Analisis Perbandingan Pos Polisi di Indonesia dengan Kouban ( 交番 ) di Jepang

(1)

NIHON NI OKERU KOUBAN TO INDONESIA NI OKERU POSU PORISHI NO HIKAKU NO BUNSEKI

SKRIPSI

Skripsi ini diajukan kepada Panitia Ujian Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara Medan untuk melengkapi salah satu syarat

ujian skripsi dalam bidang ilmu Sastra Jepang Oleh :

DEBORA MARNALA PAKPAHAN 100708070

DEPARTEMEN SASTRA JEPANG FAKULTAS ILMU BUDAYA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2014


(2)

NIHON NI OKERU KOUBAN TO INDONESIA NI OKERU POSU PORISHI NO HIKAKU NO BUNSEKI

SKRIPSI

Skripsi ini diajukan kepada Panitia Ujian Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara Medan untuk melengkapi salah satu syarat

ujian skripsi dalam bidang ilmu Sastra Jepang

Oleh:

DEBORA MARNALA PAKPAHAN 100708070

Pembimbing I Pembimbing II

Prof. Hamzon Situmorang.MS.,Ph.D. Drs. Amin Sihombing NIP : 19589704 198412 1 001 NIP : 19600403 199103 1 001

DEPARTEMEN SASTRA JEPANG FAKULTAS ILMU BUDAYA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2014


(3)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

Medan, Oktober 2014

Departemen Sastra Jepang Ketua,

Drs. Eman Kusdiyana, M.Hum NIP. 19600919 1988031001


(4)

Panitia Ujian Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara Medan Untuk Melengkapi Salah Satu Syarat Ujian Sarjana Dalam Bidang Ilmu Sastra Jepang Pada Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara

Pada : Tanggal : Hari :

Fakultas Ilmu Budaya Dekan,

Dr. Syahron Lubis, M.A NIP. 19511013 1976 03 1 001

Panitia Ujian

No. Nama Tanda Tangan

1. Prof. Hamzon Situmorang.MS.,Ph.D. ( )

2. Drs. Amin Sihombing ( )


(5)

KATA PENGANTAR

Puji syukur dan terima kasih kepada Tuhan Yesus Kristus atas berkat dan kasih-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Analisis Perbandingan Pos Polisi di Indonesia dengan Kouban ( 交番 ) di Jepang”

ini sebagai salah satu syarat dalam menyelesaikan pendidikan di Fakultas Ilmu Budaya, Departemen Sastra Jepang, Universitas Sumatera Utara.

Dalam pengerjaan skripsi ini, ada banyak pihak yang telah memberikan bantuan dan dukungan kepada penulis. Untuk itu penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Dr. Syahron Lubis, MA selaku Dekan Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara.

2. Drs. Eman Kusdiyana, M. Hum selaku Ketua Departemen Sastra Jepang Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara.

3. Prof. Hamzon Situmorang, M.S, Ph.D selaku Dosen Pembimbing I, yang telah memberikan bimbingan dan arahan kepada penulis dan membantu menyempurnakan skripsi ini.

4. Drs. Amin Sihombing selaku Dosen Pembimbing II, yang telah memberikan waktu untuk membimbing penulis di tengah-tengah kesibukannya, sehinggah skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik.

5. Kepada seluruh Dosen di Departemen Sastra Jepang yang telah memberikan ilmu kepada penulis.

6. Bapak Arie Kesuma petuagas di Satlantas Medan bagian Kaur.Bin Ops yang telah banyak meluangkan waktu untuk memberikan penjelasan dan


(6)

bantuan kepada penulis dalam melakukan penelitan dan pengumpulan data pada beberapa pos polisi di daerah kota medan.

7. Kepada yang terkasih dan teristimewa orang tua penulis, Abner Pakpahan dan Turiana Silaen. Terima kasih untuk doa, kasih sayang, didikan, teladan dan semua hal yang telah diberikan kepada penulis.

8. Kepada saudari penulis, Sara Desy Uliarta Pakpahan. Terima kasih untuk semua kasih sayang dan semangat yang diberikan kepada penulis, terutama ketika penulis melalui proses penyelesaian skripsi ini.

9. Kepada sahabat penulis Novita, Hesti, Cahaya, Yesi dan Vanny yang selalu mewarnai hari-hari penulis bahkan dalam pengerjaan skripsi ini selalu memberikan perhatian kepada penulis.

10.Terima kasih kepada teman-teman penulis di jurusan Sastra Jepang stambuk 2010. Terkhusus untuk teman-teman di kelas B, terima kasih untuk suka dan duka yang telah kita lalu bersama. Juga kepada senior dan junior di jurusan Sastra Jepang bahkan teman-teman di kampus, terima kasih untuk dukungan yang diberikan kepada penulis.

11.Terima kasih kepada teman-teman GMKI Komisariat FIB USU, kepada semua kakanda dan abangda, terkhusus kepada teman-teman Pengurus Komisariat GMKI masa bakti 2011-2012. Terima kasih untuk semua hal yang sudah kita kerjakan bersama, untuk perhatian, dukungan dan bantuan, baik di dalam pengerjaan program maupun diluar kegiatan kita. Terima kasih untuk canda tawa dan air mata yang kita lalui. Kiranya semua itu membuat kita semakin dewasa dan menjadi pribadi yang lebih baik lagi.


(7)

12.Kepada Panitia Natal FIB USU tahun 2013 yang terdiri atas mahasiswa/i dari berbagai jurusan, baik junior maupun teman-teman satu angkatan. Terima kasih untuk kerja keras teman-teman sehinggah Perayaan Natal Keluarga Besar FIB USU dapat terlaksana di tahun 2013.

13.Terima kasih kepada teman-teman penulis di kost dipanegara 19 untuk semua doa, bantuan dan dukungannya.

Medan, Oktober 2014 Penulis


(8)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... iv

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR BAGAN ... viii

DAFTAR GAMBAR ... ix

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 5

1.3 Ruang Lingkup Pembahasan ... 6

1.4 Tinjauan Pustaka dan Kerangka Teori ... 7

1.4.1 Tinjauan Pustaka ... 7

1.4.2 Kerangka Teori ... 9

1.5 Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 10

1.5.1 Tujuan Penelitian ... 10

1.5.2 Manfaat Penelitian ... 10

1.6 Metode Penelitian ... 11

BAB II KEPOLISIAN INDONESIA DAN JEPANG 2.1 Sejarah Kepolisian ... 13

2.1.1 Sejarah Kepolisan Indonesia ... 13

2.1.2 Sejarah Kepolisian Jepang ... 20


(9)

2.2.1 Defenisi/Makna Polisi di Indonesia ... 28

2.2.2 Defenisi/ Makna Polisi di Jepang ... 31

2.3 Pos Polisi ... 32

2.3.1 Pos Polisi di Indonesia ... 33

2.3.2 Kouban ( 交番 ) di Jepang ... 38

2.4 Struktur Kepolisian ... 42

2.4.1 Struktur Kepolisian Indonesia ... 42

2.4.2 Struktur Kepolisian Jepang ... 45

BAB III PERBANDINGAN POS POLISI DI INDONESIA DENGAN KOUBAN ( 交番 ) DI JEPANG 3.1 Perbandingan Perlengkapan Kantor ... 48

3.3.1 Perlengkapan Kantor pada Pos Polisi di Indonesia ... 48

3.3.2 Perlengkapan Kantor pada Kouban ( 交番 ) di Jepang ... 49

3.2 Perbandingan Sistem Kerja ... 52

3.2.1 Sistem Kerja pada Pos Polisi di Indonesia ... 52

3.2.2 Sistem Kerja pada Kouban ( 交番 ) di Jepang ... 53

3.3 Perbandingan Objek Kerja ... 54

3.3.1 Objek Kerja pada Pos Polisi di Indonesia ... 54

3.3.2 Objek Kerja pada Kouban ( 交番 ) di Jepang ... 59

3.4 Perbandingan Fungsi ... 65

3.4.1 Fungsi Pos Polisi di Indonesia ... 65

3.4.2 Fungsi Kouban ( 交番 ) di Jepang ... 67

3.5 Perbandingan Hubungan Interaksi ... 68


(10)

3.5.2 Hubungan Interaksi Pos Polisi dengan Kouban ( 交番 ) di Jepang ... 70

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 Kesimpulan ... 73 4.2 Saran ... 75

DAFTAR PUSTAKA ABSTRAK


(11)

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Pos Tetap dan Pos Sementara pada Satuan Lalu Lintas Polresta

Medan ... 37 Tabel 3.1 Perbandingan Pos Polisi di Indonesia dengan Kouban ( 交番 ) di Jepang ... 77


(12)

DAFTAR BAGAN

Bagan 2.1 Struktur Kepolisian Indonesia ... 42

Bagan 2.2 Struktur BKPM dan FKPM Polresta Medan ... 43

Bagan 2.3 Struktur Polsek Medan ... 43

Bagan 2.4 Struktur Kepolisian Jepang ... 45

Bagan 2.5 Struktur Kepolisian Prefekur ... 45


(13)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 3.1 Pos Polisi di Indonesia ... 79

Gambar 3.1.1 Pos Polisi di Jalan Balai Kota, Medan ... 79

Gambar 3.1.2 Pos Polisi di Jalan Pemuda, Medan ... 79

Gambar 3.1.3 Pos Polisi di Palembang ... 79

Gambar 3.1.4 Pos Polisi di Jalan Pattimura, Medan ... 79

Gambar 3.1.5 Aktifitas petugas pos polisi ... 79

Gambar 3.1.5a Aktifitas petugas pos polisi di Jalan Cemara, Medan ... 79

Gambar 2.1.5b Aktifitas petugas pos polisi di Jalan Pemuda, Medan ... 79

Gambar 3.1.6 Kondisi lalu lintas yang terlihat dari pos polisi di Jalan Balai kota, Medan ... 80

Gambar 3.1.7 Tangga menuju ke dalam ruangan pada pos polisi di Jalan Pemuda, Medan ... 80

Gambar 3.1.8 Kondisi perlengkapan yang pos polisi di Jalan Balai kota, Medan ... 80

Gambar 3.1.9 Spanduk himbauan di Lapangan Merdeka, Medan ... 80

Gambar 3.2 Kouban di Jepang ... 81

Gambar 3.2.1 Kouban di zaman Edo ... 81

Gambar 3.2.2 Kouban di Shizuoka ... 81

Gambar 3.2.3 Kouban di Ueno Park, Tokyo ... 81


(14)

Gambar 3.2.5 Kouban di Asakusa ... 82

Gambar 3.2.6 Kouban di Ueno ... 82

Gambar 3.2.7 Papan pengumuman ... 82


(15)

LAMPIRAN

Lampiran 1. Surat Izin Penelitian dari Departemen Sastra Jepang FIB USU Lampiran 2. Surat Izin Penelitian dari Polresta Medan


(16)

ABSTRAK

ANALISIS PERBANDINGAN POS POLISI DI INDONESIA DENGAN KOUBAN ( 交番 ) DI JEPANG

Jepang merupakan negara maju yang memiliki sistem kepolisian terbaik di dunia, hal ini dapat dilihat dari rendahnya tingkat kejahatan di Jepang.

Community policing atau pemolisian masyarakat adalah sistem yang dijalankan oleh kepolisian Jepang untuk dapat menjaga keamanan masyarakat dengan memahami keadaan lingkungan dan membangun kedekatan dengan masyarakat di Jepang. Kouban atau pos polisi di Jepang, merupakan ujung tombak dari sistem ini. Indonesia merupakan negara berkembang yang memiliki sistem kepolisian yang selalu melakukan pertumbuhan ke arah yang lebih baik. Pada tahun 2005, sebagai upaya peningkatan kinerja Polri maka diadakannya community policing

atau Polmas dalam kepolisian Indonesia.

Pos polisi dan kouban merupakan satuan keamanan yang secara umum bertugas menjaga keamanan suatu daerah. Pos polisi di Indonesia dan kouban di Jepang berada pada struktur paling bawah dari kedudukan kepolisian di masing-masing negara, namum memiliki perbedaan di dalam kegiatan dan fungsinya.

Dalam skripsi ini, penulis memiliki tujuan untuk mengetahui perbedaan dan persamaan secara fisik antara pos polisi di Indonesia dengan kouban di Jepang, mengetahui perbandingan fungsi pos polisi dengan kouban pada masyarakat Indonesia dan Jepang, serta mengetahui hubungan interaksi yang terjadi antara pos polisi dengan masyarakat Indonesia dan interaksi yang terjadi antara kouban dengan masyarakat Jepang.


(17)

Objek penelitian dalam skripsi ini adalah pos polisi di Indonesia (dalam hal ini penulis melakukan penelitian langsung pada beberapa pos polisi yang ada di Indonesia, yaitu di daerah kota Medan) dan kouban di Jepang.

Fungsi pos polisi mengarah pada pengawasan danpengaturan lalu lintas, sedangkan kouban berfungsi sebagai sarana pemecahan masalah, memberikan informasi dan memahami kebuhuhan masyarakat sekitar. Pos polisi di Indonesia berukuran ± 3-4 dengan 2 shif/ kelompok dalam satu hari dan masing-masing shif terdiri dari 2 orang polisi yang bekerja masing-masing 8 jam/ kelompok dalam setiap harinya. Objek kerja pada pos polisi adalah menertibkan lalu lintas, memberikan informasi dan merespon keadaan darurat. Kouban di Jepang berukuran ± 12-15 dengan 3 shif/ kelompok dalam satu hari dan masing-masing shif terdiri dari 3-4 orang polisi yang bekerja dalam 24 jam. Objek kerja pada pos polisi adalah berjaga di pos, berpatroli, kunjungan ke rumah dan kantor, mengadakan forum komunikasi, penyedia informasi dan merespon keadaan darurat.

Metode penelitian yang digunakan penulis adalah metode deskripif yang akan memberikan gambaran menganai pos polisi dan kouban dengan teknik pengumpulan data melalui metode kepustakaan atau library research dan penelitian langsung pada beberapa pos polisi yang ada di daerah kota Medan.

Teori yang digunakan penulis dalam skripsi ini adalah teori komperatif dan teori mitopik. Teori komperatif merupakan teori perbandingan yang akan membandingkan mengenai persamaan dan perbedaan dari pos polisi di Indonesia dan kouban di Jepang. Teori mitopik merupakan teori yang paling pluralis yang memasukan hampir semua unsur kebudayaan, tujuannya untuk mengetahui


(18)

aspek-aspek yang melatarbelakangi keberadaan pos polisi di tengah-tengah masyarakat Indonesia dan kouban di masyarakat Jepang.

Hubungan interaksi pos polisi dengan masyarakat Indonesia masih rendah. Hal ini dapat dilihat dari tingkat kepercayaan masyarakat terhadap kinerja Polri, Polri terkadang didapati mengutamakan kepentingan pribadi dalam bertugas, sehinggah kepatuhan masyarakat Indonesia akan hukum juga menjadi rendah.

Kouban membangun hubungan interaksi dengan masyarakat melalui program serta tindakan yang dirancang untuk dapat menjawab kebutuhan masyarakat. Selain budaya disiplin yang memang sudah tertanam di masyarakat, rasa saling membutuhkan diantara kouban dan masyarakat berdapak baik pada hubungan interaksi yang tercipta.

Dari hasil analisis dalam skripsi ini, terdapat persamaan antara pos polisi di Indonesia dengan kouban di Jepang, yaitu secara struktur pos polisi di Indonesia dan kouban di Jepang sama-sama berada pada struktur paling bawah dari kedudukan kepolisian, secara umum bertugas untuk menjaga keamanan daerahnya dan dalam sistem kerjanya sama-sama menggunakan shif atau kelompok kerja. Perbedaannya adalah pos polisi di Indonesia memiliki bangunan yang lebih kecil dengan perlengkapan serta tugas yang lebih sedikit dibandingkan dengan kouban di Jepang. Sementara itu, hubungan interaksi yang terjadi pada

kouban dengan masyarakat Jepang jauh lebih baik dibandingkan dengan interaksi pos polisi dengan masyarakat Indonesia.


(19)

要旨 

日本 交番 イン ネシア ポスポ シ

比較 分析

日本 ほ

世界中

い う

一番 い

いい警察 い

システ 持 先進国 あ

日本 ほ

犯罪発生率

い い

い 見 コ ュニテイポ シング

Pemolisian Masyarakat いう 社会

全 あ

日本 ほ

警察 い

システ わ 日本

社会 い

親密

起 環 境

状 態

う い

理解 い

方法 ほうほう

日本 ほ

交番 う

システ 要点

あ イン ネシア 発展 国 あ

イン ネシア ポスポ シ 成 長

い う

い いい方向

ほう う

.2005 イン ネシア 警察

POLRI 働 工夫

イン ネシア 警察

コ ュニテイポ シング POLMAS 起

交番 う

いう 一般的

一定

い い

地域 い

全 あ


(20)

イン ネシア ポスポ シ 日本 交番

国 警察

構造的

う う

一番 い

置 い

あ 機能

活動 う

論文 書 目的 筆者 日本

交番 う

イン ネ

シア ポスポ シ 相違

う い

相似 う

建物 知 日本

ほ イ

ン ネシア 社会

交番 う

機能 う

比較 知 日本

社会 い

交番 う

相互作用

う う

イン ネシア 社会

ポスポ シ

相互作用

う う

知 あ

論文 研 究

対 象

い う

イン ネシア ポスポ シ

日本 ほ

交番 う

あ 日本

交番 う

イン ネッ

図書研究 う

イン ネシア ポスポ シ ン ポスポ

シ 直 接

イン ネシア ポスポ シ 機能

交通

う う

整理 い

見張 あ 日本

交番 う

役割 わ

問題 い


(21)

解決手段 あ 辺 社会 必需 理解 情 報 あ

イン ネシア ポスポ シ 寸法

3-4 一日

各グ ップ 2回勤務

各グ ップ 毎日

人 警察

時間 間

あい

働 イン ネシア ポスポ シ 義務 交通

う う

秩序 建 情 報

うほう

あ 救 急

う う

状 態

う い

あ 日本

交番 う

寸法 う

12-15 一日

各グ

ップ 3回勤務

各グ ップ 毎日

人或 あ

い 四人 警察

十四 う

時間 間

あい

働 日本

交番 う

義務 交番

パ ロー 家

いえ

務所 訪 話 会

起 情 報

うほう

あ 救 急

う う

状 態

う い

助 あ

イン ネシア ポスポ シ 社会 相互作用

う う

関係 い

あ 社会

イン ネシア 警察

POLRI 仕 対

信 見 POLRI 自分 重 要 性

う う い

優先 う

イン ネシア 社会

法律 ほう

対 い

従 順 う


(22)

交番 社会 必要 満 プ ン プ グ 行動通

社会 い

相互作用

う う

関係 い

起 社会

中 規律 文化 うい

うえ

交番 う

社会 い

互い 要

いい相互作用

う う

関係 い

論文 分析 結果 基 い 日本

交番 う

イン

ネシア ポスポ シ 相似

あ 交番

一番 い

警察 い

構造

う う

一般的 い

交番 う

義務 地域

全 あ

仕 働 シス

テ 同 あ グ ップ 順 番 仕

区別 べ

日本 ほ

交番 う

比べ イン ネシア

ポスポ シ 小

い建物 持 義務 設備 あ 多

い イン ネシア ポスポ シ イン ネシア 社会

相互作用

う う

関係 い

比べ 日本

交番 う

ほう いい相互作用

う う

関係 い


(23)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indeks Keamanan Dunia atau dalam bahasa Inggris disebut Global Peace Index (GPI) adalah suatu usaha untuk mengukur kedudukan relatif sesuatu negara atau wilayah khusus berkenaan dengan aspek keamanan yang dialami suatu negara, merupakan suatu produk dari Institut untuk Ekonomi dan Keamanan atau

Institute for Econimics and Peace (IEP) yang turut melibatkan perolehan data dari Institut Polisi dan Unit Kepakaran Ekonomi. Dalam penelitian ini terdapat 11 indikator yang digunakan untuk menentukan kedudukan negara berdasarkan tingkat keamanannya. Salah satu indikator yang digunakan adalah tindakan menjaga keamanan dan ketentraman warga.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan dari tahun 2007-2014, pada 162 negara, Jepang selalu berada pada posisi 10 negara teraman di dunia. Penelitian oleh Global Peace Index dimulai dari tahun 2007, kemudian dilanjutkan pada tahun 2008, 2009, 2010, 2011, 2012, 2013 dan paling terkini pada tahun 2014. Dalam penelitian tersebut dijumpai bahwa Jepang terus mengalami peningkatan dalam kualitas keamanan. Pada tahun 2007 Jepang menempati posisi ke lima, tahun 2008 menempati posisi ke tiga, tahun 2009 menempati posisi ke empat, tahun 2010 menempati posisi ke lima, tahun 2011 menempati posoisi ke lima, tahun 2012 menempati posisi ke tujuh, tahun 2013 menempati posisi ke enam dan terakhir pada tahun 2014 menempati posisi ke delapan untuk urutan negara teraman dari 162 negara.


(24)

Indonesia merupakan salah satu negara yang termasuk dalam Global Peace Index. Pada tahun 2007 berada pada posisi ke 78, pada tahun 2008 berada pada posisi ke 64, tahun 2009 berada pada posisi ke 60, tahun 2010 berada pada posisi ke 72, tahun 2011 berada pada posisi ke 62, tahun 2012 berada pada posisi ke 57, tahun 2013 berada pada posisi 54 dan terakhir pada tahun 2014 menempati posisi yang sama yaitu ke 54 untuk urutan negara teraman di dunia (http://en.wikipedia.org/wiki/Global_Peace_Index).

Rosidi (1981:131) menyatakan bahwa berdasarkan statistik Interpol yang dilakukan oleh Lembaga Kriminologi Australia di Canberra, kejahatan di Jepang merupakan tingkat kejahatan paling rendah di dunia yaitu 1.139 per seratus ribu orang. Dibandingkan dengan 3.000 di Amerika Serikat dan 4.000 di Inggris. Selama tahun 1960-1965 Kejahatan meningkat 55% di Inggris, 40% di Amerika Serikat, namun di Jepang menurun 2%.

Dari hal di atas, kita dapat mengetahui bahwa dikatakan peringkat negara teraman adalah dengan melihat dari bagaimana tingkat kejahatan yang timbul pada suatu negara dalam periode tertentu, dan bagaimana upaya yang dilakukan oleh suatu negara dalam mengusahakan tindakan keamanan dan ketentraman masyarakatnya.

Sistem kepolisian sangat mempengaruhi tingat keamanan suatu negara, baik pada negara maju ataupun pada negara berkembang. Sistem kepolisian yang dijalankan dalan tiap negara selalu mengarah pada pemeliharaan keamanan di setiap lapisan masyarakat. Namun dalam hal ini harus diingat bahwa ada perbedaan terhadap jenis masalah yang dihadapi oleh negara maju dan negara berkembang.


(25)

Parker dalam Wahyuniarti (2009:1) menyatakan bahwa sistem kepolisian Jepang dikenal sebagai sistem kepolisian terbaik di dunia. Hal ini dibuktikan dengan rendahnya angka kejahatan di Jepang. Bahakan sebagai salah satu negara industri modern di dunia, angka kriminalitas di Jepang merupakan angka kriminalitas terendah dibandingkan dengan negara-negara industri lainnya seperti Amerika Serikat, Prancis, Jerman dan Inggris.

Rosidi (1981:132) menyatakan bahwa berdasarkan hasil dari statistik Interpol yang dilakukan oleh Lembaga Kriminologi Australia di Canberra tingginya tingkat keamanan di Jepang merupakan usaha dari ketangkasan dan efisiensi polisi Jepang, kerjasama yang baik di antara penegak hukum serta masyarakat Jepang sebagai masyarakat yang memiliki tingkat kesadaran sosial yang tinggi.

Kepolisian Jepang menjadikan kouban sebagai ujung tombak dari

community policing. Community policing atau pemolisian masyarakat merupakan kegiatan dari polisi Jepang untuk dapat menjaga keamanan masyarakat dengan memahami keadaan lingkungan dan kedekatan dengan masyarakat di Jepang (Aneka Jepang, 2005:4).

Dari hal di atas, dapat diketahui bahwa kedekatan dan kerjasama yang ada di antara polisi dan masyarakat dalam usaha mencegah kejahatan, pengembangkan polisi memasyarakat atau yang lebih dikenal dengan community policing untuk memberikan rasa aman kepada masyarakat, menjadikan masyarakat sebagai polisi di lingkungan masyarakat sendiri atau pencegah masalah ditengah-tengah masyarakat merupakan sistem yang dijalankan oleh kepolisian Jepang.


(26)

Dalam bahasa Indonesia kata “pos” memiliki arti tempat penjagaan, tempat kedudukan atau orang yang melakukan tugas, tempat untuk berkumpul,

serta tempat dari anggota sekelompok (http://kamusbahasaindonesia.org/polisi/mirip#ixzz31iNMSA3G).

Sedangkan kata “polisi” dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia memiliki arti badan pemerintah yang bertugas memelihara keamanan dan ketertiban umum (menangkap orang-orang yang melanggar undang-undang), anggota badan pemerintahan (pengawal negara yang bertugas menjaga keamanan). Secara harafiah menyatakan tempat penjagaan dan satuan fungsi yang diisi dengan personil yang cukup untuk melaksanakan tugas pemeliharaan keamanan.

Pos polisi yang ada di Indonesia terbagi menjadi dua jenis, yaitu pos polisi tetap dan pos polisi sementara. Kedua pos polisi ini memiliki tugas untuk menertibkan lalu lintas. Perbedaan mendasarnya terletak pada bangunannya. Pos polisi tetap memiliki bangunan sementara pos polisi sementara tidak memiliki bangunan tempat penjagaan. Berbeda dengan di Indonesia, semua kouban di Jepang memiliki bangunan atau pos penjagaan. Kouban menangani masalah lain selain penertiban lalu lintas, seperti adanya jadwal kunjungan ke tempat-tempat sekitar daerah pengawasan yang menjadi daerah tanggung jawab mereka. Sementara di Indonesia, polisi yang bertugas di pos polisi tidak menangani masalah tersebut melainkan menjadi tugas dari BKPM atau Badan Kemitraan Polisi Masyarakat.

Kouban ( 交番 ) dalam kamus Kenji Maatsura mengandung makna gardu polisi atau pos polisi. Kouban terdiri dari dua karakter kanji yaitu kawari atau kou


(27)

dan pergi, bergabung atau bercampur. Ban ( 番 ) dalam kamus kanji Andrew N. Nelson memiliki arti penjagaan, menjaga, pengawal, mengawal dan giliran atau mengawasi. Secara harafiah menyatakan penjagaan yang dilakukan secara bergantian (datang dan pergi). Perbedaannya pada chuzaisho ( 駐在所 ) terletak pada daerah letak kedua pos polisi tersebut. Kouban berada pada daerah perkotaan sedangkan chuzaisho pada daerah pedesaan. Kouban merupakan unit dari Police

Station yang dijadikan titik utama dalam melayani masyarakat dalam menjaga keamanan di lingkungan masyarakat.

Dengan gambaran latar belakang masalah seperti yang telah diuraikan di atas, maka pada penelitian ini penulis mengangkat judul “Analisis Perbandingan Pos Polisi di Indonesia dengan Kouban ( 交番 ) di Jepang”

1.2 Perumusan Masalah

Soebroto dalam Sitompul dan Syahperenong (1985:1), Fungsi mempunyai bebagai arti dan dapat berarti tugas, tempat sesuatu dalam keseluruhan, pengaruh, pekerjaan atau timbal balik.

Suyono (2013:4), Fungsi merupakan suatu kegiatan atau aktifitas yang berkaitan dengan tugas pokok yang wajib dilaksanakan. Tugas pokok yang dilaksanakan tersebut untuk mencapai tujuan (goal) dari organisasi yang dimaksud. Fungsi kepolisian tentunya berkaitan dengan tugas dan wewenang lembaga kepolisian yang dilaksanakan untuk menciptakan kondisi aman, tentram dan tertib dalam masyarakat.

Berangkat dari hasil penelitian yang diakukan oleh Global Peace Index


(28)

negara Jepang yang dapat dikatakan merupakan hasil usaha dari fungsi dan sistem polisi Jepang dengan mangadakan community policing dan menjadikan kouban sebagai garda terdepan dalam menangani masalah keamanan pada masyarakat Jepang yang akan dibandingkan dengan pos polisi di Indonesia, maka masalah yang akan diangkat adalah :

1. Bagaimana perbedaan dan persamaan secara fisik antara pos polisi di Indonesia dengan kouban di Jepang.

2. Bagaimana perbandingan fungsi antara pos polisi dengan kouban pada masyarakat Indonesia dan Jepang.

3. Bagaimana perbandingan hubungan interaksi yang terjadi antara pos polisi dengan masyarakat Indonesia dan interaksi yang terjadi antara kouban

dengan masyarakat Jepang.

1.3 Ruang Lingkup Pembahasan

Ruang lingkup pembahasan dikhususkan pada pos polisi dan kouban, mencakup bentuk fisik kantor pos polisi dan kouban, petugas polisi yang bertugas dalam pos polisi dan kouban, serta hubungan interaksi yang terjadi antara pos polisi dan kouban dengan masyarakat. Pos polisi yang akan dibahas di Indonesia adalah pos polisi tetap. Namun dalam penyempurnaan keterangan informasi dalam skripsi, akan sedikit dijelaskan mengenai pos polisi sementara, karena memiliki persamaan dalam penanganan lalu lintas dan BKPM. Di Indonesia pelayanan masyarakat seperti kunjungan ke rumah warga dan sebagainya merupakan bagian dari tugas BKPM yang merupakan Polisi Masyarakat.


(29)

Sementara di Jepang, kunjungan ke rumah warga yang seperti itu merupakan salah satu tugas dari polisi kouban.

1.4 Tinjauan Pustaka Dan Kerangka Teori 1.4.1 Tinjauan Pustaka

Kunarto dalam Baihaki (1997:51) (dikutip dari http://fisip.unla.ac.id/?p=391 ), menytakan bahwa sejarah kepolisian tumbuh dan berkembang bersama dengan tumbuh dan berkembangnya peradaban manusia. Setiap peradaban manusia yang memulai dan merasakan perlunya keamanan, ketentraman dan ketertiban dalam mempertahankan kehidupannya, pada saat itulah sebenarnya fungsi polisi itu ada, tumbuh dan berkembang.

Fungsi polisi itu tumbuh dan berkembang semakin jelas ketika ancaman terhadap suatu kelompok semakin nyata. Ancaman itu tidak hanya berupa bahaya yang datang dari luar kelompok itu, tetapi juga berupa ancaman yang ada di dalam kelompok itu sendiri maupun ancaman dari luar kelompoknya. Kehidupan akan senantiasa melahirkan pergulatan hebat, dimana manusia yang kuat pada kelompoknya selalu bertindak sebagai pimpinan untuk melawan musuh dan melindungi kelompok lainnya. Tindakan manusia itu merupakan wujud dari fungsi polisi yang paling sederhana (http://fisip.unla.ac.id/?p=391).

Rohman (2012:6) dalam (http://tes.usahalink.com/kat62-Polisi-atau-

petugas-Kepolisian-mempunyai-fungsi-dalam-struktur-kehidupanmasyarakat-sebagai-pengayom-masyarakat,-penegak-hukum.html) menyatakan bahwa kegiatan polisi berkenaan dengan masalah-masalah sosial dalam suatu masyarakat.


(30)

Suatu gejala yang ada dalam kehidupan sosial yang dirasakan sebagai beban atau gangguan yang merugikan anggota masyarakat.

Saat ini dilingkungan polisi Indonesia sudah mulai tumbuh paradigma pelayanan publik, dari pelayanan yang sifatnya sentralistik ke pelayanan yang lebih memberikan fokus pada pengelolaan yang berorientasi kepuasan pelanggan (customer-driven) dan prinsip kemudahan (accessible), desentralisasi urusan dan kewenangan serta melibatkan partisipasi masyarakat secara langsung sebagai pengawas program tersebut. Dalam tataran manajerial organisasi polisi diharapkan mampu mengubah citra “minta dilayani’’ itu menjadi “memberi pelayanan’’. Komitmen “Polisi Masyarakat” harusnya menempatkan masyarakat sebagai stake holder dalam memecahkan permasalahan (http://fisip.unla.ac.id/?p=391).

Hal ini berbeda dengan negara Jepang yang dari dahulu antara kouban dan masyarakat sudah terjalin hubungan yang baik. Kouban yang diartikan dalam bahasa Indonesia sebagai pos polisi Jepang. Kouban adalah ciri khas kepolisian Jepang yang membuat Jepang dekat dengan masyarakat yang dilayaninya.

Friedmann dalam Wahyuniarti (2009:5) menjelaskan bahwa kouban juga dapat diartikan sebagai filosofi pemolisian masyarakat Jepang dan kepolisian merupakan bagian dari masyarakat serta antara kepolisian dan masyarakat saling membantu dan membutuhkan.

Dari hal di atas dapat dilihat bahwa dalam kepolisian Jepang sudah terdapat hubungan interaksi antara pihak kepolisian dengan masyarakat yang ditandai dengan kepercayaan terhadap kepolisian Jepang, sedangkan di Indonesia pemolisian masyarakat masih baru dijalankan dalam sistem kepolisian.


(31)

1.4.2 Kerangka Teori

Kerlinger dalam Black dan Champion (1992:48), Teori adalah sekumpulan konsep, defenisi dan dalil yang saling terkait yang menghadirkan suatu pandangan yang sistematis tentang fenomena dengan menetapkan hubungan di antara beberapa variable dengan maksud menjelaskan dan meramalkan fenomena.

Black dan Champion (1992:49), Teori adalah sekumpulan dalil yang berkaitan secara sistemais yang menetapkan kaitan sebab-akibat di antara variable-variabel.

Abdulsyani dan Aryani dalam Pasaribu (2011:14), Teori komperatif adalah cara membandingkan masyarakat yang satu dengan yang lain untuk mengetahui persamaan dan perbedaan, disamping mengetahui mengenai sebab-akibat terjadinya kondisi masyarakat.

Soekanto (1985:47) menyatakan bahwa studi komparatif terhadap masyarakat dianggap mempunyai peranan yang sangat penting karena perkembangan simultan dari antropologi, sosiologi, ilmu politik, sejarah dan timbulnya negara-negara baru yang mengadakan perubahan-perubahan ekonomi dan sosial.

Ratnah dalam Pasaribu (2011:14), Pendekatan mitopik adalah pendekatan yang paling pluralis, yaitu memasukkan hampir semua unsur kebudayaan mecakup sejarah, sosiologi, antropologi, psikologi, agama, filsafat dan kesenian. Tujuannya adalah untuk mengetahui aspek-aspek kebudayaan yang melatarbelakangi suatu hal yang muncul di masyarakat.

Dalam penelitian ini akan dibandingkan antara pos polisi dan kouban, baik dari bangunannya secara fisik, objek dan luas daerah tugas, fungsi dan hubungan


(32)

interaksi yang terjadi antara polisi den masyarakat di masing-masing negara. Semua itu akan ditinjau dari unsur budaya, sejarah, sosiolologi dan antropologi dalam masyarakat Indonesia dan Jepang. Karena itu penulis menggunakan pendekatan studi komperatif dan mitopik.

1.5Tujuan Dan Manfaat Penelitian 1.5.1 Tujuan Penelitian

Berdasarkan masalah yang telah dikemukakan di atas, maka tujuan dari penelitian ini adalah :

1. Mengetahui perbedaan dan persamaan secara fisik antara pos polisi di Indonesia dengan kouban di Jepang

2. Mengetahui perbandingan fungsi pos polisi dengan kouban pada masyarakat Indonesia dan Jepang.

3. Mengetahui hubungan interaksi yang terjadi antara pos polisi dengan masyarakat Indonesia dan interaksi yang terjadi antara kouban dengan masyarakat Jepang.

1.5.2 Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah :

1. Memberikan tambahan wawasan bagi penulis dan pembaca mengenai pengertian, sejarah, fungsi dan perbandingan serta hubungan interaksi yang terjadi pada masyarakat Indonesia terhadap pos polisi dan masyarakat Jepang terhadap kouban.


(33)

2. Sebagai bahan referensi bagi peneliti lain dalam pengembangan penelitian, khususnya pada konsentrasi studi Pranata Masyarakat Jepang di Departeman Sasatra Jepang USU.

1.6 Metode Penelitian

Chadwick dkk. (1991:12), Metode penelitian adalah pengamatan yang sistematik terhadap alam dan diikuti oleh laporan kepada orang lain atas penemuannya. Dengan demikian apa yang termasuk kedalam penelitian ilmiah adalah penerapan teknik cerna bersama-sama dengan imajinasi.

Black dan Champion (1992:68) menyatakan bahwa studi deskriptif menyajikan kepada peneliti sejumlah besar informasi mengenai berbagai keadaan sosial, menggambarkan ciri-ciri tertentu dari suatu populasi yang memungkinkan peneliti untuk menyusun rancangan penelitian, lebih spesifik dalam arti mengarahkan perhatiaannya pada beberapa aspek dari sasaran penelitian dan dapat mengungkap keterkaitan yang mungkin di antara beberapa variabel.

Filstead dalam Chadwick dkk (1991:234) menyatakan bahwa metodologi kualitatif mengacu pada strategi penelitian, seperti observasi partisipan, wawancara mendalam, parisipasi total kedalam aktifitas mereka yang diselidiki, kerja lapangan dan sebagainya, yang memungkinkan peneliti memperoleh informasi tangan pertama mengenai masalah sosial empiris yang hendak dipecahkan. Metodologi kualitatif memungkinkan peneliti mendekati data sehinggah mampu mengembangkan komponen-komponen keterangan yang analitis, yang dikonsepkan sebelumnya dan tersusun.


(34)

Metode yang digunakan penulis dalam penelitian ini adalah metode deskriptif-kualitatif. Penelitian deskriptif dimana peneliti berusaha menggambarkan suatu gejala, peristiwa, kejadian yang terjadi saat sekarang. Kualiatif, karena bertujuan untuk memahami realita sosial terkait interaksi yang terjadi di masyarakat.

Sugiarto dalam Martono (2010:6), Data merupakan sekumpulan informasi atau angka hasil pencatatan atas suatu kejadian.

Dalam melakukan penelitian ini, penulis menggunakan teknik pengumpulan data dengan metode kepustakaan (library research), yaitu penulis mengumpulkan data atau informasi bersumber dari buku-buku ilmiah, laporan penelitian, majalah, karangan ilmiah, ensiklopedia dan sumber- sumber tertulis lain baik cetak ataupun elektronik. Serta penulis melakukan penelitian secara langsung pada beberapa pos polisi yang ada di Indonesia, yaitu di dearah kota Medan.


(35)

BAB II

TINJAUAN UMUM TENTANG KEPOLISIAN INDONESIA DAN JEPANG

2.1 Sejarah Kepolisian

Sejalan dengan perkembangan kepolisian yang ada pada saat ini, sebenarnya ada banyak perubahan-perubahan di masa lalu yang telah dilalui dan patut dijadikan pembelajaran bagi kedepannya. Sejarah kepolisian akan menggambarkan bagaimana hal-hal yang tejadi dalam suatu pemerintahan dapat mempengaruhi eksistensi kepolisian.

2.1.1 Sejarah Kepolisian Indonesia

Lahir, tumbuh dan berkembangnya kepolisian Indonesia tidak lepas dari sejarah perjuangan kemerdekaan Republik Indonesia sejak proklamasi. Sejak kemerdekaan Indonesia, polisi telah dihadapkan pada banyak tugas. Selain menata keamanan dan ketertiban masyarakat di masa perang, polisi juga terlibat langsung dalam pertempuran melawan penjajah dan berbagai opersai militer bersama-sama satuan angkatan bersenjata yang lain. Dalam perkembangan paling akhir di kepolisian yang semakin modern dan global, Polisi Republik Indonesia yang sering disingkat dengan sebutan Polri, bukan hanya mengurusi keamanan dan ketertiban dalam negeri, akan tetapi juga terlibat dalam masalah-masalah keamanan dan ketertiban regional maupun internasional, sebagaimana yang ditempuh oleh kebijakan PBB yang telah meminta pasukan-pasukan polisi, termasuk Indonesia, untuk ikut aktif dalam berbagai operasi kepolisian (http://www.polri.go.id/).


(36)

Tabah (2002:18) menggolongkan sejarah kepolisian di Indonesia kedalam delapan periode yaitu, zaman penjajahan Belanda, zaman pendudukan Jepang, zaman revolusi fisik, zaman RIS, zaman demokrasi parlementer, zaman demokrasi terpimpin, zaman Orde Baru (setelah pemberontakan G.30.S/PKI) dan zaman Reformasi dewasa ini.

Dalam penelitian ini, sejarah kepolisian Indonesia akan digolongkan menjadi dua periode. Periode pertama adalah masa sebelum kemerdekaan Indonesia yang mencakup masa kolonialisme Belanda dan masa kependudukan Jepang. Periode kedua adalah masa sesudah kemerdekaan Indonesia serta perkembangannya sampai sekarang.

1. Masa Sebelum Kemerdekaan Indonesia

Masa kolonialisme Belanda dimulai pada tahun 1800-1942. Pada zaman Kerajaan Majapahit, Patih Gajah Mada membentuk pasukan pengamanan yang disebut dengan Bhayangkara yang bertugas melindungi raja dan kerajaan. Pada masa kolonial Belanda, pembentukan pasukan keamanan diawali oleh pembentukan pasukan-pasukan jaga yang diambil dari orang-orang pribumi untuk menjaga aset dan kekayaan orang-orang Eropa di Hindia Belanda pada waktu itu. Pada tahun 1867 sejumlah warga Eropa di Semarang, merekrut 78 orang pribumi

untuk menjaga keamanan mereka (http://id.wikipedia.org/wiki/Kepolisian_Negara_Republik_Indonesia).

Dari data di atas kita dapat mengetahui bahwa pasukan keamanan bayangkara yang dibentuk pada zaman kerajaan merupakan pembentukan pasukan keamanan pertama yang ada di Indonesia dengan tugas untuk melindungi raja dan kerajaan. Ketika Belanda masuk ke Indonesia, pasukan keamanan ditugaskan


(37)

untuk menjaga aset kekayaan orang Eropa. Sistem pengrekrutan anggota keamanan juga tidak memiliki prosedur atau kriteria yang sulit.

Kunarto (2001:102) menyatakan bahwa pada masa penjajahan Belanda, kepolisian Indonesia berada dibawah Kementrian Dalam Negeri seperti yang ada di negara Belanda.

Pada masa ini polisi adalah penegak hukumnya penjajah, hal ini menyebabkan polisi di masa kolonilalisme Belanda merupakan musuh rakyat. Polisi dianggap pembela kepentingan penjajah. Kondisi itu membawa prilaku polisi berbeda dan jauh dari kondisi polisi yang ideal. Memelihara keamanan dan ketertiban umum pada masa itu juga bermakna, kestabilan dan kekuasaan penjajah yang kalau perlu menindas rakyat. Sehinggah perilaku opolisi bukannya melayani tetapi menakuti masyarakat, dan harus bersikap sebagai penguasa.

Tabah (2002:19) menyatakan bahwa pada masa Kolonialisme Belanda terdapat bermacam-macam bentuk kepolisian, seperti veld politie (polisi lapangan),

stands politie (polisi kota), cultur politie (polisi pertanian), bestuurs politie (polisi pamong praja), dan lain-lain. Sejalan dengan administrasi negara pada waktu itu, pada kepolisian juga diterapkan pembedaan jabatan bagi bangsa Belanda dan pribumi. Pada dasarnya pribumi tidak diperkenankan menjabat hood agent

(bintara), inspekteur van politie, dan commisaris van politie. Untuk polisis dari kalangan pribumi selama menjadi agen polisi diciptakan jabatan seperti mantri polisi, asisten wedana, dan wedana polisi yang kedudukannya lebih rendah dari polisi Belanda.

Kolonialisme yang terlihat pada sistem kepolisian yang dibentuk adalah adanya pembatasan kedudukan pangkat kepolisian pada masyarakat pribumi.


(38)

Kedudukan, tugas, fungsi, organisasi, hubungan dan tata cara kerja kepolisian pada masa itu diabdikan untuk kepentingan pemerintah kolonial. Kepolisian masa kolonial Belanda yang dibentuk antara tahun 1897-1920 di Indonesia adalah merupakan cikal bakal dari terbentuknya Kepolisian Negara Republik Indonesia saat ini.

Masa kependudukan Jepang dimuali dari tahun 1942 - 1945. Pada masa ini Jepang membagi wiliyah kepolisian Indonesia menjadi wilayah yaitu:

1. Kepolisian Jawa dan Madura yang berpusat di Jakarta 2. Kepolisian Sumatera yang berpusat di Bukittinggi

3. Kepolisian wilayah Indonesia Timur berpusat di Makasar 4. Kepolisian Kalimantan yang berpusat di Banjarmasin.

Setiap kantor polisi yang ada di daerah-daerah, meskipun dikepalai oleh seorang pejabat kepolisian bangsa Indonesia, tapi selalu didampingi oleh pejabat Jepang yang dalam praktik lebih berkuasa dari kepala polisi. (http://id.wikipedia.org/wiki/Kepolisian_Negara_Republik_Indonesia). 

Pemerintahan kepolisan Jepang membagi Indonesia dalam dua lingkungan kekuasaan yaitu:

1. Sumatera, Jawa dan Madura dikuasai oleh Angkatan Darat Jepang. 2. Indonesia bagian timur dan Kalimantan dikuasai Angkatan Laut Jepang. (http://makalahkepolisiannegara.blogspot.com/2010/03/kepolisian-negara.html)

Pembagian lingkungan kekuasaan yang dibuat oleh bangsa Jepang pada masa ini ditujukan untuk mempermudah pengawasan di seluruh bangsa Indonesia oleh bangsa Jepang.


(39)

Kunarto (2001:102), Kepolisian dalam masa kependudukan Jepang dinilai jauh lebih keras dan kejam dibanding dengan polisi pada masa Belanda. Keadaan ini disebabkan oleh kondisi Jepang yang saat itu dalam keadaan perang, sehinggah perilaku hukum yang diterapkan dan sistem serta perilaku diimplemantasikan dengan tata kerja Polisi Militer.

Perilaku polisi pada masa itu sangat mencekam bagi rakyat dan jauh dari falsafah dan hakekat polisi sebagai pelayanan dan pengabdian masyarakat.

Tabah (2002:20), Dalam masa ini banyak terjadi pergantian kedudukan dan kepangkatan kepolisian Indonesia dari masa kolonialisme Belanda sebelumnya. Pusat kepolisian di Jakarta dinamakan Keisatsu Bu.

2. Masa Setelah Kemerdekaan Indonesia dan Perkembangannya samapai sekarang Tabah (2002: 21), Setelah Bangsa Jepang menyerah tanpa syarat kepada Sekutu, Pemerintah militer Jepang membubarkan semua bentuk organisasi yang telah dibentuk di Indonesia, sedangkan polisi tetap bertugas.

Pada 17 Agustus 1945 secara resmi kepolisian menjadi Kepolisan Indonesia yang merdeka. Setelah Proklamasi, masih diberlakukan peraturan perundang-undangan Hindia-Belanda, termasuk untuk menangani kepolisian. Pemerintah membentuk suatu Lembaga Kepolisian Negara yang betanggung jawab langsung kepada perdana menteri. Semua fungsi kepolisian disatukan dan diataur melalui Lembaga Kepolisian Negara yang telah dibentuk. Sampai sekarang dikenal sebagai hari Bayangkara atau dalam artian hari lahirnya Kepolisian Nasional Indonesia.

Tabah (2002: 22), Saat pembentukan sejarah Kepolisian Negara tahun 1946, jumlah anggota Polri sudah mencapai 31.620 personil sedangkan jumlah


(40)

penduduk saat itu belum mencapai 60 juta jiwa. Dengan demikian, “Police population ratio” watu itu sudah 1:500.

Hal ini menunjukan bahwa diawal kemerdekaan, polisi sudah mampu bekerja secara aktif. Terlihat dari jumlah personil polisi yang tinggi dengan mencapai rasio perbandingan 1:500.

Tabah (2002: 21), Dalam perkembangannya, terjadi perubahan kedudukan pada struktur Kepolisian. Pada tahun 1946, kepolisian bertanggung jawab langsung kepada Perdana Menteri. Semua fungsi kepolisian disatuakan dalam Lembaga Kepolisian Negara yang memimpin kepolisian di seluruh tanah air.

Tahun 1947 kepolisian berada dibawah naungan Menteri Pertahanan (Suyono, 2013:93). Hal ini dikarenakan adanya pertimbangan perubahan situasi revolusi pada saat itu. Kepolisian selain menjalankan tugas kepolisian juga diperintahkan untuk menjalankan pekerjaan tentara atas perintah komando tentara. Pada masa ini polri juga ikut bertempur di seluruh wilayah RI, polisi berjuang bersama angkatan perang dan rakyat pejuang.

Tabah (2002: 22), Pada tanggal 4 Februari 1948 dikeluarkan TAP Pemerintah No. 1/1998 yang menetapkan Polri dipimpin langsung oleh Presiden/Wakil Presiden dalam kedudukan sebagai Perdana Mentri/Wakil Perdana Mentri.

Kemudian pada masa berlakunya demokrasi liberal dan pemerintahan parlementer. Kebijakan yang ditetapkan oleh pemerintahan pada tanggal 2 November 1951 adalah Polri berada dibawah Perdana Menteri dan pos polisi merupakan struktur organisasi berbentuk fungsional dan usur terbawah paling kecil dari Polri (Kunarto, 2001:104).


(41)

Tabah (2002:25), Dalam TAP MPRS No. II dan III tahun 1960 dinyatakan bahwa ABRI terdiri atas Angkatan Perang dan Polisi Negara. Dalam Undang-Undang Pokok Kepolisian No. 13/1961, dinyatakan bahwa kedudukan Polri sebagai salah satu unsur ABRI yang sama sederajat dengan TNI AD , AL DAN AU. Dengan adanya keputusan tersebut, pendidikan AKABRI disamakan begi Angkatan Perang dan Polri selama satu tahun. Pada masa ini Presiden memegang kekuasaan tertinggi atas angkatan kepolisian.

Suyono (2013:100), Menyatakan bahwa tahun 1999 merupakan momentum keluarnya Polri dari unsur angkatan bersenjata. Tahun 2002, dikeluarkan Undang-Undang No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia yang bertanggung jawab langsung kepada Presiden.

Dalam memajukan sistem kepolisian Indonesia, dengan jumlah yang terbatas, Polri mulai belajar dari sistem kepolisian luar negri. Untuk bidang reserse dari Jerman, Police management dari Inggris dan Polisi lalu lintas dari Belanda (Tabah, 2002:28).

Dalam perkembangannya Struktur kedudukan Polri mengalami banyak perubahan. Hal ini dipengaruhi oleh Pemerintahan Indonesia yang masih terus mencari sistem pemrintahan yang sempurna, hingga akhirnya Polri keluar dari Angkatan Bersenjata Republik Indonesia atau ABRI dan secara langsung bertanggung jawab kepada Presiden. Kedudukan Polri yang mandiri ini menjadikan Polri dapat menentukan kebijakan organisasinya sendiri tanpa pengaruh dari tekanan apapun.


(42)

2.1.2 Sejarah Kepolisian Jepang

Sejarah kepolisian Jepang akan dibagi menjadi tiga periode yaitu zaman

Edo, a zaman Meiji dan setelah perang dunia kedua hinggah sekarang. 1. Zaman Edo 1603-1867

Di masa Keshogunan Tokugawa, rakyat Jepang dibagi-bagi menurut sistem kelas berdasarkan pembagian kelas yang diciptakan oleh Toyotomi Hideyoshi. Kelas samurai berada di hirarki paling atas, diikuti petani, pengrajin dan pedagang. Pemberontakan sering terjadi akibat pembagian sistem kelas yang kaku dan tidak memungkinkan orang untuk berpindah kelas. Pajak yang dikenakan terhadap petani selalu berjumlah tetap dengan tidak memperhitungkan inflasi. Perselisihan soal pajak sering menyulut pertikaian antara petani kaya dan kalangan samurai yang terhormat tapi kurang makmur. Pertikaian sering memicu kerusuhan lokal hingga pemberontakan berskala besar (http://id.wikipedia.org/wiki/Keshogunan_Tokugawa).

Toyoda dalam Situmorang dan Uli (2011:21) menyatakan bahwa golongan masyarakat yang ada pada zaman Edo diterapkan dengan sangat ketat. Setiap golongan tidak diperbolehkan pindah ke golongan masyarakat lainnya. Pada zaman Edo, jumlah golongan Bushi (militer) ada sebanyak 9,8%, petani sebanyak 76,4% dan sisanya adalah golongan pendeta, pedagang dan tukang.

Pada zaman Edo terjadi pembagian golongan yang menjadikan golongan atas berkuasa kepada golongan bawah. Perbedaan golongan dalam masyarakat menyebabkan kesenjangan sosial yang tinggi karena golongan atas menekan golongan bawah melelui pajak yang ditetapkan. Hal ini menyebabkan munculnya banyak pertikaian dan masalah dalam masyarakat Jepang pada waktu itu.


(43)

Parker dalam Wahyuniarti (2009:9) menjelaskan bahwa pada zaman Tokugawa, golongan samurai berperan sebagai polisi dibawah naungan badan pemerintah dan juga bertugas meminta upeti pada kelas yang berada dibawahnya untuk diserahkan kepada atasannya. Kegiata mereka dipantau atau dikendalikan oleh pejabat wilayah kota maupun ibukota. Dalam menjalankan tugasnya, para samurai bertugas sebagai polisi, mereka dipersenjatai dua bilah pedang pada sabuknya. Dua bilah pedang tersebut selain berfungsi sebagai senjata juga berfungsi sebagai simbol kepangkatannya. Status ini tidak hanya bermakna kekuasaan tetapi lebih mencerminkan tugas untuk bertindak sebagai polisi. Mereka secara resmi berhak menggunakan pedangnya untuk membunuh orang yang melakukan penyimpangan dengan cara apapun dari peran soosial yang telah ditetapkan.

Dari Data di atas kita dapat mengetahui bahwa pada zaman ini sistem feodalisme masih dijalankan oleh pemerintahan Jepang. Golongan mayarakat yang bertugas sebagai polisi pada zaman ini adalah golongan samurai dan memiliki sifat yang otoriter. Mereka ditugaskan untuk penyitaan upeti dari golongan masyarakat bawah atau petani. Sifat otoriter para samurai dapat dilihat dari bagaimana para samurai berhak menggunakan senjatanya (pedang) dalam menjalankan tugasnya termasuk membunuh orang. Pada zaman ini, sosok samurai sebagai seorang polisi banyak dibenci dan ditakuti oleh masyarakat Jepang, karena polisi masih merupakan bagian dari militer dan bukan bagian dari masyarakat sipil seperti kepolisian Jepang sekarang.

Parker dalam Wahyuniarti (2009:10), Sejak pemerintahan shogun. Istilah


(44)

pintu gerbang kediaman para shogun berupa bangunan kecil yang digunakan sebagai kantor sebagai tempat penjagaan para samurai. Para samurai berjaga secara bergantian untuk menjaga keamanan tepat tersebut.

Data di atas menunjukan bahwa kouban sudah ada ditengah-tengah masyarakat sejak zaman Edo sebagai pos yang diisi oleh para samurai yang bertugas menjaga kediaman shogun. Ini menyatakan bahwa kouban pada masa ini hanya sebagai penjaga keamanan kediaman shogun.

2. Masa Meiji (明治時代) 1868-1921

Situmorang dan Uli (2011:21) menyatakan bahwa Pada tahun 1868 dikeluarkan sebuah janji Tenno yang menyangkut kehidupan Ekonomi dan Politik yang dikenal dengan sebutan Gakajounogoseimon (五箇条 誓文 ) dengan cara mencari ilmu dari seluruh dunia, berpindahnya ibukota Edo ke Tokyo, pemindahan Kaisar dari Kyoto ke Tokyo, tahun 1871 Han berubah menjadi Ken, dan yang terakhir penghapusan perbedaan golongan atau kelas yang ada dimasyarakat yang dikenal dengan Shimin byodou (市民 等) atau kesetaraan rakyat. Pada tahun 1872, seluruh lapisan masyarakat sudah bisa merasakan kebebasan untuk mengenyam pendidikan dan bebas memilih jenis pekerjaan yang sesuai dengan kemampuannya, oleh karena itu banyak masyarakat Jepang yang belajar ke Eropa dan Amerika. Setelah berakhirnya zaman Edo, pemerintahan Jepang melakukan penutupan diri atas bangsa luar dikenal dengan Meijiishin (明 治維新) atau Retorasi Meiji. Penutupan diri ini menjadikan Pemerintah Jepang menyadari ketertinggalannya dari bangsa lain dan menjadi sulit untuk mempercepat modernisasi.


(45)

Parker dalam Wahyuniarti (2009:11), Pemerintah Jepang melakukan perubahan dengan memperkenalkan sistem hukum gaya Eropa ke Jepang. Namun feodalisme yang sudah melekat di pemerintahan zaman Edo tidak mendatangkan perubahan dalam waktu cepat. Langka pertama yang dilakukan pemerintah Jepang adalah memperkenalkan sistem hukum Eropa dengan mengadopsi kitab undang-undang pidana dari barat, yaitu kitab undang-undang dari Prancis dan kemudian dari Jerman. Pemerintah Jepang mempelajari sistem kepolisian Prancis dengan meniru sistem kepolisian Prancis yang pada setiap wilayah penduduknya didirikan sebuah pos polisi kecil, namun pemerintahan Meiji dalam menjalankan sistem pemerintahan tetap menuntut kepatuhan dan masih memiliki sifat otoriter. Tidak memberi toleransi pada oposisi dalam kebijakannya. Oleh karena itu, dalam menjalankan pemerintahan mereka merancang suatu sistem kegiatan polisi yang dapat mempertahankan kepatuhan dan tetap bersifat otoriter. Mereka membentuk rancangan sistem kunjungan rutin ke rumah masyarakat oleh polisi dan mensosialisasikan pos polisi yaitu kouban dan chuzaisho ke seluruh Jepang.

Masuknya sistem hukum dari Eropa membawa perubahan pada hukum kepolisian Jepang, namun pemerintah Jepang tetep mempertahankan kepatuhan. Dengan tujuan tersebut maka pemerintah Jepang merancang sistem kepolisan Jepang yaitu dengan melakukan kegiatan kunjungan rutin ke rumah warga dan menjadikan kegiatan itu sebagai salah satu kegiatan kouban dan chuzaisho yang diutamakan dalam masyarakat. Sejak itulah sejarah sistem kouban yang baru dimulai. Meskipun pada era Edo istilah kouban telah ada, namun sistem kouban


(46)

Parker dalam Wahyuniarti (2009:13), Pada saat itu struktur kepolisian dibentuk secara terpusat dan dengan kekuatan yang besar, sehinggah tugas polisi dikhususkan untuk mengayomi segenap kegiatan yang berorientasi pada masyarakat. Tugas pengamatan dan pengawasan terhadap masyarakat dilaksanakan oleh kekuatan yang terdiri dari 3000 mantan samurai.

Dari hal di atas terlihat bahwa tugas kouban memang diarahkan pada pengayoman terhadap masyarakat. Pemerintah Jepang tetap menginginkan kepatuhan pada masyarakat. Cara yang digunakan adalah dengan memasukan kegaiatan berorientasi masyarakat kedalam kouban. Hal ini menjadikan masyarakat Jepang sebagai mayarakat yang patuh dan berdisiplin untuk taat terhadap peraturan dari pemerintah.

Sugai dalam Wahyuniarti (2009:13), Terdapat kekurangan dari polisi yang berasal dari mantan samurai. Mereka cenderung bersikap tidak terhormat dan arogan terhadap masyarakat. Sikap tersebut berkembang dalam kepolisian sehinggah menimbulkan ketakutan dan kebencian masyarakat terhadap polisi.

Hal ini menunjukan bahwa pada era Meiji, feodalisme masih belum hilang. Meskipun tugas kepolisian sudah mulai berorientasi pada, masyarakat namun tidak sepenuhnya mengabdi pada masyarakat tetapi untuk kepentingan pemerintah. Shoichi Ito dalam Wahyuniarti (2009:13), Pada tahun 1874-1947 organisasi kepolisian dipindahakan dari naungan menteri kehakiman ke menteri dalam negeri dan kouban digunakan untuk membangun sebuah sistem yang dapat mematai-matai kegiatan rakyat atau kelompok oposisi pemerintah dibangunalah sekitar 15.000 kouban diseluruh wilayah Jepang.


(47)

Kehadiran kouban menjadi semakin penting ketika tugas yang ada pada

kouban semakin bertambah. Bukan hanya untuk menciptakan masyarakat yang patuh, kouban diharapkan mampu berinteraksi dengan masyarakat guna mendapatkan informasi mengenai tindakan masyarakat terhadap pemerintah.

3. Setelah Perang Dunia Hinggah Sekarang

Sejak era Edo sampai Meiji kekuasaan polisi mengalami perkembangan. Pada tahun 1925 munculnya Undang-Undang Pengendalaian Keamanan. Polisi berkuasa untuk menangkap orang yang dicurigai memiliki ideologi yang membahayakan negara, khususnya saat terjadinya Perang Pasifik (1941-1945) hal itu semakin meningkatkan kekuasaan polisi. Semua dilakukan dengan dalih demi kepentingan Negara. Setelah Jepang mengalami kekalahan pada bulan Agustus 1945 yaitu saat Hirosima dan Nagasaki di bom oleh Amerika Serikat, Polisi Jepang dibubarkan dan keamanan di Jepang diawasi oleh kepolisian Amerika Serikat. Pada tahun 1950 terjadi perang antara Korea Utara dan Korea Selatan. Tentara Amerika yang berada di Jepang mulai bergerak ke Korea. Dengan keadaan Jepang yang masih kacau dan tidak adanya polisi yang mengawasi situasi di Jepang, maka pihak Amerika membentuk kembali kepolisian untuk menjaga keamanan di Jepang dengan manghapuskan keberadaan kekuatan militer dan menggantinya dengan pasukan bela diri. Dibawah kendali pasukan sekutu dan parlemen Jepang, Jepang akhirnya mulai membangun prinsip demokrasi dalam pemerintahannya. Polisi berada di bawah naungan Komisi Nasional Keamanan Umum melalui pengawasan Kantor Perdana Menteri. Tanggung jawab polisi dibatasi hanya pada memelihara keamanan dan ketertiban di Jepang, menyidik kejahatan serta melindungi kehidupan serta harta milik. Kedekatan dengan


(48)

kepentingan wilayah dan penduduk setempat menjadi warna utama kinerja polisi Jepang (http://fas.org/irp/world/japan/npa.htm).

Keberadaan kepolisian Amerika Serikat di Jepang mempengaruhi sistem kepolisian Jepang. Amerika membubarkan kepolisian Jepang yang ditujukan untuk mencegah tindakan perlawanan dari bangsa Jepang. Jepang mulai membangun prinsip demokrasi dalam pemerintahannya dengan dibentuknya polisi berada di bawah naungan Komisi Nasional Keamanan Umum melalui pengawasan Kantor Perdana Menteri. Tugas polisi dibatasi menjadi lebih mengutamakan kedekatan dengan kepentingan wilayah dan penduduk setempat. Hal ini guna menyatukan kembali masyarakat Jepang yang terpecah karena situasi di Jepang yang kacau.

Parker dalam Wahyuniarti (2009: 16), Terjadi Perubahan operasional Kepolisian Jepang dari naungan Komisi Nasional Keamanan Umum di bawah pengawasan Kantor Perdana Menteri kepada naungan Menteri Kehakiman, hal ini menyebabkan pembenahan dalam organisasi kepolisian. Tindak lanjut dari pembenahan itu adalah pengiriman sekelompok perwira keluar negeri untuk mempelajari departemen kepolisian dari sejumlah negara, yaitu Prencis, Belgia, Jerman, Rusia, Australia, dan Italia.

Dari hal di atas menunjukan bahwa Jepang terus membenahi diri dengan melakukan perubahan-perubahan pada sistem pemerintahan termasuk kepolisian. Pembenahan terhadap kepolisian dilihat dari pembelajaran model kepolisian dari berbagai negara luar.

Westney dalam Wahyuniarti (2009:17) menyatakan bahwa pendekatan terhadap model kepolisian Prancis adalah yang paling berpengaruh terhadap


(49)

pembentukan kepolisian Jepang, yaitu memiliki jangkauan administratif yang luas dan keterlibatan yang tinggi dalam masyarakat.

Setelah masuknya pengaruh dari Prancis, Departemen kepolisian Jepang mulai menangani beberapa pelayanan, seperti pemadam kebakaran, penjara dan kesehatan. Kepolisian Jepang menjadi sangat kuat dan menjadi organisasi otonom yang mengatur peran sentral dari kehidupan ibukota negara dan tertutup rapat dari pengaruh pusat pemerintahan.

Parker dalam Wahyuniarti (2009:17), Polisi Jepang menjadi polisi yang mandiri, sehinggah dapat melakukan penyelidikan pidana secara independen. Adapun tugas polisi adalah memberikan perlindungan jiwa manusia dan harta benda, serta penjagaan keamanan dan ketertiban masyarakat secara konsisten sebagaimana yang terdapat dalam Undang-undang Kepolisian Jepang. Polisi terus menjalin interaksi dengan masyarakat guna mendapatkan informasi mengenai kebutuhan keamanan masyarakat dan upaya penyatuan kembali bangsa Jepang dari seituasi kekacauan yang ada.

Karena tingginya aktivitas pelaksanaan kegiatan tersebut maka kouban

menjadi sanagat populer ditengah-tengah masyarakat Jepang. Kouban turut berkembang sejalan dengan perkembangan pemerintahan dan kepolisian Jepang.

Kouban mengarahkan masyarakat Jepang sebagai masyarakat yang patuh, disiplin, dan dapat bekerjasama dengan polisi melalui hubungan yang terus terjalin di antara kouban dan masyarakat.


(50)

2.2 Defenisi / Makna Polisi

Suyono (2013:9), Kata polisi oleh beberapa negara didefinisikan dengan arti yang berbeda-beda, yang banyak sedikitnya dipengaruhi oleh latar belakang sejarah pengorganisasian kepolisian dalam masyarakat dan keanekaragaman bahasanya. Hal ini dapat dilihat dari banyaknya keanekaragaman kata polisi yang dipakai oleh negara-negara di seluruh dunia. Ada yang menggunakan istilah kata

politia, police, polizey, politie dan di Indonesia disebut polisi. Istilah polisi berasal dari bahasa Yunani Kuno “politia” yang berarti pemerintahan negara kota (polls), yaitu pada jamam Kaisar Agustus “praetorian guard” atau pengawal kerajaan. Pada abad 15 dan 16 saat berlakunya hukum Romawi di Eropa Barat, kata “politia” yang dipakai mulai diserap ke seluruh daratan Eropa.

2.2.1 Defenisi / Makna Polisi Di Indonesia

Kepolisian Negara Republik Indonesia diatur dalam Undang-undang. Undang-undang Negara Republik Indonesia No. 13 Tahun 1961 merupakan undang-undang pertama yang mengatur tentang tugas dan wewenang kepolisian, Kemudian digantikan menjadi Undang-undang Negara Republik Indonesia No. 28 Tahun 1997 yang memantapkan kedudukan, peran dan fungsi Kepolisian Negara Republik Indonesia. Yang terakhir adalah Undang-undang Negara Republik Indonesia No. 2 Tahun 2002 yang merupakan hasil dari reformasi (Suyono, 2013:54).

Ketentuan Umum pasal 1 ayat (1) Undang-undang Kepolisian Negara Republik Indonesia No. 2 Tahun 2000, disebutkan bahwa kepolisian adalah segala hal ihwal yang berkaitan dengan fungsi dan lembaga polisi sesuai dengan


(51)

peraturan perundang-undangan. Polisi adalah suatu pranata umum sipil yang mengatur tata tertib (orde) dan hukum (http://id.wikipedia.org/wiki/Polisi). Dan dalam Undang-undang Dasar 1945 pasal 30 ayat (4) disebutkan bahwa Kepolisian Negara Republik Indonesia atau Polri sebagai alat negara yang menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat yang bertugas melindungi, mengayomi, melayani masyarakat serta menekakan hukum.

Dilihat dari makna, tugas dan wewenang kepolisian yang dirumuskan dalam perundang-undangan, kepolisian menjadi suatu alat negara yang berperan dalam pemeliharaan keamanan dan memiliki peranan penting. Artinya kepolisian merupakan bagian dari pemerintahan yang sangat dekat dengan kehidupan masyakat dan memiliki peranan yang dibutuhkan dan melekat dalam kehidupan manusia.

Ketika masyarakat menunjukan dan menyampaikan sikap perlawanan terhadap sistem pemerintah yang dipandang buruk dan tidak sesuai dengan apa yang diinginkan oleh warga masayarakat, Polri salah satu sasarannya. Baik dengan cara bentrok antara masyarakat dan anggota kepolisian dan perusakan bangunan kantor polisi dan pos-pos polisi oleh masyarakat (Tabah, 2002:43).

Karena merupakan bagian dari pemerintahan, sering sekali Polri menjadi sasaran masyarakat ketika masyarakat merasa bahwa sistem pemerintahan yang dijalankan dianggap tidak baik. Polri sering sekali menjadi korban amukan warga disamping beberapa kasus di lapangan yang dijumpai menunjukan sikap ketidakprofesionalan seorang Polri.

Beberapa penanganan kasus kejahatan seperti pembunuhan, pencurian dan sebagainya oleh pihak kepolisian juga dirasakan masih sangat lambat. Lain lagi


(52)

dengan masalah lalu lintas yang selalu menjadi perhatian nasional maupun internasional. Polisi yang menangani kasus lalu lintas sering sekali terlihat sangat buruk. Sering dijumpai beberapa kasus yang menunjukan bagaimana polisi tidak bekerja menurut aturan hukum yang sudah ditetapkan. Ketika dijumpai kasus pelanggaran hukum lalu lintas yang dilakukan oleh masyarakat, beberapa polisi menanganinya dengan hanya memberikan denda kepada masyarakat yang bersangkutan. Beberapa tindakan dari Kepolisian tersebut menjadikan mutu personil Polri dan keprofesionalannya rendah. Sehinggah, citra dan kepercayaan pada kepada Polri termasuk pemerintah oleh masyarakat, juga menjadi sangat rendah (Tabah, 1991:12).

Tabah (2002: 4) menyatakan bahwa kurangnya kinerja polri salah satunya disebabkan oleh karena rendahnya perbandingan rasio antara Polri dengan jumlah penduduk Indonesia. Polri saat ini ditinjau dari Police Population Ratio atau perbandingan dengan jumlah penduduk, maka termasuk kepolisian dengan rasio yang rendah, yaitu 1:1.500. Ketimpangan ini menjadi salah satu penyebab kinerja Polri menjadi kurang optimal. Pada tahun 2014 pemerintah melakukan penambahan jumlah personil Polri sebanyak kurang lebih 20.000 orang dan dalam penambahan ini juga lebih memperhatikan jumlah persolil Polwan. Pemerintah berambisi meningkatkan jumlah personil Polri sampai batas yang efektif agar dapat memberikan perlindungan dan pengayoman kepada masyarakat. Kedepan, diharapkan tidak ada lagi pelayanan yang buruk ataupun kinerja yang kurang maksimal akibat kurangnya personil Polri tersebut (http://www.presidenri.go.id/index.php/fokus/2014/03/10/9936.html).


(53)

Data di atas menunjukan bahwa Polri harus bekerja lebih ekstra dan dalam menjalankan semua peranannya ditengah-tengah kehidupan masyarakat. Tugas dan wewenang Polri sebagai pengayom, pelindung dan pelayan kepada masyarakat, akan nyata terlaksana apabila masyarakat merasakan sendiri bagaimana dirinya merasa terlindungi dengan kehadiran polisi. Selain itu, Polri harus selalu berbenah diri dengan mereformasikan sistem dan mutu dari setiap personil Polri. Penambahan jumlah personil juga diharapkan mampu menjadi salah satu penunjang kinerja Porli yang lebih baik lagi.

2.2.2 Defenisi / Makna Polisi Di Jepang

Makna dari polisi di Jepang adalah melindungi kehidupan, masyarakat dan harta benda individu serta melakukan pencegahan, penanggulangan dan penyidikan kejahatan dan lainnya yang berkaitan dengan pemeliharaan keselamatan dan ketertiban masyarakat. Sesuai dengan undang-undang Jepang yang ditetapkan pada tahun 1954, dalam melaksanakan tugas polisi harus memegang prinsip tidak berpihak, tidak berprasangka dan adil, tidak menyalahgunakan kewenangan dengan berbagai cara yang melanggar HAM dan kemerdekaan individu (http://s-moc.blogspot.com/2012/09/perbandingan-sistem-kepolisian-amerika.html).

Polisi Jepang adalah polisi yang sangat berintegritas dalam melaksanakan tugasnya, selain budaya masyarakat Jepang yang patuh, citra polisi Jepang yang baik menunjang terciptanya keamanan di Jepang. Seperti yang dikemukakan oleh Suyono (2013:115), keberadaan Polisi Jepang di tengah masyarakat menjadikan masyarakat merasa aman, dilindungi, diyomi dan dibimbing. Polisi Jepang


(54)

menyadari sepenuhnya fungsi dan peran merekan dalam membina sistem keamanan dan ketentraman dalam masyarakat. Peran kepolisian yang dinilai baik di masyarakat ini juga dapat dilihat dari tingginya kepercayaan masyarakat kepada polisi Jepang. Masyarakat Jepang selalu melaporkan kepada polisi ketika mereka menghadapi masalah. Hal ini membuktikan bahwa polisi mampu melaksanakan semua perannannya dalam masyarakat dan masyarakat Jepang merasakan sendiri bagaimana kinerja polisi Jepang dalam menjaga keamanan wilayah tempat tinggal mereka.

Tabah (2002:4), Peran polisi di masyarakat Jepang yang dinilai baik didukung oleh perbandingan rasio polisi dan penduduk negara Jepang yang ideal yaitu 1: 500.

Hal ini menunjukan bahwa jumlah polisi sangat mempengaruhi tingkat keamanan suatu wilayah. Ketika jumlah polisi tercukupi, tidak akan sulit untuk melakukan pengawasan terhadap aktifitas masyarakatnya. Sehinggah suasana aman dan tertib dapat tercipta diwilayah tersebut.

2.3 Pos Polisi

Pengorganisasian pos polisi yang meliputi wilayah yang kecil dalam jumlah yang banyak, maka satuan pos polisi akan merupakan suatu kecabangan terbesar dalam organisasi Polisi (http://yehu.or.id/new/Berita-Kepolisian/pos-polisi-sebagai-strategi-pencegahan-kejahatan.html).


(55)

2.3.1 Pos Polisi di Indonesia

Telah dijelaskan sebelumnya mengenai pengertian dari pos polisi yaitu tempat penjagaan dan satuan fungsi yang diisi dengan personil yang cukup untuk melaksanakan tugas pemeliharaan keamanan. Pos polisi merupakan perpanjangan tangan dari Polisi Sektor atau Polsek. Pos polisi di Indonesia seperti yang telah dijelaskan di atas terbagi menjadi dua jenis, yaitu pos polisi tetap atau pos tetap dan pos polisi sementara atau pos sementara. Perbedaan mendasar antara kedua pos polisi ini tertelak pada bangunannya dimana pos polisi tetap memiliki bangunan, sedangkan pos polisi sementara tidak memiliki bangunan. Kedua pos polisi ini secara struktur berada dibawah Polsek.

Pada tahun 2005, sebagai upaya dalam meningkatkan kinerja Polri baik dari segi organisasi, sistem maupun personil dan sebagai dukungan terhadap reformasi Polri, maka Polri membuat sebuah strategi dasar yang dinamakan Perpolisian Masyarakat atau Polmas (Community Policing) yang diadopsi dari negara Jepang. Sistem Polmas ini ditujukan untuk menciptakan polisi sipil yang diharapkan dapat meraih kepercayaan akan sosok polisi dari masyarakat. Dari dasar Polmas tersebut, kemudian Polri membagun beberapa pos polisi yang disebut Balai Kemitraan Polisi dan Masyarakat atau BKPM (http://www.id.emb-japan.go.jp/oda/id/topics_200810_police.htm).

Balai Kemitraan Polisi dan Masyarakat (BKPM) ditujukan sebagai tempat terdepan pelayanan kepolisian terhadap masyarakat dan mempunyai peran yang sangat strategis dalam rangka menciptakan keamanan di masyarakat, khususnya sejak mulai dikembangkannya Polmas sebagai strategi Polri. Pelayanan polisi kepada masyarakat yang berorientasi polmas mencerminkan suatu pendekatan


(56)

sikap dan perilaku anggota Polri yang lebih mendekatkan hubungan polisi dengan masyarakatnya sehinggah diharapkan dapat menumbuhkan kepercayaan masyarakat kepada Polri. BKPM ditempatkan di tinggkat kecamatan.

Tugas dari BKPM adalah penjagaan, pelayanan, patroli, kunjungan dan penanganan pertama. Penjagaan adalah bentuk kegiatan petugas di lingkungan BKPM yang dilakukan dalam rangka mengawasi situasi dan aktifitas masyarakat. Penjagaan dapat dilakukan dalam bentuk jaga berdiri dan jaga duduk. Jaga berdiri dilakukan didepan kantor apabila aktifitas masyarakat saat itu sedang sibuk dan jaga duduk dilakukan dalam kantor pada saat situasi masyarakat tenang. Perlengkapan anggota petugas BKPM adalah HT, borgol, senter, senjata, peluit, buku saku, alat tulis dan sebagainya. Petugas akan berjaga berdiri selama 15 menit kemudian dialanjutkan dengan pengawasan dengan berjalan kaki disekitar BKPM dengan berjalan kaki. Pelayanan merupakan bentuk kegiatan untuk memenuhi segala permintaan, laporan dan pengaduan masyarakat yang perlu penanganan dari kepolisian. Hal ini ditujukan agar menumbuhkan kepercayaan masyarakan kepada polisi. Patroli dilakukan dengan berjalan kaki, bersepeda ataupun dengan kendaraan mobil apabila cuaca buruk. Sasaran utama kegiatan patroli adalah lingkungan pemukiman, tempat hiburan, lokasi wisata dan daerah rawan kriminalitas lainnya. Kunjungan merupakan kegiatan dalam rangka memastikan kondisi wilayah tanggung jawabnya aman, menjalin komunikasi masyarakat serta memberikan informasi mengenai keamanan kepada masyarakat. Tindakan pertama adalah kegiatan petugas polisi yang tiba pertama di TKP (Tempat Kejadian Perkara) kriminal maupun kecelakaan lalu lintas seperti, menangkap


(57)

pelaku kriminal, mengamankan TKP, mengumpulkan informasi mengenai tindak krimimal tersebut (Proyek Bekasi, 2007:14)

BKPM sebagai unit didalam organisasi kepolisian yang keberadaannya paling dekat dengan masyarakat, membentuk FKPM atau Forum Komunikasi Polisi dan Masyarakat sebagai penggubung antara polisi dengan masyarakat. FKPM tercipta suatu komunikasi timbal balik yang baik antara masyarakat dan polisi sehinggah tercipta hubungan yang erat dan saling membutuhkan. Melalui FKPM diharapkan dapat memberikan informasi secara persis mengenai permasalahan yang terjadi di masyarakat dan ditindaklanjuti dengan bekerjasama dengan masyarakat dalam mengatasi permasalahan tersebut, sehinggah dapat menjaga kehidupan yang aman dan tentram dalam masyarakat. FKPM menjadi akses bagi masyarakat dalam memberikan saran maupun informasi yang berguna bagi arah pelaksanaan tugas operasional BKPM. Tugas FKPM adalah melakukan pertemuan berkala dan intensif dengan mengumpulkan data permasalahan di lingkungan, membahas dan merencanalan proses pemecahan masalah hinggah terselesaikan. FKPM bertempatan di tingkatan kelurahan dan pada setiap FKPM diisi oleh 1-2 orang petugas Polmas FKPM (Proyek Bekasi, 2007:47).

Pos polisi sementara hanya bertugas disaat kondisi lalu lintas padat dan tidak bertugas dalam waktu yang lama, biasanya hanya pagi hari dan sore hari saja atau sering disebut pos sementara padat pagi dan sore. Hal ini yang kemudian menyebabkan pos sementara tidak memiliki bangunan atau pos seperti pos polisi tetap. Pada pos polisi sementara, tidak ada bangunan yang disediakan. Melainkan hanya beberapa personil kepolisian yang ditugaskan untuk mengamankan daerah sekitar karena kemacetan lalulintas yang terkadang terjadi. Kegiatan penertiban


(58)

lalu lintas yang dilakukan oleh petugas kepolisian juga hanya dilakukan pada jam-jam tertentu saja. Seperti pada saat jam-jam sibuk yaitu pagi dan sore hari. Pos polisi sementara, karena tidak memiliki bangunan, para personil kepolisian yang ditugaskan mengamnkan daerah tersebut diperlengkapi dengan alat komunikasi berupa HT dan sebuah kendaraan roda dua. Pada pakaian mereka menggunakan.

Polisi yang bertugas di pos polisi sementara tidak menggunakan shift jaga, melainkan telah dijadwalkan dalam piket pagi. Polisi yang bertugas di pos polisi sementara berjumlah 2 orang. Seperti yang telah dikemukakan di atas, bahwa mereka bertugas untuk menertibkan lalu lintas suatu daerah yang diakibatkan oleh karena tingginya aktifitas lalu lintas pagi atau sore hari. Polisi yang bertugas tersebut akan bertugas di daerah tersebut sampai kondisi lalu lintas kembali lancar. Pos polisi sementara, karena bersifat sementara dan dengan tugas menertibkan lalu lintas pada jam-jam tertentu saja, maka batasan tugasnya berkisar di daerah penertiban lalu lintas yang bersangkutan saja. Polisi yang bertugas akan mengatur kemacetan yang terjadi karena banyaknya kendaraan yang berlalu-lalang dan mengamankan pengendara yang dijumpai melanggar ketentuan berlalulintas dengan memberikan kartu tilang dan sebagainya.

Pos polisi tetap ditempatkan tidak berdasarkan pada ukuran jarak tertentu melainkan berdasarkan situasi di daerah atau wilayah, khususnya jalan raya yang diperkirakan membutuhkan pengamanan lalu lintas dan ataupun polisi.

Jumlah untuk pos polisi tetap dan pos polisi sementara pada masing-masing polsek berbeda. Hal ini didasari oleh penempatan pos polisi di Indonesia yang diadakan sesuai dengan kondisi ingkat aktiitas dan lalu lintas yang ada di


(59)

wilayah sekitar masing-masing sektor kepolisian. Di kota Medan terdapat 11 Polsek dengan jumlah masing-masing pos tetap dan pos sementara yang berbeda.

Tabel 2.1 Pos Tetap dan Pos Sementara pada Satuan Lalu Lintas Polresta Medan Sumber : Satuan Lalu lintas Polresta Medan

NO POLSEK POS TETAP POS SEMENTARA

1 Medan Area 3 Titik 4 Titik

2 Percut Sei Tuan 2 Titik 4 Titik

3 Mean Barat 3 Titik 3 Titik

4 Helvetia 3Titik 2Titik

5 Sunggal 2 Titik 3 Titik

6 Medan Baru 4 Titik 4 Titik

7 Deli Tua 3 Titik 3 Titik

8 Patumbak 3 Titik 3 Titik

9 Medan Timur 4 Titik 3 Titik

10 Medan Kota 4 Titik 3Titik

11 Pancur Batu - 2 Titik

JUMLAH 31 Titik 32 Titik

Strategi Polri dalam meningkatan pelayanan Polri terhadap masyarakat dengan dibuatnya BKPM merupakan langkah yang sangat baik. BKPM dan FKPM sebagai bentuk atau wajah baru dari perwujudan bagaimana seharusnya pos polisi ada dengan fungsi komplit pelayanannya terhadap masyarakat. BKPM dan FKPM merupakan bentuk dari pos polisi modern dengan segala sistem pelayanan yang kompit dan mampu menjawab segala kebutuhan keamanan dari masyarakat. Namun pelaksanaan BKPM dan FKPM di Indonesia saat ini masih belum terealisasi sepenuhnya, semuanya secara garis besar masih sebatas wacana. FKPM, yang mana dalam pelaksanaannya seharusnya berkoordinasi dengan


(60)

perangkat desa, masih belum mendapat kesempatan untuk melaksanakan fungsi sepenuhnya. Dengan adanya FKPM seharusnya ajakan dan pembelajaran bagi masyarakat untuk mencegah dan mengatasi kejahatan di lingkungan bisa terlaksana. Sehinggah menjadikan masyarakat sebagai polisi di lingkungan masyarakat sendiri atau pencegah masalah ditengah-tengah masyarakat. Polisi masih belum mendapat kepercayaan di tengah-tengah masyarakat. Pengadaan pos FKPM dan BKPM juga masih sebatas dambaan para penegak hukum. Anggaran yang tidak ada menjadikan FKPM yang seharusnya menjadi garda pemolisian masyarakat Indonesia tidak dapat bekerja secara maksimal.

2.3.2 Kouban ( 交番 ) di Jepang

Soichi Ito dalam Kunarto dan Kuswaryono (1998:42), Sejarah kouban

dimulai sejak 100 tahun yang lalu. akarnya sudah tertanam sejak sekitar tahun 1880. Sebelumnya, petugas polisi bekerja dalam kelompok atau bertugas berdiri menjaga di suatu tempat yang sudah ditetapkan, yang dikhusukan pada daerah perkotaan. Sistem kouban ini terpelihara dengan baik sampai berakhirnya Perang Dunia II sehinggah mengakar di seluruh Jepang.

Parker dalam Wahyniarti (2009:10) menyatakan bahwa sejak zaman pemerintahan Shogun, istilah kouban telah digunakan. Istilah kouban ini digunakan untuk setiap tempat yang ada di pintu gerbang kediaman para Shogun.

Kouban pada masa ini merupakan sebuah bangunan kecil yang berfungsi sebagai kantor dan tempat untuk melakukan penjagaan oleh para pengawal atau samurai. Di dalam kouban samurai berjaga secara bergantian untuk menjaga keamanan tempat tersebut.


(61)

Dari hal di atas dapat kita lihat bahwa sistem penjagaan kouban saat ini merupakan pengembangan dari sistem kouban yang dulu ada pada masa Edo, dimana sudah ada bangunan kouban sebagai kantor, serta shift penjagaan yang dilakukan secara bergantian oleh para samurai yang berfungsi sebagai penjaga keamanan.

Bayley dalam Lubis (1988:6), Kouban adalah lembaga yang dapat menyesuaikan diri, sifatnya ditentukan oleh corak lokasinya. Kouban lebih dari sekedar sumber bantuan darurat, ia merupakan sarana pelayanan masyarakat.

Hal ini dapat dilihat dari kouban yang memiliki bentuk yang berbeda-beda antara satu dan lainya. Kouban selalu mengikuti situasi dan perkembangan sekitarnya. Ketika berada di wilayah yang modern, kouban tampil dengan gaya bangunan atau bentuk fisik yang menarik. Hal ini salah satunya ditujukan agar citra kouban tidak kaku melainkan dekat dengan kehidupan masyarakat dan tidak menimbulkan batasan yang berlebihan di antara kouban dan masyarakat.

Soichi Ito dalam Kunarto dan Kuswaryono (1998:39), Setiap Markas Besar daerah kepolisian memiliki 10-100 Kantor Polisi Cabang dan sistem kouban

dioperasikan di daerah kantor cabang tersebut. Sistem kouban tertanam pada masyarakat Jepang dan telah menarik perhatian dunia, menjamin ketentraman dan keselamatan kehidupan masyarakat melalui kontak hubungan kesehatan dengan penduduk setempat. Karena relatif hanya terdapat jumlah petugas polisi yang sedikit dengan fokus tugas untuk melindungi keamanan daerah setempat, maka kerjasama antara polisi dan masyarakat adalah syarat mutlak dalam sistem ini.

Kouban adalah unit satelit police station dan berlokasi di wilayah sub-distrik. Pos ini menjadi titik utama community police dan melayani masyarakat


(62)

setempat sebagai pusat keamanan masyarakat (comunity safety center). Mereka memainkan peranan utama dalam menjaga keamanan masyarakat setempat melalui hubungan dengan orang-orang dan badan pemerintahan lokal (Suzuki, 2009:3).

Hal ini menunjukan bahwa interaksi kouban dan masyarakat serta badan pemerintahan lokal adalah kunci utama dalam pelaksanaan tugas. Keamanan terwujud ketika petugas kouban mengetahui dengan permasalahan yang ada di masyarakat, sehinggah penanggulangan yang tepat dapat dilakukan.

Soichi Ito dalam Kunarto dan Kuswaryono (1998:40) menyatakan bahwa unit dasar dari sistem kouban adalah kouban dan chuzaisho. Kurang lebih terdapat 6.000 kouban dan 8.500 chuzaisho yang tersebar di Jepang. Jumlah ini mengelami peningkatan dari data ynag sebelumnya yaitu pada tahun 1988 terdapat kurang lebih 5.800 kouban di Jepang.

Bayley dalam Lubis (1988:2), Kouban melayani daerah-daerah kecil berpenduduk sangat padat. Di Tokyo terdapt kira-kira 1.000 kouban dengan rata-rata daerah yang luas meliputi kurang lebih 0,22 mil persegi dengan penduduk 11.500 orang.

Setiap berjalan kaki dalam radius 1,5 km atau 15 menit akan ditemukan sebuah kouban dengan lampu merah yang selalu menyala (http://www.keishicho.metro.tokyo.jp/sikumi/kouban/genkyo.htm).

Jumlah kouban yang ada saat ini sebelumnya telah mengalami penyusutan. Hal ini terjadi pada saat pendudukan Amerika Serikat di Jepang. Banyaknya jumlah kouban di Jepang dianggap Amerika Serikat dapat menyatukan kembali masyarakat Jepang dan melawan Amerika.


(63)

Pada Kepolisan dan kouban di Tokyo terdapat karakter logo yang diberi nama peopo atau pipo kun yang merupakan singkatan dari People and Rescue Police. Karakter logo ini berasal dari logo tikus luar angkasa yang memiliki antena di bagian kepalanya. Antena tersebut merupakan simbol bahwa polisi selalu mampu mendeteksi keinginan dan masalah yang ada pada masyarakat (www.ikatansakuraindonesia.com).

Disetiap wilayah kepolisian Jepang memiliki bentuk logo atau karakter yang berbeda-beda. Hal ini dimaksudkan untuk mendekatkan hubungan polisi dengan masyarakat sehingga tidak timbul jarak melainkan hubungan interaksi yang baik di antara polisi dan masyarakat Jepang.


(1)

Tabel 3.1

PERBANDINGAN POS POLISI DI INDONESIA

DENGAN

KOUBAN

(

交番

) DI JEPANG

No. Hal Pembanding

Pos polisi di Indonesia

Kouban (交番) di Jepang

Catatan

1. Bangunan dan Perlengkapan

kantor

Berukuran ±3-4 m2. Hanya satu ruangan dengan

perlengkapan: kursi, meja, AC dan pembersih ruangan.

Berukuran ±12-15 m2. Terdiri dari ±4 ruangan dengan banyak perlengkapan seperti: laptop,penghangat ruangan, papan pengmuman, selimut dan sebagainya.

Pos polisi di Indonesia berukuran lebih kecil dengan perlengkapan lebih sedikit dibandingkan dengan Kouban, salah satu penyebabnya adalah tugas di kouban yang lebih banyak

dibandingakan dengan pos polisi di Indonesia. 2. Sistem kerja 2 shift/kelompok

dalam satu hari dan masing-masing shift terdiri dari 2 orang polisi. Tidak bekerja 24 jam.

3shift/kelompok dalam satu hari dan masing-masing shift terdiri dari 3-4 orang polisi. Bekerja 24 jam.

Sistem jaga kouban terdiri dari 24 jam sementara pos polisi tidak. Hal ini dipengaruhi oleh jumlah polisi Jepang yang lebih banyak dibandingkan dengan polisi Indonesia. 3. Objek Kerja Menertibkan lalu

lintas, memberikan informasi dan merespon keadaan darurat.

Berjaga di pos, berpatroli, kunjungan ke rumah dan kantor, mengadakan forum komunikasi, penyedia informasi dan

merespon keadaan darurat.

Objek kerja pada kouban lebih banyak

dibandingkan dengan pos polisi di Indonesia. Di Indonesia, kunjungan ke rumah, berpatroli, forum diskusi dan sebagainya merupakan tugas dari bagian kepolisian yang lain seperti BKPM dan sebagainya.

4. Fungsi Tempat Pengawasan dan pengaturan lalu lintas Memecahkan masalah, memberikan informasi dan memahami kebutuhan masyarakat.

Fungsi pos polisi di Indonesia masih sejauh penanganan lalu lintas. Berbeda dengan kouban yang sudah mengarah pada pencegahan kejahatan dan bantuan


(2)

5. Interaksi dengan masyarakat

Kepercayaan dari masyarakat terhadap kinerja polisi masih rendah.

Melakukan upaya dalam mendapatkan simpati dari

masyarakat.

Kepercayaan dari masyarakat terhadap kinerja polisi tinggi. Terdapat interaksi yang baik antara kouban dengan masyarakat.

Polisi kouban bekerja dengan sangat maksimal, baik dari kemampuan pribadi, integritas, perlengkapan yang mendukung, kegiatan yang ada, dan dasar budaya masyarakatnya yang tertib, sehinggah terciptanya kepercayaan masyarakat terhadap polisi di Jepang. Berbeda dengan di Indonesia. Polisi sulit untuk

mendapatkan simpati dari masyarakat karena kinerja dari beberapa polisi yang masih mengutamakan kepentingan pribadi. Selain itu adanya budaya masyarakat Indonesia yang masih kurang peduli dan tidak patuh terhadap hukum menjadikan Interaksi antara polisi dengan masyarakat menjadi rendah.


(3)

Gambar 3

Gambar 3

Pos polisi

Gambar 3

Pos polisi

Gambar 3

3.1 Pos pol

.1.1

di jalan Ba

.1.3

di kota Pal

.1.5 Aktifita

isi di Indon

alai kota, Me

embang

as polisi

GAMBA

nesia

Gam

edan Pos

G

P

AR

mbar 3.1.2

Polisi di ja

Gambar 3.1.

Pos polisi di

alan Pemuda

4

Jalan Pattim

a, Medan

mura, Meda

an


(4)

Gambar 3

Kondisi la

dalam pos

Medan.

Kondi

Spandu

.1.6

alu lintas ya

s polisi di Ja

si perlengka

uk berupa hi

ang terlihat d

alan Balai k

apan yang a

imbauan un

dari

kota,

Gambar 3

ada pada po

Gambar 3

ntuk penggu

Medan

Gambar 3

Tangga m

pos polisi

Medan.

3.1.8

os polisi di J

3.1.9

una jalan ray

n.

.1.7

menuju ke da

di Jalan Pe

Jalan Balai k

ya di Lapan

alam ruanga

emuda,

kota, Medan

ngan Merdek

an

n.

ka,


(5)

Gambar 3

Gambar 3

Gambar 3

Tokyo T

3.2

Kouban

.2.1

Kouban

.2.3

Kouban

Tokyo

n

di Jepang

n

di zaman

n

di Ueno P

g

   

Edo

Park,

   

Gamba

Gambar 3

ar 3.2.2

Kou

.2.4

Kouban

uban

di Shiz

n

di Ginza,

       

zuoka

 


(6)

Aktifitas Polisi

Kouban

Gambar 3.2.5

Kouban

di Asakusa

Gambar 3.2.6

Kouban

di Ueno

Papan pengumuman di Azusawa

Gambar 3.2.7

Pipo kun

yang menjadi maskot kepolisi Tokyo