BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Deskripsi Data 1.
Biografi dan Riwayat Pendidikan Nurcholish Madjid
Nurcholish Madjid selanjutnya dipanggil Caknur, lahir di Mojoanyar Jombang Jawa Timur pada tanggal 17 Maret 1939, anak dari Abdurrahman
Madjid seorang tokoh masyarakat dan ulama di Majoanyar, Jombang”. Hal ini terbukti dengan sebutan terhadap Abdurrahman Madjid yang dipanggil “Kiai
Haji” sebagai ungkapan penghormatan bagi ketinggian ilmu-ilmu keislamannya dan yang paling berperan dalam membesarkan dan mengawasi Madrasah
Wathaniyah di wilayah tempat tinggalnya. Ia adalah murid Hasyim Asy’ary seorang Tokoh NU dan menamatkannya di Sekolah Rakyat.
1
Bersama keluarganya, Nurcholish menjalani dan menikmati masa anak- anaknya di Jombang. Masa muda Nurcholish banyak dihabiskan di pesantren
tempat dia menuntut dan menimba ilmu. Dia menikahi Omi Komariah dan dikaruniai dua orang anak. Nadia Madjid dan Ahmad Mikail. Tinggal di jakarta,
kelurga ini hidup berbahagia, rukun dan harmonis menjalani kehidupan rumah
Abuddin Nata, Tokoh-tokoh Pembaharuan Pendidikan Islam Di Indonesia, Jakarta: PT Rajagrafindo Persada,2005, ed-1, h.322
tangganya. Nurcholish mempunyai menantu bernama David bychon suami nadia.
2
“Pendidikanya dimulai dari Sekolah Rakyat di Majoanyar pada pagi hari, sedangkan sore hari ia bersekolah di Madrasah Ibtidai’yah di Majoanyar. Setelah
itu ia dimasukan ayahnya ke pesantren Darul Ulum Rejoso Jombang”. Namun, hanya bertahan dua tahun karena alasan politik. Ayahnya tetap di Masyumi,
meskipun pada NU menyatakan keluar. Maka ia pun memindahkan Nurcholish Madjid dari basis tradisional ke pesantren Modern terkenal Darussalam Gontor
Ponorogo. Menurut Nurcholish Madjid sendiri, di sinilah masa yang paling menentukan pembentukan sikap keagamaan.
3
Selama belajar di Pondok Modern Gontor, yang terkenal dengan sistem pendidikannya yang diorientasiakan pada sikap mandiri, dan kemampuan
menguasai asing bahasa arab dan Inggris, Nurcholish Madjid merasa enjoy dan kerasan. Disana ia pun mendapatkan pengalaman baru dalam pengalaman
keagamaan. Di Pondok Modern Gontor boleh dibilang tidak dikenal kultur mempertentangkan faham-faham keagamaan seperti soal-soal khilafiah yang
sering menimbulkan eskalasi emosi dan pertikaian dikalangan masyarakat awam, seperti antara NU dan Muhammadyiah. “Di Gontor anak-anak NU dan
Muhammdiyah tidak ada yang ngotot mempertahankan fahamnya masing- masing.Mereka adalah santri Gontor. Mereka beribadah menurut cara Gontor.
Misalnya waktu shalat jumat, apakah adzan satu kali atau dua kali, shalat taraweh 11 rakaat atau 23 rakaat, tergantung kesepakatan yang sudah lazim di Gontor”.
4
“Kemudian Nurcholish Madjid melanjutkan program studinya ke Fakultas AdabSastra dan Budaya UIN Universitas Islam Negeri; dulu: IAIN Institut
2
Faisal Ismail,Membongkar Kerancuan Pemikiran Nurcholish Madjid, Jakarta: Lasswell, 2010, h. 18
3
Ahmad Amir Aziz, Neo-Modernisme Islam Di Indonesia Gagasan Sentral Nurcholish Madjid dan Abdurahman wahib, Jakarta: PT. Rineka Cipta, 1999, Cet. Ke-1, h.22-23
4
Marwan Surijdo, Cak Nur: Di Antara Sarung dan Dasi Musdah Mulia Tetap Berjilbab. Jakarta: Yayasan Ngali Aksara, 2005, cet.Ke-1, h.5-6