Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Dari Tindakan Pengoplosan Beras.

dalam suatu proses untuk menghasilkan suatu produk prosessor, assembier atau dari orang atau badan yang menjual atau mendistribusikan seller, distributor produk tersebut”. Nahatattand V. Lambock seperti dikutip oleh Nurmardjito mengatakan sebagai berikut: 101 “ Tanggung jawab tanggung gugat produk merupakan terjemahan bebas bahasa Indonesia, secara popular sering disebut dengan “product liability” adalah suatu konsepsi hukum yang intinya dimaksudkan memberikan perlindungan kepada konsumen yaitu dengan jalan membebaskan konsumen dari beban untuk membuktikan bahwa kerugian konsumen timbul akibat kesalahan dalam proses produksi dan sekaligus melahirkan tanggungjawab produsen untuk memberikan ganti rugi”.

F. Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Dari Tindakan Pengoplosan Beras.

Kewajiban-kewajiban pelaku usaha merupakan manifestasi hak konsumen dalam sisi lain yang “ditargetkan” untuk menciptakan “budaya” tanggung jawab pada diri pelaku usaha. Hubungan timbal balik yang terjadi pada suatu peristiwa, berupa hak-hak konsumen merupakan kewajiban pelaku usaha. Konsekuensinya adalah bahwa setiap perbuatan yang melanggar, merupakan suatu perbuatan melanggar hukum. Dengan demikian maka konsumen yang dilanggar haknya dapat menggugat produsenpelaku usaha guna pemenuhan atas haknya atau untuk mengganti rugi. 101 Nurmardjito, Kesiapan Perangkat Peraturan Perundang-undangan tentang Perlindungan Konsumen dalam Menghadapi Era Perdagangan Bebas, Makalah dalam Seminar Nasional Perspektif Hukum Perlindungan Konsumen dalam Sistem Hukum Nasional Menghadapi Era Perdagangan Bebas, Diselenggarakan oleh Fakultas Hukum UNISBA, Bandung, 1998, hlm.17 Universitas Sumatera Utara Pasal 1365 KUHPerdata menentukan bahwa “tiap perbuatan melanggar hukum, yang menimbulkan kerugian pada orang lain, mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian itu, mengganti kerugian tersebut. 102 Pertanggungjawaban perbuatan tidak saja merupakan perbuatan sendiri tetapi juga karena kelalaian atau kurang hati-hatian seperti yang dimaksud dalam Pasal 1365 KUHPerdata yaitu: “ setiap orang bertanggungjawab tidak saja untuk kerugian yang disebabkan karena perbuatannya, tetapi juga untuk kerugian yang disebabkan karena kelalaian atau kurang hati-hatinya”. 103 Pada tindakan pengoplosan beras seperti telah diuraikan di atas, bahwa tindakan pengoplosan beras merupakan perbuatan melanggar Undang-Undang Nomor 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen sepanjang beras hasil oplosan tidak diberikan informasi yang benar, jelas, jujur dan terpercaya. Jika pelaku usaha melakukan tindakan pengoplosan beras dan menjual beras hasil pengoplosan tersebut tanpa meyebutkan informasi yang jelas, jujur dan terpercaya yang menyebabkan kerugian terhadap konsumen, maka dalam hal ini konsumen sepenuhnya dilindungi oleh pemerintah sebagaimana diatur dalam Undang- Undang Nomor 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen yakni menyangkut kewajiban pelaku usaha dan tanggung jawab pelaku usaha terhadap konsumen. Konsepsi tanggung jawab dalam pengaturan Undang-Undang Perlindungan Konsumen secara mendasar mempunyai perbedaan dengan pengaturan tanggung jawab dalam KUH Perdata. Menurut KUH Perdata bahwa tanggung jawab pelaku usaha produsen untuk memberikan ganti kerugian didapat setelah konsumen yang menderita 102 Pasal 1365 KUHPerdata 103 Sudaryatmo, Masalah Perlindungan Konsumen di Indonesia, Bandung: Citra Aditya Bakti, hlm. 44 Universitas Sumatera Utara kerugian dapat membuktikan bahwa kerugian yang timbul merupakan kesalahan dari pelaku usaha vide Pasal 1365 KUH Perdata . 104 Sedangkan di dalam Undang-undang Perlindungan Konsumen, mengatur kewajiban sebaliknya, dimana pelaku usaha berkewajiban membuktikan bahwa kerugian yang diderita konsumen bukan merupakan dari akibat kesalahankelalaian dari pelaku usaha, sekalipun dalam hal ini pihak konsumen yang pertama mengajukan dalil kerugian tersebut vide Pasal 19 sd Pasal 28 Undang-undang Perlindungan Konsumen. Di dalam konsep pertanggung jawaban pelaku usaha, dikenal adanya konsep tanggung jawab mutlak strict liability. Di Amerika Serikat telah dikenal dan diberlakukan sejak tahun 1960 an. Dimana dengan diterapkannya prinsip tanggung jawab mutlak ini semua orangkonsumen yang dirugikan akibat suatu produk atau barang yang cacat atau tidak aman dapat menuntut konpensasi tanpa harus mempermasalahkan ada atau tidak adanya unsur kesalahan pada pihak produsen. Dalam sistem hukum Amerika Serikat untuk menjerat produsen agar bertanggung jawab terhadap produk yang merugikan konsumen, maka dimungkinkan untuk menerapkan asas “strict liability” atau digunakan istilah tanggung jawab tidak terbatas menurut Robert N. Gorley sebagaimana dikutip M. Yahya Harahap, strict liability ditegakkan pada prinsip: 105 a. Pertanggung jawaban hukum atas setiap perbuatan atau aktivitas yang menimbulkan kerugian jiwa atau harta terhadap orang lain; b. Pertanggung jawaban hukum tanpa mempersoalkan kesalahan baik yang berupa kesengajaan ataupun kelalaian. 104 Lihat Pasal 1365 KUHPerdata 105 M. Yahya Harahap, Beberapa Tinjauan Tentang Permasalahan Hukum, Bandung: Citra Aditya Bakti, 1997, hlm. 22 Universitas Sumatera Utara Alasan mengapa prinsip tanggung jawab mutlak strict liability diterapkan dalam hukum product liability adalah: 106 a. Diantara korbankonsumen disatu pihak dan produsen dilain pihak beban kerugian resiko seharusnya ditanggungng oleh pihak yang memproduksimengeluarkan barang-barang dipasaran. b. Dengan menerapkanmengedarkan barang-barng di pasaran, berarti produsen menjamin bahwa barang-barang tersebut aman dan pantas untuk digunakan, dan bilamana terbuki tidak demikian maka produsen harus bertanggung jawab. c. Sebenarnya tanpa menerapkan prinsip tanggung jawab mutlak produsen yang melakukan kesalahan dapat dituntut melalui proses tuntutan hukum, yaitu konsumen kepada pedagang eceran, pedagang eceran kepada grosir, grosir kepada distributor, distributor kepada agen dan agen kepada produsen. Penerapan strict liability dimaksudkan untuk menghilangkan proses yang cukup panjang ini. Dasar pembebanan tanggung jawab produsen terhadap konsumen adalah : 1. Negligence Adalah suatu perilaku yang tidak sesuai dengan kelakuan standard of conduct yang ditetapkan oleh Undang-Undang demi perlindungan anggota masyarakat terhadap resiko yang tidak rasional. Yang dimaksud dalam hal ini adalah adanya perbuatan kurang cermat yang merugikan orang lain, yang semestinya seorang penjual atau produsen 106 Ibid, hlm 16-17 Universitas Sumatera Utara mempunyai duty of care. Untuk dapat menggunakan negligence sebagai dasar gugatan harus memenuhi syarat-syarat: 107 a. Adanya suatu tingkah laku yang menimbulkan kerugian yang tidak sesuai dengan sikap hati-hati yang normal. b. Yang dibuktikan adalah bahwa tergugat produsen lalai dalam duty of care terhadap penggugat konsumen c. Kelakuan itu sebenarnya penyebab nyata proximate cause dari kerugian yang timbul. Adanya duty of care pada produsen mengalahkan asas caveat emptor waspadalah pembeli yang berlaku sebelumnya, dimana pembelilah yang menanggung resiko yang dideritanya karena mengkonsumsi memakai produk yang dibelinya secara tidak hati-hati. Pembuktian adanya negligence mencakup pembuktian atas: 108 a. Kerugian yang dideritanya ditimbulkan oleh cacat yang ada dalam produk b. Bahwa cacat tersebut telah ada pada pernyataan c. Bahwa cacat pada produksi disebabkan oleh kurang cermatnya produsen 2. Warranty Breach of warranty Gugatan dari konsumen terhadap produsen berdasarkan breach of waaranty pelanggaran janji, jaminan ini didasarkan pada suatu hubungan kontrak. Produsen secara tegas atau diam-diam memberi jaminan bahwa produknya dapat memenuhi keinginankebutuhan. Pada umumnya warranty janji, jaminan itu dapat dikelompokkan dalam 2 dua kategori yaitu : 107 Agnes M. Toar, op.cit, Hlm. 7 108 Ibid, Hlm. 14 Universitas Sumatera Utara a. Express warranty, janji, jaminan yang dinyatakan secara tegas ekplisit b. Implied warranty, janji, jaminan yang dinyatakan secara diam-diam implisit Gugatan berdasarkan negligence meskipun tampak sederhana tetapi bagi konsumen sulit menunjukkan dengan tepat dimana dan kapan produsen telah melakukan kelalaian yang menimbulkan kerugian baginya. Sebaliknya produsen akan lebih mudah mengajukan bukti lawan yang dengan segera mematahkan tuntutan konsumen. Bila dicermati lebih lanjut tentang tanggung jawab produsen industri panganmakanan, secara jelas di dalam Undang-Undang Pangan No. 7 Tahun 1996 dinyatakan dalam beberapa pasal yaitu sebagai berikut : Pasal 41 : 1 Badan usaha yang memproduksi pangan olahan untuk diedarkan dan atau orang perseorangan dalam badan usaha yang diberi tanggung jawab terhadap jalannya usaha tersebut bertanggung jawab atas keamanan pangan yang diproduksinya terhadap kesehatan orang lain yang mengkonsumsi makanan tersebut. 2 Orang perseorangan yang kesehatannya terganggu atau ahli waris dari orang meninggal sebagai akibat langsung karena mengkonsumsi pangan olahan yang diedarkan berhak mengajukan gugatan ganti rugi terhadap badan usaha dan atau orang perseorangan dalam badan usaha, sebagaimana dimaksud pada ayat 1 3 Dalam hal terbukti bahwa pangan olahan yang diedarkan dan dikonsumsi tersebut mengandung bahan yang dapat merugikan dan atau membahayakan kesehatan manusia atau bahan lain yang dilarang, maka badan usaha dan atau orang perseorangan dalam badan usaha sebagaimana dimaksud pada ayat 1 wajib mengganti kerugian yang secara nyata ditimbulkan. 4 Selain kerugian sebagaimana dimaksud pada ayat 3, dalam hal badan usaha dan atau orang perseorangan dalam badan usaha dapat membuktikan bahwa hal tersebut bukan diakibatkan kesalahannya, maka badan usaha dan atau orang perseorangan dalam badan usaha tidak wajib mengganti kerugian. Universitas Sumatera Utara 5 Besarnya ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat 3 setinggi-tingginya sebesar Rp. 500.000.000,- lima ratus juta rupiah untuk setiap orang yang dirugikan kesehatannya atau kematian yang ditimbulkan. 109 Pasal 43: 1 Dalam hal kerugian yang ditimbulkan melibatkan jumlah kerugian materi yang besar dan atau korban yang tidak sedikit, pemerintah berwenang mengajukan gugatan ganti rugi, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 ayat 2. 2 Gugatan ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat 1, diajukan untuk kepentingan orang yang mengalami kerugian dan atau musibah. 110 Hubungan kausalitas antara kesalahan dengan kerugian pada tuntutan ganti kerugian karena perbuatan melawan hukum, menunjukkan sejauh mana kerugian yang dapat dituntut dari pelaku perbuatan melawan hukum. Pada dasarnya, bentuk ganti rugi yang lazim dipergunakan ialah uang. Oleh para ahli hukum maupun jurisprudensi dianggap paling praktis dan paling sedikit menimbulkan selisih dalam menyelesaikan sengketa , bentuk lain dalam penggatian kerugian yaitu benda dengan benda in natura. 111

G. Penyelesaian Sengketa konsumen

Dokumen yang terkait

Prosedur Mutasi Jabatan Berdasarkan Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 Ditinjau Dari Persektif Hukum Administrasi Negara (Studi Kasus Dinas Pekerjaan Umum)

10 119 83

Tanggung Jawab Apoteker Terhadap Konsumen Ditinjau Dari Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen

1 86 105

Perlindungan Nasabah Kartu Kredit Ditinjau Dari Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen.

3 72 93

PELAKSANAAN PERLINDUNGAN HUKUM BAGI DEBITUR DALAM PERJANJIAN KREDIT PERSPEKTIF UNDANG-UNDANG NOMOR 8 PELAKSANAAN PERLINDUNGAN HUKUM BAGI DEBITUR DALAM PERJANJIAN KREDIT PERSPEKTIF UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN (Studi pada

0 2 21

PELAKSANAAN PERLINDUNGAN HUKUM BAGI DEBITUR DALAM PERJANJIAN KREDIT PERSPEKTIF UNDANG-UNDANG NOMOR 8 PELAKSANAAN PERLINDUNGAN HUKUM BAGI DEBITUR DALAM PERJANJIAN KREDIT PERSPEKTIF UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN (Studi pada

0 3 13

PELAKSANAAN PENCANTUMAN KLAUSULA BAKU DALAM KAITANNYA DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN.

0 0 11

PERLINDUNGAN DAN PEMBERDAYAAN NASABAH DALAM ARSITEKTUR PERBANKAN INDONESIA MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN.

0 0 6

Kedudukan Putusan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen Dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen.

1 1 53

Undang Undang No. 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN

1 1 45

KEDUDUKAN HUKUM PASIEN EUTHANASIA DITINJAU DALAM PERSPEKTIF UNDANG-UNDANG NO. 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN HUKUM KONSUMEN

0 2 12