Hasil penelitian ini sesuai dengan teori dimana usia menarke ibu cenderung dapat memprediksi usia menarke anak, responden yang memiliki ibu
dengan usia menarke cepat juga mengalami menarke pada kategori usia cepat. 2. Hubungan Sifat ayah yang agresif dan impulsif dengan Usia Menarke
Responden Hasil uji chi-square terhadap Sifat ayah yang agresif dan impulsif dan usia
menarke responden mendapatkan nilai p sebesar 0,004 α 0,005. Hal ini menunjukan adanya hubungan yang signifikan antara genetik dari ayah dengan
usia menarke responden. Ayah yang memiliki sifat agresif, impulsif, dan matang secara seksual
sebelum waktunya akan menurunkan gen tersebut kepada anak perempuannya, dimana anak perempuannya menjadi cenderung mendapat menarke lebih dini
serta aktifitas seksual sebelum waktunya Comings, 2002 dalam Papalia, et al., 2008. Peneliti melihat sifat Sifat ayah yang agresif dan impulsif tersebut dari
kondisi keluarga responden. Dimana ayah yang memiliki sifat agresif, impulsif dan matang secara seksual pasti akan cenderung mengalami konflik perkawinan
dan penelantaran dalam keluarganya. Hasilnya penelitian sesuai dengan teori bahwa responden yang ayahnya sering mengalami konflik perkawinan dan
melakukan penelantaran keluarga cenderung mengalami menarke lebih cepat dibandingkan responden yang tidak mengalami hal tersebut.
2.3 Hubungan Status Sosial Ekonomi dan Usia Menarke Responden
1. Hubungan ketidakhadiran Ayah Semasa Kecil dengan Usia Menarke Responden
Universitas Sumatera Utara
Hasil penelitian yang dilakukan terhadap 100 responden ditemukan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara ketidakhadiran ayah semasa kecil
dengan usia menarke, hal ini terlihat dari hasil uji statistic chi-square dengan nilai p 0,669 α 0,05.
Ketidakhadiran seorang ayah ketika anak perempuan masih kecil
berperan penting pada terjadinya menarke dini pada anak. seorang ayah yang secara emosional memiliki hubungan positif dengan anak perempuannya sejak
usia 5-7 tahun, anaknya akan lebih lambat mengalami pubertas serta menstruasi. Hal ini disebabkan anak terlatih dengan sosok laki-laki yang diisi oleh ayahnya.
Secara ilmiah dapat dijelaskan bahwa anak perempuan terlatih menerima sensasi pheromones, yakni hormon yang dihasilkan oleh kelenjar manusia yang member
respon seksual terhadap lawan jenis. Hormone inilah yang menimbulkan rasa suka, cinta dan membangkitkan gairah seksual terhadap lawan jenis.
Hasil penelitian ini bertentangan dengan hasil penelitian yang dilakukan Webster 2014 yang mendukung teori psikososial yang menyatakan bahwa anak
yang besar tanpa kehadiran ayah biologis semasa kecil akan mengalami menarke yang lebih cepat. Penelitian yang dilakukan Webster
menunjukan adanya korelasi antara ketidakhadiran ayah dan usia menarke anak perempuannya.
Namun penelitian ini menunjukan tidak adanya hubungan yang positif antara ketidakhadiran ayah dengan usia menarke karena dalam penelitian ini tidak dapat
diketahui sejauh mana ketidakhadiran ayah biologis tersebut, apakah karena perceraian, kematian, atau pekerjaan yang mengharuskan anak terpisah dengan
ayahnya dalam waktu yang lama atau adanya sosok pengganti ayah seperti
Universitas Sumatera Utara
saudara laki-laki responden yang menyebabkan responden terlatih dengan sosok laki-laki yang harusnya diisi oleh sang ayah, sehingga usia menarkenya menjadi
normal. 2. Hubungan Kedekatan dengan Ayah dengan Usia Menarke Responden
Hasil penelitian antara kedekatan dengan ayah dengan usia menarke responden sesuai hasil uji statistik chi-square didapat nilai p 0,301 α 0,05,
maka dapat disimpulkan tidak ada hubungan yang signifikan antara kedekatan dengan ayah semasa kecil dengan usia menarke responden.
Anak perempuan yang dekat dengan ayah lebih lambat mengalami pubertas dan menstruasi. Masa pubertas banyak disokong oleh kematangan organ
seksual anak. Seorang anak yang tidak begitu dekat dengan ayah, tidak akan terbiasa dengan sosok laki-laki. Sehingga ketika ada teman laki-laki yang dekat, ia
merasakan sensasi yang tidak sewajarnya. Ia akan memberikan sinyal kewanitaan dengan sikap genit kepada lawan jenis. Kondisi tersebut mempermudah
kematangan organ seksual anak, sehingga ia cepat mengalami menstruasi Ellis, 2002. Teori ini sesuai dengan penelitian Belsky 2012 yang menyatakan bahwa
anak perempuan yang memiliki hubungan postif dengan ayah akan mengalami menarke pada usia yang lebih lambat dibandingkan dengan anak yang memiliki
hubungan yang berjarak dengan ayahnya. Dalam penelitian ini kebanyakan responden merasa memiliki hubungan
yang lebih dekat dengan ibu dari pada ayah. Peneliti berasumsi tidak adanya hubungan bermakna antara kedekatan dengan ayah dengan usia menarke
Universitas Sumatera Utara
dikarenakan responden yang merasa memiliki hubungan yang lebih dekat dengan ibu belum tentu memiliki hubungan yang berjarak atau tidak baik dengan
ayahnya, sehingga tidak dapat diketahui bagaimana kedekatan responden dengan ayahnya dan bagaimana keterbiasaannya dengan sosok laki-laki yang dapat
mempermudah kematangan organ seksualnya dan mempercepat usia menarke. 3.Hubungan Pendidikan Orang Tua dengan Usia Menarke Responden
Berdasarkan hasil uji statistic chi-square tidak terdapat adanya hubungan yang signifikan antara pendidikan orang tua dengan usia menarke responden
dengan nilai p 0,925. Semakin meningkatnya tingkat pendidikan orang tua akan meningkatkan aspek sosial yang berhubungan dengan kematangan seksual remaja
putri antara lain pengetahuan tentang seksiologi atau pergaulan yang cenderung lebih bebas, sehingga dapat mempercepat kematangan seksual. Hal ini sejalan
dengan penelitian yang dilakukan Aulia 2013 yang menyimpulkan bahwa kejadian menarke lebih banyak pada responden dengan pendidikan orang tua
tinggi dibandingkan dengan responden dengan pendidikan orang tua sedang dan rendah.
Peneliti berasumsi bahwa tidak adanya hubungan yang bermakna antara pendidikan orang tua dan usia menarke responden dikarenakan orang tua yang
memiliki pendidikan tinggi akan lebih baik dalam memberikan pengertian kepada anaknya tentang seksiologi sehingga anak tidak perlu mencari informasi tersebut
melalui hal lain seperti internet yang dapat menyebabkan anak terpapar media informasi orang dewasa dan menjadi cepat menarke. Hal ini sejalan dengan
Universitas Sumatera Utara
penelitian Rosanti 2013 yang menyimpulkan tidak adanya hubungan yang signifikan antara pendidikan orang tua dengan status menarke.
4. Hubungan Pekerjaan Orang Tua dengan Usia Menarke Pada penelitian ini pekerjaan orang tua dikategorikan menjadi 2 yaitu
PNSBUMNDosenGuruTNIPolri dan bukan PNSBUMNDosenGuruTNI Polri. Berdasarkan hasil uji statistic chi-square didapat p value 1.000 α 0,05,
maka dapat disimpulkan tidak ada hubungan yang signifikan antara pekerjaan orang tua dengan usia menarke responden.
Semakin baiknya pekerjaan orang tua akan meningkatkan tingkat penghasilan. Tingginya tingkat penghasilan orang tua tersebut berhubungan
dengan kemampuan mencukupi gizi keluarga sehingga dapat mempengaruhi status gizi dan juga mempengaruhi anak untuk mengakses segala informasi yang
dapat mempercepat terjadinya kematangan seksual remaja putri. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Rosanti 2013 dan Aulia
2012 yang menyimpulkan tidak adanya hubungan antara pekerjaan orang tua dengan status menarke responden. Peneliti berasumsi bahwa tidak adanya
hubungan yang bermakna antara pekerjaan orang tua dan usia menarke responden dikarenakan jenis pekerjaan orang tua yang baik tidak akan menjamin penghasilan
yang diterima digunakan untuk mengakses segala informasi yang dapat mempercepat terjadinya kematangan seksual remaja putri.
Universitas Sumatera Utara
5. Hubungan Penghasilan Orang Tua dengan Usia Menarke Hasil penelitian yang dilakukan kepada 100 responden mendapatkan tidak
adanya hubungan yang signifikan antara penghasilan orang tua dengan usia menarke responden sesuai hasil uji statistic chi-square dengan nilai p 0,248. Hasil
penelitian ini sejalan dengan penelitian Karis 2011 dan Rosanti 2013 yang menyimpulkan tidak adanya hubungan yang signifikan antara penghasilan orang
tua dengan status menarke responden. Namun tidak. Penghasilan orang tua berhubungan dengan gaya hidup dan kondisi
psikologis remaja, dengan penghasil orang tua yang lebih tinggi akan meningkat daya beli dan gaya hidup keseharian. Remaja dengan penghasilan orang tua yang
tinggi akan di penuhi kebutuhan kesehariannya, sehingga anak-anak mudah
mendapatkan askes secara fisik seperti sarana komunikasi yang berhubungan dengan psikologis anak yang dapat berakibat pada percepatan proses kematangan
seksual, serta akan meningkat juga kemampuan orang tua untuk memenuhi kebutuhan akan makanan bergizi bagi anaknya yang juga merupakan salah satu
faktor mempengaruhi usia menarke. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan Pulungan 2009 yang menyimpulkan bahwa ada hubungan yang
bermakna antara pendapatan orangtua dengan usia menarke anak. Berdasarkan hasil analisis bivariat tidak terdapat hubungan antara
penghasilan orang tua dan usia menarke responden, peneliti berasumsi hal ini dikarenakan peneliti membagi tingkat penghasilan orang tua kedalam dua kategori
yaitu rendah dan tinggi hanya berdasarkan upah minimum provinsi yaitu sebesar Rp 1.650.000, meskipun kemungkinan penghasilan orang tua responden cukup
Universitas Sumatera Utara
bervariasi. Peneliti juga tidak mengetahui berapa banyak anak yang masih dibiayai oleh orang tua dengan penghasilan tersebut yang dapat mempengaruhi
daya beli keluarga.
2.4 Hubungan Keterpaparan Media Informasi Dewasa dengan Usia Menarke