Sejarah Kepolisian Jepang Sejarah Kepolisian

20

2.1.2 Sejarah Kepolisian Jepang

Sejarah kepolisian Jepang akan dibagi menjadi tiga periode yaitu zaman Edo, a zaman Meiji dan setelah perang dunia kedua hinggah sekarang. 1. Zaman Edo 1603-1867 Di masa Keshogunan Tokugawa, rakyat Jepang dibagi-bagi menurut sistem kelas berdasarkan pembagian kelas yang diciptakan oleh Toyotomi Hideyoshi. Kelas samurai berada di hirarki paling atas, diikuti petani, pengrajin dan pedagang. Pemberontakan sering terjadi akibat pembagian sistem kelas yang kaku dan tidak memungkinkan orang untuk berpindah kelas. Pajak yang dikenakan terhadap petani selalu berjumlah tetap dengan tidak memperhitungkan inflasi. Perselisihan soal pajak sering menyulut pertikaian antara petani kaya dan kalangan samurai yang terhormat tapi kurang makmur. Pertikaian sering memicu kerusuhan lokal hingga pemberontakan berskala besar http:id.wikipedia.orgwikiKeshogunan_Tokugawa. Toyoda dalam Situmorang dan Uli 2011:21 menyatakan bahwa golongan masyarakat yang ada pada zaman Edo diterapkan dengan sangat ketat. Setiap golongan tidak diperbolehkan pindah ke golongan masyarakat lainnya. Pada zaman Edo, jumlah golongan Bushi militer ada sebanyak 9,8, petani sebanyak 76,4 dan sisanya adalah golongan pendeta, pedagang dan tukang. Pada zaman Edo terjadi pembagian golongan yang menjadikan golongan atas berkuasa kepada golongan bawah. Perbedaan golongan dalam masyarakat menyebabkan kesenjangan sosial yang tinggi karena golongan atas menekan golongan bawah melelui pajak yang ditetapkan. Hal ini menyebabkan munculnya banyak pertikaian dan masalah dalam masyarakat Jepang pada waktu itu. Universitas Sumatera Utara 21 Parker dalam Wahyuniarti 2009:9 menjelaskan bahwa pada zaman Tokugawa, golongan samurai berperan sebagai polisi dibawah naungan badan pemerintah dan juga bertugas meminta upeti pada kelas yang berada dibawahnya untuk diserahkan kepada atasannya. Kegiata mereka dipantau atau dikendalikan oleh pejabat wilayah kota maupun ibukota. Dalam menjalankan tugasnya, para samurai bertugas sebagai polisi, mereka dipersenjatai dua bilah pedang pada sabuknya. Dua bilah pedang tersebut selain berfungsi sebagai senjata juga berfungsi sebagai simbol kepangkatannya. Status ini tidak hanya bermakna kekuasaan tetapi lebih mencerminkan tugas untuk bertindak sebagai polisi. Mereka secara resmi berhak menggunakan pedangnya untuk membunuh orang yang melakukan penyimpangan dengan cara apapun dari peran soosial yang telah ditetapkan. Dari Data di atas kita dapat mengetahui bahwa pada zaman ini sistem feodalisme masih dijalankan oleh pemerintahan Jepang. Golongan mayarakat yang bertugas sebagai polisi pada zaman ini adalah golongan samurai dan memiliki sifat yang otoriter. Mereka ditugaskan untuk penyitaan upeti dari golongan masyarakat bawah atau petani. Sifat otoriter para samurai dapat dilihat dari bagaimana para samurai berhak menggunakan senjatanya pedang dalam menjalankan tugasnya termasuk membunuh orang. Pada zaman ini, sosok samurai sebagai seorang polisi banyak dibenci dan ditakuti oleh masyarakat Jepang, karena polisi masih merupakan bagian dari militer dan bukan bagian dari masyarakat sipil seperti kepolisian Jepang sekarang. Parker dalam Wahyuniarti 2009:10, Sejak pemerintahan shogun. Istilah kouban sudah digunakan. Kouban digunakan untuk tempat yang ada pada setiap Universitas Sumatera Utara 22 pintu gerbang kediaman para shogun berupa bangunan kecil yang digunakan sebagai kantor sebagai tempat penjagaan para samurai. Para samurai berjaga secara bergantian untuk menjaga keamanan tepat tersebut. Data di atas menunjukan bahwa kouban sudah ada ditengah-tengah masyarakat sejak zaman Edo sebagai pos yang diisi oleh para samurai yang bertugas menjaga kediaman shogun. Ini menyatakan bahwa kouban pada masa ini hanya sebagai penjaga keamanan kediaman shogun. 2. Masa Meiji 明治時代 1868-1921 Situmorang dan Uli 2011:21 menyatakan bahwa Pada tahun 1868 dikeluarkan sebuah janji Tenno yang menyangkut kehidupan Ekonomi dan Politik yang dikenal dengan sebutan Gakajounogoseimon 五箇条 誓文 dengan cara mencari ilmu dari seluruh dunia, berpindahnya ibukota Edo ke Tokyo, pemindahan Kaisar dari Kyoto ke Tokyo, tahun 1871 Han berubah menjadi Ken, dan yang terakhir penghapusan perbedaan golongan atau kelas yang ada dimasyarakat yang dikenal dengan Shimin byodou 市民 等 atau kesetaraan rakyat. Pada tahun 1872, seluruh lapisan masyarakat sudah bisa merasakan kebebasan untuk mengenyam pendidikan dan bebas memilih jenis pekerjaan yang sesuai dengan kemampuannya, oleh karena itu banyak masyarakat Jepang yang belajar ke Eropa dan Amerika. Setelah berakhirnya zaman Edo, pemerintahan Jepang melakukan penutupan diri atas bangsa luar dikenal dengan Meijiishin 明 治維新 atau Retorasi Meiji. Penutupan diri ini menjadikan Pemerintah Jepang menyadari ketertinggalannya dari bangsa lain dan menjadi sulit untuk mempercepat modernisasi. Universitas Sumatera Utara 23 Parker dalam Wahyuniarti 2009:11, Pemerintah Jepang melakukan perubahan dengan memperkenalkan sistem hukum gaya Eropa ke Jepang. Namun feodalisme yang sudah melekat di pemerintahan zaman Edo tidak mendatangkan perubahan dalam waktu cepat. Langka pertama yang dilakukan pemerintah Jepang adalah memperkenalkan sistem hukum Eropa dengan mengadopsi kitab undang-undang pidana dari barat, yaitu kitab undang-undang dari Prancis dan kemudian dari Jerman. Pemerintah Jepang mempelajari sistem kepolisian Prancis dengan meniru sistem kepolisian Prancis yang pada setiap wilayah penduduknya didirikan sebuah pos polisi kecil, namun pemerintahan Meiji dalam menjalankan sistem pemerintahan tetap menuntut kepatuhan dan masih memiliki sifat otoriter. Tidak memberi toleransi pada oposisi dalam kebijakannya. Oleh karena itu, dalam menjalankan pemerintahan mereka merancang suatu sistem kegiatan polisi yang dapat mempertahankan kepatuhan dan tetap bersifat otoriter. Mereka membentuk rancangan sistem kunjungan rutin ke rumah masyarakat oleh polisi dan mensosialisasikan pos polisi yaitu kouban dan chuzaisho ke seluruh Jepang. Masuknya sistem hukum dari Eropa membawa perubahan pada hukum kepolisian Jepang, namun pemerintah Jepang tetep mempertahankan kepatuhan. Dengan tujuan tersebut maka pemerintah Jepang merancang sistem kepolisan Jepang yaitu dengan melakukan kegiatan kunjungan rutin ke rumah warga dan menjadikan kegiatan itu sebagai salah satu kegiatan kouban dan chuzaisho yang diutamakan dalam masyarakat. Sejak itulah sejarah sistem kouban yang baru dimulai. Meskipun pada era Edo istilah kouban telah ada, namun sistem kouban baru terbentuk pada era Meiji. Universitas Sumatera Utara 24 Parker dalam Wahyuniarti 2009:13, Pada saat itu struktur kepolisian dibentuk secara terpusat dan dengan kekuatan yang besar, sehinggah tugas polisi dikhususkan untuk mengayomi segenap kegiatan yang berorientasi pada masyarakat. Tugas pengamatan dan pengawasan terhadap masyarakat dilaksanakan oleh kekuatan yang terdiri dari 3000 mantan samurai. Dari hal di atas terlihat bahwa tugas kouban memang diarahkan pada pengayoman terhadap masyarakat. Pemerintah Jepang tetap menginginkan kepatuhan pada masyarakat. Cara yang digunakan adalah dengan memasukan kegaiatan berorientasi masyarakat kedalam kouban. Hal ini menjadikan masyarakat Jepang sebagai mayarakat yang patuh dan berdisiplin untuk taat terhadap peraturan dari pemerintah. Sugai dalam Wahyuniarti 2009:13, Terdapat kekurangan dari polisi yang berasal dari mantan samurai. Mereka cenderung bersikap tidak terhormat dan arogan terhadap masyarakat. Sikap tersebut berkembang dalam kepolisian sehinggah menimbulkan ketakutan dan kebencian masyarakat terhadap polisi. Hal ini menunjukan bahwa pada era Meiji, feodalisme masih belum hilang. Meskipun tugas kepolisian sudah mulai berorientasi pada, masyarakat namun tidak sepenuhnya mengabdi pada masyarakat tetapi untuk kepentingan pemerintah. Shoichi Ito dalam Wahyuniarti 2009:13, Pada tahun 1874-1947 organisasi kepolisian dipindahakan dari naungan menteri kehakiman ke menteri dalam negeri dan kouban digunakan untuk membangun sebuah sistem yang dapat mematai-matai kegiatan rakyat atau kelompok oposisi pemerintah dibangunalah sekitar 15.000 kouban diseluruh wilayah Jepang. Universitas Sumatera Utara 25 Kehadiran kouban menjadi semakin penting ketika tugas yang ada pada kouban semakin bertambah. Bukan hanya untuk menciptakan masyarakat yang patuh, kouban diharapkan mampu berinteraksi dengan masyarakat guna mendapatkan informasi mengenai tindakan masyarakat terhadap pemerintah. 3. Setelah Perang Dunia Hinggah Sekarang Sejak era Edo sampai Meiji kekuasaan polisi mengalami perkembangan. Pada tahun 1925 munculnya Undang-Undang Pengendalaian Keamanan. Polisi berkuasa untuk menangkap orang yang dicurigai memiliki ideologi yang membahayakan negara, khususnya saat terjadinya Perang Pasifik 1941-1945 hal itu semakin meningkatkan kekuasaan polisi. Semua dilakukan dengan dalih demi kepentingan Negara. Setelah Jepang mengalami kekalahan pada bulan Agustus 1945 yaitu saat Hirosima dan Nagasaki di bom oleh Amerika Serikat, Polisi Jepang dibubarkan dan keamanan di Jepang diawasi oleh kepolisian Amerika Serikat. Pada tahun 1950 terjadi perang antara Korea Utara dan Korea Selatan. Tentara Amerika yang berada di Jepang mulai bergerak ke Korea. Dengan keadaan Jepang yang masih kacau dan tidak adanya polisi yang mengawasi situasi di Jepang, maka pihak Amerika membentuk kembali kepolisian untuk menjaga keamanan di Jepang dengan manghapuskan keberadaan kekuatan militer dan menggantinya dengan pasukan bela diri. Dibawah kendali pasukan sekutu dan parlemen Jepang, Jepang akhirnya mulai membangun prinsip demokrasi dalam pemerintahannya. Polisi berada di bawah naungan Komisi Nasional Keamanan Umum melalui pengawasan Kantor Perdana Menteri. Tanggung jawab polisi dibatasi hanya pada memelihara keamanan dan ketertiban di Jepang, menyidik kejahatan serta melindungi kehidupan serta harta milik. Kedekatan dengan Universitas Sumatera Utara 26 kepentingan wilayah dan penduduk setempat menjadi warna utama kinerja polisi Jepang http:fas.orgirpworldjapannpa.htm. Keberadaan kepolisian Amerika Serikat di Jepang mempengaruhi sistem kepolisian Jepang. Amerika membubarkan kepolisian Jepang yang ditujukan untuk mencegah tindakan perlawanan dari bangsa Jepang. Jepang mulai membangun prinsip demokrasi dalam pemerintahannya dengan dibentuknya polisi berada di bawah naungan Komisi Nasional Keamanan Umum melalui pengawasan Kantor Perdana Menteri. Tugas polisi dibatasi menjadi lebih mengutamakan kedekatan dengan kepentingan wilayah dan penduduk setempat. Hal ini guna menyatukan kembali masyarakat Jepang yang terpecah karena situasi di Jepang yang kacau. Parker dalam Wahyuniarti 2009: 16, Terjadi Perubahan operasional Kepolisian Jepang dari naungan Komisi Nasional Keamanan Umum di bawah pengawasan Kantor Perdana Menteri kepada naungan Menteri Kehakiman, hal ini menyebabkan pembenahan dalam organisasi kepolisian. Tindak lanjut dari pembenahan itu adalah pengiriman sekelompok perwira keluar negeri untuk mempelajari departemen kepolisian dari sejumlah negara, yaitu Prencis, Belgia, Jerman, Rusia, Australia, dan Italia. Dari hal di atas menunjukan bahwa Jepang terus membenahi diri dengan melakukan perubahan-perubahan pada sistem pemerintahan termasuk kepolisian. Pembenahan terhadap kepolisian dilihat dari pembelajaran model kepolisian dari berbagai negara luar. Westney dalam Wahyuniarti 2009:17 menyatakan bahwa pendekatan terhadap model kepolisian Prancis adalah yang paling berpengaruh terhadap Universitas Sumatera Utara 27 pembentukan kepolisian Jepang, yaitu memiliki jangkauan administratif yang luas dan keterlibatan yang tinggi dalam masyarakat. Setelah masuknya pengaruh dari Prancis, Departemen kepolisian Jepang mulai menangani beberapa pelayanan, seperti pemadam kebakaran, penjara dan kesehatan. Kepolisian Jepang menjadi sangat kuat dan menjadi organisasi otonom yang mengatur peran sentral dari kehidupan ibukota negara dan tertutup rapat dari pengaruh pusat pemerintahan. Parker dalam Wahyuniarti 2009:17, Polisi Jepang menjadi polisi yang mandiri, sehinggah dapat melakukan penyelidikan pidana secara independen. Adapun tugas polisi adalah memberikan perlindungan jiwa manusia dan harta benda, serta penjagaan keamanan dan ketertiban masyarakat secara konsisten sebagaimana yang terdapat dalam Undang-undang Kepolisian Jepang. Polisi terus menjalin interaksi dengan masyarakat guna mendapatkan informasi mengenai kebutuhan keamanan masyarakat dan upaya penyatuan kembali bangsa Jepang dari seituasi kekacauan yang ada. Karena tingginya aktivitas pelaksanaan kegiatan tersebut maka kouban menjadi sanagat populer ditengah-tengah masyarakat Jepang. Kouban turut berkembang sejalan dengan perkembangan pemerintahan dan kepolisian Jepang. Kouban mengarahkan masyarakat Jepang sebagai masyarakat yang patuh, disiplin, dan dapat bekerjasama dengan polisi melalui hubungan yang terus terjalin di antara kouban dan masyarakat. Universitas Sumatera Utara 28

2.2 Defenisi Makna Polisi