BAB II KARAKTERISTIK YANG MEMBEDAKAN ANTARA PERBUATAN
WANPRESTASI DENGAN DELIK PENIPUAN DALAM SUATU PERJANJIAN
A. Perbedaan Antara Hukum Publik dan Hukum Privat
Pada prinsipnya hukum dibagi dua yaitu hukum publik publickrecht dan hukum privat privatrecht. Hukum publik mengandung ketentuan-ketentuan hukum
yang mengatur hal-hal yang menyangkut kepentingan umum. Sedangkan hukum privat mengandung ketentuan-ketentuan hukum yang mengatur hal-hal yang bersifat
keperdataan atau kepentingan pribadi orang perseorangan atau badan hukum.
67
Hal-hal esensial yang diatur dalam hukum privat antara lain misalnya kebebasan setiap individu, masalah keluarga, masalah waris, masalah perkawinan,
masalah harta kekayaan, jaminan, hak milik, perikatan, perjanjian, dan lain-lain. Menurut KUH Perdata dibagi dalam empat buku, yaitu buku I tentang orang, buku II
tentang benda, buku III tentang perikatan, dan buku IV tentang bukti dan kadaluarsa.
68
Sedangkan dalam hukum publik memberikan jaminan bagi perlindungan hukum atas kenyamanan, keselamatan, keamanan warga negara dari pemerintah atau
negara atau melindungi kepentingan umum.
69
67
Titik Triwulan Tutik, Hukum Perdata Dalam Sistem Hukum Nasional, Jakarta: Kencana, 2008, hal. 9.
Sebagaimana dalam Kitab Undang-
68
J. Satrio II, Hukum Perikatan, Bandung: Alumni, 1999, hal. 1.
69
R. Wijono Prodjodikoro, Asas-Asas Hukum Perjanjian, Bandung: Mandar Maju, 2011, hal. 2.
Universitas Sumatera Utara
Undang Hukum Pidana KUH Pidana aspek tersebut diatur dalam tiga buku yaitu buku I tentang peraturan umum, buku II tentang, kejahatan dan buku III tentang
pelanggaran.
70
Hukum publik misalnya hukum pidana, hukum tata negara, hukum internasional publik, dan lain-lain.
71
Handri Raharjo membuat pemetaan untuk membedakan antara hukum publik dan hukum privat, dalam tabel 1 berikut:
72
Tabel 1 Perbedaan Hukum Publik dan Hukum Privat
No Perbedaan
Hukum Publik Hukum Privat
1. Dilihat dari subjeknya
Salah satu pihaknya adalah penguasa
Kedua belah pihak adalah perorangan
2. Dilihat dari kedudukan dari
pihak Kedudukan tidak
sejajar Kedudukan sejajar
3. Dilihat dari sifatnya
Umumnya memaksa dwigenrecht
Umumnya pelengkap aanfulenrecht
4. Dilihat dari akibatnya
Aturannya tidak dapat disimpangi
Dapat disimpangi 5.
Dilihat dari aspek perlindungan kepentingan
Melindungi kepentingan umum
Melindungi perorangan
Dari tabel 1 tersebut jelas sekali tampak perbedaan antara lingkup yang diatur secara esensial di dalam hukum publik dan hukum privat. Jika dilihat dari sisi subjek
hukum, maka para pihak dalam hukum publik terdiri dari syarat minimal dua orang atau lebih dan yang lainnya adalah negara. Dari dua orang tersebut, yang satu adalah
pelaku dan yang lain adalah korban, sementara negara adalah sebagai penuntut.
70
R. Soesilo, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana KUHP, Bogor: Politeia, 1994, hal. 7- 9.
71
Handri Raharjo, Op. cit, hal. 21.
72
Ibid., hal. 22.
Universitas Sumatera Utara
Sedangkan subjek hukum dalam hukum privat hanya orang perseorangan yang setidak-tidaknya harus memenuhi syarat minimal harus ada dua orang yang disebut
dengan kedua belah pihak atau para pihak. Hukum publik adalah keseluruhan garis-garis hukum yang berhubungan
dengan bangunan negara atau badan-badan negara, bagaimana badan-badan negara melaksanakan tugasnya, bagaimana hubungan kekuasaannya satu sama lainnya dan
perbandingan atau hubungannya dengan masyarakat atau perseorangan dan sebaliknya. Bangunan negara yang dimaksud adalah pemerintahan termasuk susunan
dan kewenangan-kewenangan pemerintahan tersebut.
73
Hukum pidana adalah serangkaian ketentuan-ketentuan yang mengatur tingkah laku yang dilarang atau yang diharuskan atau diancamkan kepada
pelanggarnya dengan pidana, jenis dan macam-macam pidana, cara-cara menyidik, menuntut, pemeriksaan dan penjatuhan pidana dalam persidangan, serta
melaksanakan pidana.
74
Hukum perdata privat adalah ketentuan-ketentuan yang mengatur hubungan hukum antara sesama warga perseorangan atau antara warga tersebut dengan
penguasa sebagai pribadi perseorangan, bukan dalam fungsinya sebagai pejabat, yang berarti penguasa atau pejabat tersebut dalam hal ini tunduk pada peradilan
perdata.
75
73
E.Y. Kanter dan S.R. Sianturi, Op. cit., hal. 7.
74
Ibid., hal. 8.
75
Ibid.
Universitas Sumatera Utara
Hukum perdata dalam arti sempit hanya meliputi ketentuan-ketentuan tentang orang, tentang kebendaan, tentang perikatan, dan tentang pembuktian dan daluarsa
seperti yang di diatur dalam KUH Perdata BW. Sedangkan hukum perdata dalam arti luas meliputi selain termasuk dalam arti sempit, juga termasuk ketentuan-
ketentuan mengenai perdagangan sebagaimana diatur dalam KUHD dan kegiatan bisnis.
76
Kadang-kadang hukum perdata dalam arti luas dinamakan oleh orang sebagai hukum sipil, sedangkan hukum perdata dalam arti sempit sebagai hukum perdata.
Karenanya jika membicarakan mengenai hukum perdata, maka harus disepakati terlebih dahulu istilah mana yang sedang digunakan.
Sehingga dengan demikian perbedaan antara hukum publik dan hukum privat semakin jelas. Ditinjau dari sudut kepentingan, maka hukum perdata mengatur
kepentingan perseorangan particuliere belangen, sedangkan hukum publik mengatur kepentingan umum algemene belangen.
Ditinjau dari kedudukan subjek hukumnya, maka dalam hukum perdata mengatur hubungan-hubungan subjek yang kedudukannya sederajat atau sedejarat
warga perseorangan, tanpa membeda-bedakan derajat kebangsawanan, derajat dalam pekerjaan, kedudukan dalam beragama, dan sebagainya. Sedangkan dalam hukum
publik mengatur hubungan-hubungan subjek hukum yang kedudukannya tidak
76
Titik Triwulan Tutik, Op. cit., hal. 10.
Universitas Sumatera Utara
sederajat. Sebab dalam hukum publik, yang satu adalah penegak hukum, yang tentunya lebih tinggi kedudukannya daripada yang lain.
77
Ditinjau dari sudut menegakkan atau mempertahankan hukum, maka dalam hukum perdata diserahkan kepada orang perseorangan yang berkepentingan, apakah
ia akan mempertahankan hak dan kewajibannya sesuai dengan ketentuan hukum atau tidak. Negara tidak turut mencampurinya selama orang tersebut belum mengajukan
gugatannya ke pengadilan. Misalnya apakah seseorang yang berpiutang kreditur akan menuntut pembayaran kembali piutangnya dari yang berutang debitur melalui
peradilan perdata atau tidak, ataukah piutang itu dianggap saja sudah lunas atau dihibahkan, tentu penentuannya diserahkan kepada si kreditur.
78
Sedangkan dalam hukum publik, penguasa wajib menegakkan hukum, walaupun mungkin orang yang dirugikan itu tidak menghendaki penuntutan terhadap
subjek yang merugikannya. Namun dalam hal ini ada juga pengecualian antara lian apabila yang terjadi itu adalah kejahatan penghinaan, perzinahan, pencurian dalam
keluarga dan sebagainya.
79
Jika ditinjau dari sudut teori yang umum dan teori khusus, maka hukum perdata berlaku secara umum ius commune, gemeine recht baik untuk pemerintah
maupun untuk rakyat berkedudukan sebagai pribadi-pribadi atau perseorangan. Sedangkan hukum publik merupakan hukum khusus ius speciale karena
memberikan kekuasaan khusus kepada pemerintah untuk melakukan suatu tindakan
77
Handri Raharjo, Loc. Cit.
78
Ibid.
79
E.Y. Kanter dan S.R. Sianturi, Op. cit., hal. 10.
Universitas Sumatera Utara
kepada pribadi-pribadi, misalnya mengambil onteigenen suatu milik perseorangan atau pribadi tersebut untuk kepentingan umum ten algemene nutte.
80
Hukum perdata pada hakikatnya merupakan hukum yang mengatur kepentingan antar warga perseorangan yang satu dengan warga perseorangan yang
lainnya. Van Dunne mengatakan yang esensial dalam hukum perdata mengatur individu dalam hubungannya dengan keluarganya, hak miliknya, hartanya, perikatan,
dan lain-lain. Sekaligus membedakannya dari hukum publik yang pengaturannya memberikan jaminan yang minimal bagi kehidupan pribadi. Dikatakan jaminan yang
minimal karena dijamin dalam perundang-undangan.
81
Berdasarkan perbedaan-perbedaan yang telah dikemukakan di atas, intinya dari hukum perdata adalah hukum antar perorangan yang mengatur hak dan
kewajiban orang perseorangan yang satu terhadap yang lain dari dalam hubungan kekeluargaan dan dalam pergaulan masyarakat yang pelaksanaannya diserahkan
kepada masing-masing pihak. Inti dari perbedaan ini adalah hukum publik merupakan hukum yang
mengatur tentang kepentingan publik masyarakat umum, sedangkan hukum perdata mengatur kepentingan privat atau pribadi atau perdata, perseorangan atau partikulir.
Singkatnya dari hukum pidana apakah ia merupakan hukum publik atau tidak, maka pada satu sisi hukum pidana adalah hukum publik, tetapi di sisi lain ada pengecualian
80
Ibid.
81
Titik Triwulan Tutik, Op. cit., hal. 10.
Universitas Sumatera Utara
bahwa hukum pidana belum tentu sebagai hukum publik. Oleh karena itu, ciri-ciri haukum publik harus diketahui terlebih dahulu, yaitu:
82
1. Mengatur hubungan antara kepentingan negara atau masyarakat dengan orang
perseorangan. 2.
Kedudukan penguasa negara adalah lebih tinggi dari orang perseorangan. Dengan perkataan lain, orang perseorangan disubordinasikan kepada
penguasa. 3.
Penuntutan terhadap seseorang yang telah melakukan suatu tindakan yang terlarang tidak tergantung kepada perseorangan yang dirugikan, melainkan
pada umumnya, negara atau penguasa wajib menuntut orang orang tersebut. 4.
Hak subjektif penguasa ditimbulkan oleh peraturan-peraturan hukum pidana positif.
Apakah pada hukum pidana itu terdapat ciri-ciri seperti yang terdapat pada ciri-ciri hukum publik, atau apakah hukum pidana bersifat hukum publik? Menurut
pendapat E.Y. Kanter dan S.R. Sianturi, dewasa ini pada umumnya hukum pidana adalah bersifat hukum publik. Karena dalam hukum pidana juga terdapat ciri-ciri
yang terdapat pada hukum publik.
83
Jika dianalogikan misalnya A membunuh si B atas permintaan si B sendiri dengan sungguh-sungguh, namun penguasa tetap berkewajiban menuntut si A Pasal
344 KUH Pidana. Dalam hal ini tidak perlu dipersoalkan keiinginan keluarga atau pihak dari si B agar A tidak dituntut oleh penguasa karena mereka mengetahui bahwa
pembunuhan itu terjadi karena permintaan B. Tetapi dalam hal ini yang harus diutamakan adalah kepentingan umum, karena bagaimanapun juga, pembunuhan
adalah perbuatan tercela, harus dicegah dan layak dipidana bagi pelakunya.
82
E.Y. Kanter dan S.R. Sianturi, Op. cit., hal. 23.
83
Ibid., hal. 24.
Universitas Sumatera Utara
Mengapa alasannya pada kepentingan umum dalam kasus pembunuhan di atas, karena jika permintaan si B tadi dibiarkan agar si A membunuhnya atau tidak
diproses secara hukum, maka dalam hal ini kepentingan umum akan tertarik atau dirugikan dengan alasan, pertama, jika hal itu terjadi dan tidak diproses oleh aparat
penegak hukum, maka masyarakat yang lainnya bisa suatu waktu mencontoh sehingga terjadi hal serupa, kedua, karena undang-undang sudah menjamin untuk
melindungi seluruh warga negara dari segala ancaman, gangguan, atas kenyamanan dan kelangsungan hidup warga masyarakat.
Tetapi dalam beberapa hal, terdapat pengecualian, tidak selalu penuntutan wajar dilakukan oleh penguasa tanpa memperhatikan kehendak dari pihak-pihak yang
dirugikan. Pengecualian ini muncul sebagai reaksi dari doktrin-doktrin yang berprinsip pada “tiada suatu peraturan tanpa kekecualian” there is no rule without
exeption. Tentunya ini berlaku tidak bersifat umum, melainkan hanya untuk kasus- kasus tertentu yang sudah ditegaskan baik dalam tataran norma yang abstrak maupun
yang sudah normatif di dalam undang-undang.
84
Prinsip tiada suatu peraturan tanpa kekecualian, ini berlaku misalnya untuk kasus-kasus delik aduan, seperti delik penghinaan dan delik perzinahan KUH
Pidana, ada pula dalam delik merek UU No.15 Tahun 2001, dan lain-lain. Untuk
84
Ibid.
Universitas Sumatera Utara
delik aduan, pelaku dari delik aduan hanya dapat dituntut oleh negara karena adanya aduan dari korban.
85
Pertimbangan dengan menggunakan prinsip di atas didasarkan bahwa terhadap orang yang dirugikan atas terjadinya suatu kasus jangan hendaknya semakin
dirugikan lagi terutama bagi masyarakat awam yang tidak banyak mengetahui arti peradilan yang tentu saja membutuhkan waktu, biaya, dan kesiapan mental. Bila
terjadi dalam lingkungan keluarga misalnya atas pencurian yang dilakukan anak terhadap uang orang tuanya sendiri, proses hukum tidak akan berjalan jika orang
tuanya memaafkan, tetapi negara akan bertindak jika ada pengaduan dari orang tuanya tersebut.
Hukum pidana bersifat hukum publik, walaupun ada alasan pengecualian yang mengatakan hukum pidana bukan hukum publik. Artinya bahwa sifat pemaksa
dwigen recht dari hukum pidana tidak selamanya harus dijalankan oleh penguasa atau negara, melainkan harus pula memperhatikan prinsip “tiada suatu peraturan
tanpa kekecualian” yang kira-kira prinsip ini melihat dan mendasarkan kajiannya pada asas kepatutan, kepantasan, dan kewajaran. Oleh karena negara tidak selalu
wajib menuntut terhadap suatu tindak pidana tertentu karena dipersyaratkan harus ada pengaduan dari yang dirugikan atau korban tindak pidana , menunjukkan
85
Ibid., hal. 241. Berbeda dengan delik biasa seperti contoh dalam delik tindak pidana pencurian atau delik jabatan dan lain-lain. Dalam delik biasa petindaknya dituntut oleh petugas tanpa
harus menunggu aduan dari pihak tertentu dengan perkataan lain tidak perlu ada aduan langsung aparat Kepolisian melakukan penyelidikan dan penyidikan.
Universitas Sumatera Utara
karakter hukum pidana tidak bersifat hukum publik dalam kondisi tertentu, yaitu untuk delik-delik pengaduan saja.
86
Norma hukum yang bersifat memaksa dwingen recht menurut Nur Rahman adalah suatu suatu norma hukum yang secara apriori harus ditaati atau norma hukum
dalam hal konkrit tidak dapat dikesampingkan oleh suatu perjanjian yang dibuat oleh para pihak.
87
Misalnya syarat-syarat perjanjian dalam Pasal 1320 KUH Perdata yang mensyaratkan wajib dipenuhi adalah: 1 kata sepakat bagi mereka yang mengikatkan
diri, 2 kecakapan untuk membuat perjanjian, 3 sesuatu hal tertentu, dan 4 sesuatu sebab yang diperbolehkan oleh hukum. Syarat pertama dan kedua merupakan syarat
subjektif sedangkan dua syarat yang terakhir merupakan syarat objektif. Walaupun dalan tabel 1 tersebut di atas, sifat hukum publik umumnya
memaksa dwingen recht dan sifat hukum privat umumnya pelengkap aanvullend recht, namun dalam hukum perdata dalam pasal-pasal KUH Perdata tentang
perjanjian ada juga yang bersifat memaksa dwingen recht.
Menurut Yahman, jika tidak terpenuhi syarat subjektif perjanjian, maka perjanjian itu dapat dibatalkan. Jika tidak terpenuhi syarat objektif perjanjian, maka
perjanjian itu terancam batal demi hukum.
88
86
Ibid., hal. 25.
Berarti ketentuan Pasal 1320 KUH Perdata ini bersifat memaksa artinya keempat syarat tersebut wajib ada dalam
87
http:asepnurrahman.files.wordpress.com201109pengantar-ilmu-hukum.pdf, diakses tanggal 19 Juli 2014, artikel yang ditulis oleh Nur Rahman, berjudul “Pengantar Ilmu Hukum”,
dipublikasikan di website pribadi bernama Asepnurahman, bulan September 2011.
88
Yahman, Op. cit., hal. 32.
Universitas Sumatera Utara
perjanjian, jika tidak, maka konsekeunsi hukumnya dapat dibatalkan atau batal demi hukum.
Jadi pada dasarnya bahwa hukum perjanjian dalam KUH Perdata juga mengandung ketentuan-ketentuan yang memaksa dwingen, mandatory dan juga
bersifat opsional atau pelengkap aanvullend, optional. Untuk ketentuan-ketentuan yang memaksa, para pihak tidak mungkin menyimpanginya dengan membuat syarat-
syarat dan ketentuan-etentuan lain dalam perjanjian dibuat para pihak. Namun terhadap ketentuan-ketentuan undang-undang yang bersifat melengkapi, para pihak
bebas menyimpanginya dengan mengadakan sendiri syarat-syarat dan ketentuan- ketentuan lain sesuai dengan kehendak para pihak. Maksud dari adanya ketentuan-
ketentuan yang melengkapi itu adalah hanya untuk memberikan aturan yang berlaku bagi perjanjian yang dibuat oleh para pihak bila memang para pihak belum mengatur
atau tidak mengatur secara tersendiri agar tidak terjadi kekosongan pengaturan mengenai hal atau materi yang dimaksud.
89
Buku III KUH Perdata menganut sistem terbuka, artinya hukum memberi keleluasaan kepada para pihak untuk mengatur sendiri pola hubungan hukum dalam
perjanjiankontrak yang dibuat para pihak. Apa yang di atur dalam Buku III KUH Perdata tersebut hanya sekedar mengatur dan melengkapi regelend recht
aanvullendrecht. Tetapi Buku III KUH Perdata tersebut juga menganut sistem tertutup atau bersifat memaksa dwingen recht, di mana para pihak dilarang
89
http:strategihukum.netpro-kontra-eksistensi-surat-kuasa-mutlak, diakses tanggal 19 Juli 2014, artikel yang ditulis oleh Bimo Prasetio dan Niken Nydia Nathania, berjudul, “Pro-Kontra
Eksistensi Surat Kuasa Mutlak”, dipublikasikan di wensite Strategi Hukum, tanggal 22 April 2013.
Universitas Sumatera Utara
menyimpangi aturan-aturan yang ada di dalam Buku III KUH Perdata tersebut. Berarti hukum publik maupun hukum privat sama-sama mengandung sifat hukum
yang memaksa maupun sifatnya melengkapi, tetapi umumnya sifat memaksa itu ada pada hukum publik dan sifat pelengkap itu ada pada hukum privat.
B. Hukum Perjanjian menurut KUH Perdata