11
Tempat Artikulasi Cara
Artikulasi
Bibir Gigi
Gusi langit-langit
keras langit-langit
lembut Pita
suara Letupan tak
bersuara p
T k
? Letupan
bersuara b
d g
Letusan tak bersuara
č Letusan
bersuara J
Sengau m
n ny
ᶮ
ŋ Geseran tak
bersuara s
H Geseran
bersuara h
Getaran r
Sisian l
Separuh vokal w
yj
2.2 Landasan Teori
Penelitian ini dilandasi oleh teori Linguistik Historis Komparatif. Linguistik Historis Komparatif bermula ketika seorang tokoh ilmu perbandingan
bahasa bernama Franz Bopp, membandingkan akhiran-akhiran kata kerja dalam bahasa Sansekerta, Yunani, Persia, dan Jerman pada tahun 1816. Linguistik
Historis Komparatif adalah cabang ilmu bahasa yang mempersoalkan bahasa dalam bidang waktu tertentu, serta mengkaji perubahan-perubahan unsur bahasa
yang terjadi dalam bidang waktu tertentu. Linguistik Historis Komparatif mempelajari data-data dari suatu bahasa atau lebih, sekurang-kurangnya dalam
dua periode. Data-data tersebut diperbandingkan secara cermat untuk memperoleh kaidah-kaidah perubahan yang terjadi dalam bahasa itu Keraf, 1991: 22.
Universitas Sumatera Utara
12 Mbete 2009 : 1 mengatakan bahwa Linguistik Historis Komparatif
adalah cabang linguistik yang mempelajari dan mengkaji bahasa dalam dimensi waktu, khususnya masa lalu. Dengan dimensi waktu ini, bahasa yang dikaji
bersifat diakronis, berbeda dengan linguistik deskriptif yang bersifat sinkronik. Linguistik Historis Komparatif bertujuan untuk menjelaskan adanya hubungan
kekerabatan, kesejarahan dan perubahan bunyi bahasa-bahasa di suatu kawasan tertentu.
Adapun teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah macam-macam perubahan bunyi. Keraf 1991: 90 membagi perubahan-perubahan bunyi menjadi
beberapa macam antara lain: 1.
Metatesis yaitu suatu proses perubahan bunyi yang berujud pertukaran tempat dua fonem. Metatesis sering memperlihatkan gejala yang teratur
yang mempengaruhi suatu urutan tertentu dalam suatu bahasa. Misalnya dalam bahasa Austronesia Purba
k
∂
tip
p
ə
tik
dalam bahasa Melayu. Proses metatesis bekerja terus dalam bahasa yang sama sehingga
dihasilkan bentuk ganda untuk suatu pengertian yang sama atau mirip seperti dalam kata-kata Indonesia atau Melayu berikut:
rontal
–
lontar, peluk
–
pekul, beting
–
tebing, apus
–
usap,
dan sebagainya Keraf, 1991: 90. 2.
Aferesis adalah suatu proses perubahan bunyi antara bahasa kerabat berupa penghilangan sebuah atau beberapa fonem pada awal sebuah kata.
Contoh bahasa Austronesia Purba dan bahasa Melayu seperti pada kata
hubi
→
ubi,
dan
hudan
→
udang
Keraf, 1991: 90.
Universitas Sumatera Utara
13 3.
Sinkop adalah perubahan bunyi yang berujud penghilangan sebuah atau beberapa fonem di tengah kata. Misalnya, bahasa Austronesia Purba
terdapat sejumlah kata yang mengalami perubahan dalam bahasa Polinesia Purba, misalnya:
urat
→
ua
„urat‟
, ira
→
mea ma-ira
„merah‟
, iya
→ ia ‘dia‟ dan
tuha
→
tua
„tua‟ Keraf, 1991: 91
.
4. Apokop
apocope
merupakan perubahan bunyi berupa menghilangnya sebuah atau beberapa fonem pada akhir kata. Misalnya, dalam bahasa
Polinesia Purba dalam Austronesia Purba,
k
∂
bar
→
kopa
„kembar‟,
k
∂
but
→
kofu
„dibungkus‟, dan
k
∂
lut
→
kolu
„kerut‟ Keraf, 1991: 91.
5. Protesis adalah suatu proses perubahan kata berupa penambahan fonem
pada awal kata. Dalam bahasa Melayu dan Indonesia kata-kata: ə
lang,
ə
mas,
ə
mpat,
dan ə
mpedu
merupakan hasil protesis atas kata:
lang, mas, pat,
dan
pedu
. Begitu pula dari kata Austronesia Purba ə
mbut
diturunkan dalam kata Melayu
h
ə
mbus
Keraf, 1991: 91. 6.
Epentesis atau Mesogog adalah proses perubahan kata berupa penambahan fonem di tengah kata. Misalnya kata-kata Austronesia Purba
berikut akan mengalami epentesis dalam bahasa Melayu:
kapak
→
kampak, kapung
→
kampung,
dan
tubuh
→
tumbuh
. Keraf, 1991: 92. 7.
paragog adalah perubahan yang terjadi apabila sebuah kata mengalami perubahan berupa penambahan fonem pada akhir kata. Seperti pada bahasa
Austronesia Purba ke bahasa Polensia Purba berikut ini
but
→
futi
Universitas Sumatera Utara
14 „menyentak‟,
k
∂
m
„genggam‟ →
komi
„menekan‟dan
bun
→
funa
„tutup‟ Keraf, 1991: 91-92. Perubahan fonem proto ke dalam fonem-fonem bahasa kerabat terjadi
dalam beberapa macam tipe dengan pola pewarisan. Keraf 1991: 92 membagi pola pewarisan tersebut menjadi beberapa bagian diantaranya adalah:
1. Linear adalah pewarisan fonem proto ke dalam bahasa sekarang dengan
tetap mempertahankan ciri-ciri fonetis fonem protonya. Misalnya PAN dalam BMRDK abu
→
abu
„abu‟ dan daun →
daun
„daun‟. 2.
Inovasi adalah pewarisan yang terjadi apabila suatu fonem bahasa PAN mengalami perubahan dalam bahasa sekarang. Misalnya PAN dalam
BMRDK anak →
buda?
„anak‟, dan wayeR →
ae
„air‟.
2.3 Tinjauan Pustaka