Perbuatan yang dilarang Dalam UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan

Beras Kualitas A ‐‐‐‐‐‐‐ x‐‐‐‐‐‐‐ Beras Kualitas B ‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐ Beras Kualitas C dicampur menghasilkan Menteri Perdagangan dalam kunjungannya ke Pasar Induk Beras Cipinang, 21 Januari 2010, menyatakan apabila pedagang melakukan pencampuran beras, pelaku usaha harus tetap berpatokan kepada undang-undang perlindungan konsumen. Apabila pedagang mencampur beras berkualitas medium tiga dengan beras berkualitas medium satu, pedagang harus menjual beras dengan beras kualitas medium dua, jangan lantas menjualnya dengan harga medium satu sehingga kembali mengorbankan konsumen. 52 Nurul Khumaida, menyebutkan pemberitaan di salah satu majalah Jepang, dimana Polisi Jepang menangkap pedagang beras karena dituduh melakukan tindakan kriminal yakni mencampur beras yang berbeda kualitas. Pengoplosan itu diduga dilakukan untuk mendapatkan keuntungan yang sebesar-besarnya yakni dengan cara mencampur beras kualitas A dengan beras kualitas B, lantas hasil pencampuran tersebut dijual dengan beras Kualitas A. Polisi Jepang dengan mudah menangkap pelaku usaha tersebut karena polisi dengan gamblang dapat membedakan beras kualitas A dengan beras oplosan. 53

B. Perbuatan yang dilarang Dalam UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan

konsumen dan Perundang-undangan lainnya Dalam Undang-undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, secara umum hanya menyebut dan mengatur barang dan atau jasa yang diproduksi atau diperdagangkan, perbuatan yang dilarang bagi pelaku usaha yaitu : 52 http:anindityo mediaindonesia.com, diakses tanggal 07 Mei 2010 53 Nurul Khumaida, http:www.mail.archive.comiasayahoogroups.commsg00341.html, diakses tanggal 12-04-2010 Universitas Sumatera Utara 1. Pelaku usaha dilarang memproduksi danatau memperdagangkan barang danatau jasa yang tidak memenuhi atau tidak sesuai dengan standar yang dipersyaratkan dan ketentuan perundang-undangan, tidak sesuai dengan berat bersih atau netto dan jumlah dalam hitungan sebagaimana yang dinyatakan dalam label atau etiket barang tersebut, tidak sesuai dengan ukuran, takaran, timbangan dan jumlah dalam hitungan menurut ukuran yang sebenarnya, tidak sesuai dengan kondisi, jaminan, keistimewaan atau kemanjuran sebagaimana dinyatakan dalam label, etiket atau keterangan barang danatau jasa tersebut, tidak sesuai dengan mutu tingkatan, komposisi, proses pengolahannya, gaya, mode, atau penggunaan tertentu sebagaimana dinyatakan dalam label atau keterangan barang danatau jasa tersebut, tidak sesuai dengan janji yang dinyatakan dalam label, etiket, keterangan atau promosi penjualan barang danatau jasa tersebut, tidak mencantumkan tanggal kadaluarsa atau jangka waktu penggunaanpemanfaatan yang paling baik atas barang tertentu, tidak mengikuti ketentuan berproduksi secara halal yang dicantumkan dalam label, tidak memasang label atau membuat penjelasan barang yang memuat nama barang, ukuran, beratisi bersih atau netto, komposisi, aturan pakai, tanggal pembuatan, akibat sampingan, nama dan alamat pelaku usaha serta keterangan lain untuk penggunaan yang menurut ketentuan harus di pasangdibuat, tidak mencantumkan informasi dan atau petunjuk penggunaan barang dalam bahasa Indonesia sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku. 2. Pelaku usaha dilarang memperdagangkan barang yang rusak, cacat atau bekas dan tercemar tanpa memberikan informasi secara lengkap dan benar atas barang tersebut Universitas Sumatera Utara 3. Pelaku usaha dilarang memperdagangkan sediaan farmasi dan pangan yang rusak, cacat atau bekas dan tercemar, dengan atau tanpa memberikan informasi secara lengkap dan benar. 4. Pelaku usaha yang melakukan pelanggaran pada ayat 1 dan 2 dilarang memperdagangkan barang danatau jasa tersebut serta wajib menariknya dari peredaran. Selain perbuatan yang dilarang pada Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, peraturan perundang-undangan lainnya seperti Undang- Undang Nomor 7 Tahun 1996 Tentang Pangan yaitu Pasal 8, Pasal 10 dan Pasal 18, serta Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 1999 tentang Label dan Iklan Pangan pada Bab II Pasal 5, yang menyebutkan beberapa larangan bagi pelaku usaha, sebagai berikut: 54 1. UU Nomor 7 Tahun 1996 a. Pasal 8 Setiap orang dilarang menyelenggarakan kegiatan atau proses produksi, penyimpanan, pengangkutan dan atau peredaran makanan dalam keadaan yang tidak memenuhi persyaratan sanitasi. b. Pasal 10 A. Setiap orang yang memproduksi pangan untuk diedarkan dilarang menggunakan bahan apapun sebagai bahan tambahan pangan yang dinyatakan terlarang atau melampaui ambang batas maksimal yang ditetapkan. B. Pemerintah menetapkan lebih lanjut bahan yang dilarang dan atau dapat digunakan sebagai bahan tambahan pangan dalam kegiatan atau proses produksi pangan serta ambang batas maksimal sebagaimana dimaksud dalam ayat 1. c. Pasal 18: 1 Setiap orang dilarang membuka kemasan akhir pangan untuk dikemas kembali dan diperdagangkan. 54 Lihat Pasal 5, Pasal 8 dan Pasal 18 UU No.7 tahun 1996 Tentang Pangan Universitas Sumatera Utara 2 Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 tidak berlaku terhadap pangan yang pengadaannya dalam jumlah besar dan lazim dikemas kembali dalam jumlah kecil untuk diperdagangkan lebih lanjut. 2. PP. Nomor 69 Tahun 1999, Bab II Pasal 5: 55 1 Keterangan dan atau pernyataan tentang pangan dalam label harus benar dan tidak menyesatkan, baik mengenai tulisan, gambar, atau bentuk apapun lainnya. 2 Setiap orang dilarang memberikan keterangan atau pernyataan tentang pangan yang diperdagangkan melalui, dalam, dan atau dengan label apabila keterangan atau pernyataan tersebut tidak benar dan atau menyesatkan. Undang-Undang perlindungan konsumen secara jelas menyatakan beberapa perbuatan yang dilarang bagi pelaku usaha yaitu pada Bab IV pasal 8 sd Pasal 17 dan jika larangan tersebut dilanggar akan diancam dengan sanksi pidana. Penuntutan pidana dapat dilakukan terhadap pelaku usaha danatau pengurusnya; bagi pelaku usaha yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8, Pasal 9, Pasal 10, Pasal 13 ayat 2, Pasal 15, Pasal 17 ayat 1 huruf a, huruf b, huruf c, huruf e, ayat 2 dan Pasal 18 dipidana dengan pidana penjara selama 5 lima tahun atau pidana denda paling banyak Rp. 2.000.000.000,00 dua miliar rupiah. Pelaku usaha yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11, Pasal 12, Pasal 13 ayat 1, Pasal 14, Pasal 16 dan Pasal 17 ayat 1 huruf d dan huruf f dipidana penjara paling lama 2 dua tahun atau pidana denda paling banyak Rp. 500.000.000,00 lima ratus juta rupiah. Terhadap pelanggaran yang mengakibatkan luka berat, cacat tetap atau kematian diberlakukan ketentuan pidana yang berlaku. Di samping berbagai larangan di atas, masih banyak larangan bagi pelaku usaha dalam menawarkan barangnya kepada konsumen, namun secara garis besar, kesemuanya 55 Lihat, Bab II Pasal 5 PP No. 69 Tahun 1999, tentang Label dan Iklan Pangan Universitas Sumatera Utara adalah mengenai kualitaskondisi, kegunaan, jaminan atas barang tersebut serta pemberian hadiah kepada pembeli. 56 Secara umum Undang-Undang Perlindungan Konsumen hanya menyebut dan mengatur barang dan atau jasa yang diproduksi atau yang diperdagangkan, Terhadap barang atau jasa tersebut, dapat disimpulkan 4 empat parameter perbuatan yang dilarang bagi pelaku usaha yaitu : 1. Pelaku usaha dilarang memproduksi danatau memperdagangkan barang atau jasa tidak sesuai dengan standar yang dipersyaratkan menurut ketentuan perundang-undangan yang berlaku. 2. Pelaku usaha dalam hal memperdagangkan barang atau jasa dilarang memberi informasi iklan, label, brosur, dan lain-lain yang mengelabui dan menyesatkan konsumen. 3. Pelaku usaha dilarang melakukan cara menjual obral, undian dan lelang yang mengelabui konsumen. 4. Pelaku usaha dilarang mencantumkan klausula baku dalam perjanjian atau dokumen.

C. Pengoplosan Beras ditinjau Dari UU No. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan

Dokumen yang terkait

Prosedur Mutasi Jabatan Berdasarkan Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 Ditinjau Dari Persektif Hukum Administrasi Negara (Studi Kasus Dinas Pekerjaan Umum)

10 119 83

Tanggung Jawab Apoteker Terhadap Konsumen Ditinjau Dari Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen

1 86 105

Perlindungan Nasabah Kartu Kredit Ditinjau Dari Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen.

3 72 93

PELAKSANAAN PERLINDUNGAN HUKUM BAGI DEBITUR DALAM PERJANJIAN KREDIT PERSPEKTIF UNDANG-UNDANG NOMOR 8 PELAKSANAAN PERLINDUNGAN HUKUM BAGI DEBITUR DALAM PERJANJIAN KREDIT PERSPEKTIF UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN (Studi pada

0 2 21

PELAKSANAAN PERLINDUNGAN HUKUM BAGI DEBITUR DALAM PERJANJIAN KREDIT PERSPEKTIF UNDANG-UNDANG NOMOR 8 PELAKSANAAN PERLINDUNGAN HUKUM BAGI DEBITUR DALAM PERJANJIAN KREDIT PERSPEKTIF UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN (Studi pada

0 3 13

PELAKSANAAN PENCANTUMAN KLAUSULA BAKU DALAM KAITANNYA DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN.

0 0 11

PERLINDUNGAN DAN PEMBERDAYAAN NASABAH DALAM ARSITEKTUR PERBANKAN INDONESIA MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN.

0 0 6

Kedudukan Putusan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen Dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen.

1 1 53

Undang Undang No. 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN

1 1 45

KEDUDUKAN HUKUM PASIEN EUTHANASIA DITINJAU DALAM PERSPEKTIF UNDANG-UNDANG NO. 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN HUKUM KONSUMEN

0 2 12