tua responden cukup


(65)

bervariasi. Peneliti juga tidak mengetahui berapa banyak anak yang masih dibiayai oleh orang tua dengan penghasilan tersebut yang dapat mempengaruhi daya beli keluarga.

2.4 Hubungan Keterpaparan Media Informasi Dewasa dengan Usia Menarke

Penelitian yang dilakukan kepada 100 responden menyimpulkan bahwa tidak terdapat adanya hubungan yang signifikan antara keterpaparan media informasi dewasa dengan usia menarke responden sesuai hasil uji statistic chi-square dengan nilai p 0,384. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan Putri (2009) yang menyimpulkan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara keterpaparan media cetak dewasa dengan usia menarke, serta penelitian Rochma (2013) yang menyimpulkan tidak adanya hubungan yang bermakna antara media informasi dengan status menarke dengan hasil ujichi-squarep 1,000 Penelitian ini bertentangan dengan penelitian Rosanti (2013) yang menyatakan anak perempuan yang belum menarke dan pernah atau sering terpapar dengan media elektronik dewasa akan memiliki peluang 3,5 kali lebih besar untuk mengalami menarke lebih cepat dibandingkan dengan responden yang tidak pernah terpapar media elektronik dewasa sebelumnya. Kartono (1992), mengemukakan bahwa salah satu penyebab terjadinya menarke adalah rangsangan berupa keterpaparan media elektronik dan media cetak yang kuat dari lingkungan sekitarnya. Rangsangan yang ada dapat berupa film-film dewasa. Film dewasa tersebut dapat meningkatkan reaksi seksual, selain itu juga dapat menyebabkan percepatan seksual pada diri anak. Media yang dilihat ataupun dibaca oleh remaja


(66)

akan mempengaruhi kerja otak mereka yang dapat berhubungan dengan hormon FSH yang ada di dalam otak sehingga mempercepat pubertas dan menarke pada remaja putri.

Pada penelitian ini tidak terdapat hubungan antara keterpaparan media informasi dewasa dengan usia menarke dapat disebabkan karena kebanyakan responden masih banyak yang malu untuk mengakui keterpaparannya pada saat mengisi kuisioner.


(1)

(2)

(3)

(4)

Lampiran 13

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Ribka Rezkinta Agustina

Tempat Tangga Lahir : Sei Mencirim, 01 Agustus 1993

Jenis Kelamin : Perempuan

Agama : Kristen Protestan

Riwayat Pendidikan

1. 1999-2005 : SDN 065011 Medan 2. 2005-2008 : SMP Negeri 30 Medan 3. 2008-2011 : SMA Sultan Iskandar Muda 4. 2011-sekarang : Fakultas Keperawatan USU


(5)

86

2013 2013 2013 2013 2013 2013 2013 2013 2013 2013 2013

Minggu Ke- 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 Pengajuan judul penelitian

2 Menyusun Bab 1 3 Menyusun Bab 2 4 Menyusun Bab 3 5 Menyusun Bab 4 6 Menyerahkan proposal

penelitian

7 Ujian sidang proposal 8 Revisi proposal penelitian 9 Uji Validitas & Reliabilitas 10 Pengumpulan data responden 11 Analisa data

12 Pengajuan sidang skripsi 13 Ujian sidang skripsi 14 Revisi skripsi

15 Mengumpulkan skripsi


(6)

Lampiran 15

RENCANA ANGGARAN PENELITIAN

1. Biaya Proposal

a. Print dan jilid Proposal : Rp 100.000

b. Internet : Rp 100.000

c. Fotocopy dan membeli sumber tinjauan pustaka : Rp 100.000

d. Perbanyak proposal : Rp 50.000

2. Pengumpulan data

a. Transportasi Penelitian : Rp 30.000

b. Perbanyak kuisioner Penelitian : Rp 50.000

c. Biaya tak terduga : Rp 100.000

Total Anggaran : Rp 530.000