Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN

Munculnya gejala pendidikan dalam suatu keluarga disebabkan karena adanya pergaulan antara orang tua sebagai manusia dewasa dan anak yang belum dewasa. Dari situlah lahirlah peristiwa pendidikan dalam sebuah wadah yakni keluarga. “Kehadiran anak dalam keluarga merupakan tanggung jawab dan pengabdian orang tua terhadapnya, yang bersifat kodrati dan berdasarkan cinta kasih”. 6 Pendidikan dalam lingkungan keluarga bersifat pertama dan utama atau tertua, artinya pembiasaan atau tradisi untuk mengembangkan kepribadian anak adalah pertama kali terjadi dalam lingkungan keluarga. Alam keluarga adalah alam pendidikan yang pertama dan yang terpenting, karena sejak timbulnya adat kemanusiaan hingga kini, hidup keluarga itu selalu mempengaruhi pertumbuhan budi pekerti manusia. 7 Oleh karena itu, keluarga merupakan lembaga sosial yang paling dasar untuk mencetak kualitas manusia. Sampai saat ini masih menjadi keyakinan dan harapan bersama bahwa keluarga senantiasa dapat diandalkan sebagai lembaga ketahanan moral, akhlaq al-karimah dalam konteks bermasyarakat, bahkan baik buruknya generasi suatu bangsa, ditentukan pula oleh pembentukan pribadi dalam keluarga. Disinilah keluarga memiliki peranan strategis untuk memenuhi harapan tersebut. 8 Kehidupan keluarga diibaratkan sebagai satu bangunan, demi terpeliharanya bangunan itu dari hantaman badai dan goncangan gempa, maka ia harus didirikan diatas fondasi yang kuat dengan bahan bangunan yang kokoh serta jalinan perekat yang lengket. “Fondasi kehidupan kekeluargaan adalah ajaran agama, disertai dengan kesiapan fisik dan mental calon-calon ibu dan ayah”. 9 Pembinaan moral atau mental agama harus dimulai sejak anak lahir, oleh ibu bapaknya. Karena setiap pengalaman yang dilalui oleh si anak, baik melalui pendengaran, penglihatan, perlakuan, pembinaan dan sebagainya, akan menjadi bagian pribadinya yang akan bertumbuh nanti. “Apabila orang tuanya mengerti 6 Fatah Yasin, Dimensi-Dimensi Pendidikan Islam, Malang: UIN Malang Press, 2008, h. 207 7 Ibid, 208 8 Mufidah, Psikologi Keluarga Dalam Berwawasan Gender, Malang : UIN Malang Press, 2008, cet. I, h. 39 9 Quraish Shihab, Membumikan Al-Qur’an Fungsi dan Peran Wahyu Dalam Kehidupan Masyarakat, Bandung: Mizan, 1994, h.254 dan menjalankan agama dalam hidup mereka, yang berarti bermoral agama, maka pengalaman anak yang akan menjadi bagian dari pribadinya itu mempunyai unsur-unsur keagamaan pula”. 10 “Seperti kita ketahui pendidikan agama dalam keluarga, sebelum si anak masuk sekolah terjadi secara tidak formil, yaitu melalui semua pengalaman si anak, baik melalui ucapan, perbuatan dan sikap yang dilihatnya, maupun perlakuan yang dirasakannya. Oleh karena itu keadaan orang tua dalam kehidupan mereka sehari-hari mempunyai pengaruh yang sangat besar dalam pembinaan kepribadian anak.” 11 “Untuk itu, semakin banyak pengalaman yang bernilai agamis mampu ditranfer dan diterimanya, maka akan banyak pula unsure agama dan pengalaman keagamaan yang mampu mewarnai proses pembentukan kepribadianya.” 12 Sedemikian sangat berpengaruhnya pendidikan agama dalam keluarga bagi anak, tidak salah bila Rasulullah mengibaratkan seorang anak yang baru dilahirkan itu fitrah atau suci orang tualah yang menjadikan anak itu Yahudi, Majusi atau Nasrani. Sebagai mana sabda Rasulullah SAW : Semua anak dilahirkan fithrah atau suci, orang tuanyalah yang menjadikannya Yahudi, Nasrani atau Majusi.”H.R Bukhori dan Muslim “Hadis di atas pada intinya menyatakan bahwa setiap anak itu lahir dalam keadaan fitrah, maka kedua orang tuanya yang akan menjadikan ia Yahudi, Nasrani, atau Majusi. Kalau sampai menjadi Yahudi, Majusi atau Nasrani orang tua mempertanggungjawabkannya”. 13 Dari kedua orang tua terutama ibu, dan untuk pertama kali pengaruh dari sesuatu yang dilakukan ibu itu secara tidak 10 Zakiah Drajat, Pendidikan Agama Dalam Pembinaan Mental, Jakarta: PT. Bulan Bintang, 1970, cet. 15, h. 61 11 Zakiah Drajat, Ilmu Jiwa Agama, Jakarta: PT. Bulan Bintang, 1975, h. 109 12 Samsul Nizar, Pengantar Dasar-dasar Pemikiran Pendidikan Islam, Jakarta: Gaya Media Pratama, 2001, cet. I, h. 126 13 Sudan, Al- Qur’an dan Panduan Kesehatan Masyarakat, Yogyakarta: PT Darma Bakti Prima Yasa, 1997, h. 293 langsung akan membentuk watak atau ciri khas kepada anaknya. Ibu merupakan orang tua yang pertama kali sebagai tempat pendidikan anak. Karena ibu ibarat sekolah, jika ibu mempersiapkan anak berarti ibu telah mempersiapkan generasi yang kokoh dan kuat. Dengan generasi yang kuat berarti telah menginvestasikan sesuatu pada diri anak agar bermanfaat kelak mengarungi kehidupan yang lebih global. Itulah sebabnya pendidikan dalam keluarga disebut pendidikan yang pertama dan utama, serta merupakan peletak fondasi dari watak dan pendidikan anak. Begitu besarnya tanggung jawab orang tua dalam mendidik anak. Maka, Jalaludin dan Usman Said menyebut tanggung jawab orang tua adalah Pertama, mencegah anak dari kemungkaran dan selalu mengajak kepada kebaikan. Kedua, memberikan arahan dan binaan untuk selalu berbuat baik. Ketiga, beriman dan bertaqwa kepada Allah. Oleh karena itu tugas dan tanggung jawab orang tua adalah membimbing anak agar menjadi hamba yang taat menjalan ajaran agama. 14 Makna pendidikan tidaklah semata-mata menyekolahkan anak ke sekolah untuk menimba ilmu pengetahuan, namun lebih luas daripada itu. Seorang anak akan tumbuh berkembang dengan baik manakala ia memperoleh pendidikan yang paripurna komprehensif, agar ia kelak menjadi manusia yang berguna bagi masyarakat, bangsa, negara, dan agama. Anak yang demikian ini adalah anak yang sehat dalam arti luas, yaitu sehat fisik, mental, emosional, mental-intelektual, mental-sosial dan mental-spiritual. Pendidikan itu sendiri sudah harus dilakukan sedini mungkin terutama dalam lingkungan keluarga sebagai pencetak pertama generasi bangsa”. 15 Nurcholis Madjid salah satu tokoh cendikiawan muslim Indonesia yang cukup concern menyumbangkan pemikirannya tentang pendidikan Islam dan salah satunya yang tak luput dari perhatiannya adalah masalah pendidikan agama dalam keluarga. Mengingat ajaran agama adalah sebagai fondasi bagi kehidupan keluarga, maka pendidikan agama seharusnya dapat mewarnai kepribadian anak, sehingga agama itu benar-benar menjadi bagian dari pribadinya yang akan menjadi pengendali dalam kehidupanya dikemudian hari. Sehubungan dengan itu peran orang tua mendidik anak melalui pendidikan agama yang benar amat  14 Fatah Yasin, Dimensi-Dimensi Pendidikan Islam, Malang: UIN Malang Perss, 2008, h .206 15 Dadang Hawari, Al-Quran: Ilmu Kedokteran Jiwa dan Kesehatan Jiwa, Yogyakarta: PT Darma Bhakti Prima Yasa, 1996, hlm. 195 – 196. penting. Namun, perlu direnungkan kembali apa sebenarnya arti pendidikan agama, Bagaimana pendidikan agama dalam keluarga, Dan nilai- nilai keagamaan apa saja yang harus ditanamkan kepada anak dalam keluarga. Berdasarkan latar belakang diatas, penulis merasa tertarik mengangkat tema ini dengan judul “ Peranan Pendidikan Agama Dalam Keluarga Menurut Nurcholish Majdid”.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka penulis mengidentifikasi masalah sebagai berikut: 1. Pendidikan keluarga merupakan pendidikan yang pertama dan utama bagi anak 2. Pendidikan agama dalam keluarga merupakan fondasi bagi kehidupan anak kelak 3. Pendidikan bagi anak tidak hanya menyekolahkan anak semata-mata namun anak harus mendapatkan pendidikan yang komprehensif yaitu dari sekolah, lingkungan dan terutama keluarga. 4. Bagaimana peranan pendidikan agama dalam keluarga menurut Nurcholish Madjid

C. Pembatasan Masalah dan Perumusan Masalah

Dalam penelitian ini, penulis tidak berpretensi mengkaji seluruh aspek pemikiran Nurcolish Madjid, namun hanya dibatasi pada seputar pendidikan agama dalam keluarga menurut Nurcholish Madjid itu sendiri. Adapun rumusan masalah yang diajukan penulis yaitu bagaimana peranan pendidikan agama dalam keluarga menurut Nurcholish Majdid? Demikianlah batasan dan rumusan masalah yang penulis ajukan dalam penelitian ini. Adapun judul yang penulis ajukan dalam skripsi ini, berdasarkan latar belakang masalah dalam penelitian ini.

D. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Peneliti Berdasarkan permasalahan di atas, maka tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana pandangan Nurcholish Madjid tentang pendidikan agama dalam keluarga. 2. Manfaat Penelitian Nilai guna yang dapat diambil dari penelitian ini adalah : a Secara Teoritis, penulisan ini sebagai bagian dari usaha untuk menambah khasanah ilmu pengetahuan di Fakultas Ilmu Tarbiyah dan keguruan pada umumnya dan jurusan pendidikan agama Islam khususnya. b Secara Praktis, dengan meneliti pemikiran Nurcholish Madjid tentang peranan pendidikan agama dalam keluarga , maka akan menambah pemahaman yang lebih mendalam melalui studi pemikiran tokoh ini. Hasil dari pengkajian dan pemahaman tentang bagaimana pendidikan agama dalam keluarga sedikit banyak akan dapat membantu dalam pencapaian tujuan dalam membentuk keluarga yang bahagia dan islami.

BAB II KAJIAN TEORI

A. Pengertian Pendidikan Agama Islam

Agar pembahasan mengenai pendidikan lebih terarah, sebelum mengemukakan lebih jelas mengenai arti pendidikan agama Islam, alangkah baiknya penulis mendefinisikan pendidikan secara etimologi terlebih dahulu, berikut adalah beberapa definisi pendidikan secara etimologi. Istilah pendidikan adalah terjemah dari bahasa Yunani paedagogie yang berarti “pendidikan” dan paedagogia yang berarti “pergaulan dengan anak.” Sedangkan orang yang tugasnya membimbing atau membimbing atau mendidik dalam pertumbuhannya agar dapat berdiri sendiri disebut paedagogos. Istilah paedagogos berasal dari kata paedos anak dan agoge saya membimbing, memimpin. Jadi, dari istilah teresebut pendidikan bisa diartikan sebagai usaha yang dilakukan orang dewasa dalam pergaulannya dengan anak-anak untuk membimbing dan memimpin. perkembangan jasmani dan rohaninya ke arah kedewasaan. 1 “Dalam Kamus Besar Bahasa indonesia, pendidikan berasal dari kata “didik”, mendapat awalan “pen” dan akhiran “an”, yang berarti proses pengubahan sikap dan tatalaku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan”. 2 1 Armai Arif, Reformulasi Pendidikan Islam. Jakarta: CRSD Press, 2005, cet-1, h.17 2 Abdullah Syukri Zarkasi, Gontor dan Pembaharuan Pendidikan Pesantren, Jakarta: PT Rajagrafindo Persada, 2005, ed-1 h.19 8