Sistem Religi Studi Deskriptif Pertunjukan Reog Ponorogo Pada Upacara Perkawinan Masyarakat Jawa Di Desa Kampung Kolam Tembung Kecamatan Percut Sei Tuan Kabupaten Deli Serdang

ipe, peripean. Besan adalah orang tua dari pihak suami ego dengan orang tuanya sendiri atau sebaliknya; mertua adalah hubungan antara ego dengan orang tua suamiistri. Sedangkan hubungan antara orang tua dengan pihak istrisuami anaknya disebut mantu; ipe adalah hubungan antara istrisuami dengan saudara sekandung pihak suamiistri; peripean adalah hubungan antara sesama menantu Emi Sujayawati, 2000:30. Masyarakat Jawa juga mengenal adanya kelompok kekerabatan yang dinamakan alur waris. Alur waris ini merupakan suatu bentuk kelompok yang berasal dari satu nenek moyang, terdiri dari 6-7 angkatan atau lebih yang berasal dari satu nenek moyang, sehingga diantara anggota kelompok kekerabatan tersebut sulit untuk saling mengenal.

2.5 Sistem Religi

Mayoritas penduduk desa kampung kolam memeluk agama Islam, yaitu sebanyak 8.673 orang dari jumlah penduduk. Sisanya sebanyak 1.186 orang memeluk agama Kristen, pemeluk agama Budha sebanyak 95 orang dan pemeluk agam Hindu sebanyak 18 orang. Dari uraian diatas dapat ditekankan bahwa keberadaan agama Islam sangatlah besar. Mayoritas penduduk desa kampung kolam adalah pemeluk agam Islam. Di desa kampung kolam ini terdapat beberapa tempat ibadah diantaranya: 5 buah Masjid, 13 buah Musollah untuk agama Muslim dan 3 buah Gereja untuk agama Nasrani. Meskipun penduduk desa kampung kolam sudah mengaku sebagai pemeluk agama Universitas Sumatera Utara Islam namun mereka masih sering melakukan hal-hal lain diluar kepercayaan mereka, jika dilihat berdasarkan persentase yaitu sekitar 50 . Sampai saat ini mereka juga masih melakukan perbuatan tersebut, yaitu mereka masih saja percaya pada roh nenek moyang dan hal-hal gaib seperti percaya pada makhluk halus penunggu tempat-tempat keramat dan mereka juga masih sering memberikan sesajen 13 Sebelum group kesenian reog ini melakukan pertunjukan terlebih dahulu mereka harus melakukan ritual terhadap roh nenek moyang, mereka membakar sesajen didepan topeng dhadhak merak dan menaburi kembang tujuh rupa dan bunga kantil disekitar tempat pertunjukan sambil membacakan doa-doa. Hal ini mereka yakini akan dapat melancarkan jalannya pertunjukan, jika mereka tidak melakukan hal itu maka pertunjukan tidak akan dapat berjalan dengan lancar dan para pemain barongan akan kesurupan karena roh nenek moyang marah dan memasuki tubuhnya dan nantinya akan sulit untuk disuruh keluar . 14 Bagi masyarakat desa kampung kolam yang akan melakukan hajatan, sebelumnya mereka harus menentukan kapan hajat itu akan dilaksanakan. Untuk melakukan hajat terlebih dahulu mereka harus menentukan hari baik, hal ini dilakukan untuk menghindari naas yaitu hari yang dianggap tidak baik atau pantang. Jika hajat dilakukan bertepatan dengan geblak yaitu saat meninggalnya salah seorang keluarganya, maka hari tersebut harus segera dihindari agar tidak ada kejadian buruk yang akan menimpa mereka. . 13 Wawancara dengan Mbah edi kucet selaku sesepuh pada 09 Agustus 2008. 14 Wawancara penulis dengan Bpk. Suparno sebagai seorang sesepuh pada tanggal 18 April 2008. Universitas Sumatera Utara Umunya masyarakat Jawa membedakan makhluk halus menjadi dua macam, yaitu: makhluk halus yang berasal dari roh leluhur yang disebut dengan bahureksa dan makhluk halus sebagai roh pelundung yang disebut dengan danyang, yaitu suatu kekuatan supranatural yang diyakini oleh masyarakat pendukung sebagai pemimpin para jin atau roh halus yang menguasai daerah tersebut Emi Sujayawati, 2000:33. Agar para makhluk halus tersebut mau menuruti mereka maka pada waktu- waktu tertentu mereka harus menyediakan sesajen. Sesajen ini terdiri dari beberapa jenis makanan dan bunga-bungaan berbagai rupa yang akan mereka letakan di tempat-tempat tertentu yang mereka anggap keramat. Dan pada waktu mereka memberikan sesajen harus disertai dengan mantra-mantra ataupun doa-doa. Berdasarkan tingkat kemurnian dan ketaatan pelaksanaan ajarannya, masyarakat Jawa membedakan pemeluk agama menjadi dua kelompok, yaitu : 1 Wong Putihan, yaitu orang putih yang dimaksud dengan orang putih disini adalah orang-orang yang taat menjalankan ibadah dengan ajaran Islam; 2 Wong Lorek, yaitu orang yang badannya belang-belang hitam dan putih, maksudnya adalah orang yang meyakini terhadap ajaran agama Islam tetapi tidak menjalankan ritual peribadatannya terutama shalat, namun mencampurkan unsur-unsur diluar Islam. Faktor utama yang menjadi pembeda antara wong putihan dan wong lorek adalah ketaatannya menjalankan ritual agama Islam yaitu berupa shalat. Seseorang yang menjalankan shalat lima waktu dengan rajin digolongkan kedalam kelompok wong putihan meskipun dalam praktek kehidupan keagamaanya mencampur dengan unsur-unsur diluar Islam. Sedangkan wong lorek diberikan kepada orang yang Universitas Sumatera Utara mengaku Islam tetapi tidak mau menjalankan ritual secara Islam terutama shalat Nursilah, 2001:51. Berdasarkan keterangan diatas dapat disimpulkan bahwa masyarakat Jawa didesa kampung kolam termasuk kedalam golongan wong putihan. Walupun mereka taat beragama mereka juga masih melakukan hal-hal lain diluar Islam, misalnya seperti melakukan ritual sebelum pertunjukan.

2.6 Mata pencaharian