TANAH ADAT UU No. 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria

14 Buku Profil Pertanahan Provinsi Jawa Timur Tahun 2015 – Kementerian PPN Bappenas

2.5 TANAH ADAT

Peraturan yang mengatur mengenai tanah dan hukum adat Ulayat ini diatur dalam UUPA dan Peraturan Menteri Agraria No. 5 Tahun 1999 sebagai berikut:

a. UU No. 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria

Pasal 5, menyatakan: “Hukum agraria yang berlaku atas bumi, air dan ruang angkasa ialah hukum adat, sepanjang tidak bertentangan dengan kepentingan nasional dan Negara, yang berdasarkan atas persatuan bangsa, dengan sosialisme Indonesia serta dengan peraturan-peraturan yang tercantum dalam Undang-Undang ini dan dengan peraturan perundangan lainnya, segala sesuatu dengan mengindahkan unsur-unsur yang bersandar pada hukum agraria” b. Peraturan Menteri Agraria No. 5 Tahun 1999 tentang Pedoman Penyelesaian Masalah Hak Ulayat Masyarakat Hukum Adat Pasal 2 ayat 2, menyatakan: “Hak Ulayat masyarakat hukum adat dianggap masih ada apabila : a terdapat sekelompok orang yang masih merasa terikat oleh tatanan hukum adatnya sebagai warga bersama suatu persekutuan hukum tertentu, yang menguasai dan menerapkan ketentuan- ketentuan persekutuan tersebut dalam kehidupannya sehari-hari; b terdapat tanah Ulayat tertentu yang menjadi lingkungan hidup para warga persekutuan hukum tersebut dan tempatnya mengambil keperluan hidupnya sehari-hari; dan c terdapat tatanan hukum adat mengenai pengurusan, penguasaan dan penggunaan tanah ulayat yang berlaku dan ditaati oleh para warga persekutuan hukum tersebut” Pasal 4 ayat 1, menyatakan: “Penguasaan bidang-bidang tanah yang termasuk tanah ulayat sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 oleh perseorangan dan badan hukum dapat dilakukan : a oleh warga masyarakat hukum adat yang bersangkutan dengan hak penguasaan menurut ketentuan hukum adatnya yang berlaku, yang apabila dikehendaki oleh pemegang haknya dapat didaftar sebagai hak atas tanah yang sesuai menurut ketentuan Undang-Undang Pokok Agraria; b oleh Instansi Pemerintah, badan hukum atau perseorangan bukan warga masyarakat hukum adat yang bersangkutan dengan hak atas tanah menurut ketentuan Undang-Undang Pokok Agraria berdasarkan pemberian hak dari Negara setelah tanah tersebut dilepaskan oleh masyarakat hukum adat itu atau oleh warganya sesuai dengan ketentuan dan tata cara hukum adat yang berlaku.” Pasal 5 ayat 2, menyatakan: “Keberadaan tanah ulayat masyarakat hukum adat yang masih ada sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dinyatakan dalam peta dasar pendaftaran tanah dengan 15 Buku Profil Pertanahan Provinsi Jawa Timur Tahun 2015 – Kementerian PPN Bappenas membubuhkan suatu tanda kartografi, dan apabila memungkinkan, menggambarkan batas- batasnya serta mencatatnya dalam daftar tanah. c. Peraturan Menteri Agraria dan Tata RuangKepala Badan Pertanahan Nasional No. 9 Tahun 2015 tentang Tata Cara Penetapan Hak Komunal Atas Tanah Masyarakat Hukum Adat dan Masyarakat yang Berada Dalam Kawasan Tertentu Pasal 1 ayat 1, menyatakan: “Hak Komunal atas Tanah, yang selanjutnya disebut Hak Komunal, adalah hak milik bersama atas tanah suatu masyarakat hukum adat atau hak milik bersama atas tanah yang diberikan kepada masyarakat yang berada dalam kawasan hutan atau perkebunan.” Pasal 2 ayat 1, menyatakan: “Masyarakat Hukum Adat yang memenuhi persyaratan dapat dikukuhkan hak atas tanahnya.” Pasal 4 ayat 1, menyatakan: “Hak atas tanah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 diberikan dalam bentuk Hak Komunal.” Pasal 15, menyatakan: “Hak komunal yang diberikan kepada Masyarakat Hukum Adat yang telah didaftarkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat 2, penggunaan dan pemanfaatan tanahnya dapat dikerjasamakan dengan pihak ketiga, sesuai ketentuan dalam peraturan perundang- undangan dan kesepakatan para pihak.” Dari penjelasan dan jabaran pasal per pasal, maka dapat ditarik suatu benang merah atau kesimpulan dari isi yang mendukung isu yang diangkat dalam buku profil pertanahan ini, yaitu sebagai berikut Tabel 2.4. Tabel 2.4 Sintesa Pasal-Pasal Terkait Konflik Tanah Adat No. Substansi Sumber 1. Penjelasan hukum agraria di Indonesia Hukum agraria yang berlaku di Indonesia adalah hukum adat UU No. 5 Tahun 1960 2. Syarat masih terdapatnya hak ulayat masyarakat hukum adat: - Ada sekelompok orang adat - Terdapat tanah ulayat - Terdapat tatanan hukum adat. PERMEN Agraria No.5 Tahun 1999 pasal 2 3. Penguasaan Bidang tanah ulayat dan jaminan hukum: - Tanah ulayat dapat dimiliki oleh orang perorangan masyarakat hukum adat yang bersangkutan dengan ketentuan hukum adatnya yang PERMEN Agraria No.5 Tahun 1999 pasal 4 16 Buku Profil Pertanahan Provinsi Jawa Timur Tahun 2015 – Kementerian PPN Bappenas No. Substansi Sumber berlaku, dan dapat didaftarkan sebagai hak atas tanah menurut UUPA; dan dapat dimiliki oleh Instansi Pemerintah, badan hukum atau perorangan diluar masyarakat adat yang bersangkutan, dengan hak atas tanah sesuai UUPA, setelah tanah tersebut dilepas oleh masyarakat adat setempat. - Tanah ulayat masyarakat hukum adat, apabila diperlukan dapat dinyatakan dalam peta dasar pertanahan dengan menggambarkan batas-batasnya sehingga lebih kebal hukum. dan pasal 5 4. Hak milik bersama atas tanah suatu masyarakat hukum adat: Hak komunal yang diberikan kepada Masyarakat Hukum Adat yang telah didaftarkan, penggunaan dan pemanfaatan tanahnya dapat dikerjasamakan dengan pihak ketiga, sesuai ketentuan dalam peraturan perundang-undangan dan kesepakatan para pihak. PERMEN ATRBPN No.9 Tahun 2015 Pasal 1 dan Pasal 15 Sumber: Analisa Penyusun, 2015 +,-,.,-,01-,2345678-+1,-9,::-,0 BAB III DATA DAN INFORMASI PERTANAHAN PROVINSI JAWA TIMUR 17 Buku Profil Pertanahan Provinsi Jawa Timur Tahun 2015 – Kementerian PPN Bappenas BAB III DATA DAN INFORMASI PERTANAHAN PROVINSI JAWA TIMUR Jawa Timur yang beribukota kan Surabaya terletak di bagian paling timur pulau Jawa dan secara administratif, sebelah utara berbatasan dengan Laut Jawa, sebelah timur berbatasan dengan Selat Bali, Samudera Hindia di sebelah selatan dan Provinsi Jawa Tengah di sebelah Barat. Provinsi ini merupakan provinsi terluas diantara 6 enam provinsi lainnya yang berada di Pulau Jawa, dan memiliki jumlah penduduk terbanyak kedua di Indonesia setelah Provinsi Jawa Barat. Provinsi ini juga dikenal sebagai pusat kawasan Timur Indonesia dengan nilai kontribusi perekonomian yang cukup tinggi, yaitu 14,85 dari PDRB Nasional. Luas wilayah provinsi Jawa Timur adalah seluas 4.735.348 Ha, yang dapat dibagi kedalam beberapa penggunaan tanah. Dari total wilayah tersebut, penggunaan tanah terbesar dimanfaatkan sebagai kawasan non-hutan permukiman, industri dan lainnya, dengan luas penggunaan tanahnya sebesar 3.054.389 Ha. Selanjutnya, kawasan hutan dengan luas 1.680.959 Ha. Untuk tanah yang digunakan sebagai LP2B, dialokasikan seluas 3.292.078 Ha, dimana 1.646.183 Ha dimanfaatkan sebagai sawah irigasi, 428.991 sebagai kawasan sawah non-irigasi dan 1.216.904 Ha sebagai lahan non-sawah. Provinsi Jawa Timur memiliki 37 KabupatenKota, dimana kabupatenkota yang terbesar adalah Kabupaten Lamongan dengan luas wilayah mencapai 161.379 Ha atau 7,8 dari total luas wilayah provinsi Jawa Timur. Sedangkan kabupatenkota yang memiliki luas wilayah terkecil berada di Kota Mojokerto, dengan luas wilayah yang hanya seluas 645 Ha atau 0,03 dari luas wilayah keseluruhan. Sumber: BPN Provinsi Jawa Timur, 2014 Diagram III.1 Luas Penggunaan Tanah di Provinsi Jawa Timur Ha 1,680,959 3,054,389 1,646,183 428,991 1,216,904 Kawasan Hutan Kawasan Non-Hutan Sawah Beririgasi Sawah Tidak Beririgasi Non-Sawah 18 Buku Profil Pertanahan Provinsi Jawa Timur Tahun 2015 – Kementerian PPN Bappenas Tabel 3.1 Luas Wilayah Administrasi per KabupatenKota di Provinsi Jawa Timur No. KabupatenKota Luas Wilayah Ha No. KabupatenKota Luas Wilayah Ha 1 Bangkalan 56.020 20 Lumajang 65,131.00 2 Banyuwangi 107.618 21 Madiun 54,894.00 3 Blitar 28.953 22 Magetan 23,028.00 4 Bojonegoro 151.351 23 Malang 90,600.00 5 Bondowoso 95.842 24 Mojokerto 48,101.00 6 Gresik 60.485 25 Nganjuk 75,848.00 7 Jember 146.406 26 Ngawi 92,409.00 8 Jombang 68.680 27 Pacitan 20,831.00 9 Kediri 58.719 28 Pamekasan 38,198.00 10 Kota Batu 8.751 29 Pasuruan 66,616.00 11 Kota Blitar 1.127 30 Ponorogo 59,386.00 12 Kota Kediri 2.251 31 Probolinggo 88,085.00 13 Kota Madiun 1.125 32 Sampang 59,908.00 14 Kota Malang 2.796 33 Sidoarjo 48,031.00 15 Kota Mojokerto 645 34 Situbondo 82,990.00 16 Kota Pasuruan 838 35 Sumenep 39,784.00 17 Kota Probolinggo 1.595 36 Trenggalek 13,360.00 18 Kota Surabaya 3.933 37 Tuban 110,148.00 19 Lamongan 161.379 38 Tulungagung 38,908.00 Sumber: BPN Provinsi Jawa Timur, 2014

3.1 Peta Dasar Pertanahan