Prosedur Pengumpulan dan Pengolahan Data

tangganya. Nurcholish mempunyai menantu bernama David bychon suami nadia. 2 “Pendidikanya dimulai dari Sekolah Rakyat di Majoanyar pada pagi hari, sedangkan sore hari ia bersekolah di Madrasah Ibtidai’yah di Majoanyar. Setelah itu ia dimasukan ayahnya ke pesantren Darul Ulum Rejoso Jombang”. Namun, hanya bertahan dua tahun karena alasan politik. Ayahnya tetap di Masyumi, meskipun pada NU menyatakan keluar. Maka ia pun memindahkan Nurcholish Madjid dari basis tradisional ke pesantren Modern terkenal Darussalam Gontor Ponorogo. Menurut Nurcholish Madjid sendiri, di sinilah masa yang paling menentukan pembentukan sikap keagamaan. 3 Selama belajar di Pondok Modern Gontor, yang terkenal dengan sistem pendidikannya yang diorientasiakan pada sikap mandiri, dan kemampuan menguasai asing bahasa arab dan Inggris, Nurcholish Madjid merasa enjoy dan kerasan. Disana ia pun mendapatkan pengalaman baru dalam pengalaman keagamaan. Di Pondok Modern Gontor boleh dibilang tidak dikenal kultur mempertentangkan faham-faham keagamaan seperti soal-soal khilafiah yang sering menimbulkan eskalasi emosi dan pertikaian dikalangan masyarakat awam, seperti antara NU dan Muhammadyiah. “Di Gontor anak-anak NU dan Muhammdiyah tidak ada yang ngotot mempertahankan fahamnya masing- masing.Mereka adalah santri Gontor. Mereka beribadah menurut cara Gontor. Misalnya waktu shalat jumat, apakah adzan satu kali atau dua kali, shalat taraweh 11 rakaat atau 23 rakaat, tergantung kesepakatan yang sudah lazim di Gontor”. 4 “Kemudian Nurcholish Madjid melanjutkan program studinya ke Fakultas AdabSastra dan Budaya UIN Universitas Islam Negeri; dulu: IAIN Institut 2 Faisal Ismail,Membongkar Kerancuan Pemikiran Nurcholish Madjid, Jakarta: Lasswell, 2010, h. 18 3 Ahmad Amir Aziz, Neo-Modernisme Islam Di Indonesia Gagasan Sentral Nurcholish Madjid dan Abdurahman wahib, Jakarta: PT. Rineka Cipta, 1999, Cet. Ke-1, h.22-23 4 Marwan Surijdo, Cak Nur: Di Antara Sarung dan Dasi Musdah Mulia Tetap Berjilbab. Jakarta: Yayasan Ngali Aksara, 2005, cet.Ke-1, h.5-6 Agama Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Jakarta, tamat tahun 1965 B,A dan 1968 Doktorandus”. 5 Setamat dari IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Nurcholish Madjid bekerja sebagai dosen di almamaternya, mulai tahun 1972-1976. Setelah berhasil meraih gelar Doktor pada tahun 1985, ia ditugaskan memberikan kuliah tentang filsafat di Fakultas Pascasarjana IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Selain itu, sejak tahun 1978 ia bekerja sebagai peneliti pada Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesi LIPI. 6 “Basis, bobot, dan peralatan intelektual Nurcholish menjadi jauh lebih terasa lebih tajam ketika ia melanjutkan studinya ke program doktor di Universitas Chicago, Amerika Serikat. Nurcholish menyelesaikan program doktornya di Universitas Chicago pada tahun 1984”. Dia mengambil spesialisasi di bidang filsafat atau pemikiran islam. Dia menulis disertasi yang berjudul Ibn Taimiya on Kalam and Falsafah: Problem of Reason and Revelation in Islam di bawah bimbingan Profesor Fazlur Rahman , seorang sarjana muslim Pakistan. Profesor Fazlur Rahman terkenal sebagai sarjana yang sangat mendalami bidang studi pemikiran islam yang mengajar di Universitas Chicago pada saat itu. 7 Nurcholish sebagai aktivis mahasiswa, tidak hanya serius menekuni studinya di fakultasnya, akan tetapi juga terlibat secara aktif dalam kegiatan- kegiatan kemahasiswaan dan diskusi diluar kampus dan berkecimpung pula dalam berbagai kancah aktivitas ekstra kurikuler. Nurcholish pernah menjadi ketua umum PB HMI Pengurus Besar Himpunan Mahasiswa Islam selama dua periode 1967-1969 dan 1969-1971. Antara tahun 1967-1969, dia mendapat amanat untuk menjabat sebagai Presiden persatuan Mahasiswa Islam se-Asia Tenggara PERMIAT. Salah satu wakilnya adalah Anwar Ibrahim yang kemudian pernah menjabat sebagai Deputi Perdana Menteri Malaysia. 8 5 Ismail, Op.cit, h. 20 6 Abuddin Nata, Tokoh-tokoh Pembaharuan Pendidikan Islam Di Indonesia, Jakarta: PT Rajagrafindo Persada,2005, ed-1, h.323 7 Faisal Ismail,Membongkar Kerancuan Pemikiran Nurcholish Madjid, Jakarta: Lasswell, 2010, h. 20-21 8 Ibid, h. 22