Putusan PN Amurang Nomor: 46Pid.B2012PN.Amg, jo Putusan MA Nomor: 2200 KPid2012

kepatutan dikenakan karena terdakwa dinilai hakim tidak memiliki itikad baik sedikitpun untuk mengembalikan uang pinjamannya kepada Tri Budi Waluyo. Sebab pada perbuatan demikian ini melekat kekurangpatutan dari alat-alat penggerak atau pembujuk yang dipergunakan untuk memperoleh keuntungan itu. Jadi ada hubungan kausal antara penggunaan alat-alat penggerakpembujuk dan keuntungan yang diperoleh. Meskipun keuntungan itu mungkin bersifat wajar, namun apabila diperoleh dengan alat-alat penggerak atau pembujuk tersebut di atas, tetap keuntungan itu akan bersifat melawan hukum. Unsur dengan akal dan tipu muslihat atau dengan karangan perkataan- perkataan bohong, menggerakkan orang lain atau membujuk orang lain agar memberikan sesuatu barang. Keempat alat penggerak atau pembujuk ini dapat dipergunakan secara alternatif maupun secara komulatif untuk mengekan unsur ini terhadap delik penipuan. Tipu muslihat Suwarno jelas memenuhi unsur ini, bahwa dana yang dipinjamkan dari Tri Budi Waluyo disebutnya untuk keperluan kekurangan pendanaan proyek gorong-gorong yang dikerjakan anaknya saksi Hafidz Aulia di Bandung, padahal anaknya tidak bisa menunjukkan bukti transfer dan bukti pelaksanaan proyek yang disebut-sebut Suwarno.

c. Putusan PN Amurang Nomor: 46Pid.B2012PN.Amg, jo Putusan MA Nomor: 2200 KPid2012

Dalam perkara ini agak lain dari perkara-perkara sebelumnya, bahwa terhadap perkara Stevie Rondonuwu ini di tingkat Pengadilan Negeri Amurang dijatuhkan Universitas Sumatera Utara putusan lepas ontslag, tetapi di tingkat Mahkamah Agung, Stevie Rondonuwu justru dihukum melakukan delik penipuan. Putusan majelis hakim Pengadilan Negeri Amurang menyatakan: Adanya perjanjian antara terdakwa dan korban Rita Kaunang dalam setiap peminjaman uang telah masuk dalam hukum perjanjian yang harus diselesaikan secara keperdataan, berdasarkan pertimbangan hukum tersebut di atas, majelis hakim menyatakan bahwa terdakwa telah melakukan perbuatan yang didakwakan kepadanya sebagaimana didakwakan dalam dakwaan kedua, akan tetapi perbuatan itu bukanlah merupakan suatu tindak pidana ontslag van rechtsvervolging. 211 Berdasarkan putusan majelis hakim Pengadilan Negeri Amurang tersebut di atas, perkara ini masuk dalam ranah hukum perdata yaitu wanprestasi. Berbeda dengan Putusan majelis hakim Mahkamah Agung, Hakim Agung hakim anggota 2 Andi Abu Ayyub Saleh tidak sependapat dengan putusan Pengadilan Negeri Amurang dengan amar putusan yang melepaskan terdakwa dari segala tuntutan hukum ontslag van rechtsvervolging, Andi Abu Ayyub Saleh menyatakan: Bahwa hukum keperdataan, termasuk hutang piutang berubah statusnya menjadi penipuan atau penggelapan apabila tidak disertai dengan itikad baik atau mempunyai itikad buruk untuk menguntungkan diri sendiri dan merugikan orang lain. Itikad buruk terdakwa, terlihat dari terdakwa pergi ke Jakarta tanpa memberitahu korban. 212 Berdasarkan putusan majelis hakim Mahkamah Agung, perkara ini adalah perkara penipaun sesuai Pasal 378 KUH Pidana. Walaupun pada Mahkamah Agung telah terjadi perbedaan pendapat dissenting opinion dalam menjatuhkan putusannya, namun sesuai voting, akhirnya Mahkamah Agung membatalkan Putusan Pengadilan 211 Putusan Pengadilan Negeri Amurang Nomor: 46Pid.B2012PN.Amg, tanggal 18 September 2012, hal. 25. 212 Putusan Mahkamah Agung Nomor: 2200 KPid2012, tanggal 26 Juni 2013, hal. 8. Universitas Sumatera Utara Negeri Amurang dan memutuskan bahwa terhadap perbuatan Stevie Rondonuwu terbukti secar sah dan meyakinkan bersalah melaukan tindak pidana penipuan sesuai Pasal 378 KUH Pidana. Berdasarkan uraian-uraian dalam penjelasan tersebut di atas, dari hasil penelitian ini disimpulkan bahwa secara teoritis karakteristik yang membedakan antara perbuatan wanprestasi dengan delik penipuan dalam suatu perjanjian terletak pada unsur kesalahan. Unsur kesalahan untuk wanprestasi dilihat dari lalainya seseorang dalam melaksanakan prestasi, bukan karena disengaja. Kelalaian menjadi karakter penting dalam wanprestasi, karena dalam perjanjian sudah ditentukan tenggang waktu pelaksanaan perjanjian. Kemudian berdasarkan KUH Perdata, lewat waktu daluarsa melaksanakan perjanjian berarti lalai. Semua faktor yang menimbulkan terjadinya wanprestasi, tetap hanya dilihat pada satu faktor saja yaitu karena lalai kelalaian sekaligus menjadi ciri khas dari wanprestasi. Sedangkan unsur kesalahan dalam delik penipuan, justru sebaliknya, yaitu hanya dilihat dari unsur sengaja dolus, bukan unsur lalai culpa. Sengaja menjadi karakter penting dalam delik penipuan karena penipuan itu dilakukan harus dengan unsur sengaja, bukan dengan unsur lalai. Jika dilihat dari unsur lalai, maka perbuatan itu dikatakan sebagai wanprestasi, jika dilihat dari unsur sengaja, maka perbuatan itu masuk sebagai delik penipuan. Wanprestasi dapat lepas dari tanggung jawab ganti rugi jika faktor penyebabnya bukan karena lalai, tetapi karena keadaan memaksa force majeure atau kondisi sulit hardship. Demikian pula untuk delik penipuan dapat pula lepas dari Universitas Sumatera Utara tanggung jawab pidana jika faktor penyebab seseorang melakukan penipuan karena keadaan memaksa overmacht. Wanprestasi domainnya hukum perdata privat sedangkan delik penipuan domainnya hukum pidana publik. Sedangkan dalam praktik, penerapan perbuatan wanprestasi dan delik penipuan di dalam praktik di pengadilan menunjukkan kecenderungan putusan lepas onslag dijatuhkan oleh hakim pengadilan karena di dalam kasus tersebut terdapatnya hubungan hukum antara para pihak di bidang keperdataan yaitu hubungan dagang bisnis. Hukum keperdataan, termasuk hutang piutang bisa pula berubah statusnya menjadi delik penipuan. Selanjutnya para hakim pengadilan cenderung akan mempertimbangkan berubahnya hubungan keperdataan tersebut menjadi delik penipuan jika pihak tersebut tidak melakukannya dengan itikad baik misalnya dari pihak debitor atau debitor pihak I tersebut mempunyai itikad buruk untuk menguntungkan dirinya sendiri atau orang lain dengan cara merugikan pihak kedua, maka perbuatan yang demikian ini masuk dalam delik penipuan, bukan wanprestasi, seperti dalam perkara Kapang Jaya, Suwarno, dan Stevie Rondonuwu. Berdasarkan analisis di atas, maka perkara yang diputus oleh hakim dengan putusan lepas berarti perkara tersebut merupakan wanprestasi dalam perjanjian. Sedangkan perkara yang dijatuhkan putusan atau hukuman dalam kasus-kasus di atas merupakan perkara yang terbukti merupakan delik penipuan dalam perjanjian. Sebagaimana telah disebutkan tadi bahwa parameter wanprestasi harus dilihat dari lalainya seseorang dalam hal ini hakim pengadilan melihat parameter dalam Universitas Sumatera Utara perkara Sundar Hariram adalah adanya hubungan dagang dan pembelian barang- barang di mana hubungan dagang tersebut berjalan dengan lancar, namun Sundar Hariram tidak bermaksud untuk menipu melainkan hanya karena kondisi ketidakmampuan sehingga hutang belum juga dibayar. Hakim melihat terhadap tindakan Sundar Hariram demikian adalah lalai melaksanakan kewajibannya membayar hutang. Kelalaian melaksanakan kewajiban untuk membayar utang juga terdapat dalam kasus Ina Malombasi debitor yang dikaitkan hakim dengan suatu parameter yaitu terdapatnya kesepakatan bersama antara debitor dan kreditor dalam hubungan dagang dan juga adanya perdamaian di antara kedua belah pihak. Bukan karena Ina Malombasi sengaja tidak membayar hutang tetapi ia lalai dengan kewajibannya, sehingga perkara ini termasuk sebagai wanprestasi. Kemudian dalam perkara Billu juga disebabkan karena kelalaian memenuhi kewajibannya di mana kewajiban dan hak antara Billu pihak I dan Walmen Sijabat pihak II masing-masing telah sepakat dalam jual beli sebidang tanah tersebut yang ditawarkan oleh Billu kepada Walmen Sijabat dan kesepakatan itu dibuktikan di dalam kwitansi dibubuhi materai 6000 yang ada perjanjian kedua belah pihak . Hakim melihat perkara ini adalah perkara wanprestasi karena Billu ternyata belum dapat melakukan pengurusan atas surat-surat tanah tersebut hingga ia tidak pernah dapat dijumpai, dengan demikian parameter ini disebabkan karena kelalaian. Berbeda dengan perkara perjanjian yang diputuskan hakim terbukti di sidang pengadilan mengandung delik penipuan. Seperti dalam perkara Kapang Jaya, Universitas Sumatera Utara Suwarno, dan Stevie Rondonuwu. Parameter dalam ketiga perkara ini dilakukan dengan disengaja, sehingga disebut hakim dengan delik penipuan. Kesengjaan itu dilihat hakim dari sisi pelaku yaitu adanya itikad buruk, hanya memberikan janji-janji yang tidak pernah ditepati, menggunakan karangan perkataan bohong, mengulur-ulur waktu tanpa alasan yang jelas. Perkara-perkara yang diputus hakim sebagai perbuatan wanprestasi atau diputus hakim dengan putusan lepas onslag berupa perkara-perkara yang mengandung adanya hubungan dagang yang terjadi secara terus-menerus berkelanjutan, di samping itu hakim juga melihat karena adanya kesepakatan yang dibuktikan dengan surat perjanjian. Sedangkan perkara-perkara yang diputuskan hakim sebagai perbuatan yang mengandung delik penipuan lebih menonjolkan pada terdapatnya unsur kesalahan berupa kesengajaan tidak melaksanakan kewajiban dengan berbagai modus operandi pelaku agar kewajibannya itu tidak dilaksanakan atau menghindar dari kewajiban dengan itikad buruk, perkataan-perkataan bohong, dan mengulur-ulur waktu tanpa alasan yang jelas. Universitas Sumatera Utara BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan pembahasan sebagaimana yang telah diuraikan tersebut di atas, maka disimpulkan: 1. Karakteristik yang membedakan antara perbuatan wanprestasi dengan delik penipuan dalam suatu perjanjian terletak pada unsur kesalahan. Unsur kesalahan untuk wanprestasi dilihat dari lalainya seseorang dalam melaksanakan prestasi. Kelalaian menjadi karakter penting dalam wanprestasi, karena dalam perjanjian sudah ditentukan tenggang waktu pelaksanaan perjanjian. Berdasarkan KUH Perdata, lewat waktu daluarsa melaksanakan perjanjian berarti lalai. Semua faktor yang menimbulkan terjadinya wanprestasi, tetap hanya dilihat pada satu faktor saja yaitu karena lalai kelalaian sekaligus menjadi ciri khas dari wanprestasi. Sedangkan unsur kesalahan dalam delik penipuan, justru sebaliknya, yaitu hanya dilihat dari unsur sengaja dolus, bukan unsur lalai culpa. Sengaja menjadi karakter penting dalam delik penipuan karena penipuan itu dilakukan harus dengan unsur sengaja, bukan dengan unsur lalai. Jika dilihat dari unsur lalai, maka perbuatan itu dikatakan sebagai wanprestasi, jika dilihat dari unsur sengaja, maka perbuatan itu masuk sebagai delik penipuan. Wanprestasi dapat lepas dari tanggung jawab ganti rugi jika faktor penyebabnya bukan karena lalai, tetapi karena keadaan memaksa force majeure atau kondisi sulit hardship. Universitas Sumatera Utara