bagian dari sistem moneter. Oleh karena itu, dalam menentukan apakah suatu pasal itu memberatkan, baik dalam bentuk perjanjian pada
umumnya, terutama perimbangan hak dan kewajiban sangat berbeda bila dibandingkan dengan ketentuan pasal-pasal dalam perjanjian baku, dan
pada umumnya para pihak adalah perorangan atau perusahaan biasa. Atas dasar pertimbangan ini maka tidak dapat dianggap bertentangan dengan
ketertiban umum dan keadilan apabila di dalam perjanjian dimuat pasal yang dimaksudkan justru untuk mempertahankan atau untuk melindungi
eksistensi kreditur atau bertujuan untuk melaksanakan kebijakan pemerintah di bidang moneter.
76
Selanjutnya, perjanjian baku yang terdapat di masyarakat, dapat dibedakan dalam empat jenis, yaitu:
1. Perjanjian baku sepihak, adalah perjanjian yang isinya ditentukan
oleh pihak yang kuat kedudukannya di dalam perjanjian itu. Pihak yang kuat di sini adalah pihak kreditur yang lazimnya mempunyai
posisi ekonomi kuat dibandingkan pihak debitur;
2. Perjanjian baku timbal balik, adalah perjanjian baku yang isinya
ditentukan oleh kedua belah pihak, misalnya perjanjian baku yang pihak-pihaknya terdiri dari pihak majikan kreditur dan pihak
lainnya buruh debitur. Kedua belah pihak lazimnya terikat dalam organisasi, misalnya pada perjanjian buruh kolektif;
3. perjanjian baku yang ditetapkan pemerintah, ialah perjanjian baku
yang isinya ditentukan pemerintah terhadap perbuatan-perbuatan hukum tertentu, misalnya perjanjian-perjanjian yang mempunyai
objek hak-hak atas tanah.
76
Sutan Remy Sjahdeini, Kebebasan Berkontrak dan Perlindungan…op. cit., hal. 182-183.
4. perjanjian baku yang ditentukan di lingkungan notaris atau advokat,
adalah perjanjian-perjanjian yang konsepnya sejak semula sudah disediakan untuk memenuhi permintaan dari anggota masyarakat
yang minta bantuan notaris atau advokat yang bersangkutan.
Dari uraian yang telah dikemukakan di atas, dapat disimpulkan bahwa ciri-ciri perjanjian baku adalah:
77
a. isinya ditetapkan secara sepihak oleh pihak yang posisi ekonominya
nya kuat;
b. masyarakat debitur sama sekali tidak ikut bersama-sama
menentukan isi perjanjian;
c. bentuk tertentu; tertulis
d. terdorong oleh kebutuhannya debitur terpaksa menerima perjanjian
itu;
e. dipersiapkan terlebih dahulu secara massal dan konfektif.
Setelah melihat adanya perbedaan posisi para pihak ketika perjanjian baku
diadakan tidak memberikan kesempatan pada debitur untuk mengadakan “real bargaining” dengan pengusaha kreditur. Debitur tidak mempunyai kesempatan
untuk mengutarakan kehendak dan kebebasan dalam menentukan isi perjanjian. Beberapa ahli hukum tidak memberikan dukungan terhadap perjanjian baku.
Sluijer dalam Mariam Darus Badrulzaman, mengatakan bahwa “perjanjian baku ini bukan perjanjian, sebab kedudukan pengusaha di dalam perjanjian itu adalah seperti
pembentuk undang-undang swasta. Syarat-syarat yang ditentukan pengusaha di dalam perjanjian itu adalah undang-undang dan bukan perjanjian.
78
Walaupun secara teoritis yuridis perjanjian baku ini tidak memenuhi ketentuan undang-undang dan oleh beberapa ahli hukum ditolak, namun
77
Mariam Darus Badrulzaman, Aneka Hukum Bisnis…op. cit., hal. 11.
78
Sluijer dalam Mariam Darus Badrulzaman, Ibid., hal. 11.
kenyataannya, kebutuhan masyarakat berjalan ke arah yang berlawanan dengan keinginan hukum.
Perjanjian baku dapat diterima sebagai perjanjian, berdasarkan fiksi adanya kemauan dan kepercayaan yang membangkitkan kepercayaan bahwa para pihak
mengikatkan diri pada perjanjian itu. Jika debitur menerima dokumen perjanjian itu, berarti ia secara sukarela setuju pada isi perjanjian tersebut.
79
Orang yang membubuhkan tanda tangan pada suatu formulir perjanjian baku, tanda tangan itu membangkitkan kepercayaan bahwa yang bertanda tangan
mengetahui dan menghendaki isi formulir yang ditandatangani. Tidak mungkin seseorang menandatangani apa yang tidak diketahui isinya.
80
Demikian juga yang terjadi dalam perjanjian bagi hasil antara PT. Telkom dengan pengelola warung telekomunikasi lahir pada saat pengelola warung
telekomunikasi menerima jawaban dari PT. Telkom bahwa permohonannya disetujui yang kemudian dilanjutkan dengan penandatangan perjanjian yang isinya atau
ketentuan bagi hasil dengan pengelola warung telekomunikasi telah ditentukan oleh PT. Telkom formulir. Jadi calon pengelola warung telekomunikasi yang akan
bekerjasama dengan pihak PT. Telkom hanya dapat menandatangani perjanjian tersebut apabila menyetujui isinya tanpa dapat berubah bentuk atau isi dari perjanjian.
Setelah perjanjian kerjasama pengelolaan warung telekomunikasi tersebut
79
Stein dalam Mariam Darus Badrulzaman, Ibid., hal. 15.
80
Asser Rutten dalam Mariam Darus Badrulzaman, Ibid., hal. 15.
ditandatangani oleh para pihak, maka sejak saat itu telah dilahirkan hak dan kewajiban bagi kedua belah pihak yang harus dilaksanakan.
C. Kedudukan Para Pihak dalam Kontrak Kerjasama Bagi Hasil Profit
Sharing Yang Dilakukan oleh PT. Telkom Dengan Pengusaha Warung Telekomunikasi di Kota Medan.
1. Gambaran Umum PT. Telekomuniksi Indonesia, Tbk.