12 yang bersangkutan akan bisa berbuat banyak dalam mengendalikan negara dan
Pemerintahan, memperkuat dan memperjuangkan Idiologi partainya. Akhir dalam penelitian ini untuk lebih lengkapnya lebih terfokus tentang
sosialisasi politik Keadilan Kesejahteraan PKS dalam Pemilihan Umum legislatif pada tahun 2009 yaitu kepada proses pelaksanaan sosialisasi politik terhadap masyarakat Islam
dan masyakat No-Islam. Untuk lebih lengkapnya judul penelitian ini adalah : “Sosialisasi Politik Partai Keadilan Kesejahteraan PKS pada Pemilihan Umum
legislatif 2004 - 2009 di Kota Medan.”
1.2. Perumusan Masalah
Perumusan masalah merupakan usaha untuk menyatakan secara tersirat pertanyaan penelitian apa saja yang perlu dijawab atau dicarikan jalan pemecahannya,
atau dengan kata lain perumusan masalah merupakan pertanyaan yang lengkap dan rinci mengenai ruang lingkup masalah yang akan diteliti berdasarkan identifkasi masalah dan
pembatasan masalah. Berdasarkan latar belakang diatas, penulis ingin merumuskan masalah dalam
penelitian ini sebgai berikut : Bagaimana pola sosialisasi politik Partai Keadilan Sejahtera PKS pada pemilihan umum Legislatif 2009 di Kota Medan.
13
1.3. Pembatasan Masalah
Suatu penelitian yang dilakukan baiknya mempunyai batasan masalah. Karena batasan masalah adalah usaha untuk menetapkan batasan-batasan dari masalah penelitian
yang akan diteliti. Batasan masalah ini berguna bagi penulis untuk mengindentifikasikan factor mana saja yang termasuk dalam ruang lingkup penulisan.
Berdasarkan pemaparan tersebut, maka penulis menetapkan batasan penelitian ini sebagai berikut : Melihat Gerakan dan Aktivitas Sosialisasi Politik Partai Keadilan
Sejahtera DPD PKS Medan Pada Pemilihan Umum Legislatif 2009 di Kota Medan.
1.4. Tujuan Penelitian
Ada pun tujuan penelitian ini adalah 1.
Untuk mengetahui Pola Sosialisasi Politik Partai Keadilan Kesejahteraan PKS di Kota Medan pada Pemilihan Umum Legislatif 2009.
2. Untik mengetahui sejauh mana keberhasilan Partai Keadilan Kesejahteraan
PKS melalakukan Sosialisasi Politik pada Pemilihan Umum Legislatif 2009.
1.5. Manfaat Penelitian
1. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah khazanah Ilmu pengetahua dan
karya Ilmiah di Departemen Ilmu Politik FISIP USU. 2.
Hasil penelitian ini kiraanya dapat menjadi informasi dan masukan untuk Partai Keadilan Sejahtera PKS dalam percaturan politik di Kota Medan.
3. Bagi penulis penelitian ini dapat menambah wawasan tentang proses sosialisasi
suatu partai politik.
14
1.6. Kerangka Teoritis
Untuk memepermudah pelaksanaan penelitian perlu ada pedoman dasar berfikir, yaitu sebuah kerangka teori. Kerangka teori adalah berfungsi sebagai landasan berfikir
untuk menggambarkan dari segi mana peneliti menyoroti masalah yang akan dipilih. Teori itu sendiri adalah serangkaian asumsi, konsep, konstruksi, defenisi, dan proposisi
untuk menerangkan suatu fenomena sosial secara sistematis dengan cara merumuskan hubungan antar konsep. Adapun kerangka teori yang menjadi landasan berfikir penulis
dalam penelitian ini adalah.
1.6.1. Sosialisasi Politik
Sosialisasi politik merupakan suatu proses bagaimana memperkenalkan sistem politik pada seseorang dan bagaimana orang tersebut menentukan tanggapan serta reaksi-
reaksinya terhadap gejala-gejala politik. Sosialisasi politik dalam beberapa hal merupakan konsep kunci sosiologi politik.
1. Pola-pola mengenai aksi sosial, atau aspek-aspek tingkah laku yang menanamkan
pada individu keterampilan-keterampilan, motif-motif dan sikap-sikap yang perlu untuk menampilkan peran-peran yang sekarang atau tengah diantisipasikan
sepanjang kehidupan manusia normal, sejauh peranan-peranan baru masih harus terus dipelajari.
2. Segenap proses yang mana individu yang dilahirkan dengan banyak sekali jajaran
potensi tingkah laku, dituntut untuk mengembangkan tingkah laku aktualnya yang
15 dibatasi di dalam satu jajaran yang menjadi kebiasaannya dan bisa diterimakan
olehnya sesuai dengan standar-standar dari kelompoknya. 3.
Komunikasi dengan dan dipelajari dari manusia lainnya dengan siapa individu itu secara bertahap memasuki beberapa jenis relasi-relasi umum.
Kita dapat merumuskan suatu definisi mengenai sosialisasi politik berdasarkan kesinambungan sistematis maupun perubahan sistematis adalah sebagai berikut :
1. Cara-cara belajar seseorang terhadap pola-pola sosial yang berkaitan dengan
posisi-posisi kemasyarakatan seperti yang diketengahkan melalui bermacam- macam masyarakat.
2. Proses yang mana sikap-sikap dan nilai-nilai politik ditanamkan kepada anak-
anak sampai mereka dewasa direkrut ke dalam peranan-peranan tertentu.
Kedua definisi tersebut ada memiliki kekurangan karena dari masalah-masalah yang telah dikatakan, belumlah terkandung cara memperhitungkan perubahan sistematik, demikian
juga mereka kurang jelas membedakan antara belajar yang disengaja dengan belajar yang tidak direncanakan.
David Easton dan Jack Dennis dalam pembuatan dalih untuk suatu definisi netral mengenai sosialisasi politik, menyajikan suatu definisi yang efektif dan pendek.
Mereka berdua mendefinisikan sosialisasi politik secara sederhana sebagai berikut :
a. Suatu proses perkembangan seseorang untuk mendapatkan orientasi-
orientasi politik dan pola-pola tingkah lakunya.
16 b.
Bagaimana orientasi dan tingkah laku politik itu diperoleh serta hasilnya tetap merupakan bahan permasalahan penyelidikan.
Sosialisasi diartikan sebagai suatu proses yang terusberkesinambungan sepanjang hidup dan mempengaruhi anak, para remaja dan orang dewasa. Perkembangan yang temporal
ternyata tidak berkesinambungan dalam pengertian bahwa individu secara teratur dan sistematis mengalami pengalaman-pengalaman yang penting.dan relevan dengan tingkah
laku politiknya, sekalipun dalam sistem politik tadi instruksi politik yang sistematis dan regular merupakan bagian penting dari sosialisasi politik.
Demikian pula, untuk menerima unsur-unsur sosialisasi politik, namun tidak ditegaskan bahwa hal-hal tersebut tadi diperoleh dengan cara yang khusus, juga tidak mengandung
arti yang sama
1.6.1.1. Sosialisasi dilihat dari Sub-Kelompok
A. Sosialisasi Politik Dalam Masyarakat Totaliter
Hanya dengan jalan membentuk kembali secara radikasi, ajaran, organisasi, dan pendidikan anak-anak muda, kita akan mampu menjamin bahwa hasilnya akan
merupakan kreasi dari suatu masyarakat yang tidak akan sama dengan masyarakat lama, yaitu Masyarakat Komunis V.I.Lenin. Secara langsung tak langsung, semua pemerintah
berusaha untuk mensosialisasikan para anggota masyarakat sampai derajat-derajat yang berbeda, dengan jalan mengontrol informasinya, akan tetapi dalam masyarakat totaliter
pengontrolan tersebut meliputi segala-segalanya.
17 Satu penelitian secara khusus telah dilakukan guna menyelidiki nilai-nilai pengasuhan
anak yang dilakukan oleh berbagai generasi orang tua Rusia, nilai-nilai itu adalah :
1. Tradisi : terutama agama, namun juga termasuk ikatan-ikatan kekeluargan dan
tradisi pada umumnya. 2.
Prestasi : ketekunan, pencapaianperolehan, ganjaran-ganjaran materiil, mobilitas sosial.
3. Pribadi : kejujuran, ketulusan, keadilan, kemurahann hati.
4. Penyesuaian diri : “ bergaul dengan baik “, “menjauhkan diri dari kericuhan”,
“keamanan dan ketentraman”. 5.
Intelektual : belajar dan pengetahuan sebagai tujuan. 6.
Poloitik : sikap-sikap, nilai-nilai, dan kepercayan-kepercayaan berkaitan dengan pemerintah.
Hanya dengan jalan membentuk kembali secara radikasi, ajaran, organisasi, dan pendidikan anak-anak muda, kita akan mampu menjamin bahwa hasilnya akan
merupakan kreasi dari suatu masyarakat yang tidak akan sama dengan masyarakat lama, yaitu Masyarakat Komunis V.I.Lenin. Secara langsung tak langsung, semua pemerintah
berusaha untuk mensosialisasikan para anggota masyarakat sampai derajat-derajat yang berbeda, dengan jalan mengontrol informasinya, akan tetapi dalam masyarakat totaliter
pengontrolan tersebut meliputi segala-segalanya.
18
B. Sosialisasi Politik Dalam Masyarakat Primitif
Dalam masyarakat primitif peranan sosialisasi pasa umumnya tampak paling jelas, khususnya dalam masyarakat yang tengah atau telah cukup lama berdiri untuk
menegakkan tradisi-tradisi kemasyarakatan yang kuat, yang menetapkan struktur dan peranan-peranan masyarakat. Betapapun juga, proses sosialisasi pada masyarakat primitif
banyak sekali bedanya, walaupun mereka, seperti yang telah diperlihatkan oleh Le Vine, memiliki ciri-ciri umum tertentu yang sama. Le Vine menyelidiki sosialisasi di kalangan
dua suku bangsa di Kenya barat-daya, kedua suku bangsa tersebut merupakan kelompok- kelompok yang tidak tersentralisir dan sifatnya patriakis.
C. Sosialisasi Politik Dalam Masyarakat Berkembang
Vine mengemukakan bahwa ada 3 faktor penting dalam sosialisai ditengah masyarakat-masyarakat berkembang :
1. Pertumbuhan penduduk dinegara-negara berkembang dapat melampaui kapasitas
mereka untuk “memodernisir” keluarga tradisional lewat industrialisasi dan pendidikan.
2. Sering terdapat perbedaan yang besar dalam pendidikan dan nilai-nilai tradisional
anatara jenis-jenis kelamin, sehingga kaum wanita lebih erat terikat pada yang disebut belaknagan ini, namun si ibu dapat memainkan satu peranan penting pada
saat sosialisasi dini dari anak. 3.
Adalah mungkin bahwa pengaruh urbanisasi yang selalu dianggap sebagai satu kekuatan perkasa untuk menyumbangkan nilai-nilai tradisional, paling sedikitnya
19 secara parsial juga terimbangi oleh peralihan dari nilai-nilai kedalam daerah-
daerah perkotaan, khusunya dengan pembentukan komunitas-komunitas kesukuan dan etnis didaerah-daerah ini.
Bukti yang disajikan mengenai sosialisai politik, mengsugestikan bahwa beberapa proses sedemikian itu memang perlu, bahwa mungkin tidak bisa dihindari. Tidak ada
pemutusan hubungan dengan masa lalu yang lebih sempurna. Suatu elemen kesinambungan akan tetap ada, sekalipun telah menghasilkan perubahan-perubahan yang
fundamental dan bisa menjangkau masa jauh. Dalam uasahanya untuk melupakan masa lampaunya, betapapun berbedanya masa depan itu dengan masa yang telah lewat,
masayarakat itu akan tetap dipengaruhi oleh masa lalunya. Oleh karena itu sosialisasi politik jelas erat sekali terlibat dalam proses perubahan.
1.6.1.2.Sosialisasi Politik dan Perubahan
Sifat sosialisasi politik yang bervariasai menurut waktu serta yang selalu menyesuaikan dengan lingkungan yang memberinya kontribusi, berkaitan dengan sifat
dari pemerintahan dan derajat serta sifat dari perubahan. Semakin stabil pemerintahan, semakin terperinci agensi-agensi utama dari sosialisasi politik. Kebalikanya, semakin
besar derajat perubahan didalam satu pemerintahan non totaliter, akan semakin tersebarlah agensi-agensi utama dari sosialisasi politik. Semakin totaliter sifat perubahan
politik, semakin kecil junlah agensi-agensi utama dari sosialisasi poliotik itu. Semakin homogen suatu masyarakat dan semakin lama ia bertahan menurut waktu, semakin
memungkinkan proses sosialisasinya menjadi didefinisikan secara jelas dan relatif
20 dipersatukan dan tampaknya berlangsung dampak yang sama dalam masyarakat-
masayarakat yang berusaha terang-terangan untuk mengontrol proses sosialisanya.
Dalam The Civic Culture, Almond dan Verba mengemukakan hasil survei silang nasional mengenai kebudayaan politik. Suatu faktor kunci didalam konsep mengenai
kebudayaan politik adalah legitimasi sejauh mana suatu sistem politik dapat diterima oleh masyarakat. Seperti yang dikemukakan oleh Weber, landasan legitimasi bisa bervariasi.
Persetujuan dapat muncul mengenai dasar kerangka politik, akan tetapi didalam kerangka tersebut konflik dapat berkelanjutan baik mengenai sarana-sarana maupun mengenai
tujuan-tujuannya. Apabila konflik mengenai sarana dan tujuan tadi menjadi ekstensife sifatnya, maka hal itu dapat merusak setiap persetujuan mengenai kerangka politik.
Penting untuk dipahami bahwa legitimasi itu dapat meluas sampai pada banyak aspek dari sistem politik, atau justru dapat dibatasi pada beberapa hal. Dalam setiap masalah
baik pada mereka yang mencari kekuasaan dan mereka yang memilih diantara para saingan untuk mendapatkan jabatan, biasanya sudah bersiap untuk memenuhi hasil-hasil
keputusan pemilihan. Demikian pula hak presiden atau kongres untuk melaksanakan kekuasaan mereka, tidak dipertanyakan akan tetapi penggunaan untuk apa kekuasaan ini
dilaksanakan berkali-kali justru mengalami kritik. Betapapun juga kritisme terhadap sistem politik dinegara-negara lainnya bisa bersifat lebih mendasar, mungkin sampai
menyangkal legitimasi sistemnya atau justru di tekannya lebih hebat.
7
7
http:dc313.4shared.comimg4FIEHD6qpreview.html
21
1.6.1.3.Agen-agen Sosialisasi Politik
Dalam kegiatan sosialisasi politik dikenal yang namanya agen. Agen inilah yang melakukan kegiatan memberi pengaruh kepada individu. Rush dan Althoff menggariskan
terdapatnya 5 agen sosialisasi politik yang umum diketahui, yaitu:
1. Keluarga.
Keluarga merupakan primary group dan agen sosialisasi utama yang membentuk karakter politik individu oleh sebab mereka adalah lembaga sosial yang paling dekat.
Peran ayah, ibu, saudara, memberi pengaruh yang tidak kecil terhadap pandangan politik satu individu. Tokoh Sukarno misalnya, memperoleh nilai-nilai penentangan terhadap
Belanda melalui ibunya, Ida Ayu Nyoman Rai. Ibunya, yang merupakan keluarga bangsawan Bali menceritakan kepahlawanan raja-raja Bali dalam menentang Belanda di
saat mereka tengah berbicara. Cerita-cerita tersebut menumbuhkan kesadaran dan semangat Sukarno untuk memperjuangkan kemerdekaan bagi bangsanya yang terjajah
oleh Belanda. Sekolah. Selain keluarga, sekolah juga menempati posisi penting sebagai agen sosialisasi politik. Sekolah merupakan secondary group. Kebanyakan dari kita
mengetahui lagu kebangsaan, dasar negara, pemerintah yang ada, dari sekolah. Oleh sebab itu, sistem pendidikan nasional selalu tidak terlepas dari pantauan negara oleh
sebab peran pentingnya ini.
2. Peer Group.
Agen sosialisasi politik lainnya adalah peer group. Peer group masuk kategori agen sosialisasi politik Primary Group. Peer group adalah teman-teman sebaya yang
mengelilingi seorang individu. Apa yang dilakukan oleh teman-teman sebaya tentu
22 sangat mempengaruhi beberapa tindakan kita, bukan ? Tokoh semacam Moh. Hatta
banyak memiliki pandangan-pandangam yang sosialistik saat ia bergaul dengan teman- temannya di bangku kuliah di Negeri Belanda. Melalui kegiatannya dengan kawan
sebaya tersebut, Hatta mampu mengeluarkan konsep koperasi sebagai lembaga ekonomi khas Indonesia di kemudian hari. Demikian pula pandangannya atas sistem politik
demokrasi yang bersimpangan jalan dengan Sukarno di masa kemudian.
3. Media Massa.
Media massa merupakan agen sosialisasi politik secondary group. Tidak perlu disebutkan lagi pengaruh media massa terhadap seorang individu. Berita-berita yang
dikemas dalam media audio visual televisi, surat kabat cetak, internet, ataupun radio, yang berisikan perilaku pemerintah ataupun partai politik banyak mempengaruhi kita.
Meskipun tidak memiliki kedalaman, tetapi media massa mampun menyita perhatian individu oleh sebab sifatnya yang terkadang menarik atau cenderung ‘berlebihan.’
4. Pemerintah.
Pemerintah merupakan agen sosialisasi politik secondary group. Pemerintah merupakan agen yang punya kepentingan langsung atas sosialisasi politik. Pemerintah
yang menjalankan sistem politik dan stabilitasnya. Pemerintah biasanya melibatkan diri dalam politik pendidikan, di mana beberapa mata pelajaran ditujukan untuk
memperkenalkan siswa kepada sistem politik negara, pemimpin, lagu kebangsaan, dan sejenisnya. Pemerintah juga, secara tidak langsung, melakukan sosialisasi politik melalui
23 tindakan-tindakannya. Melalui tindakan pemerintah, orientasi afektif individu bisa
terpengaruh dan ini mempengaruhi budaya politiknya.
8
5. Partai Politik.
Partai politik adalah agen sosialisasi politik secondary group. Partai politik biasanya membawakan kepentingan nilai spesifik dari warga negara, seperti agama,
kebudayaan, keadilan, nasionalisme, dan sejenisnya. Melalui partai politik dan kegiatannya, individu dapat mengetahui kegiatan politik di negara, pemimpin-pemimpin
baru, dan kebijakan-kebijakan yang ada.
1.6.2. Partai Politik
Carl J. Friedrich mendefinisikan partai politik kelompok manusia yang terorganisir untuk merebut atau mempertahankan kekuasaan, dengan maksud
mensejahterakan anggotanya, baik untuk kebijaksanaannya keadilan, maupun untuk hal-hal yang bersifat materil. Sementara itu, R. H. Soltau mengemukakan definisi
tentang partai politik sebagai kelompok warga Negara yang terorganisasi dan bertindak sebagai suatu kesatuan politik dan dengan manfaatkan kekuasaannya untuk memilih,
dengan tujuan untuk menguasai pemerintahan dan menjalankan kebijakan umum yang mereka buat.
Ramlan Surbakti dalam bukunya yang berjudul “Memahami Ilmu Politik” menyebutkan ada tiga teori yang mencoba menjelaskan asal-usul partai politik.
Pertama, teori kelembagaan yang melihat ada hubungan antara parlemen awal dan timbulnya partai politik. Kedua, teori situasi historis yag melihat timbulnya partai
8
http:setabasri01.blogspot.com200902budaya-dan-sosialisasi-politik.html
24 politik sebagai upaya suatu sistem politik untuk mengatasi krisis yang ditimbulkan
dengan perubahan masyarakat secara luas. Ketiga, teori pembangunan yang melihat partai politik sebagai produk modernisasi sosial ekonomi.
Teori yang pertama mengatakan partai politik dibentuk oleh kalangan legislatif dan eksekutif karena ada hubungan ada kebutuhan para anggota parlemen yang
ditentukan berdasarkan pengangkatan untuk mengadakan kontak dengan masyarakat dan membina dukungan dari masyarakat. Setelah partai politik terbentuk dan
menjalankan fungsi, kemudian muncul partai politik lain yang dibentuk oleh kalangan masyarakat. Partai politik yang terakhir ini biasanya dibentuk oleh kelompok kecil
pemimpin masyarakat yang sadar politik berdasarkan penilaian bahwa partai partai politik yang dibentuk pemerintah tidak mampu menampung dan memperjuangkan
kepentingan mereka. Teori kedua menjelaskan krisis situasi histories terjadi manakala suatu sistem
politik mengalami masa transisisi karena perubahan masyarakat dari bentuk tradisional yang berstruktur sederhana menjadi masyarakat modern yang berstruktur kompleks.
Pada situasi ini terjadi berbagai perubahan, seperti pertambahan penduduk karena perbaikan fasilitas kesehatan,perluasan pendidikan, mobilitas okupsi, perubahan pola
pertanian dan industri, partisipasi media, urbanisasi, ekonomi berorientasi pasar, peningkatan aspirasi dan harapan-harapan baru, dan munculnya gerakan-gerakan
populis. Perubahan-perubahan itu menimbulkan tiga macam krisis, yakni legitimasi,
integrasi, dan partisipasi. Artinya, perubahan-perubahan mengakibatkan masyarakat mempertanyakan prinsip-prinsip yang mendasari legitimasi kewenangan pihak yang
25 memerintah; menimbulkan masalah dalam identitas yang menyatukan masyarakat
sebagai suatu bangsa dan mengakibatkan timbulnya tuntutan yang semakin besar untuk ikut serta dalam proses politik. Untuk mengatasi tiga permasalahan inilah partai politik
dibentuk. Teori ketiga melihat modernisasi sosial ekonomi, seperti pembangunan teknologi
komunikasi berupa media massa dan transportasi, perluasan dan peningkatan pendidikan, industrialisasi, urbanisasi, perluasan kekuasaan negara seperti birokratisasi,
pembentukan berbagai kelompok kepentingan dan organisasi profesi, dan peningkatan kemampuan individu yang mempengaruhi lingkungan, melahirkan suatu kebutuhan
akan suatu organisasi politik yang mampu memadukan dan memperjuangkan berbagai aspirasi tersebut. Jadi, partai politik merupakan produk logis dan modernisasi sosial
ekonomi. Jika kita telusuri dari sejarah kelahiran partai politik, pada mulanya ia terinspirasi
oleh bagaimana sejatinya elemen kemasyarakatan menyalurkan aspirasi oleh kepada penguasa. Hal tersebut terjadi disejumlah Negara Eropa yang menganut sistem
monarki, dimana kekuasaan atas Negara dan pemerintah secara absolud dipegang oleh kerajaan yang berkuasa secara mutlak. Untuk menyalurkan aspirasi mereka dalam
kekuasaan Negara yang begitu kuat, oleh segolongan masyarakat kemudian menggabungkan dirinya dalam kelompok-kelompok untuk secara bersama-sama
menyalurkan aspirasinya, yang dalam perkembangannya kelompok-kelompok itu kemudian mendapatkan pengakuan dalam sistem politik kenegaraan, kemudian diseut
dengan “partai politik”
26 Pada perkembangan selanjutnya, partai politik tidak lagi diorientasikan semata
untuk menyalurkan aspirasi, tetapi pada prakteknya juga dimanfaatkan oleh elitnya untuk menjadi instrument pencapaian posisi dan kedudukannya di lembaga formal, baik
dilembaga perwakilan aspirasi pendukungnya legislatif, maupun di jajaran pemerintahan eksekutif, dengan argumentasi bahwa aspirasi yang disampaikan hanya
mungkin efektif pencapaiannya, jika kedudukan dalam kekuasaan legislatif dan eksekutif inilah yang difungsikan untuk mensejahterakan pendukung dan anggotanya.
Dengan meluasnya gagasan bahwa rakyat harus diikutsertakan dalam proses politik maka partai politik telah lahir, dan berkembang menjadi penghubung penting
antara rakyat dan pemerintah. Bahkan partai politik dianggap sebagai perwujudan atau lambang Negara modern. Oleh karena itu, hampir semua negara demokrasi maupun
komunis, negara maju maupun negara berkembang memiliki partai politik. Persoalannya kemudian adalah, beberapa besar politik mendapatkan dukungan dari
masyarakat melalui program dan kerja nyata pemberdayaan yang mensejahterakan mereka, bukan sekedar manipulasi opini semata.
Sejarah mencatat partai politik di Indonesia dalam perjalanan sejarahnya pertama- tama lahir dalam zaman kolonial Belanda sebagai manifestasi bangkitnya kesadaran
nasional. Pada masa itu semua organisasi, baik yang bertujuan sosial seperti Budi Utomo dan Muhammadiyah yang berazaskan Agama dan lain sebagainya ternyata
sama-sama memainkan peranan penting dalam pergerakan nasional, dalam perkembangannya inisiatif warga negara membentuk partai politik didasari oleh
berbagai macam kepentingan yang ingin disalurkan dalam kebijakan-kebijakan yang dibuat oleh pemerintah. Salah satu argumen yang mendasari dibentuknya partai politik
27 adalah terdapatnya berbagai ideologi sebagai rumusan gagasan dan cita-cita atau
harapan masyarakat tertentu berkembang sesuai dengan perkembangan manusia itu sendiri.
9
Secara umum Miriam Budiarjo mengatakan bahwa partai politik adalah suatu kelompok organisasi yang terorganisisr yang anggota-anggotanya mempunyai orientasi,
nilai-nilai dan cita-cita yang sama. Tujuan kelompok ini adalah untuk memperoleh kekuasaan politik dan merebut kedudukan politik untuk melaksanakan kebijakan-
kebijakan mereka.
10
Istilah partai politik ditinjau dari asal katanya berarti bagian atau pihak. Didalam masyarakat secara alamiah terdapat pengelompokan masyarakat didasarkan pada
persamaan paham dalam bentuk doktrin politik yang disebut dengan partai. Lain halnya dengan partai politik, maka sebuah gerakan mempunyai tujuan yang lebih terbatas
dengan sifatnya yang lebih fundamental, dan kadang-kadang bersifat idiologis. Orientasi ini merupakan ikatan yang kuat pada anggotanya dan dapat menumbuhkan
identitas kelompok yang kuat. Suatu identitas, nama ataupun label partai politik paling tidak bisa menunjukkan karakteristik partai politik itu sendiri.
11
1.6.2.1 Tujuan Partai Politik
Menurut Sigmun Neuman, bahwa di dalam negara demokrasi, partai politik mengatur keinginan dan aspirasi berbagai golongan dalam masyarakat. Sedangkan di
9
Handari Nawawi,Metode Penelitian Bidang Sosial, yogyakarta:Gajah Mada University Press.1995,hal.40
10
Miriam Budiarjo,Op.cit,hal.160
11
Ibid
28 dalam negara Komunis, partai politik bertugas untuk mengendalikan semua aspek
kehidupan secara monolitik.
12
Di dalam pasal 5 Undang-undang No 31 tahun 2001 dijelaskan bahwa tujuan partai politik ada 2, yaitu tujuan umum dan khusus.
1. Tujuan Umum Partai Politik. a
Mewujudkan cita-cita nasional bangsa Indonesia sebagaimana dimaksudkan dalam pembukaan UUD 1945.
b Mengembangkan kehidupan demokrasi berdasarkan Pancasila dengan
menjunjung tinggi nilai kedaulatan rakyat dalam kesatuan Republik Indonesia.
2. Tujuan khusus Partai Politik adalah memperjuangkan cits-cita pasar anggotanya demi kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
1.6.2.2 Fungsi Partai Politik
Fungsi utama partai politik adalah mencari dan mempertahankan kekuasaan guna mewujudkan program-program yang disusun berdasarkan idiologinya. Cara yang
digunakan suatu partai politik dalam sistem politik demokrasi adalah untuk mendapatkan dan mepertahankan kekuasaan melalui Pemilihan Umum. Dalam
melaksanakan fungsi tersebut, partai politik melakukan tiga kegiatan yang meliputi seleksi calon, kampanye dan pelaksanaan fungsi pemerintahan. Apabila kekuasaan
untuk memerintah telah didapatkan, maka partai politik tersebut berperan pula sebagai pembuat keputusan politik. Partai Politik yang tidak mempunyai kedudukan mayoritas
pada badan perwakilan rakyat akan berperan sebagai pengontrol partai mayoritas.
12
Miriam Budiarjo,Op.cit,hal.162
29
1. Sosialisasi Politik
Sosialisasi politik adalah proses dimana seseorang memperoleh sikap danorientasi terhadap fenomena politik, yang pada umumnya berlaku dalam masyarakat dimana ia
berada. Setiap masyarakat mempunyai cara-cara untuk mensosialisasikan penduduknya di dalam kehidupan politik. Biasanya proses sosialisasi berjalan berangsur-angsurdari
kanak-kanak sampai dewasa.
13
2. Partisipasi Politik
Mobiltas warga negara dalam kehidupan dan kegiatan politik merupakan fungsi khas dari partaipolitik. Zaman modern partai politik dibentuk ketika semakin banyak
jumlah rakyat yang diberi hak pilih, dan ketika kelompok-kelompok masyarakat menuntut bahwa mereka harus diberi hak untuk bersaing memperebutkan suatu jabatan
pemerintahan.
14
3. Rekrutmen Politik
Partai politik berfungsi untuk mencari dan mengajak orang yang berbakat untuk aktif sebagai anggota partai politik. Dengan demikian partai politik turut memperluas
partisipasi politik. Dengan demikian partai politik turut memperluas partisipasi politik. Caranya adalah melalui kontak pribadi, persuasi dan lain sebagainya. Juga diusahankan
untuk menarik golongan-golongan muda untuk di didik menjadi kader tersebut diikutsertakannya bersaing denganpartai-partai untuk memperebutkan kursi di
parlemen, dan jabatan pemerintahan lainnya.
13
Koirudin,Op,cit,hal.86
14
ibid
30
4. Komunikasi Politik.
Dalammelaksanakan fungsi komunikasi politik, partai politik menyalurkan aneka ragam pendapat dan aspirasi mereka dan mengaturnya sedemikian rupa sehingga
kesimpangsiuran pendapat dalam masyarakat berkurang. Fungsi ini dijalankan bersama dengan struktur lainya, yaitu komunikasi informasi, isu dan gagasan politik.
15
5. Artikulasi Kepentingan
Menyatakan atau mengartikulasikan kepentingan mereka kepada badan-badan politik dan pemerintahan melalui kelompok-kelompok yang mereka bentuk bersama
orang lain yang memiliki kepentingan yang sama. Bentuk artikulasi kepentingan yang paling umum di semua sistem politik adalah pengajuan permohonan secara individual
kepada anggota dewan. Dan dalam konsep partai politik, maka anggota partai politik lah yang melakukan fungsi tersebut.
16
6. Agregasi Kepentingan
Agregasi kepentingan merupakan cara tuntutan-tuntutan yang dilancarkan oleh kelompok-kelompok yang berbeda digabungkan menjadi alternatif-alternatif
kebijaksanaan pemerintah. Dalam masyarakat demokratik, partai merumuskan program politik untuk disampaikan kepada badan legislatif dan calon-calon yang diajukan untuk
jabatan-jabatan pemerintahan.
17
15
ibid
16
Koirudin,Op.cit,hal.94
17
Koirudin,Op.cit,hal.95
31
7. Pembuat Kebijakan
Jelas bahwa suatu partai akan berusaha merebut kekuasaan di dalam pemerintahan secara konstitusional. Dan sesudah dia mendapatkan kekuasaan pemerintahan, baik
dalam bidang eksekutif maupun legislatif maka dia akan mempunyai dan memberikan pengaruhnya dalam membuat kebijakan yang akan digunakan dalam suatu
pemerintahan.
18
1.6.2.3 Sistem Kepartaian
Metode yang paling konvensional dalam mengklasifikasikan partai politik adalah berdasarkan dari jumlah partai politik yang ada didalam suatu negara. Dengan cara
konvensional tersebutlah dikenal adanya tiga klasifikasi partai politik, yaitu sistem partai tunggal, dwi partai dan multi partai.
1. Sistem Partai Tunggal
Istilah ini dipakai untuk partai yang benar-benar merupakan satu-satunya partai dalam suatu negara, maupun untuk partai yang mempunyai kedudukan dominan antara
partai lainnya, dalam kategori terakhir terdapat banyak variasi. Sistem ini juga diindikasikan sebagai suasana non kompetitif, oleh karena partai yang ada harus
menerima pimpinan dari partai yang dominan. Bentuk ini bisa ditemukan di negara- negra komunis seperti RRC, Uni Sovyet, dan yang paling terkenal adalah Uni Sovyet.
Partai Komunis di Uni Sovyet bekerja dalam suasana non kompetitif, tidak ada partai lain yang boleh bersaing dan oposisi dianggap sebagai sebuah bentuk penghianatan.
18
Koirudin,Op.cit,hal.96
32
2. Sistem Dwi Partai
Pengertian sistem dwi partai biasanya diartikan dengan adanya dua atau lebih partai, tetapi dengan peranan dominan dari dua partai. Hanya beberapa negara saja yang
dewasa ini memeliki ciri-ciri sistem dwi partai, kecuali inggris dan Amerika Serikat. Dalam sistem pemilihan ini partai ang kalah berperan sebagai oposisi utama,
tetapi setiap terhadap kebijakan partai yang duduk dalam pemerintahan, dengan pengertian bahwa peranan tersebut sewaktu-waktu dapat bertukar tangan, dalam
persaingan memenangkan pemilu, kedua partai berusaha untuk merebut dukungan orang- orang yang ada ditengah dua partai dan sering disebu dengan pemilih terapung dan
mengambang. Sistem pemilihan ini tidak mendorong tumbuhnya partai baru sehingga memperkukuh system dwi partai.
3. Sistem Multi Partai Multy Party System
Umumnya dianggap bahwa keanekaragaman dalam komposisi masyarakat menjurus pada berkembangnya sisstem multi partai. Dimana perbedaan Ras, Agama, atau
suku bangsa adalah kuat, golongan masyarakat lebih cendrung untuk menyalurkan ilkatan-ikatan terbatas dari pada bergabung dengan kelompok lain yag berbeda orientasi.
Maka dari itu, dianggap pola multi partai lebih mampu menyalurkan keanekaragaman budaya dan politik dalam suatu masyarakat daripada dwi partai. Sistem ini ditemukan di
Malaysia, Belanda, Prancis dan Indonesia.
19
Pola multi partai umumnya diperkuat oleh system pemilihan perwakilan berimbang yang memberi kesempatan luas bagi pertumbuhan partai-partai dan golongan-
golongan kecil. Melalui system ini, perwakilan berimbang partai-partai kecil dapat
19
Miriam Budiarjo,Demokrasi di Indonesi,Jakarta:PT.Gramedia Pustaka Utama,1996,hal209
33 menarik keuntungan dari ketentuan bahwa klebihan suara yang diperoleh disuatu daerah
pemilihan dapat ditarik kedaerah pemilihan yang lain untuk menggenapkan jumlah suara yang diperlukan guna memenangkan satu kursi.
1.6.3. Pemilihan Umum Legislatif
Secara umum pemilu legislative yaitu pemilu untuk memilih anggota DPRDPRD ProvinsiDPRD Kabupaten-Kota. Melalui Pemilihan Umum, rakyat yang berdaulat
memilih wakil-wakilnya yang dihapkan dapat memperjuangkan aspirasi dan kepntingannya dalam suatu pemerintahan yang berkuasa.
Dari berbagai sudut pandang, banyak pengertian mengenai pemilihan umum. Tetapi intinya adalah pemilihan umum merupakan sara untuk mewujudkan asas
kedaulatan di tangan rakyat sehingga pada akhirnya akan tercipta suatu hubungan kekuasaan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat. Dan, ini adalah inti kehidupan
demokrasi. Pemilu dapat dipahami juga sebagai berikut:
1. Dalam Undang-undang No 3 tahun 1999 tentang pemilihan umum dalam
bagian menimbang butir a sampai cdisebutkan: a.
Bahwa berdasarkan undang-undang dasar 1945, negara republik Indonesia adalah negara yang berkedaulatan rakyat;
b. Bahwa Pemilihan Umum merupakan sarana untuk mewujudkan
kedaulatan rakyat dalam rangka keikutsertaan rakyat dalam penyelenggaraan pemerintahan Negara.
34 c.
Bahwa Pemilihan Umum bukan hanya bertujuan untuk memilih wakil- wakil rakyat yang akan duduk dalam lembaga
PermusyawaratanPerwakilan, melainkan juga merupakan suatu sarana untuk mewujudkan penyusunan tata kehidupan negara yang di jiwai
semangat Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia
Demikian juga dalam bab I ketentuan umum pasal 1 ayat 1 disebutkan bahwa: “pemilihan umum adalah sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat
dalam Negara kesatuan republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.
2. Dalam pernyataan umum hak asasi manusia PBB pasal 21 ayat 1 dinyatakan
bahwa “setiap orang mempunyai hak untukmengambil bagian dalam pemerintahan negrinya, secara langsung atau melalui wakil-wakilnya yang
dipilih secara bebas. “Hak untuk berperan serta dalam pemerintahan ini berkaitan dan tidak terpisahkan dengan hak berikutny dalam ayat 2 yaitu
“setiap orang mempunyai hak untuk memperoleh akses yang sama pada pelayanan oleh pemerintah negrinya.”
Selanjutnya untuk mendukung ayat-ayat tersebut, dalam ayat 3 ditegaskan asas untuk mewujudkan kedaulatan rakyat yang melandasi kewenangan dan
tindakan pemerintahan suatu negara, yaitu “kehendak rakyat hendaknya menjadi dasar kewenangan pemerintah; kehendak ini hendaknya dinyatakan di
dalam pemilihan-pemilihan sejati dan periodik periodik yang bersifat umum
35 dengan hak pilih yang sama dan hendaknya diadakan dengan pemungutan
suara rahasia atau melalui prosedur pemungutan suara bebas”. Pernyataan umum Hak Asasi Manusia PBB pasal 21 khususnya ayat 3 tersebut merupakan
penegasan asas demokrasi yaitu bahwa kedaulatan rakyat harus menjadi dasar bagi kewenangan pemerintah dan kedaulatanrakyat melalui suatu pemilihan
umum yang langsung, umum, bebas, dan rahasia. 3.
Pemilihan Umum merupakan perwujudan nyata demokrasi dalam praktek bernegara masa kini modern karena menjadi sarana utama bagi rakyat untuk
menyatakan kedaulatannya atas negara dan pemerintah. Pernyataan kedaulatan rakyat tersebut diwujudkan dalam proses pelibatan masyarakat untuk
menentukan siapa-siapa saja yang harus menjalankan dan sisi lain mengawasi pemerintahan negara. Karena itu, fungsi utama bagi rakyat adalah “untuk
memilih dan melakukan pengawasan terhadap wakil-wakil mereka”.
1.6.2.3. Pentingnya Pemilu
Pemiliha umum dalam sebuah negara yang demokratis menjadi kebutuhan yang tidak terelakkan. Melalui pemilihan umum, rakyat yang berdaulat memilih wakil-
wakilnya yang diharapkan dapat memperjuangkan aspirasi dan kepentingannya dalam suatu pemerintahan yang berkuasa. Pemerintaha yang berkuasa sendiri merupakan hasil
dari pilihan maupun bentukan para wakil rakyat tadi untuk menjalankan kekuasaan negara. Tugas para wakil pemerintahan yag berkuasa adalah melakukan kontrol atau
pengawasan terhadap pemerintah tersebut, dengan demikian, melalui pemilihan umum rakyat akan selalu dapat terlibat dalam proses politik dan secara langsung maupun tidak
36 langsung menyatakan kedaulatan atas kekuasaan negara dan pemerintahan melalui para
wakil-wakilnya. Dalam tatanan demokrasi, pemilu juga menjadi mekanisme atau cara untuk
memindahkan konflik kepentingan dari tataran masyarakat ke tataran badan perwakilan agar dapat diselesaikan secara damai dan adil sehingga kesatuan masyarakat tetap
terjamin. Hal ini didasar kan pada prinsip bahwa dalam sistem demokrasi, segala perbedaan atau pertentangan kepentingan di masyarakat tidak boleh diselesaikan dengan
cara-cara kekerasan atau ancaman kekerasan, melainkan melalui musyawarah mengenai kepentingan-kepentingan yang berbeda-beda agar tercapai apa yang disebut sebagai
kepentingan umum yang nantinya kemudian dirumuskan dalam kebijakan umum.
1.6.2.4.Sistem Pemilihan Umum
Dalam Ilmu Politik dikenal dengan bermacam-macam sistem pemilihan umu, akan tetapi umumnya berkisar pada dua prinsip pokok, yaitu :
1. Single Member Constituency
Sistem ini merupakan system pemilihan yag paling tua dan didasarkan atas kesatuan geografis yang biasa disebut distrik karena kecilnya daerah yang diliputi
mempunyai satu wakil dalam dewan perwakilan rakyat. Untuk keperluan ini negara dibai dalam sejumlah besar distrik dan jumlah wakil rakyat ditentukan oleh jumlah distrik. Para
pendukung system ini berasumsi bahwa dengan diterapkannya system ini diharapkan dapat memperkuat peran serta fungsi lembaga legislatif dalam system politik yang
37 berlaku. Dengan pengawasan setiap distrik pemilihan terhadap wakilnya diharap kan
mampu meningkatkan kinerja legislator.
20
2. Multy Member Constituency
Dengan sistem perwakilan proporsional tidak ada pembagian wilayah pemilihan karena pemilihan bersifat nasional. Pembagia kursi dibadan perwakilan rakyat didasarkan
pada jumlah persentase suara yang diperoleh masing-masing partai. Dalam sistem ini setiap suara dihitung dalam arti bahwa suara partai dalam suatu daerah pemilihan dapat
ditambahkan pada jumlah suara yang diterima oleh partai dalam daerah pemilihan dapat ditambahkan pada jumlah suara yang diterima oleh partai dalam daerah pemilihan lain
untuk menggenapkan jumlah suara yang diperlukan guna memperoleh kursi tambahan. System perwakilan ini sering dikombinasikan dengan beberapa prosedur lain,
antara lain dengan system daftar, dimana setiap partai mengajukan satu calon dan pemilih hanya bisa memilih salah satu dari daftar tersebut.
21
1.7. Jenis Penelitan
Jenis penelitan yang digunakan penulis dala penelitian ini adalah kualitatif dan deskriptif yang diartikan sebagai pendekatan yang dapat meghasilkan data, tulisan, dan
tingkah laku yang didapat dari apa yang diamati selama penelitian. Penelitian deskriptif juga digunakan sebagai suatu prosedur pemecahan masalah yang diteliti dengan
menggambarkan keadaan objek penelitian secara mendalam saat sekarang dan tujuan dari
20
Miriam Budiarjo,Dasar-Dasar Politik,Jakarta:PT.Gramedia Pustaka utama,2000,1777
21
Ibid,hal 179
38 penelitian deskriptif adalah membuat suatu deskripsi sifat, serta hubungan antar
fenomena yang diselidiki.
1.7.1. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Dewan Pimpinan daerah Partai Keadilan Sejahtera DPD PKS Kota Medan
1.7.2. Tehnik Pengumpulan Data
Dalam pengumpula data dan informasi yang dibutuhkan dalam penelitian ini, maka penulis menggunakan beberapa tehnik pengumpulan data yaitu data primer dan
data sekunder.
1. Data Primer
Dalam hal ini untuk mendapatkan data harus melakukan penelitian lapangan yang didasarkan pada peninjauan langsung dengan objek yang akan diteliti. Untuk
memperoleh data-data yang akurat dilakukan dengan cara melakukan tehnik wawancara mendalam yaitu adanya proses tanya jawab secara langsung antara penulis yang
dtunjukkan kepada para informan di lokasi penelitian dengan menggunakan panduan dan pedoman yang baik.
2. Data Sekunder
Data sekunder adalah data yang diperoleh secara tidak langsung dari lokasi atau objek penelitian. Pengumpulan data dengan tinjauan kepustakaan dan dokumentasi.
39 Dalam hal ini penulis mengumpulkan data dan informasi melalui buku-buku yang ada,
literature-literatur dan sumber-sumberyang lain yang relevan dengan masalah yang diteliti.
1.7.3. Tehnik Analisis Data
Penelitian ini bersifat deskriptif, yakni bertujuan untuk memberikan suatu gambaran mengenai situasi maupun kondisi yang terjadi. Data-data yang terkumpul baik
itu berasal dari kepustakaan penelitian kepustakaan maupun penelitian dilapangan akan diolah dan dieksplorasi secara mendalam selanjutnya akan menghasilkan suatu
kesimpulan yang menjelaskan masalah yang diteliti.
40
1.8. Sistematika Penulisan
Untuk mendapatkan gambaran yang terperinci dan mempermudah pemahaman ini dan skripsi ini, maka penulis membagi dalam empat 4 bab yang disusun secara
sistematika sebagai berikut:
BAB I : Pendahuluan
Pada bab ini berisikan latar belakang masalah, perumusan masalah, ruang lingkup penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian, kerangka teori, definisi konsep,
defenisi oprasional, metodologi penelitian dan sistematika penulisan
BAB II : Deskripsi Lokasi Penelitian
Pada bab ini akan diuraikan gambaran umum dari lokasi penelitian, antara lain letak geografis, keadaan sosial ekonomi, tingkat pendidikan, serta hal-hal yang
berkaitan dengan masalahyang diteliti
BAB III : Penyajian Data dan Analisis
Bab ini membahas tentang data dan analisis data yang akan didapat dari hasil penelitian yang akan dilakukan.
BAB IV : Penutup
Bab ini merupakan bab terakhir yang berisikan kesimpulan yang diperoleh dari penelitian serta terdapat saran-saran didalamnya.
41
BAB 2
DESKRIPSI LOKAL
2.1. Sejarah Partai Keadilan Kesejahteraan PKS