67 masyarakat terhadap kualitas pelayanan masyarakat yang dilakukan oleh Polri,
serta dijadikan alat untuk meningkatkan kinerja guna terwujudnya pelayanan publik yang bersih, mudah dan cepat.
Pos Polisi harus mampu mendirikan lembaga pencegahan kejahatan untuk wilayah kerjanya. Karena pengorganisasian pos polisi yang meliputi wilayah yang
kecil dalam jumlah yang banyak, maka satuan pos polisi akan merupakan suatu kecabangan terbesar dalam organisasi Polisi. Dari hal di atas dapat ditarik
kesimpulan bahwa fungsi utama pos polisi adalah Tempat Pengawasan dan pengaturan lalu lintas. mencakup menganalisa berbagai masalah keamanan dan
ketertiban lalu lintas di wilayahnya.
3.4.2 Fungsi Kouban 交番 di Jepang
Bayley dalam Lubis 1988:4, Fungsi kouban yang paling penting sekali adalah memberi keterangan kepada masyarakat tentang lokasi dan alamat.
Suichi Ito 1998:47, Kouban diharapkan berfungsi sebagai Pusat Keamanan Masyarakat. Fungsinya antara lain : Pertama, mengumpulkan
pendapat dan permintaan masyarakan setempat dengan mengunjungi rumah mereka secara rutin. Kedua, Mendorong kegiatan hubungan masyarakat
khususnya untuk mendapatakan informasi keamanan dengan menggunakan surat kabar kouban dan menggunalakan jaringan faxmile dan lain-lain. Ketiga,
memecahkan masalah melalui kerjasama antar penduduk dan polisi. Suzuki 2009:6, Kegiatan community police ada 3 fungsi. Fungsi pertama
adalah menyelesaikan masalah. Memecahkan masalah yang ada di masyarakat adalah fungsi yang paling penting. Petugas community police menangani kesulitan
Universitas Sumatera Utara
68 masyarakat misalnya kejahatan kecelakaan, anak-anak tersesat, kenakalan remaja
dan sebagainya. Fungsi kedua adalah diarahkan memberikan informasinmengenai keamanan kepada masyarakat misalnya, membuat berita kouban. Dengan
informasi tentang situasi keamanan wilayah, masyarakat bisa berusaha mencegah kejahatan. Bahkan itu juga berati melaksanankan akuntabilitas kepada masyarakat.
Fungsi ketiga adalah memahami kebutuhan masyarakat. Petugas polisi menerima pendapat dan permintaan masyarakat serta memahami situasi lingkungan dengan
teliti. Hal ini menjadi dasar petugas polisi untuk melakukan kegiatan.
3.5 Perbandingan Hubungan Interaksi 3.5.1 Hubungan Interaksi Masyarakat dengan Pos Polisi di Indonesia
Suyono 2013:163 menyatakan bahwa seiring dengan terjadinya perubahan paradigma ditubuh Polri, dari sosok Polri yang sebelumnya bersikap
militeristis karena manjadi bagian dari ABRI kemudian menjadi polisi sipil setelah terpisah dari ABRI, masyarakat menghendaki agar Polri maningkatkan
profesionalismenya dalam menjalankan tugas dan kewajiban baik sebagai pemelihara keamanan dan ketertiban masyarakat maupun sebagai alat penegak
hukum. Suyono 2013:164, Sorotan masyarakat terhadap polisi bahwa masyarakat
mengukur keberhasilan pelaksanaan tugas polisi dengan mengaplikasikan profesionalisme secara baik apabila polisi dapat mengungkap suatu kasus dan
menyelesaikan perkara sebanyak-banyaknya. Masyarakat mengukur profesionalisme Polri didasarkan pada apa yang dilihat dan dirasakan. Apabila
polisi melakukan perbuatan yang dinilai sebagai perbuatan negatif, seperti
Universitas Sumatera Utara
69 pemungutan liar, salah penangkapan dan lainnya maka masyarakat langsung
menyatakan bahwa polisi tidak profesionalisme. Di Indonesia polisi sering sekali disebut sebagai musuh dari masyarakat.
Seperti yang telah dikemukakan di atas bahwa penilaian masyarakat terhadap polisi diukur dari bagaimana pengalaman masyarakat terhadap sistem
penanganan dan pelayanan yang dilakukan polisi. Pada pos polisi interaksi dengan masyarakat tercipta melalui penanganan masalah lalu lintas. Ketika polisi
menangani masalah lalu lintas dengan mengutamakan kepentingan pribadi, seperti dalam kasus penilangan, maka masyarakat akan semakin menjauh dari polisi.
Seharusnya, pola kegiatan yang dilakukan petugas dalam penanganan kasus pelanggaran lalu lintas adalah wajib melakukan tindakan pembinaan kepada
masyarakat, dimana setiap menghentikan pelanggar lalu lintas tidak dilakukan penindakan hukum atau penilangan, melainkan dengan peneguran dan peringatan
kepada pelaku pelanggaran lalu lintas kecuali pelanggaran berbahaya, menghindari perdebatan dengan pelanggaran lalu lintas di pinggir jalan, tindakan
dan ucapan kasar, tidak serta tidak bersikap angkuh terhadap pengguna jalan dan mementingkan kepentingan pribadi dengan mengharapkan adanya jalan damai
dengan pembayaran denda. Rahardjo dalam Lubis 1988:179, Citra tugas kepolisian sebagai lembaga
yang memerangi kejahatan dalam masyarakat dan sebagai badan penegak hukum, kini sedikit banyak telah bergeser menjadi lembaga kemasyarakatan yang
melakukan pelayanan sosial. Paradigma baru yang sedang dikembangkan Polri saat ini berorientasi kepada pemecahan masalah-masalah masyarakat dengan
berbasis pada potensi-potensi sumber daya lokal dan kedekatan dengan
Universitas Sumatera Utara
70 masyarakat yang lebih manusiawi. Dengan paradigma baru ini diharapkan
lahirnya polisi sipil yang humanis yang dapat menciptakan simpati dari masyarakat.
Dengan adanya simpati dari masyarakat, kepercayaan terhadap polisi akan muncul dan menciptakan suati interaksi dengan masyarakat. Sehinggah polisi
akan mampu untuk menyelesaikan masalah sosial dan mencari jalan keluar, terutama dalam menghadapi masalah keamanan yang terjadi dalam kehidupan
masyarakat. Dengan adanya interaksi yang terus-menerus terjalain, polisi akan senantiasa lebih mudah dalam mencegah, menangani, serta mengurai masalah
yang ada terkusus masalah pelanggaran lalu lintas.
3.5.2 Hubungan Interaksi Masyarakat dengan Kouban 交番 di Jepang