3 Buku Profil Pertanahan Provinsi Jawa Timur Tahun 2015 – Kementerian PPN Bappenas
pengelolaan pertanahan kedepannya, sehingga akan sesuai antara yang terdapat dilapangan dengan apa yang nantinya akan direncanakan.
1.2 ISU-ISU PERTANAHAN DI INDONESIA
Dari penjelasan latar belakang di atas, ada beberapa poin penting yang masuk kedalam substansi pembahasan profil pertanahan ini, yaitu sebagai berikut:
a. Kepastian Hukum Hak Atas Tanah Stelsel Negatif
Kekuatan hukum kepemilikan hak masyarakat oleh tanah ini erat kaitannya dengan masih dianutnya sistem pendaftaran negatif bertendensi negatif stelsel negatif oleh Negara
Indonesia. Sistem pendaftaran tanah negatif bertendensi negatif artinya walaupun seseorang memiliki tanda bukti pemilikan hak atas tanahnya dalam bentuk sertifikat hak
atas tanah yang mempunyai kekuatan hukum, masih memiliki peluang untuk dipersoalkan oleh pihak lain yang mempunyai alasan bukti hukum yang kuat bisa dalam bentuk sertifikat
dan alat bukti lainnya melalui sistem peradilan hukum tanah di Indonesia. Hal ini karena tidak adanya kejelasan antar batas-batas tanah sehingga mampu menjadi suatu objek
sengketa tanah yang baru Limbong, 2012: 96. Selain itu, pemerintah juga belum memiliki dasar pendataan yang kuat untuk membuktikan tiap-tiap kepemilikan hak atas tanah
tersebut, dan dapat diselesaikan apabila faktor-faktor utama yang mempengaruhi kepastian hukum hak atas tanah dapat diperbaiki, seperti cakupan peta dasar pertanahan, jumlah
bidang bersertifikat, penetapan kepastian batas kawasan hutan dan non hutan untuk menghindari pemanfaatan lahan di kawasan hutan, penyelesaian kasus pertanahan serta
penetapan batas tanah adatUlayat.
b. Kesejahteraan Rakyat dan Ketimpangan Kepemilikan Tanah
Access Reform
dan
Asset Reform
.
Ketimpangan kepemilikan tanah dan kesejahteraan rakyat ini berkaitan dengan akses masyarakat terhadap tanah, dimana dari luas wilayah darat nasional di luar kawasan hutan
sebesar 65 juta Ha, hanya 39,6 Ha yang dikuasai oleh petani. Hal ini menjadi salah satu tolak ukur, apabila semakin berkurang lahan garapan petani, maka akan berdampak pada
ketersediaan pangan nasional. Dalam negara agraris, tanah menjadi media produksi yang sangat penting dimana baik-buruknya penghidupan rakyat tergantung pada keadaan dan
ketersediaan lahan pertanian. Data dari Kementerian pertanian bahwa Indonesia ada kemungkinan mengalami defisit lahan pertanian seluas 730.000 Ha apabila hal ini tidak
ditangani, dan akan terus meningkat menjadi 2,21 juta Ha pada tahun 2020, dan mencapai 5,38 Ha pada tahun 2030. Beberapa langkah upaya penangganan untuk hal ini sudah
dilakukan oleh beberapa Kementerian lembaga, seperti salah satunya adalah BPN dengan program pembaharuan agraria Reforma Agraria. Konsep pembaharuan agraria pada
4 Buku Profil Pertanahan Provinsi Jawa Timur Tahun 2015 – Kementerian PPN Bappenas
hakekatnya adalah konsep
Landreform
yang dilengkapi dengan konsep
access reform
dan
asset reform
. Konsep
Landreform
dalam hal ini adalah penataan kembali struktur penguasaan kepemilikan tanah yang lebih adil, konsep
access reform
berkaitan dengan penataan penggunaan atau pemanfaatan tanah yang lebih produktif disertai dengan
penataan dukungan sarana dan prasarana yang memungkinkan petani memperoleh akses ke sumber ekonomi di wilayah perdesaan, dan
asset reform
berkaitan dengan kekuatan hukum yang berpihak pada rakyat luas.
c. Pelayanan Pertanahan Yang Belum Optimal