FAKTOR FAKTOR YANG MEMPENGARUHI EKSPOR KARET INDONESIA KE RRC (REPUBLIK RAKYAT CINA) TAHUN 1999 2009

(1)

KARET INDONESIA KE RRC (REPUBLIK RAKYAT CINA)

TAHUN 1999-2009

SKRIPSI

Diajukan untuk Melengkapi Tugas-Tugas dan Memenuhi

Syarat-Syarat Guna Mencapai Gelar Sarjana Ekonomi Jurusan Ekonomi Pembangunan pada Fakultas Ekonomi Sebelas Maret

Disusun oleh: Flora Felina Aditasari

F 0106040

JURUSAN EKONOMI PEMBANGUNAN FAKULTAS EKONOMI


(2)

(3)

commit to user iii


(4)

commit to user

Sebagian besar hal penting di dunia diraih oleh orang-orang yang terus mencoba ketika tampak tak ada harapan sama sekali

(Dale Carnegie)

Setiap hari lakukan sesuatu yang membuat anda lebih dekat ke hari esok yang lebih baik

(Doug Firebaugh)

Energi dan kegigihan menaklukkan segalanya

(Benjamin franklin)

Optimisme artinya mengharapkan yang terbaik, tapi percaya pada diri sendiri


(5)

commit to user v Kar ya ini aku per sembahan untuk:

© Untuk bapakke dan mamakke ter cinta, or ang tua ter hebat yang selalu ada untukku. Ter imakasih atas semua kasih sayang, bimbingan, doa, dukungan, per hatian, kesabar an dan penger tiannya selama ini.

© Untuk Mbah titut ter sayang, ter imakasih sudah sangat per hatian padaku. © My sister And My br other (Maya dan Tegar ). Ter imakasih sudah menjadi

adik-adik ter baik dalam hidupku walaupun kakakmu ini belum per nah member ikan contoh yang ter baik buat kalian. hehehe

© To my cr aziest fr iends Ndoel, Tul, Jot, Koh ter imakasih selama ini mau melakukan hal-hal gila dan ga penting ber sama, saling mendukung disaat salah satu dar i kita sedang menghadapi masalah. Ter imakasih untuk per sahabatan yang begitu indah. Fighting!! Chayo!! Ganbate!!

© Untuk Fitr i Hapsar i yang sudah mau menjadi sahabatku dar i awal kita masuk ke kampus ini sampai masa-masa akhir kita di kampus ini.

© Untuk semua teman-teman ter baikku EP Holics 06 yang sudah member ikan per sahabatan, pengalaman, hibur an, petualangan, kekompakan dan keber samaan. Semoga kita tidak saling melupakan satu sama lain.

© Wir a Adhi Nugr oho yang telah member ikan semua r asa dan kisah kepadaku yang membuatku lebih bisa ber tahan dan kuat menjalani kehidupan.

© Untuk sahabat ter baikku di kost (Lele Leli, Dwi Nophe, Fir ly, Dina dan semuanya), ter imakasih untuk semua suppor t, bantuan, per sahabatan kita selama ini.

© Untuk semua teman yang tidak bisa disebutkan satu per satu . Matur suwun sanget untuk semua bantuannya selama ini.


(6)

commit to user

Puji syukur penulis panjatkan kepada ALLAH SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Tujuan skripsi ini adalah untuk memenuhi tugas-tugas dan syarat-syarat guna mencapai Gelar Sarjana Jurusan Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi Sebelas Maret Surakarta. Dalam penyusunan skripsi ini penulis telah banyak mendapatkan bantuan dan dorongan dari berbagai pihak, oleh karena itu dengan penuh rasa hormat, penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya atas bantuan, dorongan, bimbingan, dan pengarahannya kepada : 1. Prof.Dr. Bambang Sutopo, M.Com.,Akt, selaku Dekan Fakultas Ekonomi

Universitas Sebelas Maret.

2. Drs. Kresna Sarosa Pribadi, M.Si, selaku Ketua Jurusan Ekonomi Pembangunan Universitas Sebelas Maret.

3. Dr. Agustinus Suryantoro,MS selaku pembimbing skripsi yang telah meluangkan waktu, tenaga dan pikiran untuk mengarahkan dan membimbing penulis dari awal penulisan hingga terselesaikannya skripsi ini.

4. Bapak Suprapto dan Ibu Ekaristi Christiani, ayah dan ibu yang selalu mendukung dan mendoakan penulis selama masa penulisan skripsi ini. 5. Seluruh keluarga di rumah yang selalu memberikan dukungan dan doa dari

awal penulisan hingga terselesaikannya skripsi ini.

6. Seluruh sahabat dan teman yang telah membantu penulis selama masa studi hingga diselesaikannya penulisan skripsi ini.


(7)

commit to user vii

berperan selama masa studi hingga diselesaikannya penulisan skripsi ini. Penulis menyadari skripsi ini jauh dari sempurna, oleh karena itu penulis menerima kritik dan saran untuk skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat menjadi karya kecil yang dapat berguna bagi kita semua.

Surakarta , Januari 2011


(8)

commit to user

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI EKSPOR KARET INDONESIA KE RRC (REPUBLIK RAKYAT CINA) TAHUN 1999-2009

Flora Felina Aditasari F 0106040

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh harga karet alam dunia, harga karet sintetis, nilai tukar yuan terhadap rupiah, dan GDP Riil Negara RRC terhadap ekspr karet Indonesia ke RRC. Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah regresi linier berganda. Data yang digunakan adalah data sekunder. Pengujian statistik meliputi uji t, uji F dan R2 (koefisien determinasi) serta uji asumsi klasik yaitu multikolinearitas, heteroskedastisitas dan autokorelasi.

Hasil analisis data menunjukkan bahwa variabel harga karet alam dunia mempunyai pengaruh negtaif dan signifikan terhadap ekspor karet Indonesia ke RRC dengan nilai probabilitas 0,0490 pada tingkat signifikansi 5%. Variabel GDP Riil RRC mempunyai pengaruh positif dan signifikan terhadap ekspor karet Indonesia ke RRC dengan nilai probabilitas sebesar 0,0042 pada tingkat signifikansi 5%. Sedangkan untuk variabel harga karet sintetis dan nilai tukar yuan terhadap rupiah tidak berpengaruh terhadap ekspor karet Indonesia ke RRC. Untuk pengujian terhadap uji asumsi klasik tidak terdapat multikolinieritas, heteroskedastisitas dan autokorelasi.

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, maka dapat dikemukakan beberapa saran sebagai berikut: Gross Domestic Product suatu Negara dapat dijadikan indikator bagi para eksportir karet Indonesia dalam menentukan sasaran pemasaran karet, sehingga diharapkan dapat meningkatkan ekspor karet Indonesia. Bagi petani maupun produsen karet agar bisa memperoleh harga karet alam yang tinggi untuk meningkatkan keuntungan dapat dilakukan dengan menekan cost, salah satunya adalah dengan meningkatkan produktifitas. Harga karet sintetis tidak berpengaruh terhadap ekspor karet Indonesia ke RRC, dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa ekspor karet Indonesia lebih dipengaruhi oleh variabel-variabel karet itu sendiri. Dan karet sintetis bukanlah barang substitusi sempurna dari karet, untuk itu pada penelitian selanjutnya perlu mencari variabel substitusi selain karet sintetis.Walaupun nilai tukar Yuan terhadap Rupiah tidak berpengaruh terhadap volume ekspor karet Indonesia ke RRC, namun kestabilan kestabilan kurs rupiah terhadap yuan harus tetap dijaga agar tidak terjadi apresiasi atau depresiasi yang menyebabkan perdagangan luar negeri kolaps.


(9)

commit to user ix

JUDUL... .. i

HALAMAN PERSETUJUAN ... .. ii

HALAMAN PENGESAHAN ... .. iii

HALAMAN MOTTO ... iv

HALAMAN PERSEMBAHAN ... ... v

KATA PENGANTAR ... .. vi

ABSTRAKSI ... .. viii

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR GAMBAR ... xiv

BAB I : PENDAHULUAN A.Latar Belakang ... 1

B.Rumusan Masalah ... 11

C.Tujuan Penelitian ... 12

D.Manfaat Penelitian ... 12

BAB II : TINJAUAN PUSTAKA A.Hubungan Ekonomi Internasional ... 14

B.Ekspor dan Impor ... 15

C.Arti perdagangan Internasional ... 19

D.Teori Perdagangan Internasional ... 20

1. Teori keunggulan Absolut (Adam Smith) ... 20


(10)

commit to user

4. Teori Permintaan ……….. 23

5. Elastisitas ……….. 24

E. Kebijaksanaan Ekonomi Internasional ... .. 25

1. Instrumen Kebijaksanaan Ekonomi Internasional ……… 26

2. Tujuan Kebijaksanaan Ekonomi Internasional ………... 27

F. Penelitian Terdahulu ... ... 29

G.Hipotesa ……… 33

H.Prosedur Analisis Data ………. 34

BAB III : METODOLOGI PENELITIAN A. Jenis dan Sumber Data ... ... 35

B. Definisi Variabel ... ... 35

C. Metode Analisis Data ... ... 36

1. Metode Regresi Kuadrat Terkecil ………... 36

2. Pemilihan Model Regresi ... 37

3. Uji Statistik ……… 38

4. Pengujian Asumsi Klasik ……….. 42

BAB IV: ANALISIS DAN PEMBAHASAN A.Sejarah Perkembangan Karet ... .. 46

B.Jenis-Jenis Karet ... .. 47

C.Perkembangan Karet Indonesia ... .. 50

D.Kendala Pengembangan Karet Alam Indonesia ... .. 52


(11)

commit to user xi

1. Pemilihan Model Regresi ... .. 64

2. Hasil Regresi ... .. 66

G.Analisis Statistik ... .. 67

1. Uji t (t - test) ... .. 67

2. Uji F (F Test) ... .. 69

3. Uji R2 ... .. 70

H.Analisis Ekonometrik ………... 70

1. Uji Autokorelasi... .. 70

2. Uji Multikolinieritas ... .. 71

3. Uji Heteroskedastisitas ... .. 72

BAB V: KESIMPULAN DAN SARAN A.Kesimpulan ... . 77

B.Saran ... . 79 DAFTAR PUSTAKA


(12)

commit to user

Tabel 1.1 Perkembangan Nilai Ekspor dan Impor Indonesia

Tahun 1982-2006 ... 3

Tabel 1.2 Perkembangan Ekspor Sektor Pertanian Indonesia Tahun 1995-2007 ... 4

Tabel 1.3 Produksi Karet Indonesia Tahun 1990-2008 ... 6

Tabel 1.4 Perkembangan Produksi Karet Alam berdasarkan Produsen Utama DuniaTahun 1980-2005 ……….. 7

Tabel 1.5 Volume dan Nilai Ekspor Impor Karet Indonesia Tahun 1999-2008 ……… 8

Tabel 1.6 Ekspor Karet Menurut Negara Tujuan Utama Tahun 2004-2008… 9 Tabel 1.7 Perkembangan Permintaan Karet Alam berdasarkan Negara Konsumen Tahun 1980-2005 ………. 9

Tabel 4.1 Perkembangan Produksi Karet Indonesia Tahun 2006-2008... 52

Tabel 4.2 Tingkat Utilitas Industri Karet/Barang dari Karet ... 55

Tabel 4.3 Ekspor Karet Indonesia ke RRC Tahun 1999-2009 ... 57

Tabel 4.4 Harga Karet Alam Dunia Tahun 1999-2009 ... 58

Tabel 4.5 Harga Karet Sintetis Tahun 1999-2009 ... 60

Tabel 4.6 Nilai Tukar Yuan terhadap Rupiah Tahun1999-2009 ... 62

Tabel 4.7 Perkembangan Gross Domestic Bruto (GDP) Republik Rakyat China Tahun 1999-2009 ... 64


(13)

commit to user xiii

Tabel 4.10 Hasil Regresi Linear ... 66

Tabel 4.11 Hasil Uji t Statistik ... 68

Tabel 4.12 Hasil Uji Autokorelasi ... 70

Tabel 4.13 Hasil Uji Multikolinearitas ... 71


(14)

commit to user

Gambar 2.1 Fungsi Ekspor ... 17

Gambar 2.2 Fungsi Impor ... 18

Gambar 2.3 Jenis Kurva Permintaan ... 22

Gambar 3.1 Daerah ktitis Uji t ... 39

Gambar 3.2 Daerah kritis Uji F ... 41

Gambar 3.3 Daerah Autokorelasi ... 43


(15)

commit to user 1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Indonesia sebagai salah satu negara berkembang, menganut sistem perekonomian terbuka dimana lalu lintas perekonomian internasional sangat penting dalam perekonomian dan pembangunan nasional. Pembangunan ekonomi mensyaratkan bahwa kesejahteraan penduduk harus meningkat, dan salah satu ukuran dari peningkatan kesejahteraan tersebut adalah adanya pertumbuhan ekonomi (Hakim, 2002).

Hubungan antara ekspor dan pertumbuhan ekonomi dalam waktu belakangan ini sudah menjadi perhatian berbagai kalangan. Ekspor merupakan agregat output yang sangat dominan dalam perdagangan internasional. Suatu negara tanpa adanya jalinan kerjasama dengan negara lain akan sulit untuk memenuhi kebutuhannya sendiri.

Pengutamaan ekspor bagi Indonesia sudah digalakkan sejak tahun 1983. Semenjak saat itu ekspor menjadi perhatian dalam memacu pertumbuhan ekonomi seiring dengan berubahnya strategi industrialisasi dari penekanan pada industri substitusi impor ke industri promosi ekspor. Ekspor memiliki peran yang penting dalam waktu-waktu mendatang, apalagi dengan digulirkannya perundingan-perundingan WTO menuju perdagangan dunia tanpa hambatan (Basri, 2002).


(16)

Ekspor merupakan salah satu faktor yang penting dalam pembangunan, ekspor bukan saja sebagai sumber penghasil devisa dan untuk memperbaiki neraca pembayaran, tetapi juga dapat memotivasi dan menumbuhkembangkan kegiatan perekonomian dalam negeri. Ekspor di Indonesia dibagi menjadi dua bagian, yang pertama ekpor minyak dan gas bumi (migas) dan yang kedua adalah ekspor non migas (pertanian, perkebunan, perikanan, dan hasil kerajinan lainnya).

Pada tahun 1973-1982 sektor migas menjadi sektor tumpuan ekspor di Indonesia dan tumpuan utama dalam sumber pembiayaan pembangunan, karena pada saat itu perekonomian Indonesia mengalami zaman keemasan minyak akibat gejolak eksternal berupa kenaikan harga minyak yang sangat tinggi di pasar dunia yang dapat dinyatakan sebagai titik awal terciptanya angka pertumbuhan yang relatif tinggi, dimana rata-rata mencapai 7,37% setahun (Hidayat Amir, 2004). Sehingga kontribusi terhadap pendapatan nasional jelas besar pengaruhnya. Namun jika kita hanya mengandalkan sektor migas saja hal tersebut sangat riskan. Karena sektor migas adalah sektor yang memanfaatkan kekayaan alam yang sangat sulit untuk diperbaharui.

Adanya pergeseran dominan dari ekspor sektor migas ke arah sektor non migas merubah pola struktur ekspor Indonesia. Dimana ekspor non migas dari tahun ke tahun mengalami peningkatan. Pertumbuhan ekspor Indonesia dapat dilihat dari tabel di bawah ini yang menggambarkan perbandingan antara ekspor sektor migas dan ekspor sektor non migas.


(17)

Tabel 1.1

Perkembangan Nilai Ekspor dan Impor Indonesia tahun 1982-2006 ( juta US $ )

Tahun Migas Non Migas

Ekspor Impor Ekspor Impor 1985 12.717,8 1.275,6 5.868,9 8.983,5 1986 8.276,6 1.086,4 6.528,4 9.632,0 1987 8.556,0 1.067,9 8.579,6 11.302,4 1988 7.681,6 909,0 11.536,9 12.339,5 1989 8.678,8 1.195,2 13.480,1 15.164,4 1990 11.071,1 1.920,4 14.604,2 19.9166,6 1991 10.894,9 2.310,3 18.247,5 23.558,9 1992 10.670,9 2.115,0 23.296,1 25.164,6 1993 9.745,3 2.170,6 27.077,2 26.157,2 1994 9.693,6 2.367,4 30.359,8 29.616,1 1995 10.464,4 2.910,8 34.953,6 37.717,9 1996 11.721,8 3.595,5 38.093,0 39.333,0 1997 11.622,5 3.924,1 41.821,1 37.755,7 1998 7.872,1 2.653,7 40.975,5 24.683,2 1999 9.792,2 3.681,1 38.837,2 20.322,2 2000 14.366,6 6.019,5 47.757,4 27.495,3 2001 12.636,6 5.471,8 43.684,6 25.490,3 2002 12.112,7 6.525,8 45.046,1 24.763,1 2003 13.651,4 7.610,9 47.406,8 24.939,8 2004 15.645,3 11.732,0 55.939,3 34.792,5 2005 19.231,6 17.457,7 66.428,4 40.243,2 2006 21,209,5 18.962,9 79.589,1 42.102,6 Sumber : Badan Pusat Statistik, 2007

Perkembangan ekspor Indonesia dari tahun 1985-2006 menunjukkan peningkatan. Pada tahun 1985-1987 ekspor sektor non migas masih lebih tinggi dibandingkan ekspor sektor non migas. Namun pada tahun 1988 ekspor sektor non migas mengalami peningkatan sebesar 2957,3 juta US$. Sedangkan ekspor sektor migas mengalami penurunan sebesar 874,4 juta US$. Pada tabel di atas juga menunjukkan bahwa ekspor minyak bumi dan gas (migas) telah tergeser oleh


(18)

nilai ekspor non migas. Dimana ekspor non migas cenderung mengalami peningkatan setiap tahunnya. Sedangkan ekspor sektor migas cenderung stabil atau tidak mengalami penurunan maupun peningkatan yang signifikan .

Bagian dari sektor nonmigas yang cukup berperan dalam peningkatan nilai ekspor Indonesia adalah sektor pertanian. Sektor Pertanian yang didalamnya terdapat subsektor perkebunan dan perikanan terus mengalami peningkatan dalam hal produksi selama beberapa tahun terakhir, terutama komoditas perkebunan utama seperti kelapa sawit, karet dan kakao. Peningkatan produksi tersebut juga diikuti dengan peningkatan ekspor komoditi perkebunan dan sektor pertanian pada umumnya.

Tabel 1.2

Perkembangan Ekspor Sektor Pertanian Indonesia tahun 1995-2007 (Juta US$) Tahun Total Ekspor

Non Migas Ekspor Pertanian Growth Ekspor Sektor Pertanian(%) Share Ekspor Sektor Pertanian (%) 1995 34,953.60 2,888.50 2.47 8.26 1996 38,092.90 2,912.70 0.83 7.64 1997 41,821.00 3,272.00 12.33 7.82 1998 40,975.50 3,653.40 11.65 8.91 1999 38,873.20 2,901.40 -20.58 7.46 2000 47,757.40 2,709.00 -6.62 5.67 2001 43,684.60 2,438.50 -9.98 5.58 2002 45,046.10 2,568.30 5.32 5.70 2003 47,406.80 2,526.10 -1.64 5.32 2004 55,939.30 2,496.20 -1.18 4.46 2005 66,428.40 2,880.20 15.38 4.33 2006 79,589.10 3,364.90 16.80 4.22 2007 92,012.30 2,657.80 8.70 3.98 Sumber : Badan Pusat Statistik, 2008


(19)

Secara kumulatif nilai ekspor pertanian tetap menunjukkan pertumbuhan, dengan rata-rata pertumbuhan mencapai 2,8 persen. Meskipun berfluktuasi dan share-nya terhadap ekspor nonmigas menurun. Kecilnya share sektor pertanian tidak bisa dijadikan patokan kalau sektor ini menjadi tulang punggung sektor-saktor lainnya. Pertumbuhan ekspor sektor pertanian (Tabel 1.2) didorong terutama oleh subsektor perkebunan yang masih mendominasi dari produksi dan pendapatan. Subsektor perkebunan memiliki beberapa komoditas unggulan antara lain komoditas kelapa sawit, Soybean oil, karet alam, dan kakao, komoditas ini dianggap sebagai komoditas andalan Indonesia yang masih berpeluang dan mampu bersaing dalam pasar internasional (Business Week, 2006).

Indonesia merupakan salah satu negara produsen karet alam terbesar di dunia disamping Malaysia dan Thailand. Karet merupakan komoditas ekspor yang mampu mengharumkan nama Indonesia di pentas perdagangan internasional. Komoditas ini juga memberikan kontribusi dalam upaya meningkatkan devisa negara. Keunggulan Indonesia dalam peningkatan produksi karet untuk yang masa yang akan datang adalah pada masih tersedianya lahan tropis yang cukup besar yang sesuai untuk penanaman pohon karet. Produksi karet di Malaysia dan Thailand terus mengalami penurunan karena kebijakan pemerintahnya.


(20)

Tabel 1.3

Produksi Karet Indonesia Tahun 1990-2008 (Ton) Tahun Perkebunan

Rakyat

Perkebunan Pemerintah

Perkebunan Swasta

total Pertumbuhan Total Prod

(%) 1990 913,425 216,702 145,168 1,275,295 - 1991 971,388 200,683 156,101 1,328,172 3.98 1992 1,030,380 205,396 162,672 1,398,448 5.02 1993 1,102,006 207,425 166,007 1,475,438 5.22 1994 1,138,893 188,122 172,409 1,499,424 1.60 1995 1,191,143 199,943 182,217 1,573,303 4.70 1996 1,193,146 202,021 178,859 1,574,026 0.05 1997 1,174,473 187,770 190,342 1,552,585 -1.38 1998 1,242,751 192,512 226,635 1,661,898 6,58 1999 1,206,410 181,522 216,427 1,604,359 -3.57 2000 1,125,161 169,866 206,401 1,501,428 -6.85 2001 1,209,284 182,578 215,599 1,607,461 6.60 2002 1,226,647 186,535 217,177 1,630,359 1.40 2003 1,396,244 191,699 204,405 1,792,348 9.04 2004 1,662,016 196,088 207,713 2,065,817 13.24 2005 1,838,670 209,837 222,384 2,270,891 9.03 2006 2,082,597 265,813 288,821 2,637,231 13.89 2007 2,176,686 277,200 301,286 2,755,172 4.28 2008 2,173,616 276,809 300,861 2,751,286 -0.14 Sumber : Dirjenbun, 2010

Produksi karet Indonesia baik produksi perkebunan swasta, perkebunan pemerintah maupun perkebunan rakyat terus mengalami peningkatan. Periode tahun 1990-2008 produksi karet Indonesia setiap tahunnya tumbuh rata-rata sebesar 5,26 persen dengan rata-rata produksi mencapai 1.787.102 ton pertahun. Peningkatan produksi karet Indonesia setiap tahunnya menempatkan Indonesia


(21)

produksi karet Indonesia dengan beberapa negara penghasil karet di dunia dapat dilihat pada tabel 1.4 sebagai berikut :

Tabel 1.4

Perkembangan Produksi Karet Alam berdasarkan Produsen Utama Dunia, Tahun 1980-2005 Negara

Produsen

Produksi (000 Ton), Tahun Pertumbuhan/tahun (%) 1985 1990 2000 2005 1980-1990 1990-2000 2000-2005 Thailand 501 1271 2346 2900 17,08 9,4 4,72 Indonesia 1020 1262 1556 2270 2,64 2,59 9,18 Malaysia 1530 1291 615 1132 -1,74 -5,82 16,81

India 155 324 629 772 12,11 10,46 4,55 China 113 264 445 575 14,85 7,62 5,84 Lainnya 526 798 1219 1164 5,75 5,86 -0,90

Total 3845 5210 6810 8813 3,94 3,41 5,88 Sumber : International Rubber Study Group (IRSG)

Produksi karet Indonesia dari tahun 1980 sampai dengan tahun 2005 terus mengalami pertumbuhan. Tingginya tingkat produksi ini pada dasarnya menyimpan potensi pendapatan yang cukup besar baik dari dalam negeri maupun luar negeri melalui ekspor.

Seperti diketahui, hampir sebagian besar konsumsi karet dunia adalah negara-negara non penghasil karet, sehingga sebagian besar pasar ekspor karet ditujukan untuk pasar internasional. Indonesia sebagai salah satu negara produsen karet terbesar juga mengekspor karetnya keluar negeri (lebih dari 90 persen produksi karet alam ditujukan untuk ekspor), pada tabel 1.5 dapat dilihat perkembangan nilai ekspor karet Indonesia :


(22)

Tabel 1.5

Volume dan Nilai Ekspor Impor Karet Indonesia Tahun 1999-2008

Tahun Ekspor

Volume (Ton) Nilai (000 US $) 1999 1,494,543 849,200 2000 1,379,612 888,623 2001 1,453,382 786,197 2002 1,495,987 1,037,562 2003 1,662,210 1,494,811 2004 1,874,261 2,180,029 2005 2,024,593 2,582,875 2006 2,286,897 4,321,525 2007 2,407,972 4,868,700 2008 2,283,154 6,023,296 Sumber : Dinas Perdagangan, 2010

Ekspor Karet Indonesia periode tahun 1999 sampai tahun 2008 terus mengalami peningkatan. Dari ekspor karet keluar negeri, Indonesia paling tidak mendapatkan tambahan penerimaan mencapai 2,503,281,800 US$ pertahun. Diantara beberapa negara tujuan utama ekspor karet Indonesia seperti Jepang, Singapura, Amerika Serikat, RRC, Jerman dan lainnya. RRC merupakan salah satu negara yang mengalami peningkatan dalam konsumsi karet alam.


(23)

Tabel 1.6

Ekspor Karet Menurut Negara Tujuan Utama Tahun 2004-2008

(dalam Metrik Ton)

Negara Tujuan 2004 2005 2006 2007 2008 2009 Amerika 627868 669120 590947 644270 622167 394307

Jepang 225214 260604 357828 397776 400693 272878 China 197536 249791 337223 341821 318841 457118 Singapura 85591 115084 136124 161255 151260 100165 Korea Selatan 76794 74813 90640 93091 106460 99548 Belgia&Luksemburg 44992 34939 42513 41692 31573 17010 Kanada 70566 71769 66045 53628 59163 51210 Brasil 58836 55016 48360 65749 77066 58507 Jerman 71808 61974 82100 80809 57705 36639 Belanda 24549 28304 27372 21869 27126 37211 Perancis 30969 32144 42989 48197 46380 30083 Lainnya 359538 370223 463856 456619 397022 436587 Sumber :Badan Pusat Statistik, 2010

Tabel 1.7

Perkembangan Permintaan Karet Alam berdasarkan Negara Konsumen, Tahun 1980-2005

Negara Konsumen

Konsumsi (000 Ton), Tahun Pertumbuhan/tahun (%) 1985 1990 2000 2005 1980-1990 1990-2000 2000-2005 Amerika

Serikat 585 808 1191 1330 3,81 4,74 2,33 Eropa 1356 1256 1483 1558 - 0,74 1,81 1,01 China 340 600 1080 2085 7,65 8,00 18,61 Jepang 427 677 752 796 5,85 1,11 1,17 Lainnya 1062 1839 2834 2976 7,32 5,41 1,00 Total 3770 5180 7340 8745 3,74 4,17 3,83 Sumber: International Rubber Study Group (IRSG).

Sekarang ini konsumsi karet dunia semakin meningkat. Pertumbuhan ekonomi dunia yang pesat sepuluh tahun terakhir, terutama di RRC ( Republik Rakyat Cina ) serta beberapa kawasan Asia pasifik dan Amerika Latin, seperti


(24)

India, Korea Selatan, dan Brasil, menyebabkan permintaan karet alam tumbuh cukup tinggi. Sebaliknya, permintaan karet dari negara-negara industri maju, seperti Amerika Serikat, Eropa, Jepang relatif stagnan.

Pada 2004, Indonesia mampu mengekspor sekitar 2,066 juta ton karet alam. Jumlah ini naik ketimbang tahun sebelumnya yang hanya 1,8 juta ton. Pada 2005, ekspornya meningkat lagi menjadi 2,2 juta ton. Permintaan ekspor karet Indonesia paling banyak memasarkan produk karetnya ke Amerika Serikat, Jepang, dan Jerman, ke depan, RRC diharapkan bisa menjadi salah satu Negara tujuan utama ekspor karet Indonesia.

Selama 2004, ekspor karet Indonesia ke RRC meningkat signifikan menjadi 107.000 ton. Padahal selama 2002, ekspor karet ke negara itu baru 46.000 ton. Permintaan RRC akan karet ini diprediksi akan terus tumbuh hingga tahun 2020 (Ekspor, 2007). Dengan meningkatnya permintaan RRC terhadap karet maka akan berpengaruh terhadap ekspor karet dari Indonesia. Sehingga diperlukan studi khusus yang mendalam khususnya tentang faktor-faktor yang mempengaruhi ekspor karet dari Indonesia.

Dengan adanya pemasalahan ini maka penulis tertarik untuk mengadakan penelitian tentang ekspor karet Indonesia ke RRC (Republik Rakyat Cina) dan fakor-faktor yang mempengaruhinya dengan Judul “Faktor-Faktor Yang

Mempengaruhi Ekspor Karet Indonesia Ke RRC (Republik Rakyat Cina) Tahun 1999 – 2009”


(25)

B. Rumusan Masalah

Sebagaimana yang telah diuraikan diatas, sangat menarik untuk mengamati dan mengembangkan lebih lanjut mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi ekspor karet Indonesia ke RRC, maka permasalahan dalam penelitian ini adalah :

1. Bagimanakah pengaruh harga karet alam dunia terhadap volume ekspor karet alam Indonesia ke RRC ?

2. Bagaimanakah pengaruh harga karet sintetis terhadap volume ekspor karet alam Indonesia ke RRC ?

3. Bagaimanakah pengaruh nilai tukar Yuan RRC terhadap Rupiah terhadap terhadap volume ekspor karet alam Indonesia ke RRC ?

4. Bagimanakah pengaruh GDP Riil Negara RRC terhadap volume ekspor karet alam Indonesia ke RRC ?

5. Bagaimanakah pengaruh variabel-variabel independen (harga karet alam dunia, harga karet sintetis, GDP Riil Negara RRC, nilai tukar Yuan RRC terhadap Rupiah) terhadap variabel dependennya (volume ekspor karet alam Indonesia ke RRC) ?

Penelitian ini hanya dibatasi pada permintaan ekspor karet dari Indonesia ke RRC dalam kurun waktu dari tahun 1999 – 2009. Sebagai variabel dependennya yaitu volume ekspor karet Indonesia dan sebagai variabel independen yang akan diujikan adalah harga karet alam Dunia, harga karet


(26)

sintetis, nilai tukar mata uang Yuan terhadap Rupiah, dan GDP Riil Negara RRC.

C. TUJUAN PENELITIAN

Berdasarkan identifikasi masalah yang telah dipaparkan sebelumnya , maka tujuan dari penelitian ini adalah :

1. Untuk menganalisis pengaruh dari harga karet dunia terhadap volume ekspor karet alam Indonesia ke RRC.

2. Untuk menganalisis pengaruh dari harga karet sintetis terhadap volume ekspor karet alam Indonesia ke RRC.

3. Untuk menganalisis pengaruh nilai tukar Yuan RRC terhadap Rupiah terhadap volume ekspor karet alam Indonesia ke RRC.

4. Untuk menganalisis pengaruh GDP Riil Negara RRC terhadap volume ekspor karet alam Indonesia ke RRC.

5. Untuk menganalisis ada tidaknya pengaruh dari variabel-variabel independen terhadap variabel dependennya.

D. Manfaat Penelitian

Manfaat yang ingin diperoleh dari penelitian ini, yaitu:

1. Hasil penelitian diharapkan dapat menjadi masukan dan dasar hasil penelitian diharapkan dapat menjadi masukan dan dasar pertimbangan bagi pemerintah untuk meningkatkan ekspor karet dari Indonesia ke RRC.


(27)

2. Menambah khasanah keilmuwan/literatur di bidang ilmu ekonomi terutama perdagangan internasional.

3. Sebagai bahan pembanding dan referensi bagi pembaca yang tertarik untuk meneliti hal yang sama bagi peneliti selanjutnya.


(28)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Hubungan Ekonomi Internasional

Hubungan ekonomi internasional berbeda dari hubungan ekonomi antarregional (yaitu hubungan ekonomi di antara berbagai wilayah negara yang sama), sehingga memerlukan peralatan analisis yang sedikit berbeda dan menganggap ekonomi internasional sebagai bagian yang berbeda dari ilmu ekonomi. Artinya, setiap Negara selalu menerapkan beberapa pembatasan (restriksi) terhadap arus barang, jasa, serta berbagai macam faktor produksi yang akan melintasi batas negaranya. Hal tersebut tidak dilakukan secara internal. Selain itu, arus internasional sedikit banyak dipemgaruhi oleh perbedaan-perbedaan bahasa, adat istiadat, serta hokum yang berlaku di masing-masing Negara. Selanjutnya, arus barang, jasa, dan sumber daya secara internasional juga akan menimbulkan pembayaran dan penerimaan dalam bentuk mata uang asing, yang nilainya selalu berubah sepanjang waktu(Salvatore, 1997).

Ekonomi internasional berbeda dengan ekonomi interregional (antar daerah dalam satu negara). Ekonomi internasional menyangkut beberapa negara dimana :

a. Mobilitas faktor produksi seperti tenaga kerja dan modal realtif lebih sukar (immobilitas faktor produksi)


(29)

b. Sistem keuangan, perbankan, bahasa, kebudayaan serta politik yang berbeda

c. Faktor-faktor produksi yang dimiliki (factor endowment) berbeda

sehingga dapat menimbulkan perbedaan harga barang yang dihasilkan.

B. Ekspor dan Impor

1. Ekspor

Definisi ekspor adalah pengiriman barang dagangan keluar negeri melalui pelabuhan di seluruh wilayah Republik Indonesia, baik bersifat komersial maupun bukan komersial. Menurut departemen perindustrian dan perdagangan yang dimaksud dengan ekspor adalah kegiatan mengeluarkan barang dari daerah pabean, sementara eksportir adalah perusahaan atau perorangan yang melakukan kegiatan ekspor. Daerah pabean adalah wilayah Republik Indonesia yang meliputi wilayah darat, perairan, dan ruang udara di atasnya, serta tempat-tempat tertentu di zona ekonomi eksklusif dan landasan kontinen yang di dalamnya berlaku Undang-undang nomor 10 tahun 1995 tentang kepabeanan.

Ekspor yang akan dilakukan sebuah negara tergantung pada banyak factor. Suatu negara dapat mengekspor barang-barang yang dihasilkannya ke negara-negara lain apabila barang-barang tersebut diperlukan di negara-negara lain dan mereka tidak dapat menghasilkan sendiri barang-barang tersebut. Misalnya ekspor karet, timah, minyak kelapa sawit dan kayu hutan ke Jepang dan negara-negara maju lainnyadisebabkan karena barang-barang tersebut


(30)

mereka butuhkan, dan negara-negara tersebut tidak dapat menghasilkan sendiri barang seperti itu. Sebaliknya, Indonesia mengimpor barang-barang modal dan berbagai jenis barang-barang untuk keperluan pengembangan berbagai jenis indsutri karena Indonesia belum mampu memproduksikan barang-barang tersebutdengan mutu yang sebaik seperti yang dapat diperoleh dari negara-negara yang lebih maju.

Namun faktor di atas bukanlah faktor terpenting yang menentukan besarnya ekspor suatu Negara. Faktor yang lebih penting lagi adalah kemampuan dari negara tersebut untuk memproduksikan barang-barang yang dapat bersaing di pasaran luar negeri. Artinya, mutu dan harga barang produksi dalam negeri itu haruslah paling sedikit sama baiknya dengan yang diperjualbelikan dalam pasaran luar negeri. Makin banyak jenis barang yang mempunyai keistimewaan yang dihasilkan oleh suatu negara, makin besar ekspor yang dapat dilakukan negara tersebut.

Ekspor adalah salah satu komponen pengeluaran agregat, oleh sebab itu ekpor dapat mempengaruhi tingkat pendapatan nasional yang akan dicapai. Apabila ekspor bertambah, pengeluaran agregat bertambah tinggi dan selanjutnya akan menaikkan pendapatan nasional. Akan tetapi sebaliknya pendapatan nasional tidak dapat mempengaruhi ekspor. Ekspor belum tentu bertambah apabila pendapatan nasional bertambah, atau ekspor dapat mengalami perubahan walaupun pendapatan nasional tetap. Dengan demikian


(31)

fungsi pengeluaran pemerintah. Fungsi ekspor di atas digambarkan dalam gambar berikut (Sukirno, 2002) :

Tingkat bunga

X2

Pertambahan ekspor X0

Pengurangan ekspor X1

0 pendapatan nasional

Gambar 2.1. Fungsi Ekspor 2. Impor

Sedangkan yang dimaksud dengan impor adalah pengiriman barang dagangan dari luar negeri ke pelabuhan di seluruh wilayah Republik Indonesia kecuali wilayah bebas yang dianggap luar negeri, yang bersifat komersial maupun yang bersifat non komersial. Dalam keputusan menteri perindustrian dan perdagangan No 550/MPP/Kep/10/1999 pada point ketentuan umum disebutkan, yang dimaksud dengan impor adalah kegiatan memasukkan barang ke daerah pabean Indonesia. Antara Negara-negara eksportir dan Negara importir masing-masing memiliki UU dan peraturan bea cukai yang berbeda antara satu Negara dengan Negara lainnya.

Besarnya impor yang dilakukan suatu negara antara lain ditentukan oleh sampai dimana kesanggupan barang-barang yang diproduksikan di


(32)

negara-negara lain untuk bersaing dengan barang-barang yang dihasilkan di negara itu. Apabila barang-barang dari luar negeri mutunya lebih baik, atau harganya lebih murah, daipada barang-barang yang sama yang dihasilkan di dalam negeri, maka akan terdapat kecenderungan bahwa negara tersebut akan mengimpor lebih banyak barang dari luar negeri. Akan tetapi apakah kecenderungan tersebut akan terjadi atau tidak, masih tergantung kepada kesanggupan penduduk negara itu membayar impor tersebut. Ini berarti bahwa besarnya impor lebih dipengaruhi oleh besarnya pendapatan nasional daripada oleh kemampuan barang-barang luar negeri untuk bersaing dengan barang-barang produksi dalam negeri. oleh sebab itu dalam analisis makroekonomi, impor mempunyai cirri-ciri, yaitu semakin besar tingkat pendapatan nasional, semakin besar pula nilai impor. Hal ini ditunjukkan dalam gambar berikut (Sukirno, 2002) :

impor

Pendapatan nasional

Kenaikan impor Pengurangan impor

0

M0

M1


(33)

C. Arti Perdagangan Internasional

Dapat didefinisikan terdiri dari kegiatan-kegiatan perniagaan dari suatu negara asal yang melintasi perbatasan menuju suatu negara tujuan yang dilakukan oleh perusahaan multinasional corporation untuk melakukan perpindahan barang

dan jasa, perpindahan modal, perpindahan tenaga kerja, perpindahan tekhnologi (pabrik) dan perpindahan merek dagang. Robbock membahas “Perdagangan Internasional” dari sudut pandang manajemen dan memerinci kegiatan-kegiatan perdagangan sebagai berikut (Waluya, 1995) :

· Perdagangan Internasional terjadi melalui perpindahan barang-barang, perpindahan jasa-jasa dari satu negara ke negara lain yang disebut transfer of good and services.

· Perdagangan Internasional juga melewati perpindahan modal yaitu masuknya investasi asing dari luar negeri yang disebut transfer ofcapital. · Tenaga kerja juga merupakan objek dalam Perdagangan Internasional.

Dalam Perdagangan Internasional transfer of labour mendorong masuknya

tenaga-tenaga ahli dan tenaga teknisi dari luar negeri. Pada kenyataannya,

unskilled labor dapat juga memperoleh pekerjaan di luar negeri.

· Perdagangan Internasional dapat dilakukan melalui transfer of technology


(34)

· Keberhasilan dari suatu Perdagangan Internasional tergantung dari transfer

of data dan informasi terutama dalam penyampaian informasi tentang

kepastian tersedianya bahan baku dan pangsa pasar.

D. Teori Perdagangan Internasional

1. Teori Keunggulan Absolut (Adam Smith)

Menurut Adam Smith, perdagangan antara dua negara didasarkan pada keunggulan absolut (absolut advantage). Jika sebuah negara lebih efisien daripada (atau memiliki keunggulan absolut terhadap) negara lain dalam memproduksi sebuah komoditi, namun kurang efisien dibanding (atau memiliki kerugian absolut terhadap) negara lain dalam memproduksi komoditi lainnya, maka kedua negara tersebut dapat memperoleh keuntungan dengan cara masing-masing melakukan spesialisasi dalam memproduksi komoditi yang memiliki keunggulan absolut, dan menukarkannya dengan komoditi lain yang memiliki kerugian absolut(Salvatore,1997).

Bahwa setiap negara akan memperoleh manfaat perdagangan internasional karena melakukan spesialisasi produksi dan mengekspor barang jika negara tersebut memiliki keunggulan mutlak, serta mengimpor barang jika negara tersebut memiliki ketidakunggulan mutlak (Hady, 2001). Teori

advantage ini didasarkan kepada beberapa asumsi pokok antara lain: · Faktor produksi yang digunakan hanya tenaga kerja saja.


(35)

· Pertukaran dilakukan secara barter atau tanpa uang.

· Biaya transpor ditiadakan.

2. Teori Keunggulan Komparatif

Teori keunggulan absolut dari Adam Smith memiliki kelemahan yang akhirnya disempurnakan oleh David Ricardo dengan teori comparative advantage atau keunggulan komparatif, baik secara cost comparative (labor efficiency) maupun production comparative (labor productivity).

Menurut teori cost comparative (labor efficiency), suatu negara akan

memperoleh manfaat dari perdagangan internasional jika melakukan spesialisasi produksi dan mengekspor barang dimana negara tersebut dapat berproduksi relatif lebih efisien serta mengimpor barang dimana Negara tersebut berproduksi relatif kurang/tidak efisien.

Sedangkan menurut Production comparative advantage (labor productivity), suatu negara akan memperoleh manfaat dari perdagangan

internasioanal jika melakukan spesialisasi produksi dan mengekspor barang dimana negara tersebut dapat berproduksi relatif lebih produktif serta mengimpor barang dimana negara tersebut berproduksi relatif kurang/tidak (Hady, 2001).

3. Teori Heckser-Ohlin (H-O)

Negara-negara yang memiliki faktor produksi relatif banyak/murah dalam memproduksinya akan melakukan spesialisasi produksi dan


(36)

mengekspor barangnya. Sebaliknya, masing-masing negara akan mengimpor barang tertentu jika negara tersebut memiliki faktor produksi yang relative langka/ mahal dalam memproduksinya.

Dalam analisisnya, teori H-O menggunakan dua kurva yaitu, kurva

Isocost, kurva yang menggambarkan total biaya produksi yang sama dan

kurva Isoquant, yaitu kurva yang menggambarkan total kuantitas produk yang

sama (Hady, 2001).

4. Teori Permintaan

Permintaan adalah keinginan yang disertai dengan kesediaan serta kemampuan untuk membeli barang yang bersangkutan. Hukum permintaan berbunyi ”Jika harga naik, maka jumlah output yang diminta akan turun, demikian pula sebaliknya” (Suherman, 1996).

Kurva permintaan (demand curve) adalah sebuah grafik yang memuat

hubungan antara harga sebuah barang dengan kuantitas yang diminta (Mankiw, 2001). Dalam analisis permintaaan, kurva permintaan mungkin berbentuk (a) garis lurus, (b) cembung terhadap titik nol, atau (c) cekung terhadap titik nol (Suherman,1996).

(a)

harga

P P

D D

0 0

harga


(37)

(c)

Ada beberapa hal yang dapat menggeser kurva permintaan tiga diantaranya adalah (yang paling dominan):

a. Tingkat pendapatan masyarakat (income).

Semakin besarnya pendapatan selalu berarti semakin besarnya permintaan. Jika terjadi kenaikan pendapatan masyarakat, maka kurva permintaan akan bergeser ke kanan. Namun apabila terjadi penurunan pendapatan masyarakat, maka kurva permintaan akan bergeser ke kiri. b. Cita rasa atau selera masyarakat terhadap barang itu (taste).

Cita rasa atau selera masyarakat terhadap segala sesuatu itu pada lazimnya akan senantiasa berubah dari waktu ke waktu. Selera menggambarkan bermacam macam pengaruh budaya dan sejarah. Selera mungkin mencerminkan kebutuhan psikologis dan fisiologis sejati, selera mungkin mencakup kecanduan yang terjadi secara artifisial dan selera mungkin juga mengandung sebuah unsur yang kuat dari tradisi atau agama (Samuelson, 2004)

Jumlah yang diminta

P

C

Gambar 2.3. Jenis kurva permintaan

D 0


(38)

c. Harga barang lain yang berkaitan (prices of related commodities).

Kenaikan harga barang subtitusi akan menggeser kurva permintaan ke kanan, dan penurunan harga barang subtitusi akan menggeser kurva permintaan kekiri. Sedangkan kenaikan harga barang komplementer akan menggeser kurva permintaan kekiri dan penurunan harga barang komplementer akan menggeser kurva permintaan kekanan.

5. Elastisitas

Elastisitas sering juga disebut Ukuran Derajat Kepekaan. Beberapa macam konsep elastisitas yang berhubungan dengan permintaan (Mankiw, 2001) :

a. Elastisitas harga

Elastisitas harga adalah mengukur seberapa banyak kuantitas permintaan atas suatu barang berubah mengikuti perubahan harga barang tersebut. Ukuran ini dinyatakan sebagai persentase perubahan kuantitas yang diminta dibagi persentase perubahan harga. Berdasar pengamatan ada beberapa asas umum yang dapat di kedepankan sebagai hal-hal yang menentukan elastisitas harga dari permintaan yaitu :

· Kebutuhan versus kemewahan

· Ketersediaan subtitusi

· Definisi pasar


(39)

b. Elastisitas harga silang

Elastisitas harga silang yaitu ukuran untuk menentukan seberapa besar perubahan kuantitas yang diminta untuk suatu barang ketika harga barang lainnya berubah. Dirumuskan sebagai persentase perubahan kuantitas yang diminta dari barang 1 dibagi dengan persentase perubahan harga dari barang 2. Positif atau negatifnya nilai elastisitas harga silang ini tergantung pada apakah kedua barng tersebut subtitusi atau komplemen. c. Elastisitas pendapatan

Elastisitas pendapatan yaitu ukuran yang menunjukkan seberapa banyak jumlah permintaan atas suatu barang berubah mengikuti perubahan pendapatan konsumen. Ukuran ini dinyatakan sebagai persentase perubahan kuantitas yang diminta dibagi persentase perubahan pendapatan.

E. Kebijaksanaan Ekonomi Internasional

Dalam arti luas kebijaksanaan ekonomi internasional adalah tindakan/kebijaksanaan ekonomi pemerintah, yang secara langsung maupun tidak langsung mempengaruhi komposisi, arah serta bentuk daripada perdagangan dan pembayaran internasional. Kebijaksanaan ini tidak hanya berupa tarif, quota dan sebagainya, tetapi juga meliputi kebijaksanaan pemerintah di dalam negeri yang secara tidak langsung mempunyai pengaruh terhadap perdagangan serta pembayaran internasional seperti misalnya kebijaksanaan moneter dan fiskal. Sedangkan definisi yang lebih sempit kebijaksanaan internasional adalah


(40)

tindakan/kebijaksanaan ekonomi pemerintah yang secara langsung mempengaruhi perdagangan dan pembayaran internasional.

1. Instrumen kebijaksanaan ekonomi internasional

Instrumen kebijaksanaan ekonomi Internasional meliputi (Nopirin, 1995) : a. Kebijaksanaan perdagangan internasional

Kebijaksanaan perdagangan internasional mencakup tindakan pemerintah terhadap rekening yang sedang berjalan (current account) dalam neraca pembayaran internasional, khususnya tentang ekspor dan impor barang/jasa. Jenis kebijaksanaan ini misalnya tarif terhadap impor, bilateral trade agreemant, state trading, dan sebagainya.

b. Kebijaksanaan pembayaran internasional

Kebijaksanaan pembayaran internasional meliputi tidakan/kebijaksanaan pemerintah terhadap rekening modal (capital account) dalam neraca pembayaran internasional yang berupa pengawasan terhadap pembayaran internasional. Hal ini dapat dilakukan misalnya dengan pengawasan terhadap lalu lintas devisa (exchange control), atau pengaturan/pengawasan lalu lintas modal jangka panjang.

c. Kebijaksanaan bantuan luar negeri

Kebijaksanaan bantuan luar negeri adalah tindakan/kebijaksanaan pemerintah yang berhubungan dengan bantuan (grants), pinjaman(loans), bantuan yang bertujuan untuk membantu rehabilitasi serta pembangunan


(41)

2. Tujuan Kebijaksanaan Ekonomi Internasional

Secara umum dapat disebutkan bahwa tujuan kebijaksanaan ekonomi internasional adalah sebagai berikut ( Nopirin, 1995) :

a. Autarki

Tujuan ini sebenarnya bertentangan dengan prinsip perdagangan internasional. Tujuan autarki bermaksud untuk menghindarkan dari pengaruh-pengaruh negara lain baik pengaruh ekonomi, politik atau militer.

b. Kesejahteraan (welfare)

Tujuan ini bertentangan dengan tujuan untuk autarki diatas. Dengan mengatakan perdagangan internasional suatu negara akan memperolaeh keuntungan dari adanya spesialisasi. Oleh karena itu, untuk mendorong adanya perdagangan internasional maka halangan-halangan dalam perdagangan internasional (tarif, quota, dan sebagainya) dihilangkan atau paling tidak dikurangi. Hal ini berarti harus ada perdagangan bebas.

c. Proteksi

Tujuan ini untuk melindungi industri dalam negeri dari persaingan barang impor. Hal ini, misalnya dapat dijalankan dengan tarif, quota dan sebagainya.


(42)

d. Keseimbangan neraca pembayaran

Apabila suatu negara itu mempunyai kelebihan cadangan valuta asing maka kebijaksanaan pemerintah untuk mengadakan stabilisasi ekonomi dalam negeri akan tidak banyak menimbulkan problem neraca pembayaran internasionalnya. Tetapi sangat sedikit negara yang mempunyai posisi demikian. Terutama negara-negara yang sedang berkembang posisi cadangan valuta asingnya lemah, memaksa pemerintah negara-negara tersebut untuk mengambil kebijaksanaan ekonomi internasional guna menyeimbangkan neraca pembayaran inetrnasionalnya. Kebijaksanaan ini umumnya berbentuk pengawasan devisa (exchange control). Pengawasan devisa tidak hanya mengatur/mengawasi lalu lintas

barang tetapi juga modal. e. Pembangunan ekonomi

Untuk mencapai tujuan ini pemerintah dapat mengambil kebijaksanaan seperti misalnya :

· Perlindungan terhadap industri (infant industries)

· Mengurangi impor barang konsumsi yang nonessensial dan mendorong impor barang-barang yang essensial.

· Mendorong ekspor dan sebagainya

Kesemuanya ini untuk mengarahkan perkembangan perdagangan internasional guna menunjang pembangunan ekonomi dalam negeri.


(43)

F. Penelitian Terdahulu

Michael Learner dan Thomas Stern (1989) menyeburtkan banyak faktor yang mempengaruhi besarnya permintaan terhadap barang ekspor. Sesuai dengan teori permintaan, besarnya barang ekspor yang diminta sangat dipengaruhi oleh tingkat pendapatan, harga barang, dan barang yang lain, keadaan ini dituliskan :

M = (Pm, Py, Y) dimana :

M = jumlah barang yang diimpor Pm = tingkat harga yang diimpor Py = harga barang yang lain

Y = tingkat pendapatan negara pengimpor

Jumlah barang yang diimpor oleh suatu negara sebenarnya tidak hanya ditentukan oleh ketiga variabel di atas. Pemilihan variabel independen dalam suatu model permintaan dan penawaran terhadap suatu barang ekspor sangat tergantung pada tujuan suatu hipotesis yang diajukan dalam penelitian.

Dalam tulisan yang sama Learner dan Stern mengemukakan beberapa variabel independen lain yang juga mempengaruhi besarnya permintaan barang ekspor seperti kemampuan penawaran terhadap suatu barang dari negara yang melakukan impor barang yang sama, tingkat pendapatan negara pengimpor dalam GNP dan GDP riil, variabel waktu, faktor kebijaksanaan pemerintah atau perekonomian yang diterangkan oleh variabel dummy, nilai tukar atau faktor-faktor lain yang diperkirakancukup berpengaruh.


(44)

Moshin S Khan (1974) telah melakukan penelitian tentang impor di !5 negara berkembang yang umum diasumsikan tertentu oleh kekuatan non pasar (non market forces) tidak sepenuhnya benar. Model yang digunakan pada penelitian ini dalam bentuk logaritma adalah sebagai berikut :

Log Mt = ao + a1 log(Pmt/PDt)+a2 log Yt+Ut

dimana :

Mt = kuantitas impor pada periode t

PMt = nilai per unit impor di negara i pada periode t

PDt = tingkat harga dalam negeri di negara i pada periode t Yt = pendapatan domestik bruto

Ut = kesalahan pengganggu a1<0, a2>0

Alat analisis yang digunakan adalah model dinamis PAM sebagai model ketidakseimbangan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa elastisitas harga permintaan barang impor dengan model keseimbangan mempunyai pengaruh yang signifikan pada derajat keyakinan 5% terhadap permintaan impor di 11 negara. Di antaranya Brasil, Kolumbia, Equador, India, Pakistan, Peru, Philipina, Srilanka, Turki dan Uruguay, kecuali Kolumbia dan Pakistan yang elastisitasnya cukup kecil. Sedangkan perubahan pendapatan punya pengaruh yang berarti untuk sembilan negara. Selain itu untuk negara Equador, Ghana, Pakistan, dan Turki ditemukan adanya autokorelasi.


(45)

Pada model keseimbangan jangka pendek, elastisitas harga juga signifikan di negara Brazil, Kolumbia, Kostarika, Equador, Pakistan, dan Srilanka. Sedangkan untuk elastisitas pendapatan jangka pendek signifikan di negara Brazil, Kolumbia, Equador, dan Pakistan yang derajat keyakinannya 5%.

Mutaqim dan JJ Sarungu (2002) dalam penelitian berjudul ”Prospek Kerjasama Perdagangan Internasional Indonesia-Amerika”. Alat analisis yang digunakan adalah model dinamis PAM. Berdasarkan hasil analisis regresi berganda, dilihat dari permintaan impor Indonesia dari amerika serikat menunjukkan variabel GDP Indonesia mempunyai hubungan yang positif dan signifikan terhadap permintaan impor Indonesia dari amerika serikat, variabel nominal exchange rate mempunyai hubungan yang negatif dan bermakna secara statisitik terhadap variabel permintaan impor Indonesia ke Amerika, variabel harga barang impor mempunyai hubungan yang positif dan signifikan terhadap permintaan impor Indonesia dari amerika serikat namun tidak sesuai dengan hipotesis, variabel krisis ekonomi (variabel dummy) mempunyai hubungan yang negatif dan signifikan terhadap permintaan impor Indonesia dari amerika serikat, variabel impor Indonesia dari amerika serikat tahun sebelumnya mempunyai hubungan yang positif dan signifikan terhadap permintaan impor Indonesia dari amerika serikat. Sedangkan dari segi penawaran ekspor Indonesia ke Amerika Serikat menunjukkan variabel GDP Amerika mempunyai hubungan yang positif dan signifikan terhadap penawaran ekspor Indonesia dari amerika serikat, variabel nominal exchange rate mempunyai hubungan yang tidak bermakna


(46)

secara statisitik terhadap variabel penawaran ekspor Indonesia ke Amerika, variabel harga barang ekspor mempunyai hubungan yang negatif dan tidak bermakna secara statistik terhadap penawaran ekspor Indonesia ke amerika, variabel krisis ekonomi (variabel dummy) mempunyai hubungan yang negatif dan signifikan terhadap penawaran ekspor Indonesia dari amerika serikat, variabel impor Indonesia ke amerika serikat, variabel ekspor Indonesia ke Amerika Serikat tahun sebelumnya mempunyai hubungan yang positif dan signifikan terhadap penawaran ekspor Indonesia ke Amerika serikat.

Nurul Huda dan Zulihar (2009) dalam penelitian berjudul “Perdagangan Bilateral Indonesia-China periode 2000-2009”. Dari penelitian tersebut keimpulan yang diberikan adalah, 1) Neraca perdagangan Indonesia terhadap China selama periode 2000-2007 mengalami surplus tetapi sejak tahun 2008 dan 2009 perdagangan Indonesia terhadap China mengalami kondisi deficit, 2) Komoditi Utama yang diekspor Indonesia ke China meliputi komoditi karet, batubara, CPO, produk kimia dan kertas. Sedangkan komoditi Utama Impor Indonesia dari China meliputi produk barang konsumsi, bahan baju dan barang modal, 3) Langkah yang dapat dilakukan pemerintah terhadap data terakhir perdagangan Indonesia-China antara lain : pembangunan infrastruktur, permudah perizinan, permodalan, kontrol produk-produk China dengan gerakan cinta produk dalam negeri.


(47)

G. Hipotesa

Sebagaimana uraian di atas, dapat disimpulkan beberapa hipotesa mengenai uraian di atas, yaitu :

1. Diduga harga karet alam dunia akan berpengaruh negatif dan signifikan terhadap volume ekspor karet alam Indonesia.

2. Diduga harga karet sintetis akan berpengaruh positif dan signifikan terhadap volume ekspor karet alam Indonesia.

3. Diduga nilai tukar mata uang RRC terhadap Rupiah akan berpengaruh positif dan signifikan terhadap volume ekspor karet alam Indonesia

4. Diduga GDP Riil Negara RRC sebagai pengimpor akan berpengaruh positif dan signifikan terhadap volume ekspor karet alam Indonesia.

5. Diduga secara bersama - sama harga karet alam dunia, harga karet sintetis, nilai tukar Yuan RRC terhadap Rupiah, serta GDP Riil Negara RRC berpengaruh secara bersama-sama terhadap volume ekspor karet alam Indonesia?


(48)

H. Prosedur Analisis Data

Dari uraian di atas, kerangka pemikiran dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

harga karet alam Dunia

harga karet sintetis

Nilai tukar yuan RRC terhadap rupiah

Volume ekspor karet Indonesia

Pertumbuhan ekonomi Indonesia GDP Riil Negara RRC


(49)

BAB III

METODE PENELITIAN

1. Jenis dan Sumber Data

Data yang digunakan pada penelitian ini adalah data sekunder menurut runtut waktu (time series) dalam bentuk tahunan. Periode yang digunakan yaitu periode tahun 1999 sampai dengan tahun 2009. Adapun data-data tersebut diperoleh dari:

1. Badan Pusat Statistik (BPS) 2. Bank Indonesia (BI)

3. Penelitian-penelitian terdahulu

4. Artikel-artikel dan sumber-sumber lainnya.

2. Definisi Variabel

1. Harga karet alam dunia

Harga karet alam dunia yang digunakan adalah harga karet alam yang berlaku dalam perdagangan internasional. Data operasional yang digunakan dalam penelitian ini diambil dari data yang dikeluarkan oleh BPS berdasarkan perhitungan tahunan .

2. Harga karet sintetis

Harga karet sintetis yang digunakan adalah harga karet olahan yang berlaku dalam perdagangan internasional.. Data operasional yang digunakan


(50)

dalam penelitian ini diambil dari data yang dikeluarkan oleh BPS berdasarkan perhitungan tahunan.

3. Nilai Tukar Yuan RRC terhadap Rupiah

Data operasional yang digunakan dalam penelitian ini diambil dari data yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia maupun BPS berdasarkan perhitungan tahunan.

4. GDP Riil Negara RRC

GDP Riil Negara RRC yang digunakan adalah jumlah nilai produksi yang dinilai atas dasar harga tetap yang dihitung menggunakan tahun dasar 2000. Data operasional yang digunakan dalam penelitian ini diambil dari sumber-sumber terkait berdasarkan perhitungan tahunan dan dinyatakan dalam bentuk Milyar Dollar Amerika.

3. Metode Analisis Data

1. Metode Regresi Kuadrat Terkecil

Analisis data yang dilakukan dengan Metode Regresi Kuadrat Terkecil/OLS (ordinary least square), dengan fungsi volume ekspor karet Indonesia ke RRC = f (harga karet alam dunia, harga karet sintetis, nilai tukar Yuan terhadap Rupiah, GDP Riil Negara RRC), maka persamaan regresi liniernya adalah :

Volume = β0+β1HKA+β2HKS+β3NT+β4 GDPriil +e


(51)

HKA = Harga Karet Alam Dunia (US$/Ton) HKS = Harga Karet Sintetis (US$/Ton) NT = Nilai Tukar Yuan terhadap Rupiah (Rupiah) GDPriil= GDP Riil Negara RRC (Milyar US $)

β0 = Konstanta regresi

βi = Koefisien Regresi e = Variabel Pengganggu

2. Pemilihan Model Regresi

Pemilihan model regresi ini menggunakan uji Mackinnon, White and Davidson (MWD) yang bertujuan untuk menentukan apakah model yang akan di gunakan berbentuk linier atau log linier.

Persamaan matematis untuk model regresi linier dan regresi log linier adalah sebagai berikut :

· Linier Î Y = β0 + β1X1+ β2 X2+ β3 X3+ β4 X4 + e

· Log Linier Î LogYt = Log β0+β1 LogX1t+β2 LogX2t+β3 LogX3t+β4

LogX4t +e

Untuk melakukan uji MWD ini kita asumsikan bahwa :

· Ho : Y adalah fungsi linier dari variabel independen X (model linier)

· H1 : Y adalah fungsi log linier dari varibel independen X (model log linier)


(52)

Adapun prosedur metode MWD adalah sebagai berikut :

a. Estimasi model linier dan dapatkan nilai prediksinya (fitted value) dan selanjutnya dinamai F1.

b. Estimasi model log linier dan dapatkan nilai prediksinya, dan selanjutnya dinamai F2.

c. Dapatkan nilai Z1 = ln F1-F2 dan Z2 = antilog F2-F1

d. Estimasi persamaan berikut ini :

Y = β0 + β1X1+ β2 X2+ β3 X3+ β4 X4 + e

Jika Z1 signifikan secara statistik melalui uji t maka kita menolak hipotesis nul dan model yang tepat untuk digunakan adalah model log linier dan sebaliknya jika tidak signifikan maka kita menerima hipotesis nul dan model yang tepat digunakan adalah model linier.

e. Estimasi persamaan berikut :

LogYt = Log β0+β1 LogX1t+β2 LogX2t+β3 LogX3t+β4 LogX4t + e

Jika Z2 signifikan secara statistik malalui uji t maka kita menolak hipotesis

alternatif dan model yang tepat untuk digunakan adalah model linier dan sebaliknya jika tidak signifikan maka kita menerima hipotesis alternatif dan model yang tepat untuk digunakan adalah model log linier. (Siti Aisyah, 2007)

3. Uji Statistik


(53)

a. Uji t Statistik

Uji t statistik adalah pengujian variabel-variabel independen secara individu, digunakan untuk menguji signifikansi pengaruh masing-masing variable independen terhadap variable dependen. Langkah-langkah dalam uji t adalah sebagai berikut :

1) Menentukan hipotesis

a) Ho : βi = 0, berarti tidak ada pengaruh masing-masing variabel

independen terhadap variabel dependen.

b) Ha : βi ≠ 0, berarti ada pengaruh masing-masing variabel independen

terhadap variabel dependen.

2) α = 5%, df = n-k

3) f(t)

H0 ditolak H0 diterima H0 ditolak

0 -tα/2 ; n-k tα/2; n-k

Gambar 3.1. Daerah Kritis Uji t 4) Melakukan perhitungan nilai t

thitung= βi/Se (βi)


(54)

Keterangan :

βi = koefisien regresi

Se (βi) = standard error koefisien regresi

5) Kriteria pengujian

· Jika nilai -ttabel < thitung < ttabel, Ho diterima berarti variabel independen

secara individual tidak berpengaruh secara signifikan terhadap variabel dependen.

· Jika nilai ttabel > thitung atau thitung < -ttabel, Ho ditolak berarti variabel

independen secara individu berpengaruh secara signifikan terhadap variabel dependen.

b. Uji F statistik

Pengujian ini akan memperlihatkan hubungan atau pengaruh antara variabel independen secara bersama-sama terhadap variabel dependen. Langkah-langkah dalam uji F adalah sebagai berikut :

1) Menentukan hipotesis

a) Ho : βi = 0, maka variabel independen secara bersama-sama tidak

mempengaruhi variabel independen.

b) Ha : βi ≠ 0, maka variabel independen secara bersama-sama

mempengaruhi variabel dependen.


(55)

3)

H0 ditolak

H0 diterima

0 Fα;k-1;n-k

Gambar 3.2. Daerah Kritis Uji F 4) Melakukan penghitungan nilai F

Nilai Fhitung =

Keterangan :

R2 = koefisien regresi n = jumlah sampel/data k = banyaknya parameter 5) Kriteria pengujian

· Jika Fhitung > Ftabel , maka H0 ditolak dan Ha diterima. Artinya ada

pengaruh yang signifikan dari seluruh variabel independen terhadap variabel dependen.

· Jika Fhitung < Ftabel , maka H0 diterima dan Ha ditolak. Artinya tidak ada

pengaruh yang signifikan dari seluruh variabel independen terhadap variabel dependen.


(56)

c. Koefisien Determinasi (R2)

R2 menjelaskan seberapa besar persentasi total variasi variabel dependen yang dijelaskan oleh model, semakin besar R2 semakin besar pengaruh model dalam menjelaskan variabel dependen. Nilai R2 berkisar antara 0 sampai 1, jika R2 sebesar 1 berarti ada kecocokan sempurna, sedangkan yang bernilai 0 berarti tidak ada hubungan antara variabel tak bebas dengan variabel yang menjelaskan.

4. Pengujian Asumsi Klasik

Pengujian ini digunakan untuk melihat apakah model yang diteliti akan mengalami penyimpangan asumsi klasik atau tidak, maka pengadaan pemeriksaan terhadap penyimpangan asumsi klasik tersebut harus dilakukan:

a. Autokorelasi

Autokorelasi adalah keadaan dimana faktor-faktor pengganggu yang satu dengan yang lain saling berhubungan. Pengujian terhadap gejala autokorelasi dapat dilakukan dengan Lagrange Multiplier Test yang

dikembangkan oleh Bruesch-Godfrey, yakni berupa regresi atas semua variabel bebas dalam persamaan regresi linier berganda tersebut dan variabel lag-1 dari nilai residual regresi linier berganda. Langkah dari Lagrange Multiplier Test adalah sebagai berikut :

1) Menentukan hipotesis


(57)

b) Ha : ρ1≠ ρ2≠....≠ ρq≠ 0 , Ada autokorelasi.

2) α = 5%, df = jumlah lag residual

3)

H0 diterima H0 ditolak

0 χ2

(α ; df)

Gambar 3.3. Daerah Autokorelasi

4) Melakukan penghitungan nilai χ2

χ2

hitung = (n-p)R2

5) Membandingkan nilai R2 dari hasil regresi tersebut dengan nilai χ2 dalam

table statistik Chi Square. Kriterianya adalah, jika :

a) Apabila nilai Obs*R square ( χ2hitung ) < χ2tabel, berarti H0 diterima,

artinya tidak ada masalah autokorelasi.

b) Apabila Obs*R square ( χ2

hitung ) > χ2tabel, berarti H0 ditolak, artinya

terjadi masalah autokorelasi.


(58)

b. Multikolinearitas

Multikolinearitas adalah adanya suatu hubungan linier yang sempurna (mendekati sempurna) antara beberapa atau semua variabel bebas. Untuk mengetahui ada tidaknya gejala multikolinearitas dapat dilakukan dengan membandingkan nilai R2aux yang diperoleh dari auxiliary regression dengan

nilai R2 dari keseluruhan. Berdasarkan Klein rule of Thumbs maka dari hasil

perbandingan tersebut dapat disimpulkan bahwa jika R2 > R2aux maka tidak

terjadi gejala multikolinearitas dan jika R2 < R2aux maka terjadi gejala

multikolinearitas (Gujarati, 2003).

c. Heteroskedastisitas

Asumsi dari model regresi linier klasik adalah kesalahan penggangu mempunyai variasi yang sama. Apabila asumsi tersebut tidak terpenuhi maka akan terjadi heteroskedastisitas, yaitu suatu keadaan dimana variasi dari kesalahan penggangu tidak sama untuk semua nilai variabel bebas. Terdapat beberapa metode yang dipergunakan untuk mendeteksi heteroskedastisitas dalam model empiris yaitu Uji Park, Uji Glejser, Uji white, Uji LM ARCH dan Uji Breusch–Pagan–Godfrey. Pengujian heteroskedastisitas dalam penelitian ini akan menggunakan Uji White. Langkah dari Uji White adalah sebagai berikut :

1) Hipotesis untuk menentukan ada tidaknya heterokedastisitas.


(59)

2) α = 5%, df = jumlah regresor 3)

H0 diterima H0 ditolak

0 χ2

(α ; df)

Gambar 3.4. Daerah Heteroskedastisitas

4) Melakukan penghitungan nilai χ2

χ2

hitung = nR2

Keterangan : n = jumlah observasi R2 = koefisien determinasi

5) Kriteria pengujian ada tidaknya heteroskedastisitas

· Jika Obs*R square ( χ2

hitung )< χ2tabel, berarti Ho tidak dapat ditolak.

Dari hasil uji White Test tersebut dapat disimpulkan bahwa tidak ada heterokedastisitas.

· jika nilai Obs*R square ( χ2

hitung) > χ2tabel, berarti Ho dapat ditolak.

Dari hasil uji White Test tersebut dapat disimpulkan bahwa ada heterokedastisitas.


(60)

BAB IV

ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

A. Sejarah Perkembangan Karet

Karet dikenal di Eropa sejak ditemukannya Amerika oleh Columbus. Orang Eropa yang pertama kali menemukan dan menyelidiki karet atau elastic gum ialah Pietro Martyre d’Angiera (1457 - 1526), dari Aragon, Leon (Spanyol).

Laporan pertama yang serius tentang produksi karet dan sistem primitive pemrosesannya ditulis pada abad ke- 18 oleh 2 orang Prancis Charles Marie De La Condamine dan Francois Fresneau. De La Condamine, seorang anggota ekspedisi ilmiah yang pergi ke Amerika Selatan pada tahun 1735 melukiskan dalam laporannya kepada akademi Prancis pada tahun 1736.

Sejak semula perkembangan industri karet tergantung bukan pada pengetahuan kimia melainkan pada kemampuan orang menemukan metode yang cocok untuk memanipulasi karet. Kemajuan yang penting dalam memanipulasi karet dengan mudah terjadi pada awal abad ke – 19 dari eksperimen-eksperimen seorang Skotlandia, Charles Macintosh (1766 – 1843) dan seorang Inggris, Thomas Hancock (1786 – 1865 ) namun metode tersebut kurang sempurna dan agak primitive.

Di Amerika Serikat industri karet berdiri pada akhir pengembangan industri dan perdagangannya (1819 – 1837). Seorang Amerika, Charles Goodyear


(61)

berbahan baku karet alam ( kemudian karet sintetik ) banyak didirikan pada awal perkembangan industri kendaraan bermotor. ( Spillane, 1989)

B. Jenis-Jenis Karet

Karet atau elastromer merupakan polimer yang memperlihatkan daya pegas, atau kemampun meregang dan kembali ke keadaan semula dengan cepat. Ada 2 jenis karet yaitu karet alam dan karet sintetis. Setiap jenis karet ini memiliki karakteristik yang berbeda, sehingga keberadaanya saling melengkapi. Kelemahan karet alam bisa diperbaiki oleh karet sintetis dan sebaliknya, sehingga kedua jenis karet tersebut tetap dibutuhkan.

1. Karet Alam

Karet alam adalah suatu polimer dari isoprene. Nama kimia dari polimer ini adalah Cis 1,4 – poliisoprena dengan rumus umum ( C5 H8 )n. Semakin besar harga n semakin panjang molekul karet , semakin besar berat molekulnya, dan semakin kental. Dimana n adalah drajat polimerisasi yaitu bilangan yang menunjukkan jumlah monomer di dalam rantai polimer. Karet alam bila dipanasi akan menjadi lunak dan lekat dan kemudian dapat mengalir. Karet alam sedikit larut dalam benzene. Karet alam banyak digunakan dalam industri – industri barang. Umumnya alat-alat yang terbuat dari karet alam berguna bagi kehidupan manusia.


(62)

Sesuai dengan namanya, karet alam berasal dari alam, yakni terbuat dari getah tanaman karet. Sifat-sifat atau kelebihan karet alam adalah sebagai berikut :

a. Daya elastisitas atau daya lentingnya sempurna. b. Sangat plastis, sehingga mudah diolah.

c. Tidak mudah panas. d. Tidak mudah retak.

e. Mempunyai daya aus yang tinggi

Ada beberapa jenis karet alam yang dikenal, diantaranya merupakan bahan olahan. Bahan olahan jadi maupun setengah jadi, jenis – jenis produk karet alam tersebut adalah sebagai berikut :

a. Bahan olah karet (lateks kebun, sheet angin, lump segar)

b. Karet alam konvensional (compo crepe, blanket crepe, off crepe)

c. Lateks pekat

d. Karet bongkah (block rubber)

e. Karet spesifikasi teknis ( crump rubber )

f. Karet siap olah (Tyre rubber)

Karet alam memiliki banyak manfaat dalam kehidupan manusia yang diolah sesuai dengan keperluannya. Karet alam banyak digunakan dalam industri-industri barang. Umunya alat-alat yang dibuat dari karet alam sangat berguna bagi kehidupan sehari-hari maupun dalam usaha industri seperti


(63)

umumnya terbuat dari karet alam. Karet sering pula dipasang di pintu, kaca pintu, kaca mobil dan di peralatan lainnya.

Disamping kelebihannya, karet alam juga memiliki kelemahan dalam penggunaannya, Kelemahan karet alam terletak pada keterbatasannya dalam memenuhi kebutuhan pasar. Saat pasar membutuhkan pasokan tinggi, para produsen karet alam tidak bisa menggenjot produksinya dalam waktu singkat, sehingga harganya cenderung tinggi.

2. Karet Sintetis

Karet sintetis sebagian besar dibuat dengan mengandalkan bahan baku minyak bumi. Karet sintetis memiliki kelebihan seperti tahan terhadap berbagai zat kimia dan harganya yang cenderung bisa dipertahankan supaya tetap stabil. Bila ada pihak yang menginginkan karet sintetis dalam jumlah tertentu, maka biasanya pengiriman atau suplai barang tersebut jarang mengalami kesulitan. Berikut ini adalah jenis-jenis karet sintetis yang dikenal, yaitu :

a. Karet sintetis untuk kegunaan umum

Ø SBR (styrena butadiene rubber), merupakan jenis karet sintetis yang

paling banyak digunakan. Memiliki ketahanan kikis yang baik dan kalor atau panas yang ditimbulkan juga rendah

Ø BR (butadiene rubber), karet jenis BR lebih lemah, daya lekat lebih


(64)

Ø IR (isoprene rubber) atau polyisoprene rubber, mirip dengan karet

alam karena sama-sama merupakan polimer isoprene.

b. Karet sintetis untuk kegunaan khusus

Ø IIR (isobutene isoprene rubber) Sering disebut butyl rubber dan hanya

mempunyai sedikit ikatan rangkap sehingga membuatnya tahan terhadap pengaruh oksigen dan asap.

Ø NBR (nytrile butadiene rubber) atau acrilonytrile butadiene rubber

Adalah karet sintetis untuk kegunaan khusus yang paling sering digunakan. Sifatnya yang sangat baik adalah tahan terhadap minyak. Sekalipun didalam minyak, karet ini tidak mengembang.

Ø CR (clhoroprene rubber)

Memiliki ketahanan terhadap minyak, tetapi dibanding dengan NBR masih kalah. Memiliki daya tahan terhadap pengaruh oksigen dan ozon di udara, bahkan juga tahan terhadap panas atau nyala api.

Ø EPR (ethylene propylene rubber) Keunggulan yang dimiliki EPR

adalah ketahanannya terhadap sinar matahari, ozon, serta pengaruh unsur cuaca lainnya. Kelemahannya pada daya lekat yang rendah.

C. Perkembangan Karet Indonesia

Bagi Indonesia, karet saat ini merupakan salah satu komoditas perkebunan yang perlu mendapatkan perhatian serius karena perananny cukup penting dalam perekonomian Indonesia. Hal ini terlihat dari areal pertanamannya yang setiap


(65)

3,35 juta hektar, kemudian mengalami peningkatan pada tahun 2007 menjadi 3,41 juta hektar atau naik sekitar 2,01%. Sedangkan pada tahun 2008 luas areal perkebunan karet Indonesia terus mengalami peningkatan yaitu sekitar 1,65% atau menjadi 3,47 juta hektar. Selama periode 2006-2008 areal perkebunan karet tersebar di 25 propinsi. Dari ke 25 propinsi tersebut, propinsi Sumatera Selatan merupakan propinsi dengan areal perkebunan karet yang terluas di Indonesia. Pada tahun 2008 perkebunan karet yang berada di propinsi tersebut tercatat seluas 657,75 ribu hekktar atau merupakan18,98% dari total luas perkebunan karet di Indonesia. Semantara itu propinsi lainnya yang juga memiliki luas areal perkebunan karet yang cukup besar adalah Sumatera Utara (13,74%), Jambi (12,65%), Riau (11,64%), dan Kalimantan Barat (11,82%).

Apabila dilihat dari status pengusahaannya, perkebunan karet Indonesia dibagi menjadi tiga yaitu Perkebunan Rakyat, Perkebunan Besar Negara, Perkebunan Besar Swasta. Pada tahun 2008 luas areal perkebunan karet Innonesia seluas 3,47 juta hektar, sekitar 2,94 juta hektar (84,81%) diantaranya diusahakan oleh perkebunan rakyat. Sedangkan yang diusahakan oleh perkebunan besar Negara sebesar 0,25 juta hektar (7,19%) dan perkebunan besar swasta hanya seluas 0,28 juta hektar (8,1%).

Perkembangan produksi karet di Indonesia selama 2006-2008 juga terus mengalami peningkatan. Pada tahun2006 produksi karet mencapai 2,64 juta ton dan meningkat 4,47% pada tahun 2007 menjadi sebesar 2,76 juta ton. Pada tahun 2008 produksi karet mengalami peningkatan sekitar 6,05% atau menjadi 2,92 juta


(66)

ton. Perkembangan produksi karet Indonesia 2006-2008 dapat dilihat pada tabel berikut ini :

Tabel 4.1

Perkembangan Produksi Karet Indonesia Tahun 2006-2008 (Ton)

Tahun PR PBN PBS Jumlah Pertumbuhan (%) 2006 2082597 196088 288821 2637231 16,13 2007 2176686 209837 301286 2755172 4,47 2008 2308385 218724 319515 2921873 6,05 Sumber : Badan Pusat Statistik,2008

Presentase produksi karet yang diusahakan oleh perkebunan rakyat selama periode tahun 2006-2008 yakni berkisar 78,97%-78,99%, sedangkan perkebunan besar negara berkisar 10,07%-10,08% dan untuk perkebunan besar swasta berkisar 10,94%-8,44%. Dengan presentase luas perkebunan karet yang diusahakan oleh perkebunan rakyat mencapai 84,81% lebih terhadap total luas areal perkebunan karet Indonesia, sedangkan produksi perkebunan rakyat sekitar 78,99% dari total produksi karet Indonesia, ini berarti produktivitas dari perkebunan rakyat umumnya lebih rendah dibandingkan produktifitas perkebunan besar baik Negara maupun swasta.

D. Kendala Pengembangan Karet Alam Indonesia

Kendala utama dalam pengembangan karet alam adalah tingkat produktivitas lahan karet yang masih rendah. Jika dibandingkan dengan produsen utama karet alam, tingkat produktivitas lahan di Indonesia khususnya perkebunan


(67)

sekitar 1 ton/ha/tahun. Sebagai perbandingan, produktivitas lahan di India bisa mencapai sekitar 1,9 ton/ha/tahun sedangkan Thailand mencapai sekitar 1,6 ton/ha/tahun. Dengan produktivitas lahan yang hanya setengah dari negara produsen lainnya, posisi Indonesia sulit diharapkan menjadi market leader di pasar internasional walaupun memiliki luas lahan yang terbesar di dunia.

Salah satu langkah meningkatkan produktivitas adalah melakukan sinergi antara perkebunan rakyat dan perkebunan besar melalui pola plasma. Kemampuan manajerial baik produksi maupun pemasaran dari perkebunan besar akan mendorong terjadinya peningkatan produktivitas perkebunan rakyat disamping peremajaan lahan yang tidak produktif (sekitar 15% dari total luas lahan) yang menjadi syarat utama peningkatan produktivitas lahan.

Permasalahan yang mendasar bagi petani karet adalah keterbatasan dalam pengadaan bibit yang berkualitas dan sarana produksi lainnya. Dengan pola plasma diharapkan adanya kooordinasi dalam pengadaan bibit dari balai penelitian maupun penangkaran bibit unggul yang ada. Sistem plasma juga diharapkan dapat membantu dalam pengadaan modal kerja dari pihak terkait baik perkebunan besar maupun perbankan.

Kendala lain yang menghambat perkembangan karet adalah hasil bahan baku (bokar) umumnya bermutu rendah sebagai dampak dari proses pengolahan dasar di level petani belum optimal dengan metode yang dapat mengurangi kualitas bahan (pencampuran dengan bahan penggumpal berkualitas rendah atau mencampur dengan beberapa bahan yang tidak direkomendasikan). Bersamaan


(68)

dengan permasalahan kualitas bokar, pola pemasaran juga tidak berpihak ke petani dengan rata-rata harga di level petani hanya mencapai 60-75% dari harga FOB. Koordinasi dengan perkebunan besar diharapkan dapat menjembatani kendala transportasi terhadap kondisi lahan petani yang menyebar sehingga pemasaran lebih solid dan kontinuitas pasokan bagi pabrik pengolahan karet dapat lebih terjamin.

Dari sisi industri pengolahan, kemampuan industri dalam negeri menyerap produksi karet alam masih rendah dan relatif stagnan dalam 5 tahun terakhir (sekitar 10-15% dari total produksi karet nasional). Industri ban merupakan industri yang dominan dalam menyerap pasokan karet dalam negeri dengan konsumsi mencapai sekitar 60% dari total konsumsi industri karet nasional. Industri lain yang menggunakan karet sebagai bahan baku antara lain industri sarung tangan, alas kaki, selang belt transmision. Selain industri ban yang merupakan industri besar, industri lainnya hanya bersifat industri berskala menengah dan kecil. Kemampuan modal dan pemasaran menjadi kendala dalam pengembangan industri menengah dan kecil tersebut. Selain kendala diatas, ketersediaan pasokan energi oleh pemerintah dalam hal ini juga menjadi kendala sehingga kontinuitas dan skala produksi menjadi tidak optimal. Di level industri kecil, produk lebih dititikberatkan kepada komponen atau barang pendukung dari produk utama seperti spare parts dan komponen alas kaki yang diproduksi pabrikan besar. Pengembangan jenis produk karet lainnya dinilai cukup berat


(1)

3.

Pengaruh nilai tukar Yuan terhadap Rupiah terhadap ekspor karet alam

Indonesia ke RRC.

Hasil estimasi terhadap variabel nilai tukar yuan terhadap rupiah

menunjukkan hubungan yang positif dan tidak signifikan pada tingkat

keyakinan 5% terhadap ekspor alam Indonesia ke RRC, dengan koefisien

regresi sebesar 76.15985. hal ini berarti tidak sesuai dengan hipotesis awal

yang menyatakan bahwa variabel nilai tukar yuan terhadap rupian

berpengaruh positif dan signifikan terhadap volume ekspor karet alam

Indonesia ke RRC.

Tidak berpengaruhnya variabel nilai tukar yuan terhadap rupiah

disebabkan kebutuhan negara mitra dagang khususnya RRC(Republik Rakyat

China) terhadap barang ekspor Indonesia tetap sama dan malah menunjukkan

nilai yang cenderung semakin meningkat setiap tahunnya.

4.

Pengaruh GDP Riil Negara RRC terhadap ekspor karet alam Indonesia

ke RRC.

Hasil estimasi terhadap variabel GDP menunjukkan hubungan yang

positif dan signifikan terhadap volume ekspor karet alam Indonesia ke RRC,

dengan koefisien regresi sebesar 126.5526.

Angka tersebut memiliki arti bahwa perubahan GDP RRC

berpengaruh terhadap ekspor karet Indonesia ke RRC. Hasil ini sesuai dengan

hipotesis awal yang menyatakan bahwa variabel GDP RRC memiliki

pengaruh positif terhadap volume ekspor karet alam Indonesia ke RRC. Ini


(2)

membuktikan hasil penelitian konsisten dengan teori ekonomi, yaitu teori

konsumsi yang menyatakan bahwa konsumen akan memaksimumkan

kepuasannya dengan tunduk pada kendala anggaran mereka, apabila

pendapatan naik maka konsumsi juga akan naik. Dari teori tersebut dapat

disimpulkan bahwa GDP suatu negara menggambarkan tingkat pendapatan

negara tersebut sehingga apabila tingkat pendapatan naik berarti daya beli

penduduk suatu negara juga akan naik (Mutaqim dan JJ sarungu, 2002).


(3)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

Pada bab ini akan disajikan beberapa kesimpulan yang berkaitan dengan

pembahasan deskripsi variabel yang diteliti dan hasil estimasi model. Dari

kesimpulan yang ada tersebut, akan dikemukakan beberapa saran yang kiranya

dibutuhkan dan berkaitan dengan perumusan masalah yang diajukan. Dengan

demikian diharapkan dapat menjadi masukan bagi pihak-pihak terkait.

A.

Kesimpulan

Dari hasil perhitungan dan analisis data yang telah dilakukan mengenai

harga karet alam, harga karet sintetis, nilai tukar Yuan terhadap Rupiah, dan GDP

Riil Negara RRC terhadap volume ekspor karet alam Indonesia ke RRC dapat

diambil kesimpulan sebagai berikut :

1.

Variabel harga karet alam berpengaruh secara signifikan terhadap variabel

volume ekspor karet alam Indonesia ke RRC. Hal ini ditunjukann dengan nilai

probabilitasnya sebesar 0,0490 pada derajat keyakinan 5%. Koefisien harga

karet alam sebesar -113.3744, ini berarti ada pengaruh negatif antara harga

karet alam dan volume ekspor karet alam Indonesia ke RRC. Peningkatan

harga karet alam akan menurunkan volume ekspor karet alam Indonesia ke

RRC dan penurunan harga karet alam akan meningkatkan volume ekspor

karet alam Indonesia ke RRC. Jadi hipotesa pertama bahwa harga karet alam


(4)

berpengaruh negatif dan terhadap volume ekspor karet alam Indonesia ke

RRC terbukti.

2.

Variabel harga karet sintetis tidak berpengaruh terhadap variabel volume

ekspor karet alam Indonesia ke RRC. Hal ini ditunjukkan dengan nilai

probabilitas dari harga karet sintetis adalah 0.4284 tidak signifikan pada

derajat keyakinan 5%. Koefisien harga karet sintetis sebesar -1.238360. Hal

ini berarti tidak sesuai dengan hipotesa kedua yang menyatakan bahwa harga

karet sintetis berpengaruh positif dan signifikan terhadap volume ekspor karet

alam Indonesia ke RRC. Hal ini terjadi karena karet sintetis belum bisa

menggantikan keunggulan karet alam. Selain itu, industri yang menggunakan

bahan baku karet sintetis juga masih sedikit yang mungkin disebabkan

mahalnya harga karet sintetis itu sendiri.

3.

Variabel nilai tukar Yuan terhadap Rupiah tidak berpengaruh terhadap

variabel volume ekspor karet alam Indonesia ke RRC. Hal ini ditunjukkan

dengan nilai probabilitas dari pekerjaan adalah 0.7155 tidak signifikan pada

derajat keyakinan 5%. Koefisien nilai tukar Yuan terhadap Rupiah sebesar

76.15985. Hal ini berarti tidak sesuai dengan hipotesa ketiga yang

menyatakan bahwa nilai tukar Yuan terhadap Rupiah berpengaruh terhadap

volume ekspor karet alam Indonesia ke RRC.

4.

Variabel GDP Riil Negara RRC berpengaruh secara signifikan terhadap

variabel volume ekspor karet alam Indonesia ke RRC. Hal ini ditunjukann


(5)

Koefisien GDP Riil Negara RRC sebesar 126.5526, ini berarti ada pengaruh

positif antara GDP Riil Negara RRC dan volume ekspor karet alam Indonesia

ke RRC. Peningkatan GDP Riil Negara RRC akan meningkatkan volume

ekspor karet alam Indonesia ke RRC dan penurunan GDP Riil Negara RRC

akan menurunkan volume ekspor karet alam Indonesia ke RRC. Jadi hipotesa

keempat bahwa GDP Riil Negara RRC berpengaruh positif dan signifikan

terhadap volume ekspor karet alam Indonesia ke RRC terbukti.

5.

Secara bersama-sama variabel independen yaitu harga karet alam, harga karet

sintetis, nilai tukar Yuan terhadap Rupiah memberikan pengaruh nyata dan

signifikan terhadap variabel dependen yaitu volume ekspor karet alam

Indonesia ke RRC. Sehingga hipotesa kelima yaitu pengujian secara

bersama-sama harga karet alam,harga karet sintetis, nilaitukar Yuan terhadap

Rupiah,dan GDP Riil Negara RRC berpengaruh signifikan terhadap volume

ekspor karet alam Indonesia ke RRC terbukti.

B.

Saran

Berdasarkan hasil analisis yang telah dipaparkan sebelumnya, penulis

mencoba untuk memberikan saran atau rekomendasi yang dapat diaplikasikan.

Semuanya itu untuk meningkatkan ekspor Karet Alam Indonesia tidak hanya ke

RRC, tetapi juga ke seluruh dunia. Sehingga mampu mendorong pertumbuhan

perekonomian nasional. Beberapa saran dan rekomendasi yang dapat penulis

ajukan adalah:


(6)

1.

Gross Domestic Product

suatu Negara dapat dijadikan indikator bagi para

eksportir karet Indonesia dalam menentukan sasaran pemasaran karet,

sehingga diharapkan dapat meningkatkan ekspor karet Indonesia.

2.

Baik petani maupun produsen karet mendapat keuntungan dari harga karet

alam yang tinggi, untuk meningkatkan keuntungan tersebut dapat dilakukan

dengan cara menekan cost, salah satunya adalah dengan meningkatkan

produktifitas. Peningkatan produktifitas dapat dicapai dengan perbaikan mutu

karet dan perluasan areal perkebunan karet. Perbaikan mutu akan menaikkan

harga, sedangkan perluasan areal perkebunan karet akan meningkatkan

produksi. Selanjutnya dilakukan pengembangan industri pengolahan karet,

karena dapat meningkatkan nilai tambah dan kesempatan kerja.

3.

Harga karet sintetis tidak berpengaruh terhadap ekspor karet Indonesia ke

RRC, dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa ekspor karet Indonesia

lebih dipengaruhi oleh variabel-variabel karet itu sendiri. Dan karet sintetis

bukanlah barang substitusi sempurna dari karet, untuk itu pada penelitian

selanjutnya perlu mencari variabel substitusi selain karet sintetis.

4.

Walaupun nilai tukar Yuan terhadap Rupiah tidak berpengaruh terhadap

volume ekspor karet Indonesia ke RRC, namun kestabilan kestabilan kurs

rupiah terhadap yuan harus tetap dijaga agar tidak terjadi apresiasi atau

depresiasi yang menyebabkan perdagangan luar negeri kolaps.